Pulau-pulau di Indonesia terbagi menjadi tujuh bagian besar, yaitu Sumatera, Jawa, Kepulauan Sunda Kecil, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Papua. Nah, mari kita bahas sejarahnya satu per satu. Sumatera, Pulau Emas. Dalam berbagai prasasti, Pulau Sumatera disebut dengan nama Sansekerta, Suarna Dwipa, atau Suarna Bumi. Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi.
Selain itu, Sumatera juga dikenal sebagai Pulau Andalas. Pada masa dinasti ke-18 Fir'aun di Mesir, di pesisir barat Pulau Sumatera telah ada pelabuhan yang ramai, dengan nama Barus. Barus daerah Tapanuli, diperkirakan sudah ada sejak 13.000 tahun. 3000 tahun sebelum masehi.
Barus dikenal, karena merupakan tempat asal kapur barus. Ternyata, kamper atau kapur barus digunakan sebagai salah satu bahan pengawet mumi fir'aun Mesir kuno. Di samping barus, di Sumatera terdapat juga kerajaan kuno lainnya.
Sebuah manuskrip Yahudi purba menceritakan, sumber bekalan emas untuk membina negara kota kerajaan Nabi Sulaiman, diambil dari sebuah kerajaan purba di timur jauh yang dinamakan Obhir. Kemungkinan, opir berada di Sumatera Barat, karena di sana terdapat gunung opir di daerah Pasaman. Kabarnya, kawasan emas di Sumatera yang terbesar terdapat di Kerajaan Minangkabau. Menurut sumber kuno, dalam kerajaan itu terdapat pegunungan yang tinggi, dan mengandung emas. Dan konon, pusat Kerajaan Minangkabau terletak di tengah-tengah galian emas.
Emas-emas yang dihasilkan, kemudian diekspor dari sejumlah pelabuhan, seperti Kampar, Indragiri, Pariaman. tikus, barus, dan pedir. Di Pulau Sumatera juga berdiri Kerajaan Sriwijaya, yang kemudian berkembang menjadi kerajaan besar pertama di Nusantara, yang memiliki pengaruh hingga ke Thailand dan Kamboja di utara, hingga Maluku di timur.
Kini, kekayaan mineral yang dikandung Pulau Sumatera banyak ditambang. Beberapa orang yakin, sebenarnya Pulau Sumatera banyak mengandung emas selain dari apa yang ditemukan sekarang. Jika itu benar, maka Pulau Sumatera akan dikenal sebagai Pulau Emas kembali. Kalimantan, Pulau Lumbung Energi.
Dahulu, nama pulau terbesar ketiga di dunia ini adalah Warunadwipa, yang artinya Pulau Dewa Laut. Kalimantan dalam berita-berita Cina, disebut dengan istilah Chin Li Pei Shi. Nusa Kencana, adalah sebutan Pulau Kalimantan dalam naskah-naskah Jawa kuno.
Orang Melayu, menyebutnya Pulau Hujung Tanah. Sedangkan Borneo, adalah nama yang dipakai oleh kolonial Inggris dan Belanda. Pada zaman dulu, pedagang asing datang ke pulau ini mencari komoditas hasil alam berupa kamfer, lilin, dan sarang burung walet dengan melakukan barter dengan guci keramik yang bernilai tinggi dalam masyarakat Dayak.
Para pendatang India maupun orang Melayu, memasuki muara-muara sungai untuk mencari lahan bercocok tanam, dan berhasil menemukan tambang emas dan intan di pulau ini. Di Kalimantan, berdiri Kerajaan Kutai Martadipura, yang merupakan kerajaan tertua bercorak Hindu di Nusantara. Nama Kutai, sudah disebut-sebut sejak abad keempat.
Pada berita-berita India, secara tegas menyebutkan Kutai dengan nama Kuetaira, begitu pula dengan berita Cina pada abad ke-9, menyebut Kutai dengan sebutan Hotei, yang berarti kerajaan besar. Dan pada abad 13, Dalam kesusasteraan kuno Kitab Negara Kertagama yang disusun oleh Empu Prapanca, ditulis dengan istilah Tunjung Kute. Peradaban Kutai masa lalu inilah, yang menjadi tongga awal zaman sejarah di Indonesia, berdasarkan Prasastiupa. Kini Pulau Kalimantan merupakan salah satu lumbung sumber daya alam di Indonesia memiliki beberapa sumber daya yang dapat dijadikan sebagai sumber energi, di antaranya adalah batu bara, minyak, gas dan geotermal. Hutan Kalimantan mengandung gambut, yang dapat digunakan sebagai sumber energi baik untuk pembangkit listrik maupun pemanas sebagai pengganti batu bara.
Yang luar biasa, ternyata Kalimantan memiliki banyak cadangan uranium yang bisa dipakai untuk pembangkit listrik tenaga nuklir. Sulawesi, Pulau Besi. Orang Arab menyebut Sulawesi dengan nama Solibis. Orang Belanda menyebut pulau ini dengan nama Selebes. Pulau ini telah dihuni oleh manusia sejak 30 ribu tahun yang lalu, terbukti dengan adanya peninggalan purba di pulau ini.
Contohnya, lokasi prasejarah zaman Batu Lembah Besoa. Nama Sulawesi, konon berasal dari kata Sula yang berarti pulau, dan besi. Pulau ini, sejak dahulu adalah penghasil besi, sehingga tidaklah mengherankan.
Usu dan sekitar Danau Matana mengandung besi dan nikel. Di Sulawesi, pernah berdiri Kerajaan Luwu, yang merupakan salah satu kerajaan tertua di Sulawesi, dan merupakan penghasil besi. Besi Luwu atau senjata Luwu, sangat terkenal akan keampuhannya, bukan saja di Sulawesi tetapi juga di luar Sulawesi. Dalam sejarah Majapahit, wilayah Lu merupakan pembayar upeti kerajaan, selain dikenal sebagai pemasok utama besi ke Majapahit, Maluku, dan lain-lain.
Menurut catatan yang ada, sejak abad 14, Lu telah dikenal sebagai tempat 4 peleburan besi di pulau Sulawesi ini juga pernah berdiri kerajaan Goa Talo yang pernah berada di puncak kejayaan yang terpancar dari Sombaopo ibu kota kerajaan Goa ke timur sampai ke Selat Dobo keutara sampai ke Sulu ke barat sampai ke Kutai dan keselatan melalui Sunda kecil di luar pulau Bali sampai ke Maregi bagian utara Australia ini menunjukkan kekuasaan yang luas meliputi lebih dari dua per tiga wilayah Nusantara selamat Selama zaman yang makmur akan perdagangan rempah-rempah pada abad 15-19, Sulawesi sebagai gerbang kepulauan Maluku, yang saat itu diburu rempah-rempahnya. Kerajaan besar seperti Makassar dan Bone, telah memainkan peranan penting. Pada abad ke-14 Masehi, orang Sulawesi sudah bisa membuat perahu yang menjelajahi dunia.
Perahu pinisi yang dibuat masyarakat Bugis pada waktu itu, sudah bisa berlayar sampai ke Madagaskar di Afrika. Ini adalah suatu perjalanan yang sangat menarik. penjelanan mengarungi samudera yang memerlukan tekad yang besar, dan keberanian luar biasa. Ini membuktikan, bahwa suku Bugis memiliki kemampuan membuat perahu yang mengagumkan, dan memiliki semangat bahari yang tinggi. Pada saat yang sama, Vasco da Gama baru memulai penjelajahan pertamanya pada tahun 1497 dalam upaya mencari rempah-rempah, dan menemukan benua-benua baru di timur, yang sebelumnya dirintis Marco Polo.
Maluku, Kepulauan Rempah-Rempah. Maluku memiliki nama asli Jazirah Al-Mulk, yang artinya kumpulan, atau semenanjung kerajaan yang terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil. Orang Belanda, menyebutnya sebagai Teteri Golden Framteist, atau Tiga Emas dari Timur, yakni Ternate, Banda, dan Ambon.
Sebelum kedatangan Belanda, penulis dan tabib Portugis Tome Pires, menulis buku Suma Oriental, yang telah melukiskan tentang Ternate, Ambon. dan bandar sebagai The Spices Island. Pada masa lalu, wilayah Maluku dikenal sebagai penghasil rempah-rempah seperti cengkeh dan pala. Cengkeh adalah rempah-rempah purbakala yang telah dikenal, dan digunakan ribuan tahun sebelum masehi.
Pohonnya sendiri merupakan tanaman asli kepulauan Maluku, yakni ternate dan tidore, yang dahulu dikenal oleh para penjelajah sebagai Spices Island. Pada 4.000 tahun lalu di Kerajaan Mesir, Fir'aun Dinasti ke-12, Sesostris III, lewat data arkeolog, dapat diidentifikasi setelah Giorgio Buccelati menemukan wadah yang berisi benda seperti cengkeh di Efrat Tengah. Pada masa 1700 sebelum masehi itu, cengkeh hanya terdapat di Kepulauan Maluku. Pada abad pertengahan, sekitar 1600 masehi, cengkeh pernah menjadi salah satu rempah yang paling populer dan mahal di Eropa, melebihi harga emas.
Maka jangan heran, kalau orang Barat kepengen banget menduduki wilayah ini. Selain cengkeh, rempah-rempah asal Maluku adalah buah pala, yang berasal dari Kepulauan Banda. Akibat nilainya yang tinggi sebagai rempah-rempah, buah dan biji pala telah menjadi komoditi perdagangan yang penting pada masa Romawi.
Melihat mahalnya harga rempah-rempah waktu itu, banyak orang Eropa kemudian mencari Kepulauan Rempah-rempah ini. Sesungguhnya, yang dicari Christopher Columbus ke arah barat, adalah jalan menuju ke pulauan Maluku, The Spices Island. Meskipun pada akhirnya, ia justru menemukan benua baru bernama Amerika. Rempah-rempah adalah salah satu alasan mengapa penjelajah Portugis Vasco da Gama, mencapai India dan Maluku. Kini sebenarnya Maluku bisa kembali berjaya dengan hasil pertaniannya, jika terus dikembangkan dengan baik.
Maluku bisa kaya raya, dengan hasil bumi dan lautnya. Papua, Pulau Surga Papua adalah pulau terbesar kedua di dunia. Pada akhir tahun 500 Masehi, pengarang Tiongkok bernama Gau Yuhua, memberi nama Tungki.
Dan pada akhir tahun 600 Masehi, Kerajaan Sriwijaya menyebut nama Papua dengan menggunakan nama Janggi. Tidore memberi nama untuk pulau ini dan penduduknya, sebagai Papawa yang sudah berubah dalam sebutan menjadi Papua. Pada tahun 1545, Inigo Ortiz de Retes memberi nama Nueva Guinea.
Dan ada pelaut lain yang memberi nama Isla del Oro yang artinya Papua. ...Kulau Emas. Robin Osborne dalam bukunya, menjuluki provinsi paling timur Indonesia ini, sebagai surga yang hilang.
Tidak diketahui, apakah pada peradaban kuno sebelum masehi di Papua telah terdapat kerajaan. Bisa jadi, zaman dahulu telah terdapat peradaban maju di Papua. Pada sebuah konferensi tentang lampu jalan dan lalu lintas tahun 1963 di Pretoria Afrika Selatan, CS Downey mengemukakan tentang sebuah pemukiman terdiri... solir di tengah hutan lebat Pegunungan Wilhelmina di bagian barat New Guinea, yang memiliki sistem penerangan maju. Para pedagang yang dengan susah payah, berhasil menembus masuk ke pemukiman ini, dan menceritakan kengeriannya pada cahaya penerangan yang sangat terang-benderang, dari beberapa bulan yang ada di atas tiang-tiang di sana.
Bola-bola lampu tersebut tampak secara aneh bersinar setelah matahari mulai terbenam, dan terus menyala sepanjang malam setiap hari. Kita tidak tahu akan kebenaran kisah ini, tapi jika benar, itu merupakan hal yang luar biasa dan harus terus diselidiki. Papua telah dikenal akan kekayaan alamnya sejak dulu.
Pada abad ke-18 Masehi, para penguasa dari Kerajaan Sriwijaya, mengirimkan persembahan kepada Kerajaan Cina. Di dalam persembahan itu terdapat beberapa ekor burung cendrawasi, yang dipercaya sebagai burung dari Taman Surga, yang merupakan hewan asli dari Papua. Dengan armadanya yang kuat, Sriwijaya mengunjungi Maluku dan Papua untuk memperdagangkan rempah-rempah, wangi-wangian, mutiara, dan bulu burung cenderawasi. Pada zaman Kerajaan Majapahit, sejumlah daerah di Papua sudah termasuk dalam wilayah kekuasaan Majapahit.
Pada abad XVI, pantai utara sampai barat, daerah Kepala Burung sampai nama Tota Kabupaten Fak-Fak di sebelah selatan, serta pulau-pulau di sekitarnya menjadi daerah kekuasaan Sultan Tidore. Pada awal abad 20, perburuan cendrawasih masih marak terjadi. Burung-burung yang diburu, dibawa hingga ke Eropa hingga kakinya patah. Tujuannya, bulu cendrawasih yang halus dan berwarna tersebut, akan dijadikan hiasan mahkota dan topi para bangsawan. Atas dasar kepercayaan tersebut, burung cendrawasih akhirnya dijuluki Bird of Paradise.
Alfred Wallis, seorang pembunuh, Orang peneliti biologi dari Inggris juga memberi nama latin burung ini, yakni Paradisia apoda, yang berarti burung surga tanpa kaki. Eksistensi Cendawasi, sebenarnya telah diketahui raja-raja di Eropa sejak 1522. Cendrawasi pada masa itu, sempat dijadikan hadiah dari Raja Maluku untuk Raja Spanyol. Papua, terkenal dengan produksi emasnya yang terbesar di dunia, dan berbagai tambang serta kekayaan alam yang begitu berlimpah, serta merupakan surga keanekaragaman hayati yang tersisa di bumi saat ini.
Pada tahun 2006, diberitakan suatu tim survei yang terdiri dari penjelajah Amerika, Indonesia, dan Australia, mengadakan peninjauan di sebagian daerah pegunungan. penungan Foja Provinsi Papua Indonesia. Di sana mereka menemukan suatu tempat ajaib, yang mereka namakan Dunia Yang Hilang, dan Taman Firdaus di bumi, dengan menyaksikan puluhan jenis burung, kupu-kupu, katak, dan tumbuhan yang belum pernah tercatat dalam sejarah.
Jika dikelola dengan baik, orang Papua pun bisa lebih makmur dengan kekayaan alam yang melimpah tersebut. Jawa, Pulau Padi Dahulu, Pulau Jawa dikenal dengan nama Jawa Duwipa. Jawa Duwipa berasal dari bahasa Sanskerta, yang berarti Pulau Padi, dan disebut dalam epik Hindu Ramayana.
Epik itu mengatakan, Jawa Duwipa dihiasi tujuh kerajaan, pulau emas dan perak, kaya dengan tambang emas, sebagai salah satu bagian paling jauh di bumi. Ahli geografi Yunani, Ptolemaeus, juga menulis tentang adanya negeri emas dan negeri perak, dan pulau Iabadio, yang berarti Pulau Padi. Ptolemaeus menyebutkan, di ujung barat Iabadio, Uh?
terletak Argare, atau Kota Perak. Kota Perak itu, kemungkinan besar adalah kerajaan Sunda kuno Salakanegara, yang terletak di barat Pulau Jawa. Salaka diartikan Perak, sedangkan negara sama dengan kota, sehingga Salakanegara banyak ditafsirkan sebagai Kota Perak. Salakanegara dalam sejarah Sunda Wangsakerta, disebut juga Raja Tapura.
Di Pulau Jawa ini, juga berdiri kerajaan besar Majapahit. Majapahit tercatat sebagai kerajaan terbesar di Nusantara, yang berhasil menyatukan kepulauan Nusantara meliputi Sumatera, Semenanjung Malaya, Borneo, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan sebagian kepulauan Filipina. Dalam catatan Wang Teayuan, komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga. Selain itu, catatan kunjungan biarawan Roma tahun 1321, Podoriko Dapur Denone, menyebutkan bahwa Istana Raja Jawa, penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata.
Menurut banyak pakar, pulau tersubur di dunia adalah Pulau Jawa. Hal ini masuk akal, karena Pulau Jawa mempunyai konsentrasi gunung berapi yang sangat tinggi. Banyak gunung berapi aktif di Pulau Jawa.
Gunung inilah yang menyebabkan tanah pulau Jawa sangat subur, dengan kandungan nutrisi yang diperlukan oleh tanaman. Raffles, pengarang buku The History of Java, merasa takjub pada kesuburan alam Jawa yang tiada tandingnya di belahan bumi manapun. Dia menuliskan, apabila seluruh tanah yang ada dimanfaatkan, bisa dipastikan tidak ada wilayah di dunia ini yang bisa menandingi kuantitas, kualitas, dan variasi tanaman yang dihasilkan pulau ini.
Mitologi Jawa dan Bali, mempercaya adanya Dewi Sri, atau Dewi Padi. Dipercaya, Dewi Sri mengendalikan bahan makanan di bumi, terutama padi yang menjadi makanan pokok orang Jawa dan Bali. Sampai sekarang, selalu ada syukuran di setiap desa, atas panen yang didapatkan warga desa. Ilustrasi yang mewakili sejarah ini, menggambarkan Pulau Jawa sebagai Dewi Sri yang sedang tersakiti. Luka di dahi, sebagai simbol kerusuhan di Jakarta yang memakan banyak korban, dan menimbulkan luka psikologis.
Lalu luka pada alat kelamin wanita, menunjukkan kerusuhan juga terjadi di Surakarta. Sunda kecil, kepulauan wisata. Polemaus menyebutkan, ada tiga buah pulau yang dinamai Sunda yang terletak di sebelah timur India. Berdasarkan informasi itu, kemudian ahli-ahli ilmu bumi Eropa menggunakan kata Sunda untuk menamai wilayah, dan beberapa pulau di timur India.
Sejumlah pulau yang kemudian terbentuk di dataran Sunda, diberi nama dengan menggunakan istilah Sunda Pula, yakni Kepulauan Sunda Besar dan Kepulauan Sunda Kecil. Kepulauan Sunda Besar, ialah himpunan pulau besar yang terdiri dari Sumatera, Jawa, Madura, dan Kalimantan. Sedangkan Sunda Kecil, merupakan gugusan pulau Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, dan Timur.
Daerah Kepulauan Sunda kecil ini dikenal sebagai daerah wisata karena keindahan alamnya yang menakjubkan. Sejak dulu, telah ada yang berwisata ke daerah ini. Perjalanan Resimarkandia, sekitar abad VIII dari Jawa ke Bali, telah melakukan perjalanan wisata dengan membawa misi-misi keagamaan.
Demikian pula Empu Kuturan, yang mengembangkan konsep Trisakti di Bali, datang sekitar abad XI. Pada tahun 1920, wisatawan dari Eropa mulai datang ke Bali. Bali, di Eropa dikenal juga sebagai The Island of God. Di tempat lain di Kepulauan Sunda Kecil, tepatnya di daerah Nusa Tenggara Barat, dikenal dari hasil ternaknya berupa kuda, sapi, dan kerbau. Kuda Nusa Tenggara, sudah dikenal dunia sejak ratusan tahun silam.
Abad 13 Masehi, Nusa Tenggara Barat telah mengirim kuda-kuda ke Pulau Jawa. Nusa Tenggara Barat juga dikenal sebagai tempat pariwisata Raja-Raja. Raja-Raja dari Kerajaan Bali, membangun Taman Armada pada tahun 1727 Masehi di daerah Pulau Lombok, untuk melepas kepenatan sesaat dari rutinitas di kerajaan. Daerah Sunda kecil yang tidak kalah kayanya, adalah Nusa Tenggara Timur. Karena, di daerah ini terdapat kayu cendana yang sangat berharga.
Cendana dari Nusa Tenggara Timur, telah diperdagangkan sejak awal abad Masehi. Saat itu, banyak pedagang dari wilayah Indonesia bagian Barat dan Cina, berlayar ke berbagai wilayah penghasil cendana di Nusa Tenggara Timur, terutama Pulau Sumba dan Pulau Timur. Konon, Nabi Sulaiman memakai cendana untuk membuat tiang-tiang dalam bait Sulaiman, dan untuk alat musik. Nabi Sulaiman mengimpor kayu ini dari tempat-tempat yang jauh, yang kemungkinan cendana tersebut berasal dari Nusa Tenggara Timur.
Karena, di mana lagi beliau mendapatkan kayu cendana?