Transcript for:
Dinamika Politik dan Pemilihan Umum Indonesia

Hari ini, tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden sudah resmi mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum. Anies Baswedang maju bersama Muhaymin Iskandar, Ganjar Pranowo berpasangan dengan Muhammad Mahfud Mahmudin atau Mahfud MD, serta Prabowo Subianto menggandeng Gibran Rakabuming Raka. Mereka akan memperebutkan seorang lebih dari setengah jumlah penduduk Indonesia agar bisa diangkat menjadi presiden dan wakil presiden pada 2024. Namun, sebelum mereka mendaftarkan diri ke KPU, kita disubuhkan dinamika politik yang menarik untuk dibahas. Mulai dari cewek-cewek presiden, tarik-menarik pendamping calon wakil presiden, hingga keputusan mahkamah konstitusi yang dinilai menguntungkan salah satu pasangan serta mengokohkan dinasti kekuasaan. Dinamika politik ini bukan hal baru. Pasang surut situasi politik dan pemerintahan sudah terjadi jauh sebelum Gen Z dan milenial lahir. Yang konon katanya, generasi Indonesia kini ada di tangan mereka. Proklamasi kami, bangsa Indonesia, dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Proklamasi dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehari pasca proklamasi ini, PPKI atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dengan sepakat menjadikan Soekarno dan Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia. membuat unik ya posisi dari Hatta dan Soekarno dan ketika dia dipilih sebenarnya itu mencerminkan apa yang dianggap sebagai demokrati operasi ala Indonesia, yaitu musawarah untuk mufakat. Sebagai Kepala Negara dan juga pemerintahan, Soekarno dan Hatta sepakat untuk menyelenggarakan pemilu pada awal tahun 1946. Akan tetapi, hingga waktu yang sudah direncanakan, pemilu tidak terselenggara. Itu membuat situasi yang sangat rumit bahkan sampai penyerahan kedaulatan. Bangsa ini masih orok begitu ya, bahwa ada semangat demokrasi yang kuat. Ya dan itu dibuktikan memang nanti di tahun 1955. Tapi ada kegentingan-kegentingan sepanjang tahun 1945 sampai tahun pemilu 1955. Kegentingan pertama ditandai saat Muhammad Hatta menerbitkan maklumat X November 1945. Intinya, Hatta tidak sepakat dengan Soekarno yang akan menerapkan partai tunggal. Dan partai yang dimaksud Soekarno yaitu partainya sendiri, PNI. Tapi ini tidak terjadi, artinya gagasan demokrasi sebagai antitesis dari dunia kolonial yang anti-demokrasi itu ke depan. Gagasan dunia kolonial yang menapikan local knowledge atau pengetahuan bangsa Indonesia tentang demokrasi yang disebut busawara itu tidak ada, ditekan dulu. Jadi Soekarno bisa menerima itu, dia tidak menolak. Kegentingan berikutnya adalah agresi militer Belanda ke-2. Secara de facto, Belanda baru mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949. Penakuan ini didasarkan pada konferensi meja bundar atau KMB yang dilakukan di Den Haag, Belanda. Bangsa Indonesia dan bangsa Belanda kedua-duanya akan memperoleh bahagianya. Dalam perjanjian KMB, Indonesia harus mengubah pemerintahan dari Republik Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat. Perubahan ini disebut-sebut sebagai bagian dari strategi Belanda untuk menguasai Indonesia. Pak kuat saya, untuk dipilih, menjadi Presiden Republik Indonesia Serikat. Namun niat Belanda memecah Indonesia tidak terwujud, sebab Republik Indonesia Serikat hanya bertahan selama satu tahun. Pasca berakhirnya Republik Indonesia Serikat, situasi pemerintahan tidak pada posisi baik-baik saja. Bahkan semangat memperbaiki pemerintahan muncul dari tubuh militer. Lalu pada Oktober 1952, angkatan bersenjata menghadapkan Meriam ke Istana Negara. Mereka meminta agar dibubarkannya parlemen dan segera dilaksanakannya pemilu. Padahal angkatan perang tidak boleh ikut-ikut polisi. Tidak boleh diomgang-ambingkan oleh sesuatu polisi. Angkatan terang harus berjiwa, ya berjiwa. Berapi-api berjiwa, berkobar-kobar berjiwa. Dari situasi ke situasi, akhirnya pemilu baru bisa digelar pada tahun 1955. Pemilu digelar dua kali, yaitu pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR, serta pemilihan Badan Konstituante. Badan Konstituante adalah badan yang nantinya diberi tugas untuk membuat Undang-Undang baru, untuk menggantikan Undang-Undang Dasar sementara 1950. Ada sekitar 172 peserta pemilu, baik dari partai, perkumpulan, hingga perseorangan. Mereka mewakili ragam ideologi seperti marxisme, sosialisme, nasionalisme, agama, hingga kepercayaan. Pemilu tahun 1955, dia bukan pemilu yang memenuhi unsur kebinekaan kita. Dia disambut banyak karena orang merasa ada dirinya di kotak pemilu itu. Orang itu tergerak seperti lebaran untuk mendatang ke tempat pemilihan umum karena pemilihan itu membawa unsur keindonesian yang beragam, yang bineka, bineka agamanya, bineka kepercayaannya, bineka etniknya, bineka pemikiran yang panjang karena bertemu dengan aneka macam kebudayaan dan sebagainya. Dan itu yang membuat Indonesia besar. Inilah 10 dari 27 peserta pemilu 1955 yang berhasil memperebutkan 257 kursi di DPR. Partai yang didirikan Soekarno berada di peringkat teratas perolehan suara. Dan dari pemilu ini direncanakan pemilu akan digelar kembali pada 1964. Akan tetapi situasi pemerintahan pasca pemilu tidak berjalan mulus. Karena multipartai dengan ideologi yang beragam, konflik dalam menjalankan pemerintahan pun tak terhindarkan. Tarik-menarik kepentingan partai maupun kelompok hingga pergantian kabinet terjadi. Sampai pada 1 Desember 1956, Bung Hatta mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden Indonesia. Karena badan konstituante tak kunjung menyelesaikan undang-undang baru. Pada 5 Juli 1959, Soekarno mengeluarkan dekret presiden tentang pembubaran badan konstituante. Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi. Berikutnya pada 1961 Soekarno menyederhanakan partai yang ada. Tujuannya agar ideologi lebih mudah tertata dalam tatanan pemerintahan. Penyederhanaan partai ini sejalan dengan keinginan Soekarno untuk menginginkan partai tunggal saat Indonesia terbentuk. Apakah Soekarno setelah tahu Hatta mengumumkan bersama Sahrir maklumat nomor X terus dia protes? Tidak, dia ikut bahwa dia tidak lagi jadi presiden dalam artian sebuah struktur presidensial tapi sekarang menjadi parlemen, dia tidak menolak. Dia harus menunggu dulu sampai tahun 1956 untuk benar-benar secara konkret minta bahwa sistem parlementer ini bermasalah. Dan kita sudah uji dalam waktu tetap bermasalah. Dan pemilu dijadikan alasan sama Bung Karno. Inilah hasil penyederhanaan partai oleh Soekarno. Pasca Militer mengepung istana, hubungan militer dengan pemerintahan menjadi harmonis melalui sekbergolkar atau sekretariat bersama golongan karya. Sekber Golkar merupakan perkembangan dari golongan fungsional bentukan Soekarno. Sekber Golkar adalah perwujudan dari Partai Tunggal Impian Soekarno. Anggotanya adalah militer, golongan tani, buruk, cendik tiawan, penganut agama, hingga wartawan. Bahkan militer menempati posisi jabatan sipil seperti kepala desa, bupati, hingga gubernur. Saat militer dan pemerintah menjalani hubungan baik, partai-partai juga menunjukkan perannya sebagai wadah aspirasi politik masyarakat. Seperti Partai Komunis Indonesia atau PKI. Masyarakat menilai PKI adalah partai yang mampu membawa perubahan pada masyarakat kecil. Kepercayaan masyarakat pada PKI sudah dibuktikan pada pemilu 55 dengan menduduki peringkat keempat perolehan suara. Serta keaktifan PKI sebagai kendaraan penampung aspirasi masyarakat di pemerintahan dengan 39 kursi. Buat Soekarno itu yang terpenting adalah mana partai yang mau mewakili masalah-masalah yang paling aktual di tengah publik. Misalnya waktu itu Bung Karno mengeluarkan UUPA, Pembaruan Agraria. Semua partai itu di legislatif. itu menandatangani dan setuju, tapi mau melaksanakan siapa? Cuma PKI. Yang lain itu macan kertas. Di kertas mereka tandatangan, tapi di bawah mereka menolak. Nah ini problemnya itu yang kemudian PKI itu menjadi sangat... dekat dengan Bung Karno karena Bung Karno sendiri melihat yang paling responsif. Tapi kalau kita katakan Soekarno percaya penuh terhadap PKI juga problematik karena Soekarno juga kemudian berpikir untuk membentuk permai Partai Marhain Indonesia. Oleh karena itu, PKI menjadi partai yang patut diperhitungkan dalam percaturan politik, khususnya menuju pemilu 1964. Namun pada Mei 1963, satu tahun menjelang pemilu, Majelis Permusyawaratan Sementara mengangkat Soekarno menjadi presiden seumur hidup. Pengangkatan ini disebut-sebut atas usulan Sekber Golkar. Sebab rumor yang beredar saat itu, jika pemilu 1964 digelar, PKI diprediksi akan menang. Tapi Soekarno sendiri orang yang menolak, orang yang pertama menolak permintaan menjadi presiden seumur hidup. Dan itu asalnya dari Sekber Gokar yang berkembang dari golongan fungsional yang dibentuk oleh Soekarno sendiri sebagai gagasan wadah dari Partai Negara atau State Party, Partai Tunggal. Tapi di tahun 60-an pertengahan... Golkar-Golkar ini sudah dimasuki oleh tentara. Hingga pada akhirnya muncul peristiwa ini. Mereka menyebutnya dengan istilah Gestapu Gerakan September 30. Sejumlah perwira angkatan darat di Jakarta diciduk dan dibunuh. Kata Gestapo aja sudah bermasalah ya, gerakan September 30. Itu kan struktur bahasanya aja bukan bahasa Indonesia itu. Iya kan September 30, kalau kaya 30 September gitu ya. Jadi kata istilah Gestapo itu sudah menjelaskan bahwa kata ini bukan hanya struktur bahasanya keliru, tapi ingin mengidentifikasi dengan Gestapo-nya Hitler. Dalam penyelidikan lebih lanjut, dalang dari ini semua mengkrucut ke salah satu kelompok yaitu PKI. Berikutnya PKI diburu dan dilarang di Indonesia. Setahun berikutnya pada 7 Maret 1967, Soeharto resmi menggantikan Soekarno. Jabatan Presiden Sumur Hidup Soekarno pun berakhir. Kita bisa lihat ketika dia memasuki masa... ujian paling berat ketika peristiwa G30S meletus dan banyak orang bahkan dari pihak tentara itu menawarkan kepada Sung Karno, kita habisi saja ini. Hitam kata Bung Karno, hitam kata kami. Putih kata Bung Karno, putih kata kami. Tapi apa kata Bung Karno? Saya nggak mau merusak bangsa yang sudah kita bentuk ini. Lebih baik saya yang hancur daripada bangsa ini. Ada momen tertentu dalam hidup Soekarno yang bisa menjadi contoh bagaimana sesungguhnya sikap Soekarno terhadap unsur demokrasi. Bahwa di dalamnya ada anomali-anomali itu adalah upaya pencarian dia untuk mendapatkan konsep demokrasi yang lebih bisa menjawab tuntutan demokrasi sebagai penyambung di darah rakyat itu. bukan yang memutus lidah rakyat. Era Orde Baru dimulai. Pasca dilantiknya Soeharto menjadi presiden, situasi bisa dibilang relatif kondusif baik di dalam pemerintahan maupun pada masyarakat. Terkecuali hal-hal yang berkaitan dengan PKI. Lalu pada 1971 digelarlah pemilu yang kedua. Sekber Golkar berubah menjadi Golkar dan menjadi kendaraan politik Soeharto dengan memperoleh hampir 63% suara. Pemerintah menggerakkan pegawai negeri, menggerakkan aparatus negara untuk terlibat di dalam pemilu ini dan menteri-menteri mereka bicara untuk memilih Golkar, selesai semua. Dan itu bisa dilihat bahwa Golkar menang 62% di tahun 1971 tanpa serangan pajar, tanpa ngirim martabak dan pisang goreng di dalam kantong kresek dengan beras 3 liter. Propaganda inilah yang berlanjut selama Soeharto menjabat sebagai presiden. Pada 1975, pemerintah melakukan fusi partai. Hasilnya, ada dua partai dan satu golongan karya. Kedua partai ini adalah Partai Demokrasi Indonesia atau PDI, serta Partai Persatuan Pembangunan atau P3. PDI merupakan peleburan atau fusi partai dari kubu nasionalis dan non-muslim. Sedangkan P3 adalah peleburan dari kubu-kubu Islam di Indonesia. Situasi ini mengingatkan kembali pada Soekarno yang menyederhanakan partai pada awal tahun 60-an. Tahun 1977 adalah pergelaran pemilu yang ketiga. Tiga kontestan bersaing, PDI, P3, dan Golkar. Lagi-lagi, Golkar memenangkan pertarungan. Setelah ini pemilu digelar setiap lima tahun sekali. Golkar menang telah dalam setiap pemilu. Soeharto pun menang dalam sidang penentuan presiden dan wakil presiden oleh MPR. Ada peristiwa menarik yang terjadi pada tahun 1988. Saat itu, Haji Jailani Naro hendak melawan Sudarmono untuk memperebutkan jabatan Wakil Presiden dengan cara voting. Namun pada hari yang ditentukan, Sudarmono terpilih menjadi Wakil Presiden secara mufakat oleh MPR. Dan setelah pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, Haji Naro mengeluarkan pernyataan. Jika pada era Soekarno, militer bisa menduduki jabatan kepala daerah, begitu juga pada era Soeharto. Jabatan ini dikenal dengan istilah Dwi Fungsi Abri. Masalah-masalah itu perlu kedisiplinan untuk diselesaikan dan orang semua menengok tentara dan mempersetankan semua hal yang menjadi rapot merah tentara seperti pelanggaran HAM, kekerasan, bahkan genosida di tahun 1965. Propaganda ini memantapkan kekuasaan Soeharto sejak menggantikan Soekarno. Lelah dengan propaganda, pada Oktober 1996, Sri Bintang Pamungkas menantang Soeharto untuk melakukan pemilihan presiden secara langsung. Sekarang ini justru saya berdiri di depan saudara-saudara untuk mengumumkan berdirinya partai baru yang dipersoalkan di Bali. Lalu Soeharto menjawab dengan satu tahun penjara pada 1997. Bahwa putra terbaik bangsa yang memenuhi kriteria yang dimaksud untuk diajukan sebagai calon presiden mandataris MPR masa bakti 98-2003 adalah Haji Muhammad Soeharto. Setelah dilantik kembali sebagai presiden ke-6 kalinya pada tahun 1997, situasi perekonomian di Indonesia terpuruk. Rupiah melemah. Dari 2.000 rupiah lalu naik menjadi 17.000 rupiah per 1 dolar Amerika pada awal 1998. Situasi ekonomi ini menjadi momentum masyarakat untuk mengakhiri pemerintahan Soeharto. Tuntutan reformasi santer digaungkan masyarakat. Adili Soeharto dan kroni-kroninya laksanakan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 hapuskan dui fungsi abri laksanakan otonomi daerah yang seluas-luasnya tegakan supremasi hukum serta ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN Saya memutuskan untuk menyatakan Berhenti 21 Mei 1998 saat Soeharto menyatakan pembunduran dirinya MPR melantik BJ Habibie Orde baru tumbang digantikan era reformasi Multipartai kembali terjadi pada pemilu 1999 Sebanyak 48 kontestan mengikuti pemilu yang ke-8. Pada pemilu ini, Golkar resmi menyebut mereka sebagai partai, menjadi partai golongan karya atau partai Golkar. Pasca pemilu, MPR memilih presiden dan wakil presiden. Pilihannya saat itu adalah Megawati atau Abdurrahman Wahid. Ada aklamasi atau musyawarah di sini, seperti pada zaman Soeharto. Yang ada adalah voting atau perhitungan suara. Hasilnya, Abdurrahman Wahid. terpilih sebagai presiden. Saya berada bersama dengan Mbak Mega merayakan kemerdekaan kita. Berbeda pada pemilu sebelumnya, pada pemilu 2004 masyarakat bisa memilih langsung presiden dan wakil presidennya. Aturannya, partai atau gabungan partai yang mengusung Capres-Cawapresnya. Pengusungan ini harus memenuhi ambang batas atau presidential threshold yang ditentukan, yaitu 20% perolehan suara nasional atau 15% perolehan kursi di DPR pada pemilu sebelumnya. Maka diadakan pemilu pada 5 April 2004 sebelum pemilihan Capres-Cawapres. Akan tetapi khusus untuk pemilu 2004 ambang batasnya dikecualikan. Partai atau gabungan partai bisa mengusung capres-cawapresnya jika memperoleh 5% suara nasional atau 3% perolehan kursi di DVR. Maka Golkar hingga Pan bisa mengusung langsung capres-cawapresnya. Tapi ada perhitungan lain bagi partai yang patut untuk dipertimbangkan, yaitu dukungan suara dari pendukung partai-partai lain jika mereka bersatu dan tergabung dalam satu koalisi. Dan inilah koalisi yang mengusung Capres-Cawapres pada Pilpres 2004. Kami mengutip ya, ahli seperti Ferry Amsari yang juga kuasa hukum menyatakan Indonesia hanya menjadi satu-satunya negara yang memperlakukan aturan ini pada mulanya. Sekarang diikuti oleh Turki ya. Karena tak ada yang memenuhi syarat yang sudah ditentukan, di mana capres-cawapres yang berhak dilantik adalah yang memperoleh suara lebih dari 50%, maka dilakukan putaran kedua. Susilo Bambang Yudhoyono dan Yusuf Kala, serta Megawati Soekarno Putri dan Ahmad Hashim Muzadi, maju ke putaran kedua. Pasangan SBY kalah, menang dengan memperoleh lebih dari 60% suara. Jika pada pemilu 2004 ada pengecualian ambang batas pencalonan presiden, pada 2009 mengacu aturan yang baru. Capres-Cawapres harus diusung oleh partai atau gabungan partai dengan perolehan 25% suara nasional atau 20% perolehan kursi di DPR pada pemilu sebelumnya. Dengan begitu, tak ada satu partai pun yang bisa mengusung Capres-Cawapres sendiri. Partai harus berkoalisi. Perubahan ini harus menjadi catatan mengapa dilakukan perubahan yang signifikan. Dan indikasinya adalah untuk memantapkan kekuasaan dengan mengeliminasi calon pesaing. Alasannya, meski Demokrat berada di urutan kelima, besar kemungkinan SBY akan terpilih kembali lagi sebagai presiden. Jadi dalihnya itu, partai-partai di DPR itu mengambil ketentuan syarat pencalonan diatur di dalam undang-undang, di dalam undang-undang dasar gitu. Dengan dalih itu mereka membatasi orang dari luar partai. ...kata DPR untuk jadi presiden. Jadi semangatnya bertolak belakang sama risalah amandemen......kalau bahasa Al-Qurannya itu asbabul nuzulnya. Semangat untuk menyerap warga negara Indonesia......menjadi presiden seluas-luasnya. Tapi malah kemudian dibatasi oleh ambang batas pencalonan presiden......20% dari kursi DPR atau 25% dari suara pemilu sebuah. Pada akhirnya, inilah koalisi partai pada pemilu 2009 dan capres-cawapres yang diusungnya. Hasilnya, SBY Budiono terpilih kembali menjadi presiden setelah menang telak dengan memperoleh lebih dari 50% suara. Dugaan USEP atas perubahan undang-undang pemilu terbukti. Hingga pada pemilu berikutnya, tak ada perubahan pada aturan presidensial threshold. Karena dinilai menghalang-halangi kepesertaan pemilu, aturan ini pun digugat. Airlangga Juliolah yang saat itu menggugat aturan ini ke Mahkamah Konstitusi sebagai kuasa hukum. Dalam pembahasan maksud asli atau original intent Nongnong Dasar 1945, tidak pernah ada pembatasan presidensial threshold ini. Dalam bentuk apapun, hanya disebutkan misalnya di pasal 6A, parpol atau gabungan parpol peserta pemilu dapat mencalonkan presiden dan wakil presiden. Tidak ada mengenai ambang batasnya harus berapa persen dari pemilu sebelumnya. Air Langga bukan satu-satunya orang yang menggugat ambang batas pencalonan presiden. Tercatat ada lebih dari 30 gugatan. Tapi tak ada satupun gugatan yang diterima oleh MK termasuk gugatan Erlangga. Alasannya Partai Buruh sebagai klien dari Erlangga Julio tidak memiliki legal standing atau tidak memenuhi syarat. sebagai penggugat. Parpol yang merupakan peserta pemilu sebelumnya. Yang kedua, seorang yang diusung sebagai calon presiden atau calon wakil presiden. oleh parpol dan bisa membuktikannya. Ini adalah ketentuan dan tafsir yang sangat sempit, ya mas, bagi MK. Pada akhirnya, keuntungan ambang batas pencalonan presiden hanya untuk memenuhi kebutuhan persyaratan semata. Berkoalisi dengan partai lain agar terpenuhi ambang batasnya serta bisa mencalonkan kader terbaiknya adalah jawabannya. Maka perubahan anggota koalisi menjadi hal yang wajar. Seperti PDIP, Gerindra, dan Golkar. PDIP tidak pernah satu koalisi dengan Demokrat. Tapi Gerindra yang awalnya bersatu dengan PDIP melawan Demokrat, justru menjadi lawan pada pemilu berikutnya. Bahkan kini Gerindra diusung oleh Demokrat. Begitu juga dengan Golkar. Pernah bersatu dengan PDIP di pemilu 2019, tapi sebelumnya dan kini bergabung di kubu lawan. Lalu siapa yang berhak mengusulkan capres dan cawapresnya? Bisa ditebak, partai mayoritas adalah jawabannya. Kader terbaik dari partai minoritas, minggir dulu. Tapi bisa kita bayangkan, dengan nilai ambang batas yang saat ini berlaku menghasilkan 3 pasangan capres-cawapres, bagaimana jika gugatan R langga diterima? Maka ada kemungkinan kita dihadapkan dengan pilihan capres-cawapres. pres yang lebih dari sekarang. Apakah tidak dibalik logikanya dengan banyaknya calon kita akan mulai berbicara selangkah lebih maju lagi. Bukan hanya berbicara soal koalisi politik praktis, tapi bicara soal siapa yang akan berbicara. Siapa yang mempunyai gagasan yang lebih berpihak pada warga dan masyarakat sipil? Siapa yang punya gagasan lebih berpihak pada nilai-nilai demokrasi? Siapa yang punya gagasan lebih berpihak pada hak asasi? Jadi memperkaya demokrasi sesungguhnya. Kenapa menjadi takut memperkaya demokrasi? Apakah ada kepentingan yang dilindungi? Jangan-jangan. Jangan-jangan. Mereka yang mengatakan bahwa kapal ini tidak akan berlayar Mereka yang menggaungkan pesimismo bahwa ini tidak akan berangkat Mereka yang mengatakan bahwa ini akan kandas Kepada mereka kami sampaikan mohon maaf, kami telah mengecewakan Terima kasih Tenang saja Pak Prabowo, tenang saja Pak, saya sudah ada di sini. Gimana rasanya nyetiri calon presiden? Wah, biasa gini. Jika aturan presidensial threshold menilai menghasilkan hambat seseorang untuk dipilih begitu juga dengan aturan yang lain partai politik baru harus memiliki kepengurusan di semua provinsi 75% di kota kabupaten serta 50% di tiap kecamatan dan jangan lupa dengan syarat-syarat yang lain. Itu kan hanya orang-orang ultra kaya aja, sehingga kemudian memutus keterhubungan Greset atau basis masa ideologi untuk menjadi partai politik, lalu mengagregasinya menjadi aspirasi di parlemen. Itu memutus. Saat mendirikan partai membutuhkan modal yang tidak sedikit, solusinya bisa bergabung ke partai yang sudah ada. Bahkan atas nama ideologi, kepentingan rakyat dan keterwakilan di pemerintahan maupun untuk masa depan bangsa, perpindahan anggota dari partai ke partai lain bukan menjadi perbuatan yang haram. Perbuatan yang mirip dengan perubahan anggota koalisi tentu ada maksud dan tujuan. Setidaknya, inilah orang-orang yang pindah partai maupun yang baru terjun ke dunia politik. Gibran dari PDIP, pindah ke... Saya emang nggak ngeliat partainya, saya emang nggak peduli itu sama ideologi, yang penting orangnya. Nah saat itu, oligark makin gampang menggelontorkan uangnya kepada orang-orang yang dianggap baik gitu. Sama pemilih, ini orang baik nih. Nggak peduli ideologinya apa patuh sama partai atau mengkader atau nggak ikut pelatihan politik secara berdarah-darah atau nggak, nggak peduli. Yang penting kelihatan baik gitu. Lalu, apa pelajaran dari ini semua? Pengalaman-pengalaman yang berkaitan langsung, karena kejengkelan, karena kemarah, sehingga kemudian marah. Karena ada pejabat negara atau penguasa yang melabrak aja peraturan perundang-undangan, melabrak aja hukum, itu jadi dasar yang bagus untuk kita tambah pinter. Dan bagi seorang sejarawan, peristiwa di masa lampau perlu dimaknai untuk situasi hari ini. Jadi harus dipulihkan dengan cara apa? Menghentikan sama sekali dan meninggalkan sama sekali kebangsawanan turunan itu. Kebangsawanan asal, darah, genetik. Diganti dengan kebangsawanan pikiran itu. Itulah yang melahirkan orang-orang kaya Hatta, dia keturunan pria Yi di Sumatera. Tan Malaka keturunan pria Yi. Tapi siapa yang bisa meragukan Hatta, Tan Malaka, Sutomo, Cipto Mangunkusumo, Dewantoro, Suwardi Suryaningrat. Itu semua bunuh diri kelas Dan mereka anak bangsa Buat saya gak ada persoalan dia anak bangsa Tapi bunuh diri kelas tidak Dalam artian dia melepaskan diri juga Dengan semua warisan feodal Dan normal feodal Jadi buat saya tidak problem Dia keturunan siapa Tapi sejauh apa dia menghayati Bukan kebangsawanan asal Kebangsawan turunan Tapi kebangsawanan pikirannya Kalau dia tidak menunjukkan pemikiran Republikan Ya nggak bisa dia itu kita anggap sebagai orang Indonesia apalagi pemimpin Indonesia. Karena dia bertolak belakang dengan gagasan awal yang menciptakan Indonesia. Anggapan orang Indonesia bisa ditempatkan pada warga yang satu ini. Ia menggugat seseorang yang disangkakan melakukan korupsi bantuan sosial saat pandemi. Korupsi yang hanya menjadi headline pemberitahuan. Berita di media maupun gembar-gembur dari kalangan mahasiswa, praktisi hingga aktivis, nyatanya berdampak langsung pada masyarakat. Permainan baru saja dimulai. Ada potensi kita melawan koruptor secara langsung, tidak mendelegasikan kewenangan kepada penuntut umum atau KPK, banyak yang tertarik saat itu.