Menurut saya dari sumber filsafat, adanya Tuhan bukan sesuatu yang bisa dibuktikan, tapi ada petunjuk-petunjuk yang bisa menunjuk bahwa memang Tuhan itu ada dan kita diciptakan. Terima kasih. Saya selama 8 tahun masih di Silesia, di desa saya, Ekersdorf. Kami memang bangsawan di situ, kami kastil yang besar.
Kami mempunyai... di Malaysia sekitar 10.000 hektare. Saya sekolah di SD bersama yang lain-lain.
Saya masih ingat di musim panas kami sekolah tanpa pakai sepatu. Lalu, pertengahan... Dengan tahun 1944 kami mengunjungi kakek yang punya kastil di Cekoslowakia Barat di daerah Sudeten itu daerah berbahasa Jerman. Kami ditinggalkan di situ karena ibu saya sudah mendapat peringatan ancaman tentara Rusia yang sedang datang.
Dia sendiri masih pulang jadi saya lalu tidak lagi kembali. Kemudian Januari ibu kembali ke tempat yang lain. tempat kami dan kami mengalami akhir perang dari sudut Amerika.
Saya masih ingat saya pernah ditembaki pesawat itu. Saya dengan adik perempuan saya dan saudara saya seumur laki-laki, jadi belum sembilan tahun itu, jalan ke ladang mengejar klinci. Lalu saya masih ingat satu pesawat datang menembaki kami.
Kami jatuh saja ke tanah, tidak kena. Saya juga masih ingat. mengalami tiga hari kami di Granada oleh tentara Amerika. Anehnya mereka tidak pintar menembak karena di sekitar kastil kami kami hitung 200 lubang granat masuk tetapi kastil sendiri tidak kena.
Lalu kami oleh tentara Amerika di ultimatum sehingga seluruh kota masuk ke hutan. Kami dibawa ke Jerman, kemudian dalam truk-truk semua orang Jerman dibawa keluar dari daerah itu. Ayah saya tahanan Rusia sampai tahun 1948. Silesia itu sebetulnya secara historis menjadi dihuni oleh orang Jerman dari abad ke-12, kemudian termasuk Bohemia dari Austria di abad ke-12. Ke-18 ada perang antara Prusia dan Austria. Austria kalah, Silesia menjadi dipayar kepada Prusia dan menjadi Jerman sejak itu.
Keluarga saya sangat katolik, tetapi pada waktu perangnya itu belum menyentuh. Saya tidak tahu banyak tentang nasi itu. Hanya di sekolah kami harus latihan salam nasi, salam nasi itu. Salam seperti ini dengan Heil Hitler itu saya masih ingat. Kami tidak, sebetulnya tidak tahu apa itu.
Saya masih terlalu kecil. Dua kakak ibu saya sudah menjadi iswit. Ayah saya sangat menghormati keputusan saya saja.
Saya kira itu dia mungkin tidak menginginkan itu, tapi tidak pernah saya alami kesulitan. dan ayah saya mengantar saya ke noviciat tempat pertama Yiswit itu dengan mobil itu. Bahwa saya turunkan saya di depan pintu lalu dia pulang.
Itu cara dulu. Waktu saya ditakbiskan menjadi imam di Yogyakarta tahun 1967, orang tua saya datang ke sini. Dan tiga setengah minggu mereka di Jawa, kami juga ke Bali. Dan mereka mendapat kesan baik, jadi mereka merasa bahwa Indonesia itu tempat yang bagus. Dari kejadian-kejadian ke-65, 66 tidak kelihatan apapun.
Ya, itu jadi bagi orang tua saya lalu merasa tentram anaknya akan happy di Indonesia. Ibu saya setiap minggu menulis surat, saya setiap bulan menulis surat. Cepat dulu, saya kira dua minggu sudah sampai. Itu perjalanan lancar, dulu kantor pos di sini sangat bagus. Saya masuk Ordo Yiswit dan saya ikut perkembangan seorang Yiswit dari permulaan sampai selesai.
Bahwa saya ditugaskan studi filsafat itu atasan saya, Promo Provincial Sunario di Semarang, orang yang sangat saya hargai, sangat saya hormati. Dia mengatakan, kamu ikut membangun sebuah filsafat di Jakarta, dia bilang itu. Jadi itu di Orde Yeswit kita tidak memilih pekerjaan sendiri, tetapi ditentukan.
Kami punya kaul ketaatan, di lain fiak kaul ketaatan itu pada Yeswit. tidak pernah semacam ketaatan buta, pokoknya kamu harus taat, tetapi tentu selalu diharapkan bahwa tercapai konsensus. Karena dengan demikian motivasi juga ada, jadi itu tentu dibicarakan saya senang dengan keputusan ini, saya lalu menjalankannya, lalu menjadi orang muda ikut membangun SDF Trihakara ini.
Kami tiga orang, sama saya dua YSV, satu pesawat, mendarat di Kemayoran, lalu beberapa hari di Canisius, di Jakarta, tapi kemudian kereta api ke Jawa Tengah, dan saya, kami. satu setengah tahun sekolah bahasa di tempat yang namanya Girisonto dekat Ungaran. Kami lalu belajar bahasa Jawa dulu dan kami punya teman-teman itu Yusuf. Indonesia semua Jawa yang ada di kiri sontu juga di kami omong dengan mereka semula bahasa Inggris kebijakan untuk belajar bahasa Jawa dulu itu diambil karena kebanyakan Yeswit bekerja di Jawa Tengah dan Jogja situ harus bisa bahasa Jawa saya tentu merasa amat sangat beruntung dengan belajar bahasa Bahasa Jawa karena itu membantu juga untuk belajar bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia hanya butuh 3 bulan kemudian.
Tapi bahasa Jawa saya dapat 13 bulan. Bahasa Jawa tidak gampang, tetapi menarik karena itu bahasa yang amat berbeda dalam struktur dengan bahasa-bahasa Indo-Eropa. Dan saya masih alami sekitar 6 bulan belajar bahasa Jawa.
Saya merasa... Rasaku enggak maju-maju. Jadi seperti di terobongan. Sesudah dua bulan saya keluar dari terobongan. Dan mendadak saya mulai mengerti.
Lalu saya tiga bulan di desa Boro di Kulonprogo. Itu sebuah peroki katolik. Daerah Jawa Tulen. Itu hanya omong Jawa termasuk dengan pastor yang orang Belanda. Nah di Boro itu sore hari saya.
Saya selalu pergi ke desa-desa berkunjung. Saya sudah tahu sedikit bahasa Jawa, jadi saya lewat rumah. Monggo pinara, berarti selahkan mampir.
Jadi saya datang mampir. Saya tunggu setengah jam, lalu dikasih teh. Saya suka dengan hal seperti itu.
Ada pengalaman di Boros saya, baru menjadi sadar bahwa saya tidak bisa mengucapkan R Jawa. Orang Jerman banyak yang tidak bisa R Lidah. Kemudian saya belajar R itu. Ada cara. Ternyata yang guru kami itu punya buku untuk orang yang main sandiwara.
Di Belanda dan di Jerman, orang main sandiwara harus tahu R itu. Maka ada latihan untuk sesudah tiga bulan latihan, saya bisa R itu. Waktu orang tua saya datang, mereka bilang, kok bahasamu berubah? Karena saya mengucapkan kata-kata Jerman dengan R Jawa. Hordul Yiswit mempunyai pekerjaan misi.
Dan Hordul Yiswit diorganisasi dalam provinsi. Masing-masing provinsi punya daerah misi. Saya masuk provinsi Yiswit, Jerman Selatan. Sudah sejak pertengahan tahun 50-an, pimpinan Yiswit memberi kepada Yiswit, Jerman Selatan, tugas untuk kirim misionaris ke Indonesia.
Karena orang Belanda tidak dapat visa, karena alasan politis, saya sebetulnya tidak mau ke sana. Saya punya alasan khusus sebenarnya. Kami waktu itu menganggap komunisme sebagai bahaya terbesar bagi gereja.
Dan Yiswit punya patoan harus tahu bagaimana musuh berpikir. Jadi saya mempelajari Marxisme-Leninisme, belajar juga bahasa Rusia waktu itu, saya bisa omong Rusia sekarang, tidak bisa lagi. Lalu saya mendengar dari teman-teman di Indonesia, bahwa di Indonesia...
di Indonesia ada partai komunis yang sangat kuat, misionaris-misionaris semua takut, PKI. Saya pikir mungkin berguna kalau di Indonesia, gereja Indonesia punya orang yang tahu teori komunisme. Karena itu saya melamar kepimpinan Jesuit di Roma, dan mereka setuju saya ke sini. Dan hanya komunisme kemudian dihabiskan oleh Soeharto. Jadi masalahnya selesai.
saya tetap perlu mengetahui itu. Saya terkesona dengan Jawa. Begitu saya masuk bahasa, saya merasa itu bahasa yang bagus. Sampai sekarang saya sangat senang dengan saya merasa panggilan ke Jawa itu, ke Indonesia. Indonesia lewat pintu Jawa jadi macam kesopanan Jawa, kehalusan Jawa, ya itu suatu budaya hati yang tinggi, keterbukaan keagamaan juga di orang Jawa itu.
Di filsafat barat, manusia mempunyai dua kekuatan intelektual. Menalar dan menghendaki. Jawa punya satu lagi.
Roso. Rasa. Saya menulis tulisan dalam bahasa Jerman mengenai itu.
Itu sesuatu yang dalam filsafat Barat tidak tertampung. Bagi orang Jawa yang penting memperdalam rasa. Kalau mau lebih menghayati Tuhan dengan memperdalam rasa.
Jadi pengetahuan. Dan otak pikiran juga penting, tapi yang paling penting rasa. Rasa memungkinkan menghormati rasa orang lain. Tentu pertama pengalaman dengan komunisme Soviet.
Yang misalnya gereja ortodoks di sana, dari 100 ribu gereja yang akhirnya survive adalah 8 ribu gereja. Baru di Perang Dunia Kedua, Stalin memberi sedikit lebih banyak. keluasan untuk perlawanan terhadap Jerman dan komunisme itu tajam.
Anti-agama, ateisme merupakan unsur di dalam ajaran Marxisme-Leninisme. Saya pernah waktu baru mulai studi teologi di Jogja tahun 1994. Ada Romo yang kemudian kembali ke Belanda cukup terkenal, Chauvin de Blot. Dia minta sama saya, dia bilang, Kamu coba bisa pelajari apakah komunisme Indonesia itu komunisme beneran atau hanya komunisme ala Indonesia. Hasil...
penelitian saya yang tidak pernah saya publikasikan apapun adalah bahwa pimpinan PKI Indonesia tulen komunis Soviet. Sama sekali bukan komunisme ala Indonesia atau macam itu. Mereka betul-betul komunis tulen.
Jadi, mereka berkuasa bisa diharapkan itu jadi komunis betul-betul. Itu catatan. Itu tidak membenarkan bagaimana masalah itu berakhir, tetapi Katolik selalu anti-komunis. Yang jelas kita punya satu ancaman itu adalah populisme. agak mirip sedikit dengan yang terjadi di Amerika Serikat dimana Trump mengatakan pemilihan itu the steal, pencurian dan 30% orang Amerika yakin bahwa yang berkuasa itu adalah pencuri, itu akhir demokrasi tahun 2019 kemungkinan itu di Indonesia juga ada panitia pemilu itu mengumumkan hasil resmi lalu saya kira juga Prabowo tidak menanjutkan itu lalu menjadi diturunkan.
Itu jangan sampai terulang lagi. Jadi kita memerlukan seorang presiden yang Pancasila-is dalam arti bukan hanya abstrak teoritis, tetapi bersedia membangun hubungan positif yang ada antara umat beragama. Saya memberi contoh, jadi tidak semua orang... yang konfrontatif di dalam tahun 2019 adalah radikalis apalagi teroris, tidak. Itu justru pahayanya bangsa bisa pecah.
Yang perlu kita punya orang yang menerima bahwa Indonesia itu milik semua. Di situ bagi saya acuan yang paling penting adalah NU dan MUA. dua-duanya tidak dapat diragukan keislamannya, tetapi mereka menjadi pendukung Indonesia, istilahnya NKRI berdasarkan Pancasila, di mana juga yang lain-lain ikut. Kalau dari mereka orang dipilih lebih beragama atau kurang, saya tidak peduli, tidak menjadi masalah. Tetapi kita...
jangan kembali menerima omongan seperti partai Allah dan partai setan atau omongan seperti Armageddon itu hanya sedikit yang omong begitu tetapi Armageddon itu pertentangan pertempuran terakhir antara tentara Yesus dan Antikris dalam kitab Wahyu sebelum hari kiamat, ya pemilu umum itu bukan seperti itu tetapi berbagi sebagai pihak yang menawarkan diri untuk memimpin Indonesia dan rakyat menentukan mana yang dipilih, itulah yang penting. Sebetulnya saya tidak begitu khawatir yang disebut radikalisme agama. Yang saya khawatirkan, adalah dan itu berkaitan dengan korupsi. Saya dulu ikut dengan sekitar 70 orang segala macam, ada Arum Ardi, Azra, ada Emil Sade.
Minta Presiden tidak menandatangani dekret mengenai perubahan KPK. Tapi tidak diperhatikan saya berpendapat bahwa itu perkembangan yang buruk. Bahwa Indonesia terpecah secara vertikal.
50 persen di atas, mereka terus lebih baik. Dan 50 persen di bawah, itu tetap belum sejak terbetul, malah 10. itu masih miskin, dan yang 50% itu mendapat kesan Indonesia itu milik mereka dan mereka tidak peduli. Kalau itu menjadi kesan dalam masyarakat, jangan heran kalau... orang di bawah itu mencari ideologi lain daripada yang diumumkan Pancasila atau demokrasi reformasi atau sebagainya. Jadi sila kelima Pancasila, keadilan sosial adalah kunci.
Maka kalau kita membiarkan oligarki korup terus berkembang di sini, kita secara serius mengancam masa depan Indonesia. Itulah yang saya khawatirkan. Hai teman-teman Filsafat sebetulnya adalah usaha manusia untuk mempertanyakan kebenaran dari apa yang menjadi anggapannya.
Filsafat memang semula Menjadi ajaran kebijaksanaan, tapi ini kemudian dilepaskan. Misalnya dari agama barangkali mendapat lebih banyak kebijaksanaan, tapi filsafat itu ilmu kritis. Jika Vat tentu mengandalkan bahwa semua kebenaran mengenai kehidupan ini masih bisa diperbaiki, rumusannya belum tepat, itu cabang Vizavat yang sangat penting mempertanyakan sebetulnya manakah norma.
baik-buruk bagi manusia dan sebagainya. Agama itu kan satu kata umum mengenai kepercayaan-kepercayaan tentang realitas di seberang, saya mengatakan demikian. Ada keyakinan-keyakinan. Dan itu bukan setiap orang punya, tetapi ada komunitas-komunitas besar dan itu disebut agama. Karena itu ada agama Islam, agama Buddha, agama Kristiani, dan sebagainya.
sebagainya. Jadi menyangkut keyakinan bersama mengenai apa yang ada di seberang yang kita alami sehari-hari. Berbeda pendapat.
Kalau agama-agama Abraham, jadi Yahudi, Kristiani, dan Islam, mereka yakin Alam Raya itu keluar dari kasih Tuhan, jadi merupakan ciptaan. Dan bahwa kalau kita menerahkan diri kepada Tuhan, kita juga akan selamat apapun yang kita alami. Saya sebagai orang Kristiani dan Katolik yakin betul bahwa Tuhan mewahyukan diri dalam manusia Yesus. Sehingga dalam Yesus saya tahu siapa itu Allah. Kalau Islam meyakini Al-Quran sebagai sabda Tuhan yang juga diterima seorang Nabi, Nabi Muhammad dan sebagainya.
Akhirnya mengenai Tuhan... Yang penting sebetulnya bukan hal-hal yang abstrak, tetapi bahwa kalau orang percaya kepada Tuhan, hidup juga harus menjadi kesaksian tentang kepercayaan itu. bahwa orang yang percaya pada Tuhan tidak merasa perlu selalu memikirkan diri sendiri, kemenangannya, keuntungannya, dan sebagainya. Jadi dia itu terbuka di situ kasih Tuhan mulai kelihatan dalam dia itu. Menurut saya dari sumber filsafat, adanya Tuhan bukan sesuatu yang bisa dibuktikan.
Tapi ada petunjuk-petunjuk yang bisa menunjuk bahwa memang Tuhan itu ada dan kita diciptakan. Saya punya dalam keluarga saja ateis. Jadi saya tahu bagaimana mereka berpikir, saya tidak terlalu khawatir. Mereka juga orang baik, saya juga yakin mereka kemudian akan terbuka matanya. Pada saat kematian akan terjadi the great surprise dan a lovely surprise.
Pandangan tradisional Kristiani tentang yang terjadi dalam kematian sekarang juga berkembang. Bagi saya juga lalu muncul pertanyaan. Neraka itu apa? Di dalam tradisi katolik itu dulu. Neraka itu dengan gembira digambarkan segala macam, ada lukisan mengenai neraka.
Misalnya dari Basari di dalam Duomo di Firenze, itu saya pernah naik ke atas pengadilan terakhir. Ada setan yang menusuk, ada orang yang dibakar, ada yang dikuliti. Seluruh saktisme manusia itu diproyeksikan dalam neraka. Sama sekali tidak mungkin bahwa Tuhan mengerencanakan hal seperti itu, apalagi untuk selamanya. Tidak mungkin Tuhan meniksa, lalu neraka itu apa?
Neraka itu kalau orang berhadapan dengan kasih Tuhan. Diberi kesempatan mengaku salah, mengatakan tidak mau, yaitu mengerikan. Lain pertanyaan apakah memang ada orang yang dalam neraka.
Itu pun dalam teologi katolik ada, bisa juga neraka itu kosong. Jadi mengakakan neraka itu tidak perlu dikhawatirkan itu salah benar. Sekurang-kurangnya Yesus itu beberapa kali memberingatan dengan jelas. Tetapi Allah tidak menyiksakan kalau ada neraka itu kita sendiri.
Jadi ini pandangan saya tentang yang terjadi kita berhadapan dengan Allah yang kasih. Surga itu, saya yakin di surga kita akan ketemu dengan semua orang yang berarti sesuatu dalam hidup ini. Dekat dengan Tuhan tidak pernah berarti jauh dengan manusia.
Yang saya percayai semua tetes akan disapu pada wajah kita. Tidak dikatakan lupakan tetapi dihapus. Menjadi semuanya menjadi baik itu yang saya harapkan dari Tuhan.
Saya tentu tidak tahu apa yang akan saya alami kalau saya mati. Saya bandingkan itu dengan tiang besi besar di stasiun PDK. yang ditabrak oleh Harry Potter dan teman-temannya. Mereka menabrak itu tertelang, hibus, hilang.
Dan orang-orang... di peron itu heran terjadi apa kok. Kita tidak tahu ada apa di belakangnya. Tentu para fan Harry Potter tahu bahwa dia sampai ke peron 934 di mana kereta api Kohwat Express berangkat.
Kita yang mati semua menabrak tembok itu, tertutup. Saya tidak yakin bahwa pre-death experiences sangat relevan. Karena semua orang itu belum mati.
Jadi itu belum kematian, itu pra-kematian. Itu bisa jelaskan psikologis yang mereka alami. Tetapi saya mengharapkan sesuatu.
Yang saya harapkan, bahwa kita keluar dari timbuk itu, kita berhadapan dengan Tuhan. Dan Tuhan itu siapa itu? Tuhan itu tidak kasih.