Kecantikan dan Politik di Indonesia

Oct 9, 2024

Catatan Kuliah tentang Politisasi dan Keimutan di Indonesia

Pengantar

  • Diskusi tentang hubungan sosial dengan tokoh politik.
  • Politisi dipandang sebagai representasi cita-cita, membentuk bentuk, dan tujuan.
  • Anggapan bahwa politisi adalah profesi tertua kedua (setelah pelacur).

Humanisasi Tokoh Politik

  • Humanisasi membantu kita memahami motif dan tindakan.
  • Membuat sesuatu menjadi imut adalah cara untuk menghumanisasi, menciptakan keterkaitan.
  • Jepang ahli dalam keimutan (budaya Kawaii) sebagai mekanisme penanggulangan setelah trauma sejarah.

Konsep Keimutan dan MOE

  • Standar kecantikan Jepang menekankan fitur muda dan kekanak-kanakan (neony).
  • Keimutan membangkitkan insting protektif dan penuh kasih sayang pada manusia.
  • Istilah neuroscientific: "pembajakan emosional" - bagaimana keimutan menarik perhatian dan emosi.
  • Moe: Perasaan kasih sayang terhadap karakter imut dalam anime dan manga.
    • Karakteristiknya meliputi kerentanan dan pesona.
    • Dilindungi oleh tuntutan berbasis penggemar daripada referensi kehidupan nyata.

Pengaruh Budaya

  • Anime dan K-pop sebagai pengaruh signifikan dalam budaya pop Indonesia.
  • Hiper politisasi: segala sesuatu dipolitisasi dalam masyarakat Indonesia.
  • Kurangnya pemikiran kritis di kalangan pemuda yang dipengaruhi oleh konsumsi media.

Politik Indonesia dan Keimutan

  • Politisi memanfaatkan keimutan dan budaya Kawaii untuk terhubung dengan pemilih.
  • Contoh: Prabowo, yang menekankan hiburan daripada diskusi kebijakan substantif.
  • Kritik: Preferensi terhadap politisi imut menyebabkan pengabaian kebijakan dan akuntabilitas.

Tren Politik Modern

  • Politisi beradaptasi dengan estetika Kawaii, berisiko menyederhanakan masalah politik.
  • Contoh Anies dan interaksinya mirip K-pop untuk menarik kaum muda.
  • Diskusi tentang bagaimana politisi seperti Thomas Lambong mewujudkan konsep MiFi, menarik persepsi masyarakat.

Risiko Keimutan dalam Politik

  • Menekankan keimutan dapat mengalihkan perhatian dari kinerja dan sejarah sebenarnya dari politisi.
  • Ketergantungan yang meningkat pada gimmick (gerakan tari, meme) daripada wacana politik serius.
  • Tren ini dapat menormalisasi superfisialitas dalam keterlibatan politik.

Implikasi Lebih Luas

  • Anti-intelektualisme dan kurangnya pemikiran kritis semakin meningkat.
  • Contoh dunia dari politisi yang telah membentuk kembali citra mereka melalui cara-cara yang dangkal (misalnya, Bongbong Marcos, Sanna Marin).
  • Penekanan pada pentingnya memilih berdasarkan substansi daripada penampilan atau hiburan.

Kesimpulan

  • Seruan untuk pemilihan politik yang lebih terinformasi: prioritaskan kebijakan, akuntabilitas, dan pemikiran kritis.
  • Menekankan pentingnya memahami implikasi politik di luar keimutan dan keterkaitan.
  • Mendorong masyarakat untuk terlibat dalam politik dengan bijaksana, berfokus pada isu-isu yang berpengaruh.