Jadi orang tua gak boleh mengatakan bahwa anak itu milik dia. Kita membayar uang sekolah anak, memberikan makan kepada anak ini, kita orang tua bukan lagi menabung. Sungguh bersyukur kita mempunyai panutan yang tertinggi, yaitu Yesus Kristus, kita bisa mencontoh. Hukum kelima ini posisinya aneh.
Dia adalah bicara tentang manusia, tapi dimasukkan ke dalam lo, bicara tentang tanggung jawab kepada Tuhan. Anak laki kita tidak diberi pendidikan yang baik. Akhirnya kerja yang sudah beres, besok dia bawa anak orang, bagaimana? Ya, bersyukur sekali ya Pak.
Firman Tuhan itu sungguh-sungguh hidup. Kita sendiri kan mengerti bahwa dalam segala kekurangan kita, Tuhan masih memberkati kita. Saya yang begini buruk saja Tuhan ampuni. Masakan saya tidak mengampuni dia. Ishak membela Esau, Ribka membela Yaak.
Dan ini pertentangan ribuan tahun. Selamat berjumpa kembali di dalam acara Truth and Love Podcast GRII Kebun Jeruk. Pada kesempatan hari ini, saya mengajak Anda untuk mengikuti sebuah diskusi tanya-jawab bersama hamba Tuhan Bapak Pendeta Antonio Stephen Wood, selaku Gembala Sidang Gereja Reform Injili GRII Kebun Jeruk, untuk membahas pertanyaan-pertanyaan yang telah terkumpul. seputar tanggung jawab anak terhadap orang tua. Halo Pak Anton, kita bisa langsung mulai karena ada beberapa pertanyaan yang sudah masuk.
Terima kasih untuk waktunya Pak. Saya akan memulai dengan pertanyaan yang pertama. Apakah tanggung jawab seorang anak kepada orang tua adalah suatu hak yang dapat dituntut? Terima kasih Bu Grace, kita bersyukur para pendengar daripada podcast kita ini merasa percaya sehingga mereka boleh membagikan sharing ini kepada kita dan kita coba memahami ya apa yang mereka gumulkan. Mungkin saja saudara yang bertanya ini.
merasa mungkin dia sebagai anak dia merasa kenapa orang tua menuntut dia seperti orang tua itu berhak atau sisi yang lain juga mungkin saja pertanyaan ini diajukan oleh orang tua yang ingin tahu apakah itu adalah hak dia yang dia bisa tuntut daripada anak nah memang ini adalah satu relasi yang harus kita coba mengerti dari sudut pandang Alkitab bahwa hak dan otoritas itu... Tidak kita bawa dari lahir, tidak ada kita yang lahir itu membawa hak atau otoritas, tetapi Tuhan yang memberikan kepada kita, Tuhan yang memberikan kepada kita hak, Tuhan yang memberikan kepada kita otoritas. Nah, ini penting supaya kita tidak keliru menuntut seolah-olah itu adalah sesuatu yang ada di dalam diri kita, yang kita berhak menuntut dari kita menuntut kepada orang lain. Jadi kalau kita kembalikan kepada Tuhan berarti sebenarnya ketika kita mendorong orang untuk menjalankan satu tanggung jawab, itu adalah lebih utama kita mendorong mereka untuk mentaati firman Tuhan.
Jadi bukan karena ini hak saya, saya tuntut dia lakukan, atau ini hak dia yang saya dorong supaya orang lakukan untuk dia. Bukan. Tapi kita sama-sama mau mentaati firman Tuhan yang diberikan kepada kita. Tentu ya kalau kita lihat sebagai anak mungkin dia merasa lelah. Kalau orang tua terus menuntut.
Tapi sebagai orang tua, dia merasa kok dia tidak punya hak. untuk menuntut. Kok dia yang membesar, melahirkan, membesarkan. Kok dia tidak punya hak?
Jadi pertanyaan ini bisa dibaca dari dua sudut pandang, dua sisi yang sama-sama memiliki pergumulan. Dan kita mencoba mengerti bahwa, oh iya ya, tidak mudah ya. Sebagai anak yang merasa dituntut, tidak mudah.
Sebagai orang tua yang merasa sudah melahirkan, membesarkan, kok tidak ada hak menuntut kok dibiarkan begitu saja, juga tidak mudah. Nah, Pertama-tama kita mesti mengerti dari sudut pandang orang tua bahwa memiliki anak itu adalah anugerah umum yang Tuhan berikan. Anugerah umum itu berarti orang belum percaya pun mungkin ada. Bukan hanya orang percaya yang diberi anugerah umum anak, orang belum percaya pun mungkin ada. Tetapi disebut anugerah umum ini adalah anugerah umum yang tidak umum.
Artinya apa? Ada pasangan yang tidak diberi anak oleh Tuhan. Berarti ketika satu pasang diberikan anak oleh Tuhan, Tuhan memberi kepada mereka otoritas sekaligus tanggung jawab.
Jadi orang tua tidak boleh mengatakan bahwa anak itu milik dia. Ini adalah satu pandangan yang keliru, yang tidak sesuai dengan Alkitab. Kenapa?
Karena terbukti ada begitu banyak pasangan yang tidak diberi anak oleh Tuhan. Berarti kalau Tuhan beri anak kepada dia, itu pemberian Tuhan. Bukan kemauan orang tua.
Orang kita mendengarlah cerita di mana-mana. Orang sudah menghabiskan begitu banyak uang, dan waktu, dan tenaga untuk mempunyai anak. Ternyata tetap tidak bisa juga.
Membuktikan bahwa ketika satu pasang bisa mempunyai anak, itu anugerah Tuhan. Sehingga mereka mesti melihat anak itu sebagai satu berkat, juga sebagai satu tanggung jawab. Sehingga ketika orang tua memperhatikan mengasihi anak, dia nggak boleh melihat itu sebagai saya menabung. Untuk nanti suatu hari saya tuntut lagi, bukan.
Jadi kita membayar uang sekolah anak, memberikan makan kepada anak ini, kita orang tua bukan lagi menabung. Kita sedang menjalankan tanggung jawab karena kita diberkati oleh Tuhan dengan kehadiran seorang anak. Kalau tidak, kita akan merasa, apa saya nabung?
Kalau saya nabung berarti, one day dia kerja, saya akan tagih lagi. Nah ini tidak benar. Karena berarti apa? Berarti kita bukan menjalankan tanggung jawab kita di hadapan Tuhan.
Nah, dengan demikian, kita juga melihat bahwa kasih kita kepada anak, sebagai orang tua kepada anak itu bersifat given and give. Karena kita sudah diberi oleh Tuhan anugerah, maka kita memberi kepada anak. Jadi bukan sistem take and give.
Take and give terdapat, saya give. Untuk one day saya take. Saya beri sekarang, tapi jangan lupa anak-anak ya, ingat ya. Nanti suatu hari papa mama akan tagih kembali uang sekolah, uang makan, uang kos, uang apa, itu tidak benar. Karena kita orang tua bisa memberi kepada anak itu juga menunjukkan kita sudah menerima dulu anugerah yang Tuhan beri kepada kita.
Sehingga kita bisa memberi given and give. Jadi sistemnya bukan kita give lalu one day kita take. Dan yang tadi yang pertama saya jelaskan. Kita waktu memperhatikan, memberi kepada anak, itu adalah tanggung jawab kita sebagai orang tua yang Tuhan berkati dengan kehadiran anak, bukan tabungan.
Jadi kalau kita pakai paradigma tabungan, suatu hari kita akan menanggi kembali. Nah apakah kita sebagai orang tua tidak bisa mendorong anak untuk memperhatikan? Kita bisa, tapi bukan bersandarkan hak kita, tetapi mendorong mereka untuk menjalankan firman Tuhan yang berkata bahwa Hormatilah ayahmu, ibumu, dan seterusnya. Jadi, di situ kita melihat bahwa karena memang ada perintah firman Tuhan. Jadi, ini bukan sesuatu hak kita sebagai orang tua, bukan satu otoritas kita sebagai orang tua, itu semua diberi oleh Tuhan.
Nah, pada sisi anak, kita juga harus mengerti bahwa memiliki orang tua itu adalah satu berkat juga. Yang Tuhan beri kepada kita sebagai anak yang kita belajar untuk bertanggung jawab. Nah, kita lihatnya begini.
Tuhan memberikan hukum tawarat itu sepuluh, hukum hormatilah ayamu ibumu itu ditempatkan di hukum kelima. Setelah empat hukum tentang tanggung jawab kepada Tuhan, sebelum enam hukum tentang tanggung jawab kepada sesama. Di tengah-tengah, artinya apa? Artinya terakhir bicara tentang Tuhan, terakhir bicara tentang wakil Tuhan itu orang tua.
Sebelum bicara tentang tanggung jawab kepada orang lain. Bicara dulu tanggung jawab kepada orang tua itu pertama. Jadi hukum kelima ini posisinya aneh.
Dia adalah bicara tentang manusia, tapi dimasukkan ke dalam loh bicara tentang tanggung jawab kepada Tuhan. Berarti apa? Waktu kita menghormati orang tua, mengasihi orang tua, kita sedang menjalankan tanggung jawab kepada Tuhan yang memakai mereka melahirkan kita dan seterusnya. Sebaliknya, sebelum kita bicara tanggung jawab kita kepada orang lain, Kita mesti urus dulu tanggung jawab kita kepada orang tua dan ini memang Tuhan Yesus jalankan. Tuhan Yesus jalankan dengan konsisten di awal hidupnya dan di akhir hidupnya.
Jadi bagi saya yang akan paling berat penghakiman bagi kita sebagai anak yang tidak menjalankan tanggung jawab kepada orang tua, yang paling berat itu bukan semata-mata karena kita tidak melanggar, kita tidak mentati firman Tuhan. Tapi karena Tuhan Yesus sudah memberi teladan kepada kita. Coba Bu Grace bisa bacakan ayat firman Tuhan dari Lukas pasal yang kedua.
Dari Lukas pasal yang kedua, ayat yang ke-51. Lukas 2 ayat 51. Lalu ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret, dan ia telah hidup dalam asuhan mereka, dan ibunya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya. Boleh sekali lagi ayat 49?
Lukas 2 ayat 49, jawabnya kepada mereka, Mengapa kamu mencari aku? Tidakkah kamu tahu bahwa aku harus berada di dalam rumah bapaku? Nah, kita lihat ya.
Pertama, ini kan cerita tentang Tuhan Yesus tertinggal di Bait Allah selama tiga hari. Nah, Tuhan Yesus tertinggal di Baitana selama 3 hari membuktikan bahwa dia bisa mandiri secara keuangan, secara makanan, secara keamanan. Jadi, dia tidak perlu ditemani oleh papa mama pun, dia bisa mandiri, umur 12. Kedua Tuhan Yesus berkata aku harus berada di rumah Bapak. Di dalam kalimat ini menyatakan bahwa Yusuf dan juga Maria bukan orang tua kandung dari Tuhan Yesus. Jadi Maria ini hanya dititipkan saja bayi Tuhan Yesus.
Bukan orang tua kandung. Tuhan Yesus harus berada di rumah Bapak. Jadi kita disini menemukan paling sedikit tiga alasan. Bahwa sebenarnya kalau Tuhan Yesus berkata aku harus berada di rumah Bapak. Tuhan Yesus tidak mau menghormati dan mentaati Yusuf dan Maria, dia punya hak dia punya satu kewajaran pertama, Yusuf dan Maria bukan orang tua kandung, bukan darah daging dari Tuhan Yesus, bukan darah daging dari Yusuf dan Maria.
Kedua dia buktikan selama tiga hari, meskipun umur 12 dia bisa hidup mandiri secara keuangan, secara makanan, secara keamanan, bahkan dia bisa bersoal jawab dengan ahli-ahli Taurat Ketiga, dan ini yang lebih penting, dia harus tinggal di rumah Bapak. Dia harus tinggal di dalam baik Allah. Nah, dengan tiga alasan ini, maka kita mengerti, kalau seandainya Tuhan Yesus tidak mau pulang ke Nasaret pun, boleh.
Tapi kita baca tadi Lukas, pasal kedua, ayat 51, mengatakan dia tetap pulang dalam asuhan mereka. Di situ mengatakan bahwa di awal dari kehidupan Tuhan Yesus, dia menjalankan tugasnya sebagai anak menghormati orang tua. Padahal alasannya jelas.
Kalau dia tidak mau menghormati pun dia tidak bersalah. Karena dengan tiga penjelasan tadi, baik secara natural, secara supranatural, secara spiritual, secara jasmani, dia tidak jalankan tahun Jawa pun wajar. Tapi Tuhan Yesus berusaha mentah di hukum Taurat dengan menghormati ayah ibu. Dan ini bukan hanya di awal kehidupan Tuhan Yesus, tapi juga di akhir.
Sebelum mati di kayu salib, Tuhan Yesus serahkan Maria kepada Rasul Yohanes. Kemungkinan besar Yusuf sudah meninggal waktu itu. Tuhan Yesus serahkan Maria kepada Rasul Yohanes artinya apa? Sebelum dia meninggal, tanggung jawab dia kepada mamanya dia bereskan. Nah, disini kita mengerti bahwa di saat Tuhan Yesus paling menderita pun, tanggung jawab dia kepada orang tua tidak dilalaikan.
Nah, biasa kita sebagai anak cenderung apa? Kalau kita menderita, kita punya alasan yang kuat untuk tidak bertanggung jawab kepada orang tua. Nah, padahal Tuhan Yesus dalam dua kondisi tadi, kita lihat alasan-alasan dia untuk tidak menjalankan tanggung jawab itu banyak. Dan kebanyakan kalau kita tanya, selalu anak tidak jalankan tanggung jawab kepada orang tua, selalu alasannya adalah kesulitan, ini, itu.
Jadi selalu ada alasan. Di sini Tuhan Yesus menjadi teladan bagi kita bahwa tanggung jawab kepada orang tua itu harus kita jalankan. Jadi seharusnya yang benar itu bukan orang tua yang menuntut tanggung jawab daripada anak, bukan. Tapi anaklah yang harus sadar bahwa dia sudah diberikan firman.
Dia sudah diberikan anugerah oleh Tuhan melalui orang tua, dan dia sudah diberi teladan tiga ya. Dia sudah diberi firman, jelas, hormatilah ayamu dan ibumu. Dan Alkitab tidak berkata, hormatilah orang tua, bukan. Hormatilah ayamu dan ibumu, satu-satu disebut.
Jadi tidak berkata, hormatilah orang tua, enggak. Ayah satu, ibu satu, satu-satu. Hormatilah ibumu, hormatilah ayamu. Yang kedua sudah beri firman, yang kedua sudah beri anugerah melalui orang tua.
Melahirkan kita, membesarkan kita. Ketiga sudah beri teladan. Tuhan beri firman, Tuhan beri anugerah, Tuhan beri teladan melalui Tuhan Yesus. Sehingga kita sudah mempunyai satu basis yang sangat kuat untuk menjalankan tanggung jawab kita sebagai anak kepada orang tua. Jadi yang benar harusnya jangan orang tua menuntut hak.
Nah tentu di dalam kondisi yang kompleks itu kadang-kadang kita mengeluh nanti di dalam pertanyaan berikutnya kita jawab. Tetapi di sini kita mengerti bahwa orang tua tidak boleh merasa itu anak milik dia yang harus dia tuntut. Memberi itu tabungan yang harus dia tagih kembali bukan.
Itu tanggung jawab dia yang wajar. Harus dia canankan. Tapi sisi yang lain anak juga. Harus ingat dengan tiga tadi firman.
Anugrah dan teladan. Dia harus canankan tanggung jawab dia sebagai anak kepada orang itu. Demikian. Terima kasih Pak Anton.
Sungguh bersyukur kita mempunyai panutan yang tertinggi. Yaitu Yesus Kristus. Kita bisa mencontoh.
Jangan sampai menjadi satu beban atau tuntutan ya Pak. Jika. Bapak izinkan, saya akan memberikan pertanyaan yang kedua.
Ya, silakan. Bagaimana tanggung jawab seorang anak yang sudah berkeluarga terhadap orang tua mereka, karena dipikir bukan sekarang, kapan lagi? Karena umumnya umur orang tua itu kita tidak bisa tahu sampai kapan.
Sedangkan si anak sendiri juga mempunyai tanggung jawab terhadap keluarga atau anaknya sendiri. Seperti orang tua mengumpulkan uang untuk membangun rumah tangga atau memberikan pendidikan terbaik dan lain-lain. Sejauh mana tanggung jawab terhadap orang tua, apa dengan memenuhi kebutuhan sehari-hari, sudah cukup pak. Kondisi ekonomi si anak juga terbatas.
Jadi si anak tidak dapat memberikan secara bersamaan sekarang untuk membantu orang tua ataupun keluarganya. Mana yang lebih prioritas, Pak Anton? Makasih Ibu Gris.
Saya bisa mengerti saudara yang bertanya ini ya mungkin dia bingung karena ada beban dua-duanya. Satu sisi dia juga ingin mentati firman, memperhatikan orang tua, sisi yang lain dia juga ingin. bertanggung jawab kepada anak dan ini memang adalah satu pilihan yang tidak mudah karena Alkitab berbicara tentang dua-duanya, tanggung jawab kita kepada orang tua, tanggung jawab kita kepada anak gitu. Alkitab berbicara kepada kita tentang kedua-duanya yang harus kita jalankan.
Nah karena itu ini adalah satu pertanyaan yang baik supaya betul-betul bisa benar dihadapan Tuhan. Jadi ketika kita kembali kepada firman Tuhan, kita mesti mengerti bahwa Memang pengaturan Tuhan demikian, sehingga bukan berarti, loh kok pengaturan Tuhan rasanya membela yang ini, tidak membela yang itu, atau Pak Pendeta kok membela yang ini, tidak membela yang itu, tidak. Kita berusaha benar di hadapan Tuhan, kita tidak membela perasaan kita, tidak membela keinginan kita, tapi membela keinginan Tuhan. Nah ini penting di awal, kenapa kalau tidak kita merasa, loh ini jawaban Pak Pendeta kelihatannya pro ini, tidak pro saya, ya kan?
Bukan. Kita coba kembali kepada firman Tuhan. Nah, jelas tadi di dalam pertanyaan sebelumnya saya sudah sampaikan bahwa tanggung jawab kepada orang tua itu jelas.
Di dalam banyak bagian firman yang akan kita juga baca, itu jelas. Tetapi memang Alkitab juga menyampaikan kepada orang tua tentang tanggung jawab mereka kepada anak. Didiklah anakmu, jangan sampai mereka tawar hati.
Didiklah dalam nasihat dan acaran Tuhan, dan seterusnya dan sebagainya. Jadi ada begitu banyak juga ayat di Alkitab, baik perjanjian lama maupun perjanjian baru. yang mendorong orang tua untuk bertanggung jawab kepada anak yang Tuhan berikan kepada mereka. Nah, sehingga di sini kita melihat bahwa dua bagian yang seimbang ini kita perlu melihat secara perlahanan. Pertama, yang sudah pasti, urutan yang pertama itu adalah Tuhan.
Itu sudah pasti. Karena Dia yang mencipta kita, Dia yang memelihara kita, Dia yang menembus kita, Dia yang memiliki hidup kita, sehingga prioritas pertama itu sudah jelas Tuhan. Tuhan Yesus sendiri mengatakan barang, siapa tidak mengasihi Tuhan Yesus lebih daripada mengasihi keluarganya, dia tidak layak menjadi murid Tuhan, itu jelas.
Firman Tuhan juga mengatakan, Tuhan Yesus mengatakan dan perjanjian lama mengatakan bahwa, kasihilah alamu dengan segenap hatimu, segenap akal bodimu, segenap kekuatanmu, dan seterusnya, itu jelas. Jadi prioritas pertama itu jelas, yaitu adalah Tuhan. Nah sekarang kita masuk, prioritas yang kedua itu adalah pasangan.
Nah coba. Bukris bacakan untuk kita Efesus 5 ayat 31 Efesus 5 ayat 31 Sebab itu Laki-laki akan meninggalkan ayahnya Dan ibunya Dan bersatu dengan istrinya Sehingga keduanya itu menjadi satu daging Jelas ya Meninggalkan ayah dan ibu bersatu dengan istrinya Menjadi satu daging Kalau sudah menjadi satu daging berarti Tidak bisa tidak setelah Tuhan Pasti mesti bicara tentang pasangan tanggung jawab prioritas kepada pasangan kita. Nah ini penting kita ingatkan kembali, kenapa?
Karena seringkali pasangan-pasangan itu setelah mempunyai anak, mulai lupa tugas tanggung jawab kepada pasangan. Nah ini berlaku bukan hanya bagi si istri, tapi juga bagi si suami. Jadi setelah punya anak, suami kalau telpon ke rumah, yang dia tanyakan itu bukan istri sudah makan atau belum, anak-anak sudah makan atau belum.
Demikian pula kalau anak-anak dengan suaminya ditinggal di rumah, Si istri juga dari luar telpon anak-anak sudah makan atau belum. Jadi akhirnya kita lupa bahwa kita ini sudah meninggalkan ayah ibu bersatu dengan pasangan kita. Pasangan kita itu tidak boleh kita lupakan. Jadi tanggung jawab kepada pasangan tidak berhenti sekalipun kita punya anak. Nah ini penting.
Nah ketiga, kenapa tanggung jawab kepada anak? Karena keluar daripada satu daging tadi. Mereka berdua dipersatukan menjadi satu daging. Sehingga ini kan...
Hasil pembentukan Tuhan. Waktu mereka dipersatukan oleh Tuhan, menjadi satu daging, meninggalkan ayah ibu, lalu sekarang mereka di dalam persatuan yang Tuhan tentukan itu, mereka diberikan keturunan. Karena itu anak itu memang bukan jadi satu ya. Kalau struktur yang benar itu pihak pertama Tuhan, pihak kedua suami istri.
Jadi, nggak boleh mengatakan pihak pertama suami, pihak kedua istri, pihak ketiga Tuhan ini ngaur. Yang benar itu pihak pertama Tuhan, pihak kedua suami istri menjadi satu. Nah, sekalipun anak itu pihak ketiga, tapi itu adalah pihak ketiga yang paling melekat dengan pihak kedua. Kenapa? Karena keluar dari satu daging tadi.
Sehingga prioritas yang ketiga jelas itu adalah anak-anak. Nanti saya akan jelaskan kenapa. Prioritas yang keempat itu baru orang tua. Prioritas yang kelima baru saudara kandung.
Seterusnya. Nanti saya belum bicara mengenai saudara kandung. Dalam pertanyaan selanjutnya akan ada. Tetapi kita melihat di sini begini. Kalau begini berarti orang tua akan ditelantarkan bela anak?
Tidak. Sebisa mungkin setiap orang menjalankan tanggung jawab secara baik. Kepada orang tua, kepada anak.
Tetapi dalam keterbatasan kita harus mengerti bahwa anak-anak ini masa depan. Bukan soal masa depan saja, soal mereka akan berkeluarga. Jadi ketika kita, misalnya contoh, kita tidak memberikan kepada mereka pendidikan yang terbaik.
Bagaimana nanti besok mereka sendiri membangun rumah tangga, bagaimana besok nanti mereka mendidik anak-anak. Ini akan bergenerasi-generasi di bawah mereka. Jadi di sini kita ini bukan tidak memperhatikan orang tua lalu membela anak, bukan.
Ketika kita memperhatikan anak ini, kita berbicara sekumpulan orang banyak yang menyusul di belakang mereka. Bayangkan dari satu anak perempuan misalnya, akan ada suami. Kalau dia punya tiga anak, berarti ada tiga mantu lagi.
Nanti berarti ada sekian cucu lagi. Jadi ada sekumpulan besar orang yang menyusul dari satu anak saja. Nah, di sini kita bukan tidak membela orang tua, kita berusaha dengan kekuatan kita memperhatikan orang tua.
Tapi jangan lupa, ini satu yang mewakili guru besar. Yang kita juga harus pikirkan bagaimana mereka sehat, bagaimana mereka punya pendidikan yang baik. Itu sebabnya misalnya Amsal mengatakan, didiklah anakmu pada masa mudamu sampai masa tua dia akan menjadi jalan yang benar demikian. Berarti apa? Berarti ini bicara masa depan.
Setiap kali Alkitab bicara anak, suka bicara masa depan. Supaya anak-anak dan generasi selanjutnya, anak-anak dan generasi selanjutnya. Disitu membawa kita mengerti, tapi kita berusaha untuk menjalankan tanggung jawab kita kepada orang tua. Jadi kita nggak boleh tepatkan orang tua dan anak itu sebagai pilih anak abaikan orang tua, nggak.
Kita berusaha jalankan dua-duanya, tetapi memang mau tidak mau, kita mesti memikirkan anak. Ini pertama. Kedua, orang tua kecuali anak tunggal ya. Tapi secara umum, mayoritas orang tua selalu punya beberapa anak. Sehingga tanggung jawab kita kepada orang tua, tidak boleh kita pikul sendiri.
Harus ada anak-anak yang lain juga ikut memikul. Tetapi, kepada anak kita, kita tidak bisa suruh saudara kita tanggung jawab anak kita. Jadi, kita bisa bekerja sama dengan saudara kandung kita untuk memperhatikan orang tua.
Kita tidak bisa menyuruh saudara kandung kita memperhatikan anak-anak kita. Jadi, karena itu, di sini kita bagi. Kita memperhatikan orang tua, kita ajak mereka. Terlibat memperhatikan orang tua, sedangkan kita dendam energi yang terbatas itu memperhatikan anak-anak kita.
Nah, bagaimana dengan berbagai macam kebutuhan? Kita pertama harus memahami hati. Etika Kristen itu adalah hati. Jadi, hatimu sayang papa mama, apa kamu mau lari?
Contoh, misalnya orang tanya gini, Pak, kalau mama saya masuk rumah sakit, saya gajinya 3 juta. Mama saya masuk rumah sakit, sampai berapa biaya harus saya bayar? Kalau tidak dibayar oleh BPJS atau asuransi. Kalau saya membayar 3 miliar, boleh nggak? Pertanyaannya, uang ada nggak?
Kalau uang nggak ada, kamu sampai utang 3 miliar untuk bayar mama sakit. Itu dosa. Itu dosa.
Kenapa? Karena kamu melakukan sesuatu yang kamu nggak bisa bayar. Nah, kalau begitu orang akan bilang, saya nggak sayang mama. Tidak.
Hatimu sayang mama, nggak? Kalau hatimu jelas sayang mama, Kamu gaji 3 juta, kamu bisa bayar 30 juta saja. Kasih sayamu kepada mama sudah sangat terbukti. Itu sudah 10 kali gajimu. Itu berarti kamu 10 bulan itu kamu nggak makan.
10 bulan itu kamu bayar untuk mama. Kalau kamu harus pinjam sampai 3 miliar, itu bukan saja nggak boleh, itu sudah dosa. Kenapa? Karena kamu melakukan sesuatu yang kamu nggak bisa bayar. Itu kamu merugikan orang yang kamu pinjam, itu nggak benar.
Nah karena itu... Bahwa kita memperhatikan orang tua pertama-tama itu adalah hati kita, itu pertama. Kedua, kita tidak boleh telantarkan kebutuhan dasar mereka.
Sakit, makanan, itu sebisa mungkin. Jadi kita memperhatikan kebutuhan dasar mereka. Ya tempat tinggal, mungkin tidak bisa beli rumah, tapi jangan sampai mereka itu tinggal di daerah banjir yang kebanjiran. Kalau mungkin mereka ada kontrakan rumah yang lebih baik misalnya.
Jadi kita berusaha supaya Di dalam hadit Tuhan mereka itu, mereka tidak tambah menderita. Kalau bisa lebih longgar itu lebih baik. Tapi kita anak, jangan hatinya nggak benar tuh begini, kita ada uang, kita pura-pura nggak ada, lalu kita mengabaikan orang tua terlantar, itu nggak benar. Jadi kalau mama berobat 3 juta, kita ada 30 juta, apa salahnya ambil 10% untuk bantu mama. Jangan kita pura-pura, oh saya mau bela anak, padahal sebenarnya dia tidak sayang kepada orang tua, itu nggak benar.
Jadi kita berusaha untuk melihat kebutuhan dasar mereka, memperhatikan mereka. Hal-hal yang sebenarnya wajar saja. Kadang-kadang ada anak itu yang sampai hal dasar ya, misalnya apa, pulsa, telpon, dikasih.
Padahal anak-anak itu bekerja, dia bisa ke luar negeri misalnya. Tapi papa mamanya terlantar. Jadi ini apa ya, ini sudah ada sifat.
Mungkin ya kalau kita ngomong sama mereka, iya dulu papa mamanya juga terlantarkan saya. Saya juga tidak memperoleh. Pendidikan terbaik ini nanti akan kita bicara dalam bagian yang lain, tapi di sini kita tahu bahwa tanggung jawab kita kepada orang tua itu kita berusaha sebisa mungkin. Anak tidak ada opsi lain. Kita tidak bisa minta saudara kandung kita perhatikan anak kita, tidak bisa.
Anak kita ini mewakili sekumpulan besar orang di masa depan yang kita tidak bisa abaikan. Anak laki kita tidak diberi pendidikan yang baik, akhirnya kerjanya tidak beres, besok dia bawa anak orang. Bagaimana? Kita sudah meninggal Tapi dia tahun jepitnya bagaimana?
Nah, kepada orang tua Sambil ini jalan, kita melibatkan Sudara kandung kita, mari kita sama-sama perhatikan orang tua Dengan sekuat tenaga Yang penting hatinya jujur Mengasihi papa, itu paling penting Tidak mungkin juga semua Kebutuhan orang tua kita sanggup bayar Kadang-kadang masuk rumah sakit Bisa sampai miliaran, bisa sampai banyak Kita tidak sanggup juga, dan semua kita sanggup Yang kita mampu Sebisa mungkin kita dengan jujur Kita lakukan itu kepada orang Kira-kira demikian Jadi kalau boleh saya simpulkan Pak Jadi prioritas Kepada anak sebagai orang tua Dan Untuk porsi Terhadap orang tua mungkin kita Minta kepekaan dan bijaksana Daripada Tuhan ya Pak Apakah kita harus Dekat dengan firman Tuhan Dan sungguh-sungguh sehingga boleh berkenan di hati Tuhan. Saya tambahkan sedikit Bu Grace, jadi mengenai orang tua juga ada hal-hal non-finansial yang kita bisa lakukan. Misalnya perkunjungan, kita bawa anak-anak ke sana bersihkan rumah, kita datang ke sana pijat. Jadi jangan dibatasi hanya hal finansial. Kadang-kadang kita bawa mereka jalan-jalan, tidak harus yang berbiaya mahal.
Mungkin jalan-jalan ke Bogor, ke Bandung. Ada hal-hal yang non-finansial yang kita juga bisa lakukan. Dan itu kadang-kadang anak-anak juga dilatih untuk menghargai kakek nenek mereka dengan cara apa? Memasal liburan, kesana semua, bersihin rumah. Itu juga kita bisa lakukan, itu hal-hal yang non-finansial.
Jadi tidak harus yang kadang-kadang orang merasa, saya sendiri hidup finansial sulit kok, saya harus bayar apa-apa. Tidak, lakukanlah hal-hal yang non-finansial. Kita kesana, pijet.
Anak-anak disuruh pijet kakek neneknya. Itu juga mereka belajar untuk... berbakti kepada orang tua. Kira-kira demikian. Iya, pertanyaan yang berikutnya Pak.
Ada sedikit relasi dengan yang sebelumnya. Jika kontrakan rumah saya sudah mau habis, pilihan saya pulang ke rumah mama saya atau kontrak lagi. Mereka juga mengalami kesulitan di dalam ekonomi. Saya ingin pulang ke rumah mama. untuk menemaninya di masa tua karena mama tinggal sendirian.
Kondisi rumah memang sangat kecil. Bila kami pulang ke sana, artinya hanya bisa membawa diri saya. Kamar terbatas. Suami merasa sangat berat.
Katanya kalau bisa ini alternatif yang terakhir, Pak. Saya jadi bingung. Hati ingin sekali menemani mama.
Dari dulu, mama nggak mau diajak ke tempat kami. Karena entah dan waktu terus berjalan. Tidak tahu berapa lama lagi saya bisa menemani dia. Di sisi yang lain, saya juga harus menghargai kepala rumah tangga suami saya.
Menurut Pak Anton, apa yang harus ibu ini lakukan, Pak? Pak, terima kasih. Ini saya sangat menghargai pertanyaan...
Ibu yang bertanya ini karena dia mempunyai hati untuk melakukan dua hal. Menemani mama dan menghargai suami. Menghormati suami. Tunduk kepada suami sesuai dengan firman. Jadi ini adalah satu pergumulan yang indah.
Tidak semua pergumulan itu... Jelek. Ini adalah pergumulan yang indah karena pergumulan untuk mentati firman.
Kebingungan untuk mentati firman adalah kebingungan yang indah. Karena di situ keluar dari hati yang ingin taat kepada firman. Dia tahu waktu dengan mama tidak banyak.
Karena itu dia berusaha untuk menemani mama sebisa mungkin. Sedangkan kondisi keuangan terbatas. Tentu kalau kita bicara ideal, dia bisa punya rumah yang lebih besar.
Mungkin mama diajak diberikan kamar. Itu mungkin ya. Tapi ini kan sekarang kondisinya tidak mungkin. Sisi yang lain suami mempunyai keputusan atau perasaan yang juga perlu dipertimbangkan. Nah memang lebih baik tidak dipaksakan.
Kenapa begitu? Karena relasi bisa rusak. Jadi lebih baik bukan hanya masalah rumah kecil misalnya. Tetapi apakah mereka bisa mempunyai komunikasi yang baik antara suami dan mama. Nah kalau tidak...
Justru dengan tinggal serumah, akhirnya hubungan menjadi buruk. Malah kalau tidak tinggal serumah, mama kangen kepada menantunya, menantu kangen kepada mama mertuanya, malah hubungannya menjadi baik. Tapi justru dengan tinggal serumah, mama mertua tidak cocok kepada perilaku suami. Perilaku suami juga menggerutu terhadap apa yang mama katakan, dan ini lama-lama saling menyakitkan. Nah itu sebabnya...
Saya sendiri cenderung di dalam konseling pernikahan itu tidak menganjurkan. Meskipun tidak melarang, tetapi tidak menganjurkan pasangan yang menikah itu tinggal bersama orang tua. Kecuali orang tua bisa mengikuti kepala rumah tangga dari rumah tangga yang baru. Kalau tidak itu biasanya ujungnya adalah hubungannya menjadi sulit. Lalu bagaimana dengan mama?
Nah paling ideal kalau... Dapat tempat tinggal yang berdekat. Sehingga mempunyai waktu yang relatif sering pergi ke tempat mama.
Misalnya, kalau suami bekerja, ibu tidak bekerja, kan bisa ke tempat mama. Anak-anak sekolah bisa main ke tempat mama. Karena tidak jauh, mungkin 5 menit, 3 menit gitu. Nanti, ma, pamit ya, mau jemput anak-anak.
Ma, pamit ya, suami pulang, mesti siapin makanan untuk suami. Kalau dia tidak bekerja, saya nggak tahu ya dia bekerja atau tidak. Kalau dia tidak bekerja, mungkin...
Relatif lebih banyak waktu bersama mama. Dan dengan tinggal dekat juga kalau mama ada emergensi bisa segera ke sana. Bawa ke rumah sakit.
Jadi tidak harus dipaksakan untuk tinggal bersama-sama. Nah ini memang tantangannya adalah nanti dikeuangan. Karena dengan demikian berarti ada dua rumah. Menjalankan dua rumah ini berarti dua biaya kan. Tapi mungkin ini adalah pilihan yang terbaik.
Dan saya pikir ibu perlu betul-betul berdoa. Minta supaya Tuhan memberi kekuatan. Dan karena...
Setiap pilihan ada resiko dan kita perlu minta supaya Tuhan bimbing kita sehingga kita jangan sampai keliru. Seperti yang saya ajak jemaah di dalam khutbah hari minggu, menghafal tiga kalimat dari Amsal 3 itu. Jangan menganggap dirimu sendiri bijak, jangan mengandalkan, jangan bersandar kepada pengertianmu sendiri.
Akuilah Tuhan dalam segala laku. Artinya apa? Kita minta Tuhan bimbing kita.
Jadi kalau Tuhan buka jalan, ada kekuatan secara keuangan, bisa mutrak sendiri. Lalu mama bisa ngontrak sendiri, relatif berdekatan, bisa cukup sering mengunjungi mama. Menurut saya itu jalan keluar yang terbaik. Terima kasih Pak Anton suatu jawaban yang semoga memberi solusi yang lebih baik buat ibu yang sedang bingung. Kemudian sebelumnya Pak Un juga ada mention tentang 10 hukum perintah Allah.
Hormatilah ayah dan ibumu, ini perintah kelima. Nah, apakah ini juga terkait dengan mertua, Pak? Iya.
Jadi, ini ada satu sharing. Iya. Seorang istri yang hubungan dengan mertua perempuan tidak dekat.
Karena ketika suaminya kelas 6 SD, kedua orang tuanya berpisah. Jadi, broken home ya, Pak? Suami saya dibesarkan oleh ayahnya.
Ketika kami akan menikah, mertua perempuan tiba-tiba mulai mendekati suami saya, yang sebelumnya sangat jarang memberi kabar. Karena saat ini suaminya memiliki pekerjaan yang lumayan saat itu. Jadi beliau, mamanya, tiba-tiba meminta dibelikan suatu barang yang tidak urgent.
Padahal mamanya juga tahu, Irimbawa. Mereka menikah itu dengan dana yang terbatas, malahan kurang sampai harus meminjam dengan saudaranya, Pak. Suami saya merasa sangat kecewa karena dia merasa... Kok mamanya tidak ada pengertian?
Bagaimana kami harus meresponi hal ini dalam terkait tanggung jawab anak kepada orang tua? Di sisi suami, sejak kecil tidak pernah mendapatkan kasih sayang seorang ibu. Dan sedikit kecewa dengan sikapnya yang terlalu materialis.
Baik, terima kasih Bu Grace pertanyaan ini. Coba merasakan ya satu keprihatinan terhadap apa yang dialami oleh suami ibu dari masa kecil, papa mamanya berpisah dan kemudian mungkin kurang mendapat kasih sayang ibu, tau-tau sudah dewasa, tanda kutip sudah jadi lalu mama muncul ya. Ini tentu cerita di belakang ini panjang, panjang kita tidak tahu kenapa mereka berpisah dan seterusnya.
Tapi paling tidak dari pertanyaan yang diajukan ini ya saya coba mengerti bahwa sungguh tidak mudah. Karena suami ibu yang bertanya ini merasakan satu kekecewaan tadi kan, apalagi dengan sikap yang terlalu materialistis. Karena itu memang kita perlu minta kekuatan Tuhan ketika harus menjalankan firman Tuhan di dalam saat yang tidak mudah. Kita membaca ayat atau membicarakan firman itu mudah, tapi menjalankan tidak mudah.
Kita tidak berhadapan mudah, berhadapan tidak mudah. Karena begitu melihat lagi, perasaan itu berkecam, sehingga kita sekalipun ada uang pun mau keluarkan, wah kita rasa, mama kayak begini orangnya kok, apa saya harus keluarkan uang untuk dia. Nah itu saya bisa mengerti bahwa ini adalah satu cerita yang panjang dan barangkali juga di luar sekian baris pertanyaan ini ada masih banyak lagi cerita yang panjang. Tetapi bagaimanapun kita berusaha seperti Tuhan yang mengerti kita.
Tuhan memberikan berkat kepada kita tidak tergantung kesetiaan kita. Bahkan Matius 5 mengatakan Tuhan memberikan hujan dan matahari kepada orang benar, orang baik, juga kepada orang tidak benar, kepada orang jahat. Jadi kita sendiri kan mengerti bahwa dalam segala kekurangan kita, Tuhan masih memberkati kita. Kita berbuat dosa pun masih makan, masih minum, masih menikmati udara, dan seterusnya.
Jadi cinta Tuhan itulah. yang menjadi dasar bagi kita untuk mengasihi orang-orang yang kita anggap kurang patut. Kenapa? Karena kita sendiri juga banyak kekurangan.
Tuhan begitu sabar, Tuhan begitu baik kepada kita. Apakah Tuhan tidak kecewa dengan kita? Jelas Tuhan kecewa dengan kita.
Seorang penulis pernah mengatakan, setiap kali anak lahir, itu membuktikan Tuhan tidak putus asa dengan manusia. Kalau Tuhan putus asa karena manusia tidak beres, tidak usah ada manusia lahir lagi. Jadi disitu kita mengerti bahwa, oh iya ya, Tuhan itu masih beri kesempatan kepada kita, masih sayang kepada kita. Sehingga memang tidak mudah, tapi kita perlu minta kekuatan Tuhan untuk mengasih mama.
Mengasih mama karena apa? Karena Alkitab berkata, hormatilah ibumu, ayahmu. Alkitab tidak berkata, hormatilah ayahmu, ibumu.
Kalau mereka beres, kalau mereka bertanggung jawab, kalau mereka sayang, tidak ada kalau. Pokoknya dia sepanjang dia ayah dan dia ibu. Apapun kondisi dia, tugas kita mengasihi dia.
Kalau dia tidak beres, itu tanggung jawab dia sama Tuhan. Jangan sampai kita menjadi orang yang tidak beres yang kedua. Kita juga harus jalankan tanggung jawab kita kepada Tuhan di hadapan.
Jadi kita ini bukan bicara soal mama, papa. Kita sedang bicara soal tanggung jawab kita kepada Tuhan. Kalau kita tidak jalankan tanggung jawab kita kepada Tuhan, kita jadi bersalah sama Tuhan.
Kita jadi membuat Tuhan kecewa, padahal Tuhan sudah begitu memberkati. Jadi, mama tidak jalankan tanggung jawab dia kepada Tuhan terhadap kita, itu tanggung jawab mama sama Tuhan. Mama akan dihakimi oleh Tuhan, mama akan dituntut oleh Tuhan. Tapi kita diberikan firman untuk menghormati ayah ibu kita, kita memperhatikan tentu tidak semua permintaan orang tua bisa dipenuhi. Sebagai contoh, ada ayah yang suka main judi.
Dia setiap kali pergi orang meninggal, ada judi, kartu apa, apakah anak harus terus men-supply uang untuk papa yang berjudi misalnya, rokok misalnya, minuman keras misalnya. Jadi berarti kita memberi uang kepada orang tua pun ada batasan, tidak semua permintaan dia bisa kita penuhi. Tetapi kita harus dengan penuh kasih, bijaksana, sayang, sabar, menjelaskan kepada mereka, memberikan pemahaman kepada mereka. Kadang pun mungkin.
Kita tidak memberi jual, tapi kita tidak melawan. Dia minta ini, kita tidak bantah. Kita hanya senyum-senyum dan kita berkata, maaf mama, kami pergi. Kita tidak melawan dia, tidak membantah dia, tidak mengkritik dia, tidak melukai hati dia. Tapi dia tahu posisi kita bahwa kita tidak mendukung.
Misalnya contoh yang paling jelas. Kalau papa mama belum percaya, lalu mereka minta uang untuk sembahyang, penyembahan berhala. Apakah kita anak sebagai orang percaya, kita kasih. Kalau kita kasih berarti kita mendukung penyemaan berat. Di situ kita tidak.
Tapi kita tidak menyerang mereka, tidak mengkritik mereka, tidak memaki mereka, tidak. Kita jaga hormat kita kepada mereka. Sekalipun kita tidak menyetujui apa yang mereka minta.
Jadi kita berusaha, berusaha untuk menjalankan tanggung jawab kita kepada mereka dengan baik. Bersyukur sekali ya Pak Firman Tuhan itu sungguh-sungguh hidup Dan mungkin juga Si ibu ini juga bisa membuat list Tentang kebaikan-kebaikan Tuhan Betul Dan Tuhanlah salah satunya Pemberi kekuatan dan penghiburan ya Pak Betul Untuk pertanyaan berikutnya Pak Jika orang tua kita sudah meninggal Bagaimana tanggung jawab kita Kepada saudara kandung yang bermasalah di dalam keuangan atau bermasalah di dalam kesehatan. Dan orang tua pernah berpesan agar terus saling memperhatikan. Kemudian yang pertanyaan berikutnya, tapi saudara ini bukan orang yang baik, melainkan seorang yang bermasalah. Bagaimana Pak, bijaksana daripada Tuhan?
Baik Bu, jadi saya sambung dengan jawaban yang sebelumnya, bahwa, Prioritas kita pertama adalah Tuhan, kedua pasangan kita, lalu anak kita, orang tua kita, lalu selanjutnya adalah saudara-saudara. Nah memang Alkitab tidak berbicara tentang saudara kandung sebanyak dan sejelas tanggung jawab kepada orang tua dan kepada anak. Misalnya contoh yang paling jelas dalam surat Ephesus dan Kolose, Paulus bicara tentang tanggung jawab kepada orang tua, tanggung jawab kepada anak, kepada pasangan, tapi tidak bicara tanggung jawab kepada saudara kandung maksudnya. Jadi disini kita melihat bahwa Tuhan tidak memberikan prioritas yang terutama soal saudara kanu. Tapi apakah berarti kita boleh mengabaikan saudara kanu?
Tidak. Karena ketika Habel dibunuh oleh Kain, Tuhan tanya kepada Kain, di mana saudara? Jadi disitu kita mengerti demikian. Dalam kitab Obajak, Tuhan menghakimi orang-orang Edom, orang-orang keturunan Esau, karena mereka tidak.
memperhatikan orang Israel, saudara mereka ketika orang Israel ditangkap dan dibuang. Jadi kita mengerti bahwa ada memang bagian firman Tuhan yang mendorong kita memperhatikan saudara kita, tetapi itu adalah prioritas yang kesekian. Ini pertama. Kedua, kita juga perlu bedakan antara saudara yang berkeluarga, yang tidak berkeluarga, yang mandiri, yang tidak mandiri. Itu kita bedakan.
Contoh mereka yang Mohon maaf misalnya Down Syndrome dari kecil, masa kan kita biarkan. Kita mungkin anggap itu sebagai anak kita. Yang kita juga kalau bisa perhatikan, kita perhatikan. Mereka yang kondisi mental kejiwaan tidak tepat misalnya.
Ya kan dalam kondisi yang unik, memerlukan perhatian yang khusus. Itu kita mesti bedakan dengan mereka yang bekerja. Mereka yang bekerja tetapi hidupnya tidak beres.
Mereka yang mempunyai keluarga tapi keluarga tidak mau memperhatikan. Jadi kita perlu bedakan di sini berbagai macam kondisi, sudara kandung kita. Ada orang yang bekerja tapi boros. Apakah kita harus men-supply kebutuhan dia terus? Tidak benar juga.
Kita menunjang dia menjadi boros. Kalau anak-anak dia tidak bertanggung jawab, mungkin tidak kita sebagai om, sebagai tante, mengajak mereka untuk bicara. Apa kesulitannya kalau mungkin kita mempertemukan supaya mereka bisa memperhatikan papa mama mereka.
Jadi kita coba kalau mungkin itu kita mencari jalan keluar. Tapi memang itu kalau kita membantu adalah dengan kekuatan yang Tuhan beri prioritas kita setelah pasak Tuhan, pasangan, anak, orang tua. Nah masih ada kekuatan lagi kita boleh memperhatikan secara karun.
Nah ini memang sesuatu yang begini. Hal ini membuat kita mengerti bahwa kita bukan Tuhan. Sehingga kita harus dengan rendah hati mengaku tidak semua kebutuhan kita bisa penuhi.
Kalau mereka kesulitan, mungkin seperti saya kembali tadi, kalau kita ada kemungkinan, paling sedikit beras, BPJS misalnya. Jadi kita nggak bisa beli daging ayam, daging sapi, kasih dia ayam panggang, steak, enggak. Tapi paling nggak beras.
telur misalnya, setiap bulan kalau dia memang mereka kesulitan sekali, BPJS mungkin kelas 3 kita bayarin misalnya, kalau kita mampu jadi itu yang kita tetapi saya biasanya membedakan orang tua dengan anak, jadi kalau misalnya ya, umpama, papa mamanya yang kesulitan, anak-anaknya bekerja sekalipun sulit, kita jangan memanjakan anak-anak Ya itu ponan-ponan kita, jangan, itu nggak benar. Jadi misalnya gini, kita datang ke rumah mereka, ada anak-anak, kita kasih tahu. Bahwa kalian harus usahakan makan sendiri.
Beras, telur, ini terbatas untuk bapak-mamah. BPJS, om hanya bayar untuk bapak-mamah. Kalian harus fight untuk bayar BPJS sendiri. Jadi nggak bisa, kita mau traktir makan yang lebih enak misalnya, sorry. Om, uangnya terbatas, saya bapak mama yang diajak.
Mesti mengerti bahwa om gak mungkin bisa bayar semua. Jadi ini juga melatih anak-anaknya jangan sampai, oh karena omnya ada kemampuan secara keuangan, mereka jadi manja. Numpang makan, numpang jalan-jalan, numpang segala macam. Sehingga mereka juga tidak fight. Harusnya akan mereka yang fight untuk bapak mamanya.
Jadi saya perhatikan beberapa kasus itu, om tantenya akhirnya merusak ponakan-ponakannya. Sehingga mereka gak mau tahu. Misalnya contohnya begini, dari daerah, om tantenya di Jakarta, papa mamanya datang ke Jakarta, om tantenya yang jemput dan seterusnya, sedangkan anaknya yang kerja di Jakarta tidak ngurus sama sekali, tidak datang menyalami papa mamanya satu kalipun, padahal papa mamanya tinggal di rumah om tantenya seminggu. Mestinya kan dia, oke om, saya tidak ada gendarm tapi saya numpang jemput ya, nanti numpang nganter ya om ya, nanti papa mama datang, ya dia tidak enak nginep di situ tapi dia berkunjung. Dari datang sampai pulang, papa mamanya dia tidak urus.
Apa karena sudah serahkan om tante yang urus. Itu tidak benar. Itu tidak benar. Jadi di situ anak itu harus dipanggil oleh om dan tante dan dikasih tahu baik-baik.
Kamu harus punya tanggung jawab kepada papa mamamu. Jadi kita berusaha untuk menjalankan firman Tuhan pada porsi kita dalam kemampuan kita yang terbatas. Untuk boleh memperhatikan mereka. Terutama hal-hal yang mendasar. Jadi ada kasih ada disini.
Kita lanjut pertanyaan tentang seorang cucu Apakah cucu juga harus bertanggung jawab kepada kakek atau neneknya Kemudian pertanyaan yang kedua ya Pak Berbagai nenek bertanggung jawab kepada orang tua yang kurang baik, bermasalah, dan tidak adil Contohnya lebih mengasihi anak lain Tadi sudah sedikit-sedikit dibahas ya Pak. Jadi memang kita bicara dulu dari posisi kita sebagai orang tua. Terhadap anak itu memang harus baiklah. Artinya adil, kasih, tadi ya Bukri juga sih kasih kebenaran itu ya dua-dua itu kita mesti jalankan keadilan.
Kita melihat bahwa Ishak membela Esau, Ribka membela Yaak. Dan ini pertentangan ribuan tahun. Hasilnya adalah pertentangan ribuan tahun. Jadi ini menjadi satu peringatan bagi kita bahwa jangan sampai kita kurang menjalankan tanggung jawab dengan baik. Memang kurang fair juga, kita kurang mengasihi dia.
Lalu ketika dia sukses, kita nagi-nagi. Kita kurang adil kepada dia, begitu dia diberkati Tuhan, kita tampil. Ini kan juga sebenarnya kurang fair. Jadi kita sebagai orang tua sendiri, Kita jangan bicara dulu tanggung jawab kita kepada orang tua ya Tapi kita sendiri juga harus ingatkan diri kita Supaya menjadi orang tua yang beres Jangan sampai kita sendiri juga menjadi orang tua yang tidak beres Nah bagaimana dengan orang tua yang kurang baik Seperti saya singgung tadi bahwa Jangan lupa itu adalah tanggung jawab kita kepada mereka Batasan pasti ada Pergumulan pasti ada Tapi firman Tuhan berkata Hormatilah ayamu ibumu Jangan sampai mereka terlantar.
Dalam kitab Amsal dikatakan begini, orang yang kurang ajar kepada orang tuanya, Pelitanya padam pada hari gelap. Artinya apa? Dia dihukum oleh Tuhan begitu keras. Ada lagi mengatakan, orang yang kurang ajar kepada orang tua, matanya dimakan oleh burung gagak.
Jadi, Tuhan sangat keras mengingatkan kita supaya jangan kurang ajar kepada orang tua. Jangan. Kita tidak setuju. Lebih baik jangan bantah. Kita tidak setuju, jangan maki.
Sudah. Kita tidak setuju, kita tidak lakukan, tapi kita diam saja. Jangan kita memaki, jangan kita membantah.
Sebisa mungkin kita menjalankan tahun jab kita kepada orang tua, karena firman Tuhan mengatakan, hormatilah ayamu, ibumu. Tidak mengatakan, hormatilah ayamu, ibumu, kalau mereka sehat, kalau mereka baik, dan seterusnya tidak. Kalau mereka adil, tidak. Hormatilah ayah, ibumu, itu adalah tahun jab kita.
Mereka tidak beres, itu adalah tahun jab mereka di hadapan Tuhan. Tapi tahun jab kita adalah menjalankan firman Tuhan. Nah, yang menarik adalah pertanyaan tentang Apakah cucu harus menjalankan tanggung jawabnya kepada kakek neneknya? Nah, tadi kita bicara bahwa sebenarnya si cucu itu, dia punya tugas utama adalah kepada orang tua dia. Kepada orang tua dia.
Jadi, kakek nenek ini sebenarnya bonus. Biasanya itu kakek nenek itu justru lebih suka memperhatikan cucu, ketimbang mengharapkan cucu memperhatikan kakek nenek. Nah, saya minta Bu Chris bacakan.
Firman Tuhan dari 1 Timotius pasal yang kelima ayat yang keempat. 1 Timotius 5 ayat keempat. Tetapi jikalau seorang janda mempunyai anak atau cucu, hendaknya mereka itu pertama-tama belajar berbakti kepada kaum keluarganya sendiri dan membalas budi orang tua dan nenek mereka, karena itulah yang berkenan kepada Allah. Jadi di situ Firman Tuhan bicara tentang Berkenan kepada Allah. Mereka harus belajar untuk apa?
Berbakti kepada kaum keluarganya sendiri dan membalas budi orang tua dan nenek mereka. Karena itulah yang berkenan kepada Allah. Jadi terjemahan berbakti itu sebenarnya sudah penerjemahan yang menurut saya sudah lebih berbau timur.
Sebenarnya aslinya itu adalah belajar menerapkan agama. Pertama-tama kepada orang tua. Belajar menghormati Tuhan dengan pertama-tama menghormati orang tua. Maksudnya kita mengasihi Tuhan dan mengasihi orang tua.
Kita belajar, ini loh, kamu pintar pelayanan di gereja, itu bagus. Tapi kamu jangan lupa, firman yang kamu terima di gereja itu kamu jalankan juga kepada orang tua, kepada kakek nenek dan seterusnya. Itu kira-kira bayangan.
Jadi belajar bertanggung jawab, belajar untuk berbakti, membalas budi itu adalah berkaitan dengan tanggung jawab kita kepada orang tua. Jadi ya mungkin saja kalau si cucu itu ada kemungkinan ya dia memperhatikan kakeknya. Kan banyak juga misalnya papa mamanya sibuk, kadang-kadang kalau cucunya libur, cucunya yang menemani neneknya ke dokter, dan seterusnya dan sebagainya.
Jadi itu sesuatu yang mungkin saja ya. Kita suka lihat di luar negeri misalnya cucunya sama neneknya ke pasar, waktu hari libur cucunya sama neneknya. pergi ke lab, misalnya, dan seterusnya. Nah, jadi itu adalah hal yang baik juga dilakukan.
Jadi, saya sendiri melatih anak-anak saya untuk menghormati orang tua, bukan untuk saya, not for the sake of me atau istri saya, tidak. Kamu harus jalankan firman. Kenapa?
Karena firman Tuhan begitu keras menegur. anak-anak yang tidak menghormati orang tua. Boleh Bu Grace baca lagi Efesus 6 ayat 1 dan 2. Di situ kita melihat kutipan dari hukum Taurat yang dikutip oleh Rasul Paulus tetapi di dalam versi yang sangat menarik. Efesus 6 ayat 1 dan 2. Judulnya Taat dan Kasih. Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan karena haruslah demikian.
Hormatilah ayamu dan ibumu. Ini adalah suatu perintah yang penting seperti yang nyata dari janji ini. Terus yang ketiga, supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi.
Kita melihat dari 10 hukum Taurat, satu-satunya yang ada janji cuma hukum kelima. 10 hukum itu semuanya tidak ada janjinya. Supaya kamu lanjut umurmu, supaya kata Paulus kamu berbahagia, maka Amsal menulis sebaliknya.
Kalau kamu tidak menghargai orang tua, tidak menghormati, kamu kurang ajar kepada dia, pelitamu padam pada hari gelap. Hari gelap. Satu-satunya jalan keluar pun hilang. Seperti orang yang dipecat dari pekerjaan, uang pesangon yang diberikan kepada dia di tengah jalan pun dirampok orang sehingga hilang. Jadi itu sebabnya kita mesti betul-betul berusaha untuk menjalankan tugas.
Nah, saya mau mengatakan begini, ketika orang tua melatih anak-anaknya memperhatikan papa mamanya atau memperhatikan kakek neneknya, itu sebenarnya adalah melatih mereka untuk menjalankan firman dalam kaitan dengan tugas kepada orang tua sebenarnya. Jadi dia belajar memperhatikan kakek nenek maksudnya supaya nanti ketika kakek neneknya sudah tidak ada pun dia belajar memperhatikan orang tua. Jadi itu adalah satu latihan yang baik untuk anak-anak kita. Nah yang terakhir Pak, ada seorang anak laki-laki satu-satunya dan mengalami kepahitan dengan mamanya.
Sebagai anak laki satu-satunya harapan dari mamanya sangat... tinggi. Waktu SD, anak ini sering dipukuli dengan sabuk pinggang. Jika tidak belajar dengan sungguh-sungguh, harapan mamanya selalu setinggi langit sampai sekarang.
Kemudian, selalu dibanding-bandingkan dengan saudara-saudara yang lain, sepupunya, teman-teman yang lain. Konsekuensinya, walau saya tidak membenci mama, tapi kami Susah dekat, tidak dekat. Bagaimana Pak menghilangkan kepahitan ini?
Mohon doa dan pencerahannya. Terima kasih, Bu. Jadi, saya sungguh sedih ya mendengarkan apa yang dialami.
Satu pengalaman yang tidak enak di masa kecil ya, dari mama kan umumnya mungkin kita lihat teman-teman kita, oh mamanya sayang gitu ya. Ini kan... Kok saya ngalami seperti ini?
Saya bisa mengerti, bisa merasakan bahwa yang saudara alami itu tidak mudah. Pengalaman yang kurang enak dari mama itu adalah hal yang tidak mudah. Tetapi bagusnya adalah dia kepengen sembuh.
Dia kepengen sembuh dari kepahitan ini, dia kepengen dekat lagi dengan mamanya. Berarti apa? Berarti saudara yang bertanya ini berusaha mengampuni.
Nah ini adalah hal yang indah. Nah pertama-tama... Saya mau mengatakan bahwa kesulitan seperti ini tidak mungkin kita bisa selesaikan dengan pertolongan manusia. Itu adalah anugerah Tuhan. Kita mesti minta kekuatan dari Tuhan untuk mengampuni.
Kita juga minta firman. Ini satu kebiasaan yang saya sharingkan juga dalam banyak podcast, yaitu minta firman. Orang Kristen itu jarang minta firman.
Kalau saya mau mengampuni, saya minta firman. Tuhan beri saya firman yang menggerakkan saya untuk mengampuni. Kalau saya mau menginjili, saya minta firman. Tuhan beri saya firman, saya kalau berkotba hari minggu, saya sering minta firman.
Tuhan beri saya firman yang membuat saya kotba berapi-api. Yang membuat saya sekalipun tubuh saya lelah, saya tetap semangat berkotba. Saya minta firman.
Dan waktu saya minta firman, saya baca Alkitab seperti biasa. Dan Tuhan memberi kepada saya firman. Yang menguatkan saya untuk bisa melakukan sesuatu yang berkenan kepada Tuhan. Jadi, pertama-tama bahwa kita perlu anugerah Tuhan.
Perlu anugerah Tuhan untuk bisa menjalankan firman Tuhan. Menghadapi kepahitan, mengampuni. Mengampuni itu hal yang tidak mudah. Mengampuni itu hal yang tidak mudah.
Semua kita mengerti bahwa ketika kita pernah dilukai, mengampuni adalah hal yang tidak mudah. Tetapi basisnya adalah bahwa pertama-tama yang harus kita senantiasa sadar, kita mengalami pengampunan Tuhan. Nah saya minta Bu Grace bacakan dua ayat.
Pertama Yesaya 43 ayat 25. Ini adalah satu bagian firman Tuhan yang Sangat indah tentang pengampunan Tuhan. Yesaya 43 ayat 25 Aku, akulah dia yang menghapus dosa, pemberontakanmu oleh karena aku sendiri, dan aku tidak mengingat-ingat dosamu. Nah satu lagi adalah Ibrani 8 ayat 12. Bagian ini mirip dengan yang di Yesaya, tetapi ada satu penjelasan yang berbeda. Ibrani 8 ayat yang ke-12 Ibrani 8 ayat 12, sebab aku akan menaruh belas kasihan terhadap kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa-dosa mereka. Nah kita melihat dari dua ayat ini bahwa pengampunan Tuhan itu adalah Tuhan menunjukkan belas kasihan dan menghapus dosa itu dan tidak lagi mengingat.
Jadi pengampunan Tuhan itu artinya apa? Tuhan bukan saja tidak menghukum kita, itu mengampuni berarti dia membebaskan kita daripada Hukuman, dia tidak lagi mengingat dosa kita. Jadi artinya apa?
Artinya, tanda kutip, kalau kita membaca dua ayat ini, Tuhan membuang kepahitan itu. Tuhan tidak mau kepahitan sama kita. Jadi, di sini kita mengerti bahwa Kepahitan itu harus dibuang.
Nah memang tidak mudah pasti karena itu sesuatu yang membekas secara perasaan, secara hati. Tapi firman Tuhan menginginkan supaya kita membuang. Kenapa? Karena kepahitan itu adalah racun yang merugikan kita sendiri.
Amsal misalnya mengatakan iri hati yang memusuhkan tulang, hati yang sedih, apa ya misalnya. Jadi sama, iri hati, kekhawatiran, dendam. Itu semua akhirnya merugikan kita. Maka satu ayat lagi Ephesus 4 ayat 31 itu adalah permintaan Paulus supaya kepahitan itu dibuang. Ephesus pasal yang keempat ayat yang ke-31.
Ephesus 4 ayat 31. Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian, dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu. Demikian pula segala kejahatan. Satu lagi Amsal 17 ayat 9. Amsal 17 ayat 9 juga memberikan kepada kita satu pengertian yang sangat penting berkaitan dengan apa yang kita alami dari Tuhan. Amsal 17 ayat 9, siapa menutupi pelanggaran, mengejar kasih, tetapi siapa membangkit-bangkit perkara, menceraikan sahabat yang karib. Nah, siapa membangkit-bangkitkan perkara, siapa membangkit-bangkitkan kesalahan.
Siapa mengungkit-ungkit kesalahan, dia menceraikan persahabatan. Nah disini artinya apa? Artinya Efesus 4.31 berkata, buanglah kebahitan.
Lalu Amsel 17.9 berkata, jangan ungkit-ungkit kesalahan orang lain. Kita belajar menutupi berarti apa? Mengakhiri sudah.
Seperti Tuhan tidak lagi mengingat dosa kita, kita minta kekuatan Tuhan untuk tidak lagi mengingat dosa orang lain. Biasanya orang cenderung itu, kalau dia tidak hati-hati, Kepahitan itu dipelihara atau terpelihara melalui pertama dia putar ulang memori. Itu sebabnya teknologi bisa dipakai setan melukai kita. Caranya apa?
Rekaman suara yang buruk itu ada terus. WA cacimaki itu ada terus. Itu mesti dibuang. Karena apa? Kalau kita mengalami dia maki saya lalu di WA.
Saya terus baca WA itu. Berarti apa? Saya menikam diri saya terus dengan kepahitan itu. Kalau tidak, oh rekaman itu.
Waktu dia maki saya, saya rekam dia misalnya. Lalu rekaman itu saya putar terus. Berarti saya melukai diri saya sendiri. Kepahitan itu adalah satu bom.
Orang menyebut racun, tapi saya menyebut bom. Bom yang kita taruh dalam diri kita, membesar dan suatu hari akan meledak. Kadang-kadang orang itu mengingat kepahitan itu, bukan dengan dia ingat sendiri.
Dia omongkan itu kepada orang yang dia benci. Waktu dia omong kepada orang yang dia benci, seolah-olah dia memahki orang itu. Tetapi, dia sedang memelihara memorinya terhadap kepahitan itu.
Dan yang ketiga apa? Melalui cara ngomong kepada orang. Jadi kalau saya nggak senang sama Bu Grace, saya ngomong kepada orang.
Itu bukan lagi jelekin Bu Grace, bukan. Lagi memelihara kepahitan dalam diri saya. Nah ini yang seringkali orang nggak paham.
Dia pikir saya lagi ngomongin Bu Grace kepada orang, saya lagi jelekin Bu Grace. Bukan. Saya sedang melukai diri saya.
Dengan menghidupkan memori-memori itu melalui ngomongin ke orang, melalui ngomongin kepada orang yang kita benci, atau kita taruh bom. Taruh bom yang akan meledak di dalam diri kita sendiri, yang akan membuat kita tersiksa, membuat kita terluka. Kita tidak bebas. Jadi ada seorang ahli mengatakan, pengampunan itu adalah kita membebaskan seorang tahanan.
Dan tahanan itu ternyata diri kita sendiri. Waktu kita mengampuni, ya sudah, kita selesaikan. Kenapa?
Basisnya apa? Karena Tuhan sendiri mengampuni kita dan dia waktu mengampuni kita dia tidak ingat. Bagi saya ini luar biasa. Kenapa luar biasa? Karena Tuhan Maha Tahu, Tuhan Maha Kudus hanya satu detik saja pun dia sudah bisa mengingat semua kesalahan kita.
Tapi ketika kita berkali-kali berkata Tuhan tidak mengingat dosa kita, itu luar biasa loh. Kita ketemu orang saja, satu detik kita ingat kesalahan dia. Sekarang kita berkata Tuhan tidak mengingat kesalahan kita, itu luar biasa. Nah disitu kita berkata Tuhan, kalau engkau tidak mengingat kesalahanku, mampukan aku untuk tidak mengingat kesalahan orang. Karena Tuhan sudah jadi teladan buat kita, karena Tuhan mampu menolong kita untuk tidak mengingat kesalahan orang lain.
Sekali lagi, makin kita mengingat, itu makin menjadi bom dalam diri kita, menjadi racun dalam diri kita. Maka apa yang harus kita lakukan? Pertama-tama, mengingat semua cinta kasih Tuhan kepada kita.
Seringkali orang yang kepahitan, orang yang dendam, adalah orang yang kurang. Ter-expose, kurang exposure dengan kasih karunia Tuhan. Semakin mendalam kita merenungkan kasih karunia Tuhan, dan semakin kita mengalami, kita tahu Tuhan, saya yang begini buruk saja Tuhan ampuni.
Masakan saya tidak mengampuni dia. Yang kedua, kita belajar untuk mengingat hal-hal baik dari orang lain. Misalnya dalam hal ini mama ya, belajar mengingat hal baik dari mama. Belajar mengingat penderitaan mama. Mama waktu mengasih kita, jangan kita ingat yang jelek, kita ingat hal baik.
Hal baik dari mama, apa yang dilakukan kepada kita itu dari Tuhan. Itu adalah bentuk cinta kasih Tuhan. Kita belajar mengingat itu.
Kita belajar mengingat itu dan kita minta kekuatan Tuhan untuk dekat. Kadang-kadang kita datang, belum bisa. Ada perasaan canggung, tapi kita coba lagi.
Coba lagi, coba lagi. Minta kekuatan Tuhan. Kalau rasa tidak kuat, jeda dulu. Jangan dulu. Tapi ada kekuatan, maju lagi.
mendekat lagi, dekat mama ajam makan, permulaan datang 15 menit, karena kita tidak tahan kan, pulang, mungkin kali berikutnya datang, berapa minggu lagi mungkin 30 menit, oh kita lebih kuat lagi, lama-lama lebih akrab lama-lama lebih akrab, dan itu memang memerlukan waktu, seringkali kalau orang bilang sama kita, maaf ya pak ya dulu saya pernah, oh jangan itu sudah lama, sudah tidak usah diingat tapi bagi saya Yang luar biasa, Tuhan Yesus meminta pengampunan kepada orang yang menyalipkan dia pada saat luka itu masih segar. Yesus berkata, ya Bapak ampunilah mereka. Saat itu dia minta ampun bukan hanya bagi orang yang menyalipkan dia, tapi bagi kita juga yang karena dosa kita dia disalipkan.
Dan pengampunan itu diberikan oleh Tuhan Yesus saat luka masih segar. Bukan ketika sudah lama, ketika sudah kering luka. Ketika sudah lupa, baru Yesus mengampuni.
Tidak. Nah, ini memang tidak mudah. Tapi teladan ini harus disampaikan bahwa Tuhan Yesus menjadi teladan, mengampuni kita.
Bahkan saat luka itu masih segar. Demikian. Bersyukur sekali Pak Anton, karena saya sendiri merasa sangat diberkati dan saya sendiri juga masih banyak kekurangan, kekurangan, kesalahan-kesalahan yang saya jalankan sebelumnya.
Kita semua tidak lupa. Terima kasih banyak Pak untuk waktunya. Demikianlah Truth and Love Podcast Gary Kebun Jeruk bersama dengan Pendeta Antonius Stephen Un dan diharapkan Anda bisa mengikuti di podcast berikutnya. Terima kasih.