Transcript for:
Diogenes dan Filsafat Sinisme

Kita pasti punya teman yang selalu bersikap sinis, selalu punya komentar pedas pada apapun, tidak percaya ke orang lain, selalu mengece apapun, siapapun, dan dimanapun. Mencumoh prestasi orang lain meremehkan perubahan dunia, atau mungkin mengatakan Indonesia emas tidak akan tercapai, dan yang lainnya. Sebenarnya, akar dari sikap ini memiliki sumber yang lebih dalam dan lebih filosofis Satu orang gila dan mungkin salah satu paling jenius di Yunani saat itu Yang tidak punya rumah dan hidup di dalam tong, buang air dan masturbasi di depan umum Tidak memiliki pakaian dan tidak pernah mandi Dia adalah si sinis sejati, Diogenes Bahkan banyak cerita beredar dikatakan bahwa di masa tuanya Ketika Alexander yang agung, pemimpin hampir seluruh dunia saat itu Sudah lelah mencari-cari mengenai orang hebat orang jenius yang lebih hebat daripada gurunya sendiri Aristoteles. Dan akhirnya mereka bertemu. Ketika bertemu, Alexander menawarkan apapun yang bisa dia berikan kepada Diogenes. Harta, tahta, wanita, atau apapun itu. Diogenes alih-alih meminta sesuatu hal yang mungkin kita inginkan, dia justru menjawab, Minggirlah, kau menghalangi matahariku. Terlepas dari apakah pertemuannya dengan Alexander nyata atau tidak, ini membuat kita berpikir, apa sebenarnya yang diinginkan? ...dikapinkan oleh manusia dalam kehidupannya. Apakah dengan memiliki semuanya seperti Alexander......atau bebas dari segalanya seperti Diogenes......pencapaian eksternal seperti Alexander......atau internal seperti Diogenes......ambisius atau sederhana......siapa sebenarnya yang lebih bahagia di sini? Siapa yang lebih menghidupi kehidupannya? Mungkin saja kita tidak tahu jawaban pastinya apa. Tapi salah satu perasaan yang muncul dengan kuat di sini adalah......sebuah perasaan bahwa ada semacam pemikiran......bahwa mungkin saja... Semua norma sosial, semua yang dianggap baik oleh masyarakat, dan semua ketentuan yang mereka tetapkan untuk dunia ini adalah palsu. Ada semacam perasaan sinis yang muncul di hati kita. Diogenes dari Sinopi adalah tokoh sentral dari kaum sinis. sebuah aliran, mungkin sekte, filsafat Yunani yang fokus pada kebebasan atau kemandirian dan menolak segala tatanan materialisme sosial, terutama kemewahan. Diogenes tidak mengajar atau menuliskan apapun dalam sistem pemikirannya dengan koheren, seperti yang dilakukan Plato dan Aristoteles. Tapi Diogenes mempraktekannya Salah satunya adalah dengan hidup sederhana dan asketis Menolak segala yang kita anggap sebagai kesenangan duniawi Diri paksa hidup dalam pengasingan dari Sinopi bersama ayahnya Ia mungkin sudah mengadopsi gaya hidup asketisme atau skesis yang berarti latihan Ketika tiba di Athena, sebelum tiba di Athena, dikabarkan Diogenes meminta nasihat dari Oracle di Delphi yang menyarankannya untuk merusak mata uang. Namun, Diogenes menafsirkan perkataan ini bukan secara harfiah. Dia tidak hanya merusak koin, tapi berpikir apakah mungkin yang dimaksud adalah merusak koin secara simbolis. Yakni dengan menghancurkan segala kepalsuan-kepalsuan materialisme dari masyarakat dan sosial. Dengan itu, dia memungut makanan di pasar melakukan hal-hal kotor di depan. belajar bagaimana beradaptasi dengan keadaannya dengan memperhatikan seekor tikus yang berlari-lari menunjukkan tidak ada rasa takut atau keinginan akan makanan lezat dengan kata lain semua yang dibutuhkan diogenes untuk hidup semua yang dibutuhkan diogenes untuk hidup baik adalah merevisi setiap keinginannya sebentar Bagaimana jika kita mengatakan semua yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup yang lebih baik adalah merevisi setiap keinginannya diogenes menyebut lagu ini sebagai Italia yang berarti menolak kemewahan, kekayaan, dan kesenangan material untuk fokus pada kebajikan dan kebahagiaan sejati yang datang dari hidup selaras dengan alam dan hanya bergantung pada kebutuhan paling mendasar. Barang siapa yang bermimpi memiliki segalanya? Iya, menurut Diogenes, adalah satu-satunya yang paling menderita. Menerapkan itu leya, kehidupan yang sederhana dengan memangkas sebanyak-banyaknya keinginan justru bukan sebuah pukulan sosial, melainkan sebuah mukjizat. Karena dengan ini, menurut Diogenes, seseorang akan mencapai kebahagiaan yang sejati. Dulunya, sebelum Diogenes, Sokrates yang lebih terkenal memiliki misi yang mirip, yaitu menghancurkan kepalsuan-kepalsuan sosial ini di Agora, mengganggu kerumunan dengan pertanyaan-pertanyaan moralitasnya. Seperti Diogenes, dia tidak peduli terhadap kebencian masyarakat kepadanya, karena yang lebih penting adalah menggoyangkan kebencian. ...kenyamanan asumsi mereka terhadap kebenaran. Ini dikenal dengan metode Elencus. Seperti perkataan Plato mengenai Socrates, hidup berfilosofat, memeriksa diri sendiri dan orang lain. Setiap perilaku tidak bisa lepas dari konsekuensinya. Begitu juga dengan Socrates. yang memiliki hubungan erat dengan kaum muda. Suatu hari, digisahkan oleh Xenophon, Socrates mengenal anak muda yang cerdas dan tangguh, namun potensinya dihalangi oleh ayahnya, seorang bangsawan yang hanya memerintahkannya untuk belajar bisnis dan politik. politik seperti ayahnya Socrates mendengar keluhan tersebut dan mencari anitus seorang bangsawan sambil menyandarkan bahunya di kolom korentian tanpa bahasa basi dia menggerutu ada seorang pria yang dipenuhi dengan kebanggaan karena berpikir bahwa dia telah mencapai suatu hal yang besar dan mulia karena jadi hormati oleh negara dengan jabatan tertinggi aku mengatakan bahwa dia tidak boleh membatasi pendidikan putranya untuk bersembunyi anitus geram sampai mengopalkan tangannya berbicara kepada Socrates untuk berhati-hati karena orang bisa lebih mudah berbuat kasar daripada baik di Athena. Sangat jelas bahwa dia sedang mengancam Socrates dengan serius. Tidak lama terjadi konspirasi besar di mana Socrates dituduh oleh Anitus, Meletus, dan Laikon bahwa dia merusak kaum muda dan melakukan biniah karena tidak menghormati para dewa. Dan di pengadilan, dia dihukum mati. Socrates sebenarnya sangat ingin untuk membumikan etika atau moralitas di Athena, bahkan sampai ia meninggal. Tapi, masyarakat Athena sangat percaya dan berpegang teguh pada konsep pietas atau kesalahan terhadap para dewa yang menurut mereka adalah puncak dari segala moralitas. Tidak ada yang melebihi itu. Sorates bertanya kepada Euthyphiru, karya Plato, dengan dilema Euthyphiru apakah sesuatu itu benar karena diperintahkan oleh para dewa? Ataukah para dewa memerintahkan sesuatu karena itu benar? Implikasinya adalah, yang pertama jika sesuatu dianggap benar hanya karena diperintahkan oleh para dewa, berarti itu membuat moralitas tampak sewenang-wenang, tergantung kehendak para dewa. Jika para dewa memerintahkan sesuatu karena itu sudah benar, maka itu berarti ada standar moral yang lebih tinggi dari para dewa itu sendiri. Dan berarti standar moral atau kebenaran tidak berasal dari mereka. Inilah yang dilakukan oleh Socrates selama hidupnya, mencoba untuk memindahkan tanggung jawab dari moralitas, bukan dari para dewa. dewa yang penuh dilema, tapi berdasar pada pemikiran dan alasan dari masyarakat itu sendiri dan akan terus dilakukan bahkan di pengadilan menuju kematiannya. Namun, kematiannya tidak menghentikan metode anehnya ini. Diogenes mengambilnya dan meneruskannya dengan lebih ekstrim dan nyeleneh. Sampai-sampai Plato, murid dari Socrates, mengatakan bahwa Diogenes adalah Socrates versi gila. Socrates mengidentifikasi dirinya sendiri sebagai peng- ganggu atau miops. Namun Diogenes lebih parah. Disebut orang-orang dengan anjing atau kinikos karena gaya hidupnya yang tidak wajar dan kasar. Mirip-mirip seperti anjing. Memang awalnya ini adalah hinaan masyarakat yang merasa terganggu dengan perilakunya yang tidak peduli terhadap norma sosial. Namun dia justru membalas dengan mengatakan bahwa anjing justru adalah makhluk bijaksana karena hidup dengan cara alami tanpa rasa malu dan dapat membedakan antara teman dan musuh. Diogenes memang sempat Seperti anjing dan bersamanya norma-norma, konvensi sosial, moralitas umum, semuanya digigit dan semua orang digonggongi. Meskipun sebenarnya ada ironi di sini, ketika suatu kali Diogenes memungut makanannya yang hanyut di sungai Eridanus, orang-orang di Agora malah menatap Diogenes mirip seperti anjing yang sedang menatap. tuannya. Diogenes si anjing sering membuat kerusuhan filosofis di hampir semua tempat yang pernah dia senggahi termasuk di Agora. Dia tidak pandang bulu, siapapun yang menurutnya bertindak buruk, yang biasanya diasosiasikan dengan seorang pilop luthias, orang yang terbuai dengan harta. Jadi, tak heran jika posisi filosofis Diogenes dikenal sebagai sinisme, yang mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati dan kebajikan hanya dapat dicapai dengan hidup selaras dengan alam, atau vision, dan menolak nilai-nilai Nilai sosial yang dianggap palsu seperti kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dan seluruh keinginan material. Sehingga kebajikan paling utama atau arete dalam aliran sinisme adalah hiduplah dengan kebutuhan sekecil-kecilnya. Arete adalah kebajikan yang memungkinkan seseorang mencapai potensi terbaiknya. Yang mencakup kualitas moral ideal demi hidup harmonis yang dianggap sebagai tujuan utama dalam kehidupan manusia. Sinisme atau sinisism memang dipopulerkan oleh gaya hidup di dunia. Sebagai aliran filsafat, sinisme berasal dari kata Yunani kuno, kinesmos, yang secara harfiah berarti gaya hidup seperti anjing. Sebagaimana masyarakat Athena memberikan ejak... pada Diogenes. Salah satu perkataan terkenal dari sinisme ini adalah dialah yang paling puas dengan hal yang paling sedikit. Dan aliran sinisme ini seperti yang ditunjukkan oleh Diogenes, hidup non-konvensional dan esketis menolak hidup Ketua, kemampuan dan kemampuan. memiliki hanyalah konsep yang dibuat manusia dan bukan hal yang memang benar-benar harus dimiliki untuk bahagia. Oleh sebab itu para sinis sangat menjunjung upaya pembebasan dari ilusi atau yang mereka ucapkan sebagai Tifos yang merupakan ciptaan manusia. Mereka juga menolak Paideia atau pendidikan formal di institusi seperti akademi milik Plato atau nantinya Stoa yang didirikan oleh Zeno. Bagi para sinis, filsafat dianggap sebagai bios. atau seni dalam menjalani hidup. Yang berarti, filsafat adalah mempraktekan filsafat itu sendiri, jadi tidak bisa dan tidak seharusnya diajarkan di sekolah-sekolah formal. Ini menjadi eksistensi para sinikal ini sebagai manifestasi nyata dari komitmen mereka terhadap filsafat atau cinta mereka terhadap kebijaksanaan. Mereka benar-benar menghidupi filsafat dan tidak berhenti pada bualan-bualan yang tidak jelas. Beberapa orang biasanya mengkreditkan Diogenes sebagai pencetus gaya hidup sinis ini. Namun ternyata, Diogenes sendiri mengakui hutangnya kepada Antestanus, yang kemungkinan besar mempengaruhinya melalui berbagai tulisan dan ajarannya di Athena. Suatu hari, Diogenes mendapati kabar bahwa ada seorang filsuf yang hidup hampir seabad lamanya. Dia memiliki panduan filsafat yang sama persis dengan dirinya, yaitu menolak ilusi kebahagiaan yang ditawarkan oleh masyarakat. Dia adalah antistenes itu sendiri. Diogenes langsung bergegas dari Korintos ke Athena, menggunakan gerobak pengangkut anggur hingga sampai di Teluk Saroni dan mulai mengayu sekoci kecil selama dua hari hingga sampai ke sana. Diogenes jelas sangat berharap bahwa model filsafat yang ia bawa akan memikat antistenes dan menjadikannya sebagai murid. Seharusnya orang yang tidak peduli dengan moral masyarakat sepertinya akan dipandang tinggi oleh antistenes. Sayangnya... Dia tidak peduli kepada Diogenes, terutama setelah melihat penampilannya yang menyeramkan. Anehnya, Diogenes begitu keras kepala tidak mau beranjak sejengkal pun untuk pergi dari sekolah Sinosarges milik Antisthenes. Sampai-sampai, Antisthenes melayangkan pukulan dengan tongkat kepadanya. Namun, bukannya lari terbirit-birit, Diogenes justru mengatakan, Tuhan tidak akan menemukan... kayu yang cukup keras untuk membuatku pergi, selama aku pikir Tuhan memiliki sesuatu untuk dikatakan. Dan pada akhirnya, kegigihannya berhasil membuju Antisthenes dan sejak saat itu, dia adalah salah satu murid dan suksesor terbaik yang dimilikinya. Setelah kematian Antisthenes, disitulah petualangan filsuf tanpa rasa malu ini dimulai. Diogenes melanjutkan perjalanan hidupnya sebagai filsuf nomaden dan karena sudah terlanjur menjadi warga Athena Gelandangan, dia terus menerus menjelaskan. mengejek kebiasaan dan tradisi masyarakat Yunani yang hipokrit dan penuh dengan kepalsuan ini. Dalam salah satu perjalanannya, dia berpergian melintasi wilayah Yunani dalam perjalanan laut. Namun, ia ditangkap oleh bajak laut yang sebenarnya cukup aneh di dunia kuno, terutama di wilayah Aegea dan sekitarnya. Namun, karena ini, Diogenes dibawa ke pasar budak dan dijual. Dan dia nantinya dibeli oleh Siniades, seorang pria kaya raya, kemungkinan memiliki darah bangsawan. Namun, ketika menjadi... menjadi budak diogenes mengaku kepada tuannya sini hades bahwa dia bukanlah seorang budak tapi justru ahli dalam mengatur manusia atau menguasai manusia jadi dia mengatakan dirinya adalah seorang pemimpin alami bahkan dalam keadaannya yang sedang ditahan atau sedang dimiliki dia juga dikatakan mengatakan bahwa jika ada seseorang yang ingin membeli seorang majikan maka belilah dia dan ini membuat sini hades entah mengapa mengangkatnya menjadi tutor bagi anak-anaknya suatu hari Ketika Diogenes diajak Siniades pergi ke rumah temannya, seorang bangsawan kaya raya, dia memperingatkan Diogenes untuk jangan meludah sembarangan. Tapi sebenarnya cukup aneh untuk menyuruh anjing melakukan sesuatu sesuai aturan-aturan aneh ini. Diogenes meludahkan liurnya ke Atik Poteri, fasal mahal dari keramik, dan kemudian ke wajah teman Siniades. Dan mengatakan bahwa dia tidak bisa menemukan tempat yang lebih buruk untuk meludah. Entah dari mana dia bisa mendapatkan dorongan psikis semacam itu. Dimana dia bisa mengedepankan nilai-nilai yang lebih besar. Dilaik filsafatnya dengan berani, sembari mengolok-olok manusia yang tidak bebas dari belenggu keinginan akan harta benda. Saya merujuk pada mereka yang memberi saya apapun. Saya membentak mereka yang menolak. Dan saya menancapkan gigi saya pada para bajingan. Diaginas seperti yang dikira. Diceritakan sering berlalu lalang di Agora seperti Sokratas dan ketika dia melihat sebuah fitos atau bak mandi portable di pinggiran pasar dan ketika itu dia melihat bahwa tidak ada yang peduli terhadap bak mandi itu. Dia memintanya kepada penjual tanah liat dan kebetulan sekali memang tidak dipakai oleh siapapun. Diogenes tak perlu mempertimbangkan apapun. Dia mengambilnya dan menjadikannya sebagai tempat tinggal di bawah tangga metron yang berada di ketinggian. Tempatnya sejuk dan membuatnya bisa melihat aktivitas masyarakat di Agung. ketika tiba malam di Agora ketika para pedagang dan bangsawan sudah lelap tertidur hanya menyisakan lampu minyak yang menerangi jalan-jalan setapak dia melihatkan himation atau jubahnya dua kali putaran keseluruh tubuh sehingga menjadi tempat tidur serta pakaiannya kalau kita menginginkan tempat tidur yang semakin empuk dan nyaman dia justru mengatakan bahwa keinginan-keinginan kita itu adalah penjara pada bulan Desember Agora yang hangat cengkrama berubah menjadi gede dingin dan sepi Ketika malam hari sedang bersalju, Diogenes tidak seperti orang lain malah melawan dingin. Biasanya, dia berlarian tanpa alas kaki di atas sempukan salju di tengah pasar Agora. Lalu pergi mencari pilar Hermes yang tertutup salju dan memeluknya. Agar esok hari ketika salju turun lebih lebat, ketika dingin menusuk sampai tulang. Dia sudah siap dan sudah jauh lebih kuat untuk menghadapinya. Saat berjalan-jalan di Agora, Diogenes sering terlihat membawa kacang dan buah zaitun di dalam ranselnya. Ketika sudah, Sudah memasuki jam makannya, ia mengambil air dari Enea Kronos, keran air mancur yang berasal dari sungai Lesos, menggunakan cangkir kesayangannya yang ia bungut. dari pengrajin tanah liat. Cangkirnya itu adalah harta yang paling Diogenes sukai. Alasannya hanya karena cangkir itu memungkinkan dirinya menyekop air dari pancuran sebanyak yang dia inginkan. Diogenes kerap kali memperhatikan gerak-geri masyarakat Agora yang berbelanja, sembari dirinya menikmati sebungkus buncis dan almon. Tak jarang, Diogenes sengaja dengan iseng mengganggu warga Agora yang sedang berbelanja dengan melemparinya kulit kacang almon. Pada suatu hari, Diogenes terkejut melihat seorang anak kecil yang meneguh air manjung. ...mencur menggunakan tangannya dan berkata,...anak itu telah mengalahkanku dalam kesederhanaan. Melihat itu membuat dirinya merasa rendah dan meremehkan dirinya sendiri. Setelah menyaksikan peristiwa tersebut,...Diogenes melemparkan satu-satunya cangkir yang ia miliki ke sungai. Lalu mengatakan bahwa dirinya tidak lagi membutuhkan cangkir......karena tangannya sudah sangat cukup untuk melayani tujuannya. Diogenes juga memiliki cerita terkenal dengan salah satu filsuf paling berpengaruh dalam sejarah. Seorang filsuf terbesar. yang telah dianugerahkan alam kepada kita, Plato. Namanya yang besar mengundang beberapa penguasa di Yunani kuno untuk datang kepadanya hanya untuk sebuah nasihat. Denasus II dari Siracusa pernah mendatangi Plato di Sicilia. Dalam catatan Plato, Dion mengatakan, Plato, aku datang kepadamu sebagai seorang bronan. Bukan karena kekurangan tentara, juga bukan karena saya tidak memiliki kaveleri untuk bertahan melawan musuh-musuh saya. Tetapi karena kekurangan kata-kata dan kekuatan bujukan. Yang aku tahu merupakan karunia khusus yang diberikan kepadamu. Yang memungkinkan kamu untuk memimpin para pemuda ke jalan kebaikan dan keadilan. Dan untuk membangun hubungan persahabatan dan persaudaraan di antara mereka. Ketekatan Plato dengan Dion. terutama setelah akademinya didirikan, mulai memicu pergolakan filosofis. Diogenes yang kira-kira baru berusia 3 bulan tahun begitu kecewa dengan Plato sebab dalam tulisannya di Phaedo, Plato menyerukan kepada manusia agar hidup sederhana. Katanya, hidup adalah katarsis. Suatu saat ketika waktu di dunia sudah berhenti, jiwa akan memisahkan dirinya dari tubuh. Selebihnya, pergi ke Eidos, dunia yang sempurna, maka tidak ada gunanya mengejar ihwal material di kehidupan yang sementara. Memang pada akhirnya hanya membangun filsafat dalam dunianya sendiri. Ia terpesona dengan dunia yang katanya justru tidak sempurna. Diogenes yang sangat mengagumi Plato jatuh pada kekecewaan. Diogenes sering terlihat mencari makan dengan cara memungut sayuran yang terbuang. Ketika Plato melihatnya mencuci selada, ia mendekat dan berbisik dengan lembut di telinga Diogenes. Berkata, jika kamu mencari perhatian Denasus, kamu tidak akan berakhir mencuci sayuran. Yang dijawab Diogenes dengan sempurna. sama tenangnya. Jika kamu mencuri sayuran, kamu tidak akan pernah mencari perhatian Dinosus. Bisikan Plato kemungkinan dia juga untuk mempercandai Diogenes yang selalu hidup dalam kesederhanaan sekaligus mengungkapkan rasa heran seorang Plato. Mempertanyakan mengapa seorang filsuf yang cukup dikenal di Agora malah memilih menjadi gelandangan ketimbang mendekati penguasa seperti Dinosus kedua. Diogenes memang sama sekali tidak mainkannya. Dia justru menyindir Plato yang memperoleh kekayaan dari Dinosus yang mana adalah seorang tiran dan terkenal karena kegagalannya dalam memerintah dengan bijak, meskipun menerima bimbingan dari filsuf besar. Seperti Plato, Plato yang membangun Akademia Sekolah Filsafat di pinggiran barat laut Athena sebagai institusi pendidikan, menurut Diogenes telah mencari uang dari Filsafat dan telah membuat kasta baru dalam masyarakat yang seharusnya setara, seperti yang dicita-citakan. dan pengusaha. Bukan untuk siapa saja. Beberapa murid Plato yang berasal dari kalangan bangsawan dan pengusaha kaya meliputi yang pertama, Aristoteles. Salah satu murid paling terkenal Plato yang berasal dari keluarga terkemuka di Stagira. Ayahnya adalah seorang dokter kerajaan bagi Raja Amintas dari Macedonia. Dion dari Siracus adalah seorang bangsawan dan saudara ipar dari tiran Siracus. Dinasus pertama, ia adalah pengusaha kaya dan pendukung gagasan Plato tentang pemerintahan ideal di kota tersebut. Spusipus. keponakan Plato dan penerusnya sebagai kepala akademi, yang juga berasal dari keluarga kaya dan berpengaruh di Athena. Senokrates, murid Plato yang juga berasal dari keluarga kaya di Chalcedon. Setelah Sveusipus, ia menjadi kepala akademi. Ihwal tersebut tidak sejalan dengan ide Plato, sehingga Diogenes mendatangi rumah mewah Plato di Colitus, meneriakinya dan mengejeknya bahwa Plato hanya menulis dan tidak sama sekali mempraktikkan filsafatnya. Lalu Diogenes menginjah-injah karpet atau frigian Plato yang berwarna. warna merah indah yang diimpor dari Anatolia, Turki. Sambil meracau, Diogenes berkata, Inilah bagaimana aku menginjak-injak kesembuhan Plato. Plato yang geram membalas betapa besar kesembuhan yang ketunjukkan, wahai Diogenes, ketika kau berpikir bahwa kau sama sekali tidak sombong. Peristiwa ini merupakan kritik Diogenes terhadap ide awal Plato yang mendirikan akademia untuk mengajarkan dan menyebarkan keadilan dan kebenaran pada masyarakat. Namun, Plato justru kalap dengan materi dan kekayaan. dan membiarkan orang-orang miskin tetap tidak mengenyam pendidikan yang layak. Sehingga bagi Diogenes, pendidikan formal justru mempromosikan kasta baru dan membatasi kebebasan seseorang untuk belajar. Padahal sebagaimana yang kita ketahui, pendidikan bukan persiapan untuk menjalani kehidupan. Pendidikan adalah kehidupan itu sendiri. Konflik Plato dan Diogenes tidak berhenti sampai di situ. Plato yang sangat menghargai konsep abstrak, mendefinisikan manusia sebagai biped atau makhluk berkaki dua tanpa bulu. dalam salah satu silabus pengajarannya di Akademia, yang dia maksud sebenarnya untuk menciptakan deskripsi universal tanpa detail khusus seperti warna kulit, budaya, atau kebiasaan. Diogenes yang mendengarkan hal tersebut suatu hari mencabuti bulu seekor ayam dan membawanya ke Akademi Plato. Sambil menenteng ayam itu, Diogenes berkata, inilah manusia Plato, sambil tertawa, terbahak-bahak. Tindakan Diogenes ini membuat Plato jengkel. Untuk memperbaiki situasi, Plato kemudian menambahkan kualifikasi pada definisinya, yaitu bahwa manusia adalah biped tanpa bulu dan dengan kuku lebar. Diogenes menunjukkan bahwa pendefinisian yang abstrak dan universal terhadap alam ataupun isinya tidaklah mungkin. Setiap definisi selalu dapat berubah dan dikritisi. Pengabayan Diogenes terhadap filsafat Plato tidak berarti ia menolak akal sepenuhnya. Diogenes sering berkata, untuk menjalani hidup, seseorang membutuhkan akal, logon, atau tali gantungan, brocon. Maksudnya, manusia harus hidup sesuai dengan sifat alam Dan bagian dari sifat itu adalah menggunakan akal. Menurut Diogenes, hidup yang benar berarti bertindak berdasarkan akal karena itulah yang membuat kita manusia. Namun tidak seperti Plato, Diogenes menolak pengkultusan terhadap akal yang menjadi kebenaran dunia. Dunia memiliki kebenarannya sendiri dan akal hanya berupaya mencapainya, bukan pasti mencapainya. Diogenes yang jengkel dengan jargon-jargon filsafat dan kehidupan sosial politik masyarakat Athena digisahkan menyalakan obor di siang bodoh. bolong dan berlari sambil berkata, Anthropos alethinos, bukanlah tanda kebenciannya terhadap manusia melainkan bentuk kekecewaan. Obur itu adalah simbol untuk memicu kita agar lebih menyadari kemanusiaan kita yang sesungguhnya, bukan sekedar hubungan politis. Setelah mengacak-acak kediaman Plato, Diogenes sering mengikuti sesi dialog di Athena. Suatu waktu, Diogenes mendengarkan ceramah yang sangat panjang durasinya ketika pembicara hampir selesai dan menunjuk pada ruang kosong di akhir gulungan kertas atau biblion, Diogenes berdiri sembari berseru kepada para pendengar. Berani kawan-kawan, ada daratan di depan. Diogenes berniat menyindir sang filsuf bahwa ceramah panjang tentang kebenaran filosofis serta seseorang yang terjebak di luasnya lautan. Dan di akhir ceramah, daratan sudah terlihat. Kita tidak tersesat lagi. Para filsuf sinisme seringkali menyederhanakan proses pembelajaran dengan cara membatalkan dari tradisi intelektual yang ruwet. Menghapus jargon, bahasa absara atau istilah-istilah khusus yang bisa membuat orang awam merasa dikeluarkan. keluarkan dari dunia filsafah Mereka lebih suka menggunakan bahasa yang sederhana dan langsung. Seorang Parisias, orang yang berbicara dengan terus terang, berbicara dengan jujur dan jelas, karena mereka percaya bahwa bahasa yang teknis seringkali hanya digunakan untuk menyembunyikan ketidaktahuan. dan kebohongan. Ajaran tentang Parisia adalah kritik sosial yang dilayangkan Diogenes kepada sekolah-sekolah besar di Yunani kala itu. Seperti Akademia, Stolpoikile, The Garden, dan lainnya yang menurut Diogenes hanya keren-kerenan jargon tetapi tidak berbicara. tidak berangkat menuju kebenaran aktual karena lembaga pendidikan telah terkontaminasi kekayaan dan kesembohan. Diogenes sering menyebut dirinya sebagai kosmopolites atau warga kosmos, satu pernyataan yang pada pandangan pertama tampak paradoksal, terutama ketika kita mengingat bahwa hidupnya yang sederhana dan kebiasaannya mengejek norma-norma sosial mungkin berdampak pada ketidakmauannya malah pilih dirinya sebagai warga. Tetapi dibalik itu, alih-alih membatasi diri pada keluarga negara tertentu, Diogenes malah menganggap dirinya sebagai bagian dari tatanan yang jauh lebih besar, yaitu bagian dari alam semesta. Bagi Diogenes, menjadi kosmopolites berarti membebaskan diri dari keterikatan yang dibuat oleh manusia yang cenderung membatasi kebebasan manusia itu sendiri. Dirinya menyebut kosmos sebagai rumahnya memang betul. Mungkin ini karena dirinya tidak pernah memiliki rumah. Namun, berbeda dari masyarakat Yunani lain yang sangat bangga dengan julukan Athenaeus, bangsa Athena yang maju, Diogenes enggak memilih melebur bersama dunia. Seolah-olah tidak ada satupun tempat di muka bumi ini yang benar-benar bisa menaruh eksistensinya. Kepercayaan tentang kebebasan sejati hanya bisa dicapai jika seseorang melihat dirinya sebagai bagian dari alam semesta. Bukan sekedar sebagai masyarakat dari entitas politik tertentu. Baginya, ethos, logos, dan fatos berasal dan tumbuh bersama alam. Ancuran filsafat diogenes ini tidak muncul begitu saja. Filosof-filosof prasokrates seperti anak sagoras dan demokritus juga memiliki ide yang identik. manusia adalah bagian dari keseluruhan kosmik. Bedanya, Diogenes membawa gagasan ini ke dalam hidupnya sehari-hari secara radikal dan konsisten. Menolak kenyamanan, kemewahan, bahkan keinginan dasar manusia untuk diterima oleh masyarakat. Ia hidup di jalan-jalan, tidur di tong, dan makan dari apa yang bisa ditemukan. Semuanya sebagai bentuk perlawanan terhadap nilai-nilai yang diterima secara umum dan dianggap penting oleh orang lain. Baginya, hidup yang dipenuhi dengan keinginan akan status sosial adalah hidup yang tidak layak dijalani. Diogenes seperti filsuf klasik lainnya berupaya menemukan kebebasan sejati. Kebebasan yang hanya bisa dicapai dengan menolak semua hal yang tidak esensial dan cuma buatan manusia. Dengan hidup yang sangat sederhana, Ia ingin menunjukkan bahwa manusia bisa hidup bahagia Tanpa tergantung pada kemewahan atau pengakuan dari orang lain Jika barangkali ada satu petua yang turun dari langit Paling tidak beberapa orang sudi untuk mendengarkannya Maka suara itu pastilah berbunyi Pergilah kalian ke Sinope Temui orang gila yang hidup di dalam gentong Seorang anjing Hanya berpakaian citon Hanya itu Percayalah penampilannya tidak pernah berubah dari pagi ke pagi Jangan meminta nasihat Masih Meskipun katanya dia orang yang sungguh bijak seperti Socrates dan Plato. Saksikanlah betapa sih gila si jenius si anjing mencintai manusia. Dengan bertindak sinis dan melawan semua orang yang ditemuinya. Terima kasih.