Transcript for:
Marketing dan Kepenulisan: Koneksi Penting

Kalau ada video viral dikit, dibilang S3 Marketing. Saya pas baca itu, ini bukan S3 Marketing. Saya tuh nyari pacar kayak apa, itu dimulai bukan, ah saya pengen cowok kayak jungkuk gitu kan. Dan itu saya selalu bilang ke tim saya, tim kreatif gitu ya, jangan dong ngandelin Power, ngandelin Canva, atau apa pun itu gitu. Andelin kita.

Saya pernah presentasi satu tim itu datang pakai kostum Power Ranger. Jadi Markom itu dilihat sebagai marketing. Buku Markom itu hanya...

Geologi Teras Siapa sih yang gak kenal sama buku ini? Ya kan? Atau at least, lo tuh pasti pernah denger judul buku ini?

Atau paling enggak nih, lo pernah ngeliat buku ini ketika berjejer atau bertengger di rak buku kesayangan? Gimana enggak? Ya buku ini aja nih ya udah menjadi top 10 buku terlaris di Gramedia dari tahun 2019. Alias ya udah 5 tahun lamanya. Apalagi nih ya buku ini tuh pernah mendapatkan penghargaan Book of the Year di Indonesia International.

di channel Book Fair tahun 2019 juga. Tapi ya, di sini gue nggak bakal bahas soal bukunya sih. Karena apa?

Karena lo tau nggak, ternyata penulisnya ini adalah seorang praktisi marketing yang pengalamannya tuh udah nggak main-main sih lamanya. Tau berapa lama? 25 tahun lebih.

Dan nih ya, yang lebih quote-unquote gilanya lagi, dia tuh kerjanya di world top agencies gitu loh, kayak Leo Burnett, Ogilvy, sama Edelman. Makanya dia... Dia tuh paham banget sama yang namanya market research, consumer behavior, sampai ke brand communication. Dan lo tau gak kalau dia ini penulis mega bestseller ini tuh bakal ngerilis buku terbaru lagi. Judulnya sih menurut gue menarik banget ya, Belajar Marketing, Belajar Hidup.

Yes, buku ini tuh bakal ngebahas soal hal-hal dalam marketing, dalam penerapannya di kehidupan. Tapi apa iya ini dua hal ini bisa digabungin? Yulah kita kulik aja sama-sama.

Insightnya dari penulisnya langsung Oke, halo pagi Om Piring Selamat pagi Thank you banget udah nyumpetin waktu Ini terhitung cepet sih Dari pas jangkian ke syuting tuh lumayan cepet Oh iya dengan senang hati, Ica Makanya thank you banget Mungkin aku langsung nanya aja kali ya Silahkan Om Piring ini kan aktif banget Terus kayak nulis, blog masih gak sih? Kemaren kayaknya ada bolong-bolong Blog udah enggak Tapi baru bikin buku lagi, baru nulis buku Betul Ya lumayan sibuk lah, pengen tau aja sih Emang seorang penulis tuh bagi waktunya gimana sih? kamu kan sama keluarga juga, punya anak juga. Sekarang udah nggak terlalu sulit, sejak saya memutuskan menjadi full-time writer ya. Jadi menulis penuh waktu.

Kalau sampai tahun lalu kan saya masih kerja ya, di corporate. Terakhir itu tahun lalu? Ica.

Mulai tahun ini memutuskan nyoba deh, nyoba jadi penulis full-time. Tentunya lebih mudah dalam mengalokasikan waktu kan. Kalau harus tetap kerja full-time sampai nulis, nah itu yang repot.

Sebenarnya aku pengen kepo sih, kayak triggernya oke, kayaknya harus jadi full time writer deh. Tapi aku mungkin sebelum kes itu mau nanya soal pengalaman marketing dulu. 25 tahun.

Ica, udah tua. Kok bisa lama banget, nanganin tanyaan apa aja. Saya ya suka dukanya ada pengalaman yang berkesan.

Ya cerita aja gitu, pengen tau. Ica, jadi sebenarnya cerita saya cukup unik karena diawali dengan murtad dari jurusan. Saya bilang murtad. Bukan ada nyambung ya jurusannya?

Enggak, saya kuliah akuntansi. Enggak nyambung banget gitu kan. Biasanya kan kalau lulusan akuntansi kan maunya kerja di kantor akuntan publik.

Atau kalau di korporat tuh di Departemen Finance gitu. Nah awalnya saya sempet tuh ngerasain di rekrut dalam program management trainee untuk finance. Tapi setahun kok enggak tahan ya nge-initin angka terus ya. Nge-initin Excel terus, spreadsheet terus.

Dan ya ini ya syukurnya. itu karena perjalanan kita dibantu sebenarnya jadi oleh perusahaannya saya malah dipindahkan ke marketing ini yang Tobacco itu bukan? iya di BAT British Amin Tobacco gitu itu diakomodir keinginan saya gitu dan udah dari situ karir saya 25 tahun di marketing lebih banyak lagi sebenarnya di advertising jadi dari 25 tahun itu sebagian besar itu ada di dunia periklanan karena marketing ini cukup kuat juga ya ada yang manage sosmed, tapi ada yang khusus bikin campaign atau iklan.

Itu baru promosinya aja, komunikasinya doang. Ada lagi ya? Ica, nah itu dia, itu juga kenapa saya menulis buku yang baru itu, karena banyak orang yang menulis buku yang baru.

Salah paham, mencampur adukan marketing sama marketing communication. Jadi, markom itu dilihat sebagai marketing. Buku Markom itu hanya satu subset kecil dari marketing. Cuma karena dia yang paling kelihatan.

yang paling seksi, paling seru, paling kreatif. Kalau ada video viral dikit, dibilang S3 Marketing. Saya pas baca itu, ini bukan S3 Marketing. Jauh banget.

Jadi memang itu ada kesalahpahaman. Nanti kita bisa obrolin. Tapi waktu pas jadi manajemen trainee itu MT, terus kan ditawarin untuk pindah ke marketing.

Apa sih yang bikin waktu itu oke pengen coba deh, eh terus betah sampai keterusan? Saya rasa waktu saya menyadari saya punya interest in human behavior. Oke.

Jadi waktu saya kerja di finance gitu ya, ngurusin laporan keuangan segala macam, audit system. Ya semuanya logis, semuanya butuh analytical skill. Tapi terus... Terus human factor-nya mana? Itu kan lebih butuh kemampuan analisa angka, segala macam gitu kan.

Nah, disitu saya semakin menyadari bahwa saya harus bekerja di mana disitu dunianya ada faktor manusia. Bukan berarti bekerja dengan manusia ya, beda loh. Bukan berarti saya harus non-stop kerja dengan manusia lain, enggak. Tetapi dunianya itu menyangkut perilaku manusia. Oke.

saya dipindahkan ke marketing dan saya bersyukur luar biasa karena waktu itu function marketing pertama jadi saya dipindahkan itu ke market research, riset pemasaran. Dan suka? Dan suka banget. Riset pemasaran itu saya suka karena objeknya itu kan manusia, riset pemasaran itu kan konsumen. Ada kualitatif, ada kuantitatif, ada FGD, ada survei.

Survei yang terjun langsung gitu, yang benar-benar one on one. BIN Ica, tapi kan bukan saya pelaksanaannya doang. Tapi pernah nggak melakukan itu waktu di Mt?

Harus. Jadi kan kalau di dunia korporat itu kan riset bisa seribu orang. Benar-benar.

Dan itu pasti menggunakan pihak ketiga. Tapi desain question-nya, terus lihat analisa statistiknya, gitu. Jadi itu komplit sekali menganalisa manusia dari baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

Nah itu saya senang banget mengamali dari situ. Apa ada pengalaman apa nih Om yang berkesan kali ya dari 25 tahun? itu kan pasti lama banget, kayak nggak bosen kah? Nggak, jadi orang banyak bertanya itu kan dan itu mungkin sebabnya saya betah di dunia advertising lebih banyak daripada corporate karena kalau kita di dunia advertising, itu kan kliennya macem-macem nggak ada bosennya Karena agency based juga ya, misalnya tempat kerjanya obyeknya itu agency gitu kan? Agency, agency Bukan, bukan Jadi, pagi ini saya meeting tentang main instant nanti siang meeting tentang bedak bayi nanti sore tentang internet banking gitu kliennya bisa itu gitu kan paginya besoknya lagi meeting tentang burger promosi burger terbaru ya kan gitu siangnya HP terbaru sorenya ada saya udah banyak banget minuman FMCG up you name it deh mau skincare mau food gitu kan mau snack permen teknologi jadi Jadi smartphone, saya cukup enjoy sektor itu.

Telco, ah! Nah, lalu Om Piring sendiri ada pengalaman yang kayak gitu gak sih? Selama handle klien, ngeluarin ide campaign, masih initiate campaign atau iklan gitu. Jadi kalau di advertising agency itu kan kita selalu harus mem-pitch idea kan.

Mempresentasikan ide waktu kerja di agency kan. Kami punya ide iklan seperti ini, kami punya ide promosi seperti ini kan. Dan sebelum pandemi tentunya ya semua meeting itu offline gitu. Jadi saya selalu enjoy kalau lagi pitching gitu ya, mau tender nih, mau memenangkan bisnis klien baru, itu bagaimana supaya presentasinya itu seru.

Jadi ada theatrics-nya. Dan itu saya selalu bilang ke tim saya, tim kreatif gitu ya, jangan dong ngandelin powerpoint, ngandelin kanva, atau apa begitu. Ngandelin tubuhmu. Jadi presentation harus di you, bukan deck itu.

Jadi ada pengawasan. Malah lucu, kita pernah presentasi satu tim itu datang pakai kostum Power Ranger. Oke, kliennya apa nih waktu itu?

Ada waktu itu, Indofood. Karena ide ceritanya ada Power Ranger. Jadi saya bilang gitu, kita nggak bisa nih salah satu dari kalian harus cari kostum itu. Nggak mau tahu, datang pakai baju Power Ranger.

Itu pernah. Nah, saya pernah presentasi itu datang dengan mungkin tujuh apa. Apa delapan rantang makanan beneran.

Buat dibagi-bagi? Ica, langsung di... Karena topiknya relevan.

Jadi bukan untuk dibagi-bagi, karena itu bagian dari ceritanya. Jadi saya membuka presentasi, saya buka tuh ranteng. Ada makanan Manado, makanan Aceh, makanan apa. Kalian lebih bingung karena belum pernah ada orang kayak gitu. Biasanya kan pasal tasnya cuma colok proyektor gitu kan.

Tapi saya kan nggak suka hal yang klise kan. Jebrat-jebrat makanan gitu. Mereka bingung maksudnya apa gitu kan. dan saya nanya ke calon.. oh itu relevansi sama.. ada, ada karena kliennya yang di page itu produk makanan produk food maksudku lantas apa korelasi si rantang itu kehadiran rantang-rantang penuh makanan ini dengan ya ada karena saya menanyakan ke klien gitu menurut bapak ibu apa kesamaan dari semua makanan dari Sabang sampai Merauke gitu kan terus mereka jadinya kan engage kan, pedes Nggak, ini nggak pedes, saya bilang.

Apa ya? Asin ya? Aku mau bayangin, ini seru banget.

Ica, seru. Makanya harusnya dunia advertising bisa seseru itu. Sampai akhirnya mereka bingung.

Terus saya bilang, ini loh benang merahnya dari makanan Indonesia adalah ini. Nah, begitu mereka lihat itu, masuk ke presentasi. Terus cerita aneh lain lagi tuh, kita mau presentasi ide cerita.

Kan storyboard biasa dong ya, kalau presentasi. dimana salah satu adegan itu ada orang keramas. Apa yang kita lakukan, anggota saya keramas beneran di ruang meeting. Saya nggak bohong, beneran keramas. Jadi dia diam-diam, dia ngambil ke toilet, dia bawa gayung sendiri di depan klien.

Dia basahin rambutnya sampai ruangannya basah dan dia pakai shampoo sampai berbusa. Nah ini sebenarnya bagian dari marketing juga. Terlepas apakah idenya diterima atau nggak, nggak usah nggak diterima deh ide. Tapi klien ketawa setengah mati dan memori. Jadi memori.

mereka selamanya inget, hebat ya agensi yang itu ya, tim yang itu tuh bikin caranya tuh kreatif banget tapi itu semua datangnya dari om Piring, inisiatif-inisiatif kayak gitu atau? ada beberapa, atau tim, tentunya kan saya cuma bisa mencetuskan, pada mau gak gitu kalau pada mau ya kita lakukan nah itu saya pikir GNZ mungkin sekarang yang sangat high tech itu harus kembali ke ilmu presentation yang analog gitu Ya bagus kamu pakai AI, Canva, chat GPT, Meet Journal, semua sudah cantik pakai video. Tapi semuanya tergantung pada gadget dan teknologi.

Saya dulu waktu di agensi, saya selalu bilang ke tim saya, apalagi training, saya bilang, bayangkan kamu harus presentasi, laptop kamu rusak, tidak ada listrik, file tidak bisa dire-retrieve. Kamu harus bisa tetap presentasi. Bisa nggak?

Kalau sampai kamu bilang, saya nggak bisa presentasi tanpa itu semua. Berarti kamu nggak menguasai presentasinya. Kalau kamu menguasai presentasinya, nggak ada HP, laptopnya mati, nggak ada internet, yang ada hanya tubuh kamu, dan suara kamu, dan isi kepala kamu, kamu tetap harus bisa presentasi ide-nya.

Kalau nggak bisa berarti kamu udah terlalu tergantung pada benda-benda lain. Oke. Mungkin nextnya aku mau nanya soal si marketing dan kepenulisan.

tulisan kali ya Amin kayak banyak yang bilang Wah om Piring ini banyak yang enggak tahu kan dia adalah marketer sebuah dunia yang berbeda belakang banget dan segala macam kita mungkin kita mau aku mau ngajak om Piring mendeskripsikan kali ya melihat dua dunia ini kayak gimana sih si marketing dan menulis ini kecintaan kedua bidang ini tuh sama aja ada benang merahnya kayak gue sama karena gue sama-sama bisa itu ada human touch nya or something like that terus kayak ya dua-dua dunia ini beneran berbeda atau sebetulnya ada korelasinya tuh kayak ini bantuin activity di sini dan ini bantuin activity di sini kayak gitu maksudnya iya jadi buku terbaru saya ini belajar marketing belajar hidup ini kan buku saya yang ke delapan oke gitu jadi buat pembaca saya yang mungkin ngikutin buku-buku saya itu mungkin malah bingung karena tiba-tiba saya bikin buku tentang marketing kan ini semua buku yang lain tuh 7 buku sebelumnya 6 itu non-fiksi pengembangan diri satu fiksi gitu yang pertama banget ya bukan ingin hitam hitam buku ke-6 jadi buat mereka malah bingung gitu sebaliknya orang-orang yang kenal saya udah lama malah bingung Kenapa dari dulu saya nulis buku marketing Oke buat yang mengenal saya itu kan di dunia pekerjaan udah 25 tahun buat mereka malah aneh saya nulis buku filosofi teras ya gue nggak ngerti lu nggak ada orang advertising ya Ica kamu orang marketing penulis bukunya malah tentang filsafat. Buat mereka itu yang aneh. Jadi saya malah baru kembali ke track yang bener tuh di buku terakhir ini, buku ke-8.

Jangan terakhir dong, gak ada lagi. Buku terbaru. Buku terbaru. Dua dunia ini bertentangan.

Enggak. Enggak sama sekali. Dan saya pikir itu mendasari kenapa saya melulusnya belajar marketing, belajar hidup. Marketing dan hidup. Itu menyatu.

Karena begini, kecuali kamu jadi penulis yang gak peduli sama pembaca. Agak aneh sih, tapi mungkin ada aja. Jadi mungkin kamu ada yang penulis yang, saya mau menulis ini, saya nggak peduli mau dibaca atau nggak. Yang penting gue nulis aja. Yang penting gue nulis.

Kecuali kamu kayak gitu, dan itu sah-sah aja. Kalau kamu bukan itu, udah pasti kamu adalah seseorang yang mempraktekan marketing. Karena kamu mikirin, who is your audience, who is your reader, gitu ya.

Kalau kamu menulis untuk dibaca, kalau kamu menulis agar buku kamu dibaca, dibeli ya kan udah pasti suka nggak suka kamu harus terkena atau mempraktekkan prinsip-prinsip marketing jadi buat saya kedua ini saling mendukung benang merah itu adalah ketika ada orang yang memilih untuk membaca buku saya. Ica dong. Kenapa? Karena buat saya dia telah memberikan kepercayaan, waktu dan uang gitu untuk ide atau tulisan saya dan bukan ide atau tulisan yang lain dong. Kan waktu dan uang itu terbatas.

Karena mungkin ada perasaan ini kali ya, bisa helping others. Itu kalau nggak salah esensi marketer kalau di sini. Betul ada, ada.

Bermanfaat. Ases marketing itu harus bermanfaat. Membantu klien, bisa deliver.

dapat ide yang wow ternyata sangat membantu ya dan lewat buku bisa share kan kayak di filosofi teras menjalani hidup dan lain-lain mungkin feeling itu kali ya making others salah satunya bukan satu satunya gitu enggak harus itu satu-satunya oke enggak satu-satunya karena takutnya kalau kamu kunci di kata-kata help itu kayaknya berat banget gitu kan harus mulia kan padahal kalau kamu tulis sebuah roman gitu kan cerita pacaran cerita patah hati bucin, itu pun juga gak apa-apa. Mungkin tidak menolong, tapi menghibur. Menghibur orang, gitu kan.

Nah, itu aja udah cukup. Bukunya kali ya, dari tadi kita udah senggol-senggol nih bukunya, tapi kayak kita belum tahu nih sebenarnya belajar marketing, belajar hidupnya buku self-development, buku self-development atau buku marketing. Ya ini buku yang memang aneh ya, terjadi perdebatan internal. Nggak tapi mencuri perhatianku langsung loh di Instagram beneran.

Ica. Ini beneran yang nulis Filosofi Teras, nulis buku marketing. Aku kayak gitu reaksinya. Jadi kalau saya sebagai penulis harus mendeskripsikan buku ini, saya bakal bilang ini mungkin buku hybrid pertama.

buku hybrid pertama antara buku marketing dan buku pengembangan diri. Pertama kali digabungkan. Bisa jadi saya salah, tolong dikoreksi kalau ternyata ada yang duluan.

Tapi saya gear aja dulu. Ini saya yang pertama. Jadi itu tuh konsepnya. Jadi makanya di buku ini ada informasi nilai gizi lucu ya. Ica, aku baca kemarin itu.

Itu 50% marketing, 50% pengembangan diri. Nah, walaupun saya sebagai penulis bilang ini buku two in one, tapi di Tapi di dunia publishing, book retail itu nggak bisa. Harus milih satu kategori. Karena kan nanti stafnya toko buku bingung mau taruh di rak mana.

Jadi saya dan penerbit Buku Kompas itu sepakat ini dimasukkan kategorinya pengembangan diri. Oke tetap kategorinya self-development ya? Ditaruhnya pengembangan diri. Walaupun di setiap bab itu diawali dengan konsep marketingnya dulu.

Termasuk penerapannya di dunia publishing. dunia bisnis dan brand. Baru nanti kemudian sesudah bagian itu selesai, baru dibahas praktika dalam hidup kita sebagai individu. Nah itu. Jadi ya itu deskripsi saya tentang buku ini.

Tapi boleh kasih contoh satu nggak? Mungkin langsung ambil teori marketing aja nih. Nah korelasinya sama kehidupan tuh gimana? Misalnya yang 4P kali ya, 4P. Sayanya menarik tuh.

Product, Price, Place, Promotion. Nah itu teori marketing. apa gitu di dalam kehidupan kita bisa mengambil apa dari teori ini untuk hidup lebih baik? Ica itu bagus ya konsep 4P itu kan disebut marketing mix atau bauran pemasaran.

Jadi pada dasarnya yang disebut disiplin marketing itu, itu harus mempertimbangkan empat aspek itu. Nah itu dia yang tadi saya bilang banyak orang mikir marketing itu cuman Iklannya doang, padahal iklannya doang, promosinya, lucu-lucuannya itu hanya kemungkinan besar masuk hanya di promosinya doang. Ada 3P yang lain loh, itu masih marketing gitu, orang suka nggak kepikiran. Saya misalkan produk. Ah iya.

Ya kan? Ya produknya dulu dong. Produk mah bukan urusan gue. Misalnya gitu.

Urusannya Randy. Saya setuju banget. Pihak marketing tuh harus sangat terlibat di pengembangan produk. I see.

Produknya bisa dikembangkan di pabrik. Oleh engineering. Of course.

itu tidak ada masalah, atau apps, atau sirup, atau snack. Tetapi rasanya seperti apa, warnanya seperti apa, manfaatnya seperti apa, yang bertemu dengan konsumen itu kan marketing. Riset pemasaran itu namanya saja riset pemasaran. Biasanya itu fungsi under marketing. Jadi kebutuhan konsumen, preferensi konsumen maunya seperti apa, itu yang tahu di marketing, harusnya.

Dan itu memandu pengembangan produk. Jadi P pertama produk. Kemudian pricing, marketing itu harus ngurusin duit.

Ini produk kan harus menguntungkan. Jadi, orang marketing tapi nggak mau ngerti tentang costing, ngambil marginnya bagaimana. Costing itu udah sakit kepala. Betul, itu memang ada overlapping dengan finance.

Jadi, orang marketing kerjasama dengan orang finance. Jadi, orang finance yang ngasih... Jadi, marketing ini yang tangannya harus merangkul banyak timnya. Ica, makanya jadi orang marketing harus bisa teamwork, bisa kolaboratif.

Ica. Harus ada lagi place. Orang lupa bahwa urusan distribusi itu juga masuk dalam pertimbangan marketing.

Barang ini cocoknya dijual di mana ya? Di mall mahal kayak Pacific Place gitu ya. Kalau di Jakarta kan Pacific Place terkenal mall mahal gitu. Atau barang ini harus muncul di Indomaret sama Alphamaret. Ya itu kan ada pertimbangannya.

Dan itu hubungannya sama konsumen juga. Dan itu masuk ke marketing. Nah hubungannya sama pribadi bagaimana? Udah familiar dengan istilah personal branding kan?

Wah itu kan orang biasa kan? Personal branding. Personal branding itu menurut saya tidak cukup.

Personal branding itu cuma yang promotion doang. Ica dong, kan cara membranding kita bagaimana. Berarti kalau mau nyari jodoh, kita mikirin aspek place-nya, mikirin platform. Ada di buku.

Ica kan? Gitu kan? Kita pakai cari jodoh ya. Cari jodoh. itu perlu mempertimbangkan partai.

Ica kan? Banget gitu. Kan yang dijual diri kamu nih. Berarti kan sesar dari produknya dong.

Ica kan? Ourself. Saya tuh nyari pacar kayak apa, itu dimulai bukan, ah, saya pengen cowok kayak Jungkook gitu kan.

Bukan itu, itu nanti. Justru, saya tuh orangnya kayak apa sih? Saya orangnya religius atau enggak?

Misalkan, saya ambi atau enggak? Sayanya dulu dong, ngerti dong produknya. Ya produknya dulu nih kita define.

Ica, karena kan nyari matching-annya yang sesuai. Saya extrovert atau introvert? Saya suka topiknya apa?

Saya suka keluarga besar apa keluarga kecil? Saya mau punya anak atau nggak mau punya anak? Itu kan bagian tuh.

Kan nggak perlu mengirim pen-points dulu ya? Nanti, nanti. Jadi kan menentukan jodoh tuh dari mengenali diri sendiri.

Kalau kamu nggak kenal diri kamu sendiri, kamu mau expect dari jodoh kayak gimana? Ica, iya. Baru masuk price.

perdagangan manusia tapi kamu menetapkan harga untuk dirimu sendiri dong jual mahalnya kamu tuh kamu mau jual murah atau jual mahal itu kan terpulang ke kamu standar cowok seperti apa yang kamu mau dan itu dihubungkan lagi dengan kamu dong baru ada promotion nya kan kamu tuh memposisikan bagi kamu gimana untuk mendapatkan gebetan gitu channel-channel komunikasinya kayak apa please juga place yang peredaran kamu menentukan jodoh kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya kaya di semua aspek kehidupan bisa aja tuh bisa nyari kerja tapi kepo sih maksudnya especially for this book ya kayak triggernya tuh mungkin kalau ditarik mundur lagi pasti bukan pas baru mau nulis buku ini dong kepikiran marketing sama kehidupan ya maksudnya saling berhubungan gitu tapi ada gak sih satu momen dulu kali ya yang om Piring tuh ngelewatin fase hidup ini momen hidup ini dengan menerapkan teori marketing dan pas nyari istrinya Oke, tebak-tebak Ya, yang kayak gitu lah mungkin di karir atau? Aplikasinya di saya tuh begini, saya tuh sebenernya orangnya introvert, berat, berat banget gitu. Jadi cenderung saya tuh nggak mau menghindari dulu ya.

menghindari ketemu sosial menghindari aktivitas kayak gini datang ke podcast saya benci banget gitu karena saya bukan benci kamu tapi kegiatan kayak gitu saya gak suka karena gue saya gak mau ketemu orang gitu kan jadi cenderung menghindar, gitu. Nah, tetapi setelah saya merenungi, ini sebenarnya limit-limit opportunity saya sendiri, gitu. Oh, oke.

Ica kan? Dan, nah ini saya boleh gambar-gambar nggak? Boleh, boleh.

Nah, ini sebenarnya ada konsep namanya marketing funnel nih, kepake. Oh, oke. Marketing funnel, saya pikir buat orang yang kerja di marketing udah biasa, tapi kalau yang nggak biasa, bentuknya tuh biasanya gini, kan?

Ica, corong ya. Corong, iya. Sebenarnya di atasnya ini ada lagi, yaitu orang yang lebih banyak lagi. Sebenarnya, tapi saya kasih titik-titik.

Marketing funnel itu kan biasanya begini, perjalanan konsumen terhadap sebuah brand. Itu kan dimulai dari awareness dulu, gitu kan. Saya tahu gitu, ada brand ini. Di sini ada lagi yang not aware, gitu kan. Not aware.

Kamu kan nggak mungkin tahu semua merek skincare yang ada di sini. ada di Indonesia kan, gitu kan. Tapi mungkin kamu aware 5-6 merek gitu kan. Tapi sekedar tahu, oh ya ada merek itu gitu. Itu kan nggak cukup kan.

Kemudian kamu masuk tahap, ya udah deh, gitu. Ada merek-merek yang kamu tahu, itu masuk ke sini nih. Gue mau nih merek skincare yang dua ini gitu. Yang ini gue tahu tapi gue nggak tertarik gitu. Cuma tahu doang gitu kan.

Gitu Taruhlah tiga. Pada akhirnya dari semua yang kamu pertimbangkan, gak semuanya kamu beli. Di pembelian berikutnya akhirnya cuma ada satu.

Yang mungkin akhirnya kamu bilang, saya maunya beli yang ini. Somehow dua brand yang kamu sudah consider itu gak jadi aja kembali. Untuk satu atau yang lain alasan.

Jadi disini ada convert. Nah ini kan konsep marketing yang udah sangat lumrah. Ini cukup basic, harusnya sih semua orang yang ngaku marketing itu tau. Tapi ini kepake juga dalam hidup.

Berarti kalau kamu mau ngaku marketing itu, Kalau bentuknya segitiga, kalau ini makin kecil, ini makin kecil nggak bawahnya? Makin kecil dong. Tentu. Semakin funnel ini saya kecilin, dia semakin kecil.

Semakin ini saya lebarin, kesempatan dia convert ke bawah juga makin gede. Betul Makanya brand itu kan dibilang nggak bisa gitu, kamu itu cuma jualan. Brand kamu itu harus melakukan marketing, build the brand, build reputation. Ini harus dilebarin nih.

Kalau brand kamu cuma dikenal seribu orang, orang, gak akan kemana-mana. Itu yang dibilang rich. Betul, betul.

Itu disiplin rich, itu lebih teknis ada di buku. Tapi kalau brand kamu bisa nge-reach out ke 1 juta orang, 1 juta orang tahu, of course kesempatan kamu convert jualan kan lebih gede. Nah, saya merenungkan ini dan saya pikir itu yang membuat saya agak memaksa diri keluar dari comfort zone sebagai introvert untuk mau ketemu banyak orang.

Karena that's where the opportunity is. Betul Kalau saya gak berani ketemu orang lebih banyak, itu. ikut kegiatan lebih baru, ini antara ini stagnan atau malah lama-lama mengecil.

Gitu kan. Jadi saya terpaksa keluar dari tendensi saya melawan diri saya yang gak mau ketemu orang itu. Ya udah deh kalau ada undangan reuni, yaudah gue dateng gitu. Kalau ada orang ngajak apa gitu kan, aduh males banget tapi ketemu aja dulu.

Jangan suzon dulu, jangan prasangka dulu. Dan you'll never know ini jadi ekspandan, new experience, new opportunity. Saya pengalaman saya terakhir itu yang diajak ikutan filmnya Joko Anwar. Oh iya aku baca artikelnya sama dia, gak nonton sih. Itu di luar saya banget harusnya.

Kalo itu 10 tahun yang lalu saya defaultnya enggak. Enggak aja dulu gitu kan. Tapi ya di umur saya sekarang saya mikirin ini gitu kan. Waktu jawaban warna nya, eh lu mau gak main film?

Gak tau ya waktu itu suara hati bilang, udah yayin aja dulu gitu kan kapan lagi lu. Itu di film yang mana sih? Yang kedua ya? Di Siksa Kubur yang terakhir. Eh Siksa Kubur.

Biarpun munculnya cuma 5 detik. Tapi muncul. Aku udah ngerasain.

Oh ini tau di direct sama sutradara mungkin nomor satu kali ya sekarang gitu kan, filmmaker nomor satu di Indonesia kayak gini tuh. Gitu kan. I get a new experience kan.

Gitu Ketemu new people, ketemu orang-orang dari industri lain. Akhirnya bisa selfie sama bicara hadiah yang, kalau saya jadi penulis saya mungkin saya nggak ketemu. Masa sih?

Kecuali ikan atasnya. Jadi itu menjawab pertanyaan kamu. Kalau saya praktekan marketing, itu bisa membantu hidup saya lebih rich.

Lebih kaya dan... mungkin membuka lebih banyak kesempatan. Nah mungkin tadi udah tersampaikan ya, yang again mau aku tanyain, tapi mungkin balik ke soal marketing di luar buku. Aku pernah ketemu satu seri tulisan om Piring di Karya Karsa, itu kayak, wah aku bisa belajar dulu nih sebelum ngobrol.

Dan itu lucu-lucu sih, kalau nggak salah ada 4 keinsafan yang wajib marketer dengar dan baca. Nah itu aku baca di Saya. Boleh ceritain dikit nggak mungkin yang itu gitu ya, 4 keinsafan itu apa aja dan... kenapa itu dibilang dosa-dosa kali ya, dosa-dosa hari-hari ini gitu?

Jadi saya pernah menulis di sebuah blog gitu ya tentang marketing insaf. Marketing insaf itu sebenarnya refleksi saya sendiri gitu ya, yang menyadari bahwa banyak hal yang dulu saya percaya bahwa itu benar gitu ya di dunia marketing, akhirnya ternyata saya harus mengalah pas ada data pendukung, kayaknya saya salah deh, makanya saya insaf. Hmm.

Yang pertama soal generasi. Mungkin mulai 10-15 tahun yang lalu itu istilah milenial mulai ngetop. Oh kita mau marketkan ke milenial.

Bahkan sampai sekarang aja masih ada instansi yang telat. Masih bikin acara dengan tema. Menjangkau generasi milenial. Udah telat kali ya, sekarang udah genzi.

Marketingnya udah asam murad sekarang. Eh milenial, sorry. Generasi milenial udah kena asam murad, udah telat. Jadi waktu itu adalah kepercayaan bahwa generasi milenial itu unik. Punya cirinya sendiri.

Generasi Z unik. Berbeda dari boomer atau gen X. Nah ini nggak benar gitu.

Menurut saya itu nggak benar. Karena orang kecampur aduk antara live stage sama yang betul-betul identik dengan generasinya. Jadi saya ingat sekali.

15 tahun yang lalu orang itu heboh bilang, generasi milenial itu kreatif banget. Generasi milenial itu Itu anti kemapanan, anti rules gitu kan, agak rebellious gitu kan. Terus ya waktu itu ada orang luar negeri menganalisa semua isi deskripsi gen millennial itu, itu sama proses 20 tahun sebelumnya dipakai buat menjelaskan gen X.

Atau 40 tahun sebelumnya ketika menjelaskan boomer waktu masih remaja. Jadi yang mereka deskripsikan itu bukan millennial. Yang mereka deskripsikan itu simply anak muda. Sekarang millennial juga apa? Juga jompo, millennial juga jadi ngesel.

ngeselin ya kan ketika milenial jadi manajer gantian mereka yang kaku kok Gen Z gini banget? sekarang gantian kita yang milenial yang merep Bumar serginya jadi itu Profesor Makrisin yang bilang orang itu kecampur aduk antara live stage sama generation kalau generation kan harus spesifik lahir tahun berapa sampai tahun berapa waktu saya mengalami karir di marketing kita gak pernah pakai generation kayaknya live stage bilangnya iya, bilangnya ini adalah student marketnya atau teenager atau first jobber. Nggak ada tuh istilah millennial, gen X. Saya kan gen X. Waktu jadi masih muda itu, nggak ada yang menyebut, mari kita mentargetkan gen X.

Nggak ada. Kita bilang, oh ini first jobber kali ya. Atau ini young father, misalkan. Ayah muda gitu.

Itu lebih akurat. Tapi ada nggak real generational differences? Tetap ada.

Jadi kami, misalkan generasi yang lahir tahun 65-80, ada nggak perbedaan yang terus mengikuti regardless of life stage-nya? Bagaimana? dibandingkan milenial atau dibandingkan gen Z itu tetap ada gitu sebagai contoh kami gen X yang besar dibawa Orde Baru itu mungkin saya bilang mungkin tapi punya Outlook politik yang berbeda dari gen Z yang dari lahir udah terbuka semua apa-apa terbuka udah reformasi gitu kami adalah generasi yang masih takut zaman dulu tuh masih inget dibesarkan dengan ketakutan jangan salah ngomong jangan mengkritik pemerintah di kamu hilang anak saya gen Alpha itu kan dia kan nggak pernah tahu itu. Buat dia yang menyatakan opini ya opini lah. Nah itu mungkin beneran ada perbedaan.

Ica karena generasinya, karena kelahiran tahunnya. Tapi apakah perbedaannya relevan buat marketing? Nah saya skeptis bahwa perbedaan generasi itu banyak bergunanya untuk marketing.

Buat saya life stage lebih penting dari marketing, untuk marketing daripada generation. Remaja minder jerawatan. perlu produknya apa?

Betul? Ica kan? Ayah muda, stress, sudah ada anak, gaji pas-pasan, anak harus sekolah, bayar susu.

Ica kan? Dia perlu produk finansial apa? Itu hubungannya karena dia sebagai ayah muda.

Jomblo, masih muda, pendapatan tinggi. Perlunya produk apa? Ica kan? Perlu apa itu? Maintek, Scbd., apa itu?

Lanyard. Lanyard. Masih perlukah gitu kan? Mungkin perlunya itu gitu kan? Lihat ya, harga mahal lho.

Nah, itu kan live stage. Masih berkaitan sama marketing insaf tadi kali ya? Aku nemu satu kutipan yang jadi kepikiran sih, bikin kepikiran. Kutipannya tuh gini, kita mungkin tidak perlu berjuang untuk dicintai, cukup tidak memberi alasan untuk...

ditinggalkan nah terus gimana nih cara apa ya find out ya terus apa yang bisa kita lakukan supaya kita tidak ditinggalkan zaman dulu orang marketing suka pleketi plek mengambil Hai hai hai Relasi antar manusia seolah-olah bisa diterapkan ke relasi manusia dengan brand. Ica. Gitu kan? Kalau manusia bisa mencintai manusia lain, kenapa enggak manusia harus mencintai brand?

Mencintai satu brand. Ajaran ini bisa kontraproduktif. Kenapa ini bisa kontraproduktif?

Karena menjadi distraction. Jadi yang marketing itu mikirin ide-ide yang untuk bikin konsumen jatuh cinta. Ica.

Dikasih embel-embel tambahan. Bisa. Misalkan extra service, dikirimin macam-macam gitu. Tapi tidak mengadres core product-nya sendiri. Kamu jelas gak?

Saya misalkan pakai contoh bank deh. Sebuah bank untuk membuat saya jatuh cinta, dalam tanda kutip, itu mungkin begini. Setiap pulang tahun inget. Happy birthday, gitu kan. Dikirimin bunga, dipingin cake.

Ica kan? Seperti layaknya membuat orang jatuh cinta, kayak gitu kan. Customer-nya ramah, Pak.

Contact personel tuh ramah banget, gitu kan. Tetapi... aplikasi banknya sering down misalkan justru korperbankan bunganya gak kompetitif misalkan gitu kan produknya gak oke, gak sesuai dengan kebutuhan saya mau saya dikasih seneng kayak apa, kalau produknya jelek ya cabut lah saya gak efek gitu jadi gini, salah gak sih berusaha membuat konsumen jatuh cinta? enggak, gak salah itu silahkan Tetapi lakukan itu sesudah kamu memastikan dulu produk atau jasa kamu itu gak menyebalkan gitu aja dulu. Karena produk dan jasa yang kualitasnya buruk, layanan yang jelek, itu gak bisa ditutup-tutupi dengan manisan yang receh dan gak ada hubungannya.

Jadi itu saya bilang dengan quote, daripada lo fokus ke bagaimana dicintai, mendingan lo mastiin gak ada alasan buat lo ditinggalkan, itu aja dulu. Nextnya soal segmentasi psikografis ya, mungkin kalau aku nggak salah inget di tulisannya itu bilang kayak kenapa sih harus meneliti sampai ke lifestyle-nya apa, hobinya apa gitu ya. Padahal nih setau aku, kadang tuh orang bikin customer persona atau kayak dari artikel-artikel yang aku baca, bikinlah itu sampai detail.

Kalau perlu kamu tuh cari tau dia nongkrongnya di mana, dia pakai gadgetnya apa. dia tontonan Netflixnya apa gitu. Nah sebenernya yang kayak gitu apakah salah atau conditional gitu bisa terpakai dalam kondisi-kondisi tersebut?

Ica, jadi ini saya jelasin dulu buat mungkin yang nonton tapi gak ngerti ya. Jadi itu konsep lama, dari tahun 1998 saya udah ketemu sama Psychographic Segmentation. Jadi kan segmentasi yang paling basic kan ada demografis kan, jenis kelamin, umur, atau geografis ya tempat tinggalnya dimana gitu, itu yang basic banget.

Nah kemudian ada yang namanya psikografis. itu terdiri dari variabel-variabel yang lain. Seperti misalkan belief and attitude.

Orang ini liberal atau konservatif? Religious atau agnostik? Percaya pada free market atau gitu. Wah itu udah, political leaning-nya kemana? Politik itu ke kiri apa ke kanan?

Itu udah bisa masuk gitu kan. Agama penting atau enggak? Itu bisa ditanya tuh, konsumen bisa disegmentasi berdasarkan itu.

Nilai-nilai tradisional penting atau enggak? Terus, variable lain misalkan lifestyle cenderung dia indoor, outdoor cenderung dia social circle kecil atau besar rajin olahraga atau enggak itu juga bisa masuk ke belief dia recycle atau enggak jadi ada belief, ada value, sama ada lifestyle nah waktu konsep itu berkembang, orang marketing seneng banget ini mainan baru, ini canggih banget loh kita bikin segmentasi psikografis. Jadi saya ingat dulu di satu perusahaan tempat saya bekerja, beberapa klien itu bisa bikin segmentasi itu ada 6 macam orang. Ada si, ini saya ngarang aja dulu.

Ica, silahkan. Mas dan Mbak SCBD. Dengan gaya hidup dan belief yang sendiri. Terus ada mas-mas jamet gitu, misalnya tuh ada segmen sendiri lagi tuh gitu kan, karena hobinya ini-ini gitu. Karena, bener keren.

Reportnya bagus, detailnya banyak gitu kan. Nah ini sekarang seberapa berguna itu buat marketing? Jawabannya adalah, enggak semua itu berguna atau relevan untuk produk kamu. Saya ada contoh ekstrim. Misalkan kamu punya produk perbankan syariah.

Di situ psikografis jadi penting. Betul Karena namanya aja produk perbankan syariah. Cukup normal untuk mengasumsikan bahwa target utamanya kamu secara demografis agamanya muslim dulu dong.

Karena kita berasumsi bahwa kalau kamu non-muslim, kamu nggak terlalu relevan tuh sebuah produk syariah atau nggak. Tetapi di antara target segmen muslim sendiri, itu kan ada macam-macam. Benar. Betul kan?

Ada yang sampai mikirin produk perbankan apa yang harus... Ada yang cukup terbuka dengan segala macam produk perbankan. Tapi ada yang... Belief dan value-nya.

Ada yang belief dan value-nya itu beranggapan bahwa pilihan produk finansial saya itu adalah bentuk ibadah. Jadi harus sesuai dengan syariah. Untuk produk seperti itu, relevan. Ketika pakai segmentasi.

Psikografis. Karena dia perlu tahu market size dong. Dia perlu bikin riset.

Dia harus tahu berapa persentase orang Indonesia yang punya belief bahwa bahwa produk perbankan itu harus sesuai dengan ajaran agama, misalkan. Itu harus dikuantifikasi, dikuantifikasi dong, karena urusannya nanti buat budget marketing dan lain-lain. Nah, mungkin masuk ke pertanyaan terakhir kali ya, soal marketing dan marketer hari-hari ini.

Tadi kan Om Piring sempat mention di awal-awal, kalau nggak salah ingat dan salah mengutip. Orang-orang sekarang hanya melihat marketing sebagai promosi aja, kayak viralitas, campaign, dan lain-lain. Tapi marketing itu lebih... lebih dari itu.

Nah, tapi kira-kira kalau marketer pada nonton, kalau channel yang nggak salah audiens ya, emang apa sih yang sebetulnya harus mereka inget-inget terus nih di kepalanya gitu ya, menghadapi trend marketing hari-hari ini dengan munculnya marketing 6.0, terus teori marketing juga ada banyak banget, tapi apa sih yang sebenarnya mereka harus pegang sehingga jangan sampai mereka tuh hanya terjebak pada pikiran-pikiran sempit yang kayak, oke gue cuma mau mikirin promosinya aja, atau oke. Pokoknya harus viral aja atau ya biar mereka tuh gak sampai harus insaf nanti. Tapi yaudah. Udah kayak kata-kata mutiara penghabisan gitu.

Ica, iya, iya. Weh jangan. Ah, kalau saya harus milih satu ya.

Dibadatkan menjadi satu frasa buat penonton channel ini yang orang marketing. Saya akan bilang, Strategy before tactic. Oke. Pentingkan strategi. strategi sebelum taktik atau taktik bisa diganti eksekusi gitu pentingkan strategi sebelum eksekusi buat para orang marketing muda itu saya takutnya mereka terdistract dengan taktiknya eksekusinya lucu nih ada virtual reality lucu nih ada AR lucu nih ada AI gitu kan apapun lah itu kan lucu nih ada celebgram baru, i don't know ada filter tik tok baru misalnya gitu Itu tuh semuanya dirana taktik.

Terpulang kamu seberapa serius atau ambisi karir kamu di marketing itu mau kayak apa. Kalau kamu mau jadi spesialis konten, ya silahkan itu gak apa-apa. Tapi sadari bahwa kamu tuh akan bergulat, berkutat di dunia taktiknya. Kalau semua itu di bagian hilir. Tapi kalau kamu punya ambisi menjadi seorang marketer sejati dalam arti kalau kerja di korporat, kamu tentunya targetnya CMO dong, Chief Marketing Officer atau Marketing VP atau Head of Marketing.

kamu harus naik kelas ke level strategi. Strategi before tactic. Di dalam strategi ada apa?

Ada STP, memahami segmentasi pasar, memahami targeting, mampu membuat positioning. Membuat positioning itu bukan membuat konten Tiktok-Nya. Itu strategis banget. Kepada siapa kamu mau menargetkan brand ini? Janji manfaat apa, benefit apa yang kamu tawarkan?

Apa yang bikin kamu berbeda dari kompetitor? Ada nggak? Reason kamu untuk credible itu apa? Itu positioning.

Baru masuk 4P. Jadi orang marketing itu ngurusin market research. Ngurusin customer understanding, ngerti produk. Ngerti produk nggak? Jangan-jangan kamu lebih jago bikin video Tiktok-Nya-nya dan nggak ngerti produknya.

Jangan-jangan cuma jago riset KOL baru siapa aja. Kalis bikin database, padahal harus mikirin dulu kan di tataran atasnya. Nanti kamu cuma update daftar KOL, tapi kamu nggak ngerti produk ini, cara kerja skincare ini, kenapa sih bisa bikin putih, aman nggak gitu kan? Kelebihannya dibandingkan brand skincare lain lah.

Gimana misalkan? Ngerti produk, ngerti nggak tentang pricing, ngerti nggak caranya supaya barang ini profit apa nggak. Jangan-jangan harga yang kamu taruh kemurahan sehingga kamu boncos.

Atau sebaliknya harga kamu tuh kemahalan secara nggak perlu, jadi kamu nggak kompetitif. Karena kamu nggak riset harga pesaing. Kemudian ngerti distribusi.

Ngerti nggak ini belinya di mana? Jangan cuma sibuk dengan afiliate doang gitu. Itu bagus, itu adalah bentuk inovasi marketing adalah adanya sekarang para afiliate. Tapi kan orang tidak hanya membeli via afiliate. Channel yang offline udah dicek nggak?

Ada channel-channel lain nggak? Recents kamu di digital ketika orang search misalkan. Brand kamu kelihatan nggak cepet. Jadi... Banyak hal di marketing itu yang nggak seksi, gitu ya.

Tapi malah itu yang kemungkinan lebih penting daripada yang seru-seruan belakangannya. Oke. Strategy before tactic.

Itu sih saran saya. Strategy before tactic. Oke, Om Piring, thank you so much for the interview, semua pertanyaan.

Rasa-rasanya sudah aku tanyakan. Dan jangan lupa, tanggal berapa Om ini? Harusnya masuk di toko buku offline online mulai 26 Juni.

Oke. Ada yang ngebisikin. Andai kan ini videonya muncul sesudah 26 Juni berarti cari bukunya sekarang ya guys. Belajar Marketing, Belajar Hidup dari penerbit buku Kompas. Oke, bikin janji dong om soal buku ini.

Kan tadi katanya marketing soal janji. Ya nggak sih? Di buku ini ada tulisannya.

Soal janji. Janji apa yang om tawarkan ketika orang... Janji manfaat....beli dan baca ini.

Janji manfaat ya, oke bagus. Jadi buat yang nanti mau membaca, beli yang asli ya jangan bajakan awas. Saya memberikan janji, jadi teman-teman akan mendapatkan konsep-konsep marketing.

yang paling fundamental. Jadi yang basicnya nih, teman-teman belajar dulu konsepnya yang paling basic, di saat yang sama melihat bagaimana konsep-konsep itu bisa diterapkan supaya teman-teman jadi lebih efektif menjalani hidup. Jadi ini cocoknya buat siapa? Mas, pelajar yang tertarik dengan dunia marketing bisa, orang yang baru mulai kerja bisa, baik itu di marketing maupun tidak di dunia marketing, tapi tertarik. Dan sebenarnya, sebenarnya siapa saja sih yang pengen hidup lebih efektif.

Kalau marketing profesional sudah di level-an om Piring, kayaknya masih bisa deh. Bisa kalau mau refresh, kadang-kadang mau refresh lagi, atau mau ngajarin anak buahnya, bingung cara ngomongnya gimana, mungkin bisa mengacu ke buku ini juga. Oke, thank you sekali lagi. Sama-sama, Ica.

Thank you.