Terima kasih. Ada ribuan tunas berbakat berserakan di seluruh penjuru negeri. Kenapa mengambil alat Anak Negeri Atas Angin?
Karena daerah sini dataran pegunungan dan kita bisa merasakan busan angin atau awan berkeliparan di daerah sini dan itu menunjukkan alasan kenapa saya memberikan nama Anak Negeri Atas Angin Anak Negeri Atas Angin itu Bukan sembarang nama, tetapi itu adalah mewakili tentang kebajikan tentang anak-anak. Sekaligus bawa harapan mereka masih punya kesempatan untuk berkesempatan. Aku ingin sekali ikut menyemai talenta-talenta itu. Segumpal motivasi yang mengantarkan kisahku bersama mereka, anak-anak negeri atas tangi.
Di sini, aku dipanggil Pak Bagus. Setelah lulus dari jurusan kepelatihan pendidikan olahraga di Universitas Negeri Surabaya, aku menjadi pengajar muda di kampung Gunung Julan, Lebak, Banten. Sepak bola menjadi salah satu cerita utamaku berbagi keahlian di sini.
Anak-anak Gunung Julang sangat mengemari olahraga ini. Lapangan yang berada di puncak bukit tak menyurutkan semangat kami untuk giat berlatih. Oke kumpul yuk 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Pertama pemainnya kita pemanasan dulu Jogging-jogging Habis itu baru game Siap? Siap Jogging 2 kali putaran Habis itu game 5, 4, 3, 2, 1 Melihat antusiasme mereka, aku berinisiatif mendirikan sekolah sepak bola atau SSB untuk mengasah bakat Garuda-Garuda muda ini.
Awalnya itu dari mendaftar Indonesia Mengajar, saya sudah bercita-cita ingin mendirikan SSB di sini. Tujuannya adalah untuk memfasilitasi anak-anak di sana dan memberikan kesempatan mereka untuk menerasakan, mencicipi keiluman sport science untuk sepabung. Gini, tuh. Tolong.
Tolong. Coba tuh. Oke, stop.
Ambil nafas. Satu. Setelah pemanasan, aku coba melatih dengan pola permainan yang lebih menyenangkan. Oke, sip. Yang dapat bola, hanya punya dua kepilihan.
Yang pertama hanya untuk mengung. Yang kedua untuk mesuting. Oke, siap.
Kapten, maju depan. Yang lainnya posisi. Bermain kejar-kejaran dengan jalur zigzag, melatih kelincahan mereka.
Setahun adalah waktu yang singkat untuk melatih mereka sampai mahir. Selamat pagi. Demi menjaga keberlangsungan SSB, aku mengajak Pak Yadi untuk menjadi kader pelatih. Aku berharap Pak Yadi bisa meneruskan SSB setelah masa tugasku selesai. Pak Bagus itu minta bantuan ke saya gitu ya, bagaimana kalau di sini ngadain SSB katanya.
Oke pak, bagus sekali kata saya, karena sambil berlatih gitu, berlatih untuk bagaimana cara bermain sepak bola yang baik, untuk mengajarkan sepak bola yang baik kepada anak-anak gitu. Kenapa milih Pak Yadi? Karena disini sangat kurang sosok yang mau melatih bola anak-anak. Dan Pak Yadi disini adalah salah satu guru di SDU saya dan membantu melatih disini. Beliau juga aktif di sepak bola PKI juga soalnya.
Dari sinilah aku mencermati bakat alami anak-anak Gunung Julang. Muiz salah satunya. Dia dan tim berhasil merebut juara satu dalam turnamen sepak bola Sumpah Pemuda Cup 2013. Singkatnya waktu menjadi tantangan tersendiri buatku.
Nama siapa? Andik Mau ketemu siapa? Mau ketemu Rapik Rapik Rapik Jinal Jinal Teman di masjid Si Mantri Herman Jumapo Jumrik Andik Jumrik Jumrik Jumrik Jumrik Jumrik Jumrik Jumrik Jumrik Tradisi juara telah ditunjukkan oleh MUIS.
Selain berhasil meraih juara satu dalam turnamen Sumpah Pemuda Cup usia SD, MUIS juga terpilih menjadi pemain terbaik di turnamen itu. Muiz berbakat, dia memainkan sepak bola berbakat di Lazimi dan dia mendapatkan beratikat pemain terbaik waktu kompetisi kemarin. Dia orangnya sportif, dia bermain sangat bagus dan harapannya dia akan menjadikan sekal bakal pemain masa depan dari Lazimi juga.
Saat Muiz ingin bergabung ke dalam SSB, sempat terbersih keraguan di benak orang tuanya. Kalau saya sih kadang-kadang ragu-ragu gitu. Kalau Muiz mau, ya saya bagaimana? Saya turutin aja gitu. Prestasi Muiz mendobrak keraguan itu.
Sebagai orang tua, saya merasa lega gitu. Melihat permainan dia ya, segitu bagus gitu. Jadi pemain terbaik lah.
Kebanggaan itulah yang ingin kutularkan kepada orang tuanya. Aku ingin membuktikan bahwa anak-anak mereka punya keunggulan dengan caranya masing-masing. Salah satunya lewat sepak bola. Kalau gak ada SSB, makin berat tuh latihannya.
Makin berat? Kenapa makin berat? Gak ada pembagus, gak ada latihan. Kenapa senang?
Karena bisa jadi pemain dan perbaik. Habis itu, setelah ada SSB, senang gak? Senang.
Kenapa? Bikin latihan bikin cukup baik sekali main bolanya. Metode melatih saya tidak seperti orang-orang pada umumnya.
Sebelum bermain, pemanasannya enggak melalui pemanasan yang harus pada umumnya, enggak. Tapi melalui bermain-main. Karena pada dasarnya anak-anak itu sebelum bertanding mentalnya harus bagus. Jadi dengan bermain-main itu meningkatkan mental mereka dan kerja sama tim juga.
Kemain berkualit, ketemu sama Andik, Bang Bang Pemungkas, Ilham, Mudin Armain. Muiz adalah satu dari sekian banyak Garuda muda yang ketemui di Gunung Julang. Bakat sepak bolanya telah membukakan mata bahwa mereka juga mampu berprestasi.
Pengiriman pengajar muda ini dirintis oleh Gerakan Indonesia Mengajar. Akhir tahun 2013 ini, genap sudah separuh perjalananku sebagai pengajar muda. Selama di sini, aku punya tempat berkumpul yang kami namai Rumah Pelangi.
Anak-anak biasa datang dan bermain bersama. Yang akan bikin saya kangen sama daerah sini, daerah Lebak situ ini, adalah anak-anak itu sendiri. Keceriaan anak-anak itu sendiri akan selalu terngiang di telinga saya. Setiap hari saya selalu mendengarkan celote-celote kadang bikin sebel, mau marah, tapi gak jadi karena mereka itu sebenarnya lucu.
hahaha dada dada dada dada hati nose c c c cinti di atas ditambah terus dibawah di bawah lebih gampang lebih gampang ini Sekarang masuk minggu santai setelah ujian semester ganjil. Murid-murid bebas berkegiatan sambil menunggu hari penerimaan rapor. Minggu santai bukan berarti tanpa kegiatan.
Aku mengumpulkan semua siswa kelas 5 untuk mengingat kembali beberapa materi pelajaran. Aku dipercaya menjadi wali kelas 5. Menjadi guru dari 51 siswa merupakan tantangan tersendiri bagiku. Apalagi saat aku tahu bahwa hampir semua muridku gemar bergerak ke sana kemari.
Untuk menjaga agar kelas tetap kondusif, aku punya jurus jitu untuk mencuri perhatian mereka. Masih ingat dengan review yang belum berhenti? Kalau saya bilang ini Metode mengajar konvensional tidak efektif memaksimalkan potensi anak-anakku.
Aku harus memadukan pengelihatan, pendengaran, dan gerak agar mereka bisa menyerap pelajaran dengan mudah. Apa yang dimaksud dengan proses fotosintesis? Metode ini terbukti ampuh, khususnya untuk pelajaran yang bersifat teori dan hafalan. Pada dasarnya anak-anak kelas 5 ini kecenderungan kinestetiknya sangat luar biasa. Ketika mereka diberikan pelajaran yang sepatnya konvensional menulis, jumlah 51 siswa kayaknya kurang efektif.
Kalau dikepadukan dengan kombinasi gerak, nuansa anak-anak akan makin kompetisnya lebih tinggi, dan itu biasanya lebih gampang terselat semangat itu sendiri. Pelajaran sosial, sains, bahkan agama pun bisa dipahami dengan mudah. Kalau saya bilang yang ini apa? Pusat! Mengaktifkan penglihatan, pendengaran, dan kecerdasan gerak tubuh telah membuka gerbang pengetahuan anak-anak.
Kebon kopi, jambu, lebah. Pasir awik, muara jantan. Lain ladang, lain belalang.
Lain kajian, lain pula penerapannya. Bagi muridku, matematika sering menjadi momok mengerikan. Akar ketakutan biasanya terletak pada kemampuan perkalian. Untuk meruntuhkan paradigma tersebut, aku mengenalkan anak-anak dengan metode jari matika. Aku membagi kelas sesuai dengan kemampuan perkalian mereka.
Level 1 untuk perkalian bilangan satuan, level 2 perkalian bilangan puluhan, dan seterusnya. 64 dikali 23. Setelah tahu cara memainkan cari, mereka bisa menyelesaikan hingga level ribuan tanpa harus menghapal atau melihat tabel perkalian. Kemampuan berhitung anak-anak berkembang pesat, salah satunya pada salah seorang muridku yang bernama Pari.
Awal kedatanganku, dia baru menghapal perkalian level 1. Kini dia mampu mengerjakan soal perkalian hingga level 4 atau ribuan. Gampang. Waktu itu level 1 sekarang jadi level 4. Sebenarnya 8 x 8, 64. Ini yang ditambah, di atas ditambah, terus di bawah yang dikali.
Lebih gampang. Jari Matika telah merubah matematika menjadi salah satu mainan mereka. Kini anak-anak sudah bisa membuat dan menyelesaikan soalnya sendiri tanpa harus didampingi.
Seringkali aku menyusuri desa bersama anak-anak. Kali ini kami menuju Lebak Pari. Tempat di mana kami bisa melihat relief pegunungan dan mengakumi indahnya alam ciptaan Tuhan. Namanya juga anak-anak.
Fenomena alam yang dilihat menjadi pemantik rasa ingin tahu mereka yang luar biasa. Disinilah arti kehidupanku, mengisi ruang-ruang pengetahuan yang mereka butuhkan. Kalau kalian lihat itu horizon, lihat. Garis lurus, sana, itu menunjukkan bahwa bumi itu bulan.
Sehingga akan terlihat hanya garis lurus. Meskipun kadang kerepotan menghadapi kepolosan mereka. Awan-awan, awan apa itu?
Awan sering ada yang... Jadi kalau dari kejauhan, misalkan sana hujan, itu seolah-olah langitnya, awannya jatuh. Sebenarnya itu kamu melihatnya adalah air hujan yang sedang turun.
Kalau air hujan turun, dilihat dari sini kelihatan kayak air mancur tau, air mancur. Tapi kalau ada awan hitam... berkumpul namanya kumulonimbus itu lama-lama akan turun hujan dan kalau turunnya hujan itu cara deras kayak kelihatannya langitnya jatuh ya dari mereka aku belajar tentang keceriaan hati dan bagaimana mebebaskan ekspresi tentang keceriaan ya, keceriaan jujur, saya sebenarnya orangnya introvert saya paling males untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya di luar jaim lah ini saya itu orangnya jaim dan berhubung ketika bermain sama anak-anak, gak tau kenapa Jaim, rasa jaim itu hilang semuanya.
Bahkan bisa dibilang saya itu kayak gila. Kemarin bermain ekspresi atau apa-apa sama Nana itu enggak tanggung-tanggungan. Ini benar-benar separuh dari bagian bulan tidak mendapatkan cahaya.
Kalau ada bulan pertama ada menurut saya. Kesejukan seperti inilah yang akan kurindukan. Aku bangga pada mereka, kepolosan mereka, rasa ingin tahu mereka, hingga gelak tawa dan keceriaan mereka. Terima kasih anak-anakku, anak negeri atas angin.
Impianku mengabdi di sudut negeri sempat buyar ketika mendapati kenyataan aku ditempatkan di Lebak, Banten. Awalnya ketika mendapatkan penempatan Lebak, saya sempat marah. Saya sempat emosi, nggak suka. Ah, Lebak dekat dengan Jakarta. Tapi setelah ketika saya datang di sini, saya baru menemukan, oh, karena memang, saya baru merasakan saya memang pantas di sini.
Karena memang saya harus di sini. Kampung Gunung Julang menjadi kampung keduaku. Desa ini dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor selama kurang lebih 4 jam dari Jakarta.
Kedekatan jarak dengan pusat kemajuan tidak menjadi tolok ukur meratanya pendidikan. Buktinya, guru berdedikasi tinggi yang mau mengabdikan dirinya seperti Pak Arsad bisa dihitung jari. Selain sebagai rekan guru, Pak Arsad...
adalah bapak angkatku di sini. Sampai jam berapa, Bu? Ya, jam berapa aja.
Kadang-kadang sampai sore. Sehari jadi ya? Seperti warga pada umumnya, Pak Arsad juga bertanding. Beberapa kali aku diajak ke sawah untuk merasakan tradisi panen di sini.
Unik sih. Jadi menggunakan alat namanya etem, kalau dijauhkan menggunakan langsung sabit gitu kan enak. Kalau ini harus satu persatu nih. Dan kalau tidak hati-hati, tangannya bisa merah nih. Bisa lagi meter nih.
Dan dari tadi setengah jam yang lalu hanya dapat segini. Bebas sebanyak-banyak disini, tinggal ambil aja bebas. Tradisi juga bisa memunculkan kreasi.
Salah satunya dari Batang. kemarin saya diajarkan sama anak-anak membuat trompet dari padi caranya gampang, ambil pangkalnya, dipotong seperti ini, ujungnya, dibolong kemudian diremas sehingga akan menjadi 4 sudut seperti ini, dibuka, ditiup Waaah, waaah, waaah, waaah. Sambil beristirahat, aku bermain bleson.
Kreasi kas meriam rakitan yang ketemui di desa. Saat padi sudah merunduk, bleson menjadi alat ampuh untuk mengusir burung. Usai sudah panen padi untuk hari ini. Seperti biasa, ibu sudah menyiapkan makan siang di saung milik keluarga. Kebersamaan sederhana seperti ini baru kurasakan di sini.
Di rumah nggak pernah, nggak punya sawah sih. Merasakan nikmatnya makan-makan seperti ini baru di sini. Ternyata beda ketika makan di restoran sama kekeluargaan. Rasanya beda, apalagi habis panen. Nikmatnya lebih nambah.
Makasih Pak, makasih Ibu. Bapak dan Ibu sudah seperti keluarga kandungku sendiri. Kasih sayang mereka benar-benar tulus dari hati.
Dari Bapak dan Ibu, aku belajar berbagi kasih dalam kesederhanaan. Seperti ilmu padi, makin berisi makin membumi. Hampir semua rumah memiliki lumbung padi keluarga, termasuk juga Pak Arsad. Seperti tradisi nenek moyang di desa Lebaks itu, Pak Arsad dan warga desa tidak pernah menjual padi hasil panennya. Mereka menyimpan padi yang sudah kering di lumbung padi atau leit masing-masing.
Padi adalah tabungan, padi adalah lambang kemakmuran. Selama ada padi yang tersimpan, Pak Arsad dan warga pun bisa tenang. Terima kasih telah menonton! Bola, anak. Sore ini anak-anak sudah membawa senjata mereka menuju bukit di belakang sekolah.
Perang pun dimulai. Tiga, dua, satu. Selain untuk mengusir burung pemakan padi, Bleson sering digunakan anak-anak untuk bermain.
Pada kalau sore-sore gini sama anak-anak karena banyak yang punya permainan bleson ini, sekalian aja kita main-main menggunakan bola. Biasanya kan anak-anak tanpa bola, sehingga hanya kesan-kesannya hanya suara saja. Tapi kali ini kita gunakan seperti airsoft gun, tapi ini menggunakan bleson gun.
Sekaligus mengajarkan anak-anak bahwa tekanan udara tadi melemparkan bola yang semula di dalam secara meleset ke depan dengan akibat ledakan yang dihasilkan tadi. Meriam rakitan dari susunan kaleng bekas ini menunjukkan kearifan lokal di bidang kreasi dan desain. Rancangan blason ini juga aman karena menggunakan pemantik listrik dari bekas korek api.
Hai menimpa mata Dengarkan, kalian tau bagaimana ini bisa terjadi ledakan? Tau gak? Tau Asalnya menulis dari seperti ini Kalian menyemprotkan dari spiritus Spiritus itu adalah zat kimia Ketika disemprotkan Maka di dalam ini, spiritus mengalami penguapan. Menguap.
Menguap dari bentuk cair menjadi gas. Uap. Kemudian, dia terpicu oleh pemantik ini, api.
Sehingga dalam waktu singkat terjadi proses ledakan secara singkat yang disebut dengan ledakan. Tanpa kalian sadari, kalian sendiri bermain permainan tentang reaksi kimia. Bagiku, Bleson adalah aplikasi dari ilmu, teknologi, dan seni tingkat tinggi yang secara tidak langsung telah mereka pelajari di usia yang masih dini. Ledakan kreativitas muanakan aku. Terima kasih.
Selamat pagi Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Karena saat ini kan sedang gak ada pelajaran ya Nah daripada kita nganggur, Bapak punya lomba nih Mau ikut? Ada dua lomba Lomba menggambar Menggambarnya tiga dimensi Nanti saya ajarkan Yang kedua, Festival Kolecer Masih suasana minggu santai. Pagi ini, aku mengajak anak-anak menuangkan imajinasi dalam bentuk batik dan kincir angin.
Ini bisa kita dikategorikan jenis batik batik 3 dimensi ini contoh siapa tau buatan kalian jauh lebih bagus daripada buatan bapak bisa? yang sudah siap silahkan ambil kertasnya satu ayo antri antri antri budayakan antri belakang belakang Dalam sekejap anak-anak sudah tenggelam dalam kertas dan kombinasi warna. Batik tiga dimensi ini, awalnya anak-anak disini sangat suka menggambar, kemudian mereka tetapi merasa kurang terapresiasi.
Mereka merasa, Pak gambar saya jelek, gambar saya jelek. Jadi ketika dipublikasikan mereka merasa malu. Pengalaman ku sebagai duta pariwisata Bojo Nugoro pada tahun 2007 mendorong ku untuk mengangkat kembali rasa percaya diri mereka melalui batik.
Dan ini kan jarang-jarang kan, batik atau dari cara-cara tan. Karena mereka melihat hasil karya ini dan mereka bagus, setidaknya meningkatkan rasa percaya diri mereka dalam seminggu. Hanya dalam waktu singkat, karya mereka sudah bisa dilihat.
Kemerdekaan memilih warna dan motif membuat batik tiga dimensi karya mereka terlihat unik dan mempesona. Selain batik, ada ciri khas desa yang patut dilestarikan, yaitu kelecer. Kolecar adalah kincir angin yang sudah menjadi simbol desa Lebaksitu.
Di kalangan anak-anak masih sedikit yang memiliki keterampilan membuat kolecar. Menurutku penting mendorong anak-anak mengasah keterampilan ini. Karena mereka lah yang akan mewariskan ke generasi selanjutnya.
Tujuannya adalah meningkatkan kecintaan mereka terhadap seni, sekaligus merupakan salah satu apresiasi terhadap seni. Ketika mereka berkarya, kemudian diapresiasikan banyak orang, itu akan memunculkan, oh iya ya, ternyata berkarya itu sangat menyenangkan. Disinilah aku bertemu seniman-seniman muda yang siap melestarikan dan mengembangkan budayanya. Parit, yang menonjol dalam seni peran ini, terpilih menjadi satu-satunya perwakilan SDN 1 Lebak Situ di Ajang Kemah Budaya Kabupaten Lebak.
Parit. anak yang aktif, tapi sangat berbakat. Dia kemampuan vokalnya sangat bagus, kinesthetiknya juga bagus, cuman mungkin sebelum-sebelumnya dia terlalu terfasilitasi, sehingga saya memfasilitasi dia untuk seni peran nanti kemah budaya. Bagi ibunya, terpilihnya Parit mendatangkan kebanggaan.
Ya bangga lah, ya nggak disangka gitu ya anak saya kok bisa kepanggil, bisa kepilih, jadi apa namanya tuh mewakili SD Siringgup. Di balik kebanggaannya terbersih sedikit kekhawatiran dan faktor ekonomi, seringkali menjadikan harapan menjadi angan-angan. Itu sih, pengennya anak saya tuh walaupun ya tinggal di kampung, nanti udah gedenya pengen ya punya ilmu yang mempaat gitu. Sekolah-sekolah tinggi tuh kayaknya...
Ya melihat situasi orang tuanya kan begini, jadi takut nggak kebiaya gitu. Namun bagi Parit, ini adalah ajang mengasah bakat bersama teman-teman baru dari luar desa. Aku hanya ingin memastikan bahwa semangat dan potensi Parit terus terasah. Hingga nanti dia sendiri yang merobohkan dinding-dinding penghalang yang sempat mendatangkan keraguan. Sore ini kami menuju Pupunyul, tempat lapang di tengah desa yang kami gunakan untuk berlatih teater.
Sebelah sana ikuti jujur. Jadi ngambilnya dari bawah gini. Jadi kalau jujur, apa kaget bendera kayak gitu.
Farid dan teman-temannya berbagi tugas untuk mendokumentasikan kegiatan. Mereka mengajakku membuat film tentang anak negeri atas anu. Kemudian cium bendera merah putih itu. Sebelum tampil, Parit perlu mengetahui pentingnya penghayatan, mimik, dan ekspresi dalam mendeklamasikan puisi. Ini binatang biar peluru dan bisa kubawari Hingga hilang perih dan lebih tidak penuh Di alam terbuka dan panggung seadanya penampilan Parit tetap mempesona.
Setiap malam, Parit adalah salah satu anak yang rutin menginap di rumah pelangi. Rumah untuk anak-anak belajar dan bebas berkreasi. Kami menutup malam dengan menonton bersama.
Tradisi, seni, dan imaji mereka bawa ke alam mimpi, hingga esok beraktivitas kembali. Dia sebenarnya secara akademis, secara nilai ulangan kurang. Tetapi secara karya, dia sangat bagus.
Di rumah Pelangi, anak-anak sudah membagi tugas bersih-bersih secara mandiri. Hari ini adalah hari penerimaan rapor. Bertemu wali murid merupakan ajang silaturahmi bagiku. Di kesempatan ini, aku ingin menunjukkan bahwa anak mereka hebat lewat caranya masing-masing.
Tapi disini saya ingin membuktikan Bapak dan Ibu sekalian bahwa putra-putri Bapak itu sebenarnya hebat-hebat Hebat-hebat Bahkan Bapak Ibu ya Perkalian seperti ini yang ramas sudah bisa Jena, mana Jena? Jena, baiklah Jena Satu langan, dua jenah Dua nya adalah Dua Pertama untuk selaturami Yang kedua adalah berbagi kebahagiaan dan kebanggaan Kenapa? Banyak rata-rata orang tua di sini tidak tahu bahwa anak-anaknya itu semuanya berprestasi dengan caranya masing-masing. Dengan saya tunjukkan bukti langsung, orang tua akan menyadari bahwa oh iya ya, anak saya itu bisa.
Oh iya ya, anak saya itu berbakat. Jadi itu harapannya. orang tua dan ini biasanya saya berikan kepada anak-anak yang mempunyai kemampuan spesial karena jenal bisa kekalian level 4 jadi saya berikan pemerkaan bingkar udara untuk jenal belum pernah kan?
ada polisi dipaksakan di dadanya Aku ingin menunjukkan bahwa kecerdasan itu majemuk. Tidak hanya diukur dari kemampuan akademis semata. Dia sebenarnya secara akademis, secara nilai ulangan, kurang. Tapi secara karya, dia sangat bagus.
Ada rambut yang sedikit di sini? Ada. Pin Garuda itu merupakan simbol tentang multiple intelligence. Bahwa setiap anak itu cerdas dengan caranya masing-masing.
Tidak semua anak itu cerdas secara akademis, tapi ada juga yang secara non-akademis. Kenapa orang tuanya menempelkan? Itu agar membukas pada anaknya bahwa saya itu lombusa ini. Dan orang tuanya pun bangga di depan orang tua yang lain, saya bangga memiliki anak saya.
Dalam kemajemukan ada warna-warni keindahan. Garuda-garuda muda mengingatkanku pada pelangi. Itulah salah satu yang menginspirasi munculnya nama rumah pelangi. Pilot, kau berangkat kerja, ayah.
Memakai seragam pilot, ayah. Rumah Pelangi, bicara tentang pelangi itu adalah perpaduan dari beberapa warna dan ketika itu menjadi satu, itu akan menjadi satu keindahan. Nah, anak-anak itu memiliki bakat dan potensi masing-masing.
Ketika disediakan satu padu, maka itu akan menjadi satu mahakarya menurut saya. Rumah Pelangi, sebuah wadah potensi bagi anak-anak negeri atas angin. Hai meskipun aku terus dicaci karena prestasiku aku harus terus bersahabat dengan ilmu hai hai Ini adalah film yang telah kami buat bersama.
Tak kusangka, pengalaman menjadi sutradara semasa SMA bisa kubagikan untuk mereka. Awalnya cerita dari film filming anak negeri tersebut adalah Awalnya di rumah pelangi nonton Nonton video, kemudian anak-anak ngotak-atik laptop saya Kemudian melihat ada film saya Terus mereka, itu bapak itu iya itu bapak dan kebetulan dulu waktu SMA memang kita buat film dan anak-anak tertarik pak ayo bikin film versi kita oke bagus nih sehingga saya manfaatkan untuk memberikan kelas teater buat mereka mengajarkan mereka untuk bagaimana berekspresi berani tampil di depan kamera dan sekaligus mungkin ini out of the box ya anak-anak selusia mereka belajar tentang sinematografi Rapor sudah diterima, libur sudah di depan mata. Namun anak-anak negeri atas angin ini tetap datang untuk belajar.
Rumah pelangi seakan tak pernah sepi. Begitu banyak pelajaran yang kudapati, meski masa pengabdianku baru 6 bulan. Pelajaran yang saya dapatkan di sini, satu tentang bagaimana bersosial.
Jadi sebelumnya saya sangat antisosial. Setibanya di sini saya tidak punya siapa-siapa, datang sendiri secara otomatis memaksakan saya bersosial. Itu pelajaran yang saya dapatkan.
Kemudian belajar tentang... Pendidikan, saya percaya bahwa pendidikan itu anak-anak memiliki kecerdasan dengan caranya masing-masing. Itu yang baru saya dapatkan di sini, melihat potensi dari anak-anak di Raya Lebak ini.
Kemudian yang ketiga adalah tentang karya. Ternyata karya anak-anak itu bisa lebih hebat daripada karya-karya kita sendiri. Justru kita bisa belajar tentang bagaimana cara membuat karya yang tidak pernah kita ketahui dari anak-anak itu sendiri. Pelajaran tersebut akan menjadi bekal pada langkah perjalananku selanjutnya. Setelah kerja mengejar, saya memutuskan untuk terus mengabdi pada tiga.
Pendidikan, olahraga, dan seni. Lebak situ telah menjadi guruku. Guru yang mempertemukanku dengan garuda-garuda muda berbagai warna.
20 atau 30 tahun lagi, warna-warna mereka akan menghiasi negeri ini. Terbanglah Garudaku. Dalam kebinekaan, aku yakin Indonesia terus maju. Saya menyadari anak-anak memiliki potensi ini justru dari ketika bermain-main. Dari hasil melihat selama di kelas, melakukan observasi, ternyata anak-anak sebenarnya punya bakat potensi namun kurang difasilitasi dan kurang tersalurkan.
Sehingga begitu kita memberikan dia kesempatan untuk berkarya, berapresiasi, kita akan bertahu di himba.