📋

Perubahan Undang-Undang Cipta Kerja

Feb 17, 2025

Catatan Perubahan Waktu Kerja, Istirahat, dan Cuti di Undang-Undang Cipta Kerja

Pendahuluan

  • Pembahasan mengenai waktu kerja, istirahat, dan cuti diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.
  • Perubahan utama terjadi dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Nomor 11 Tahun 2020).

Ketentuan Waktu Kerja

Umum

  • Pasal 77 UU Ketenagakerjaan tetap mengatur waktu kerja maksimal 40 jam/minggu.
  • Pembagian waktu kerja bisa 5 atau 6 hari kerja:
    • 5 hari: max 8 jam/hari (Senin-Jumat).
    • 6 hari: max 7 jam/hari (Senin-Sabtu, hari ke-6 setengah hari).
  • Perusahaan bebas menentukan hari kerja.

Pengecualian untuk Sektor Tertentu

  • Ketentuan waktu kerja mungkin tidak berlaku untuk sektor usaha tertentu (misalnya pertambangan, perikanan).
  • Aturan lebih lanjut akan diatur dalam peraturan pemerintah (bukan peraturan menteri).

Penegasan Perjanjian Kerja

  • Penambahan ayat 4 pada Pasal 77: waktu kerja harus dicantumkan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan.

Waktu Kerja Lembur

  • Definisi: pekerjaan di luar waktu kerja biasa.
  • Ketentuan sebelumnya tentang waktu lembur:
    • max 3 jam/hari dan 14 jam/minggu.
  • Perubahan dalam UU Cipta Kerja:
    • max 4 jam/hari dan 18 jam/minggu.
  • Upah lembur tetap harus dibayar; pelanggaran dapat dikenakan sanksi pidana.

Istirahat dan Cuti

Waktu Istirahat

  • Istirahat antar jam kerja:
    • Wajib diberikan setelah 4 jam kerja; minimal 30 menit.
  • Istirahat mingguan:
    • UU Ketenagakerjaan: 1 hari untuk 6 hari kerja, 2 hari untuk 5 hari kerja.
    • UU Cipta Kerja: hanya 1 hari untuk 6 hari kerja; tidak ada ketentuan untuk 5 hari kerja.

Cuti Tahunan

  • Tidak ada perubahan signifikan: 12 hari kerja setelah 12 bulan masa kerja.
  • Ketentuan pelaksanaan diatur dalam perjanjian kerja.

Istirahat Panjang (Cuti Besar)

  • Diberikan setelah 6 tahun kerja: 2 bulan cuti pada tahun ke-7 dan ke-8.
  • Diatur dalam perjanjian kerja; ketentuan pelaksanaan diatur oleh peraturan pemerintah.

Kesimpulan

  • Banyak ketentuan bersifat umum; perlu peraturan pelaksana agar lebih implementatif.
  • Peraturan pelaksana kini lebih banyak diatur oleh pemerintah pusat, bukan menteri.
  • Penting untuk menunggu peraturan pemerintah untuk implementasi ketentuan ini.