Transcript for:
Penaklukan Konstantinopel: Sejarah dan Dampak

Konstantinopel, ibu kota kekaisaran Bizantium, terkenal dengan tembok Theodosian yang luar biasa kuat. Tembok ini telah melindungi kota dari banyak serangan selama lebih dari seribu tahun. Setiap batu yang menyusun tembok ini adalah saksi dari kegagalan banyak pengepungan, termasuk serangan besar dari bangsa Arab, Viking, dan banyak lainnya. Namun, seperti yang sudah banyak diketahui, kekokohan tembok Konstantinopel berakhir oleh penaklukan Kekaisaran Ottoman pada tahun 1453, di bawah kepemimpinan Sultan Mehmed II, atau biasa dikenal dengan Sultan Muhammad Al-Fatih, sang penakluk.

Kisah ini menunjukkan mengapa penaklukan Konstantinopel tidak bisa dianggap biasa-biasa saja. Tembok kota Konstantinopel, dikenal sebagai Tembok Theodosian, adalah salah satu sistem pertahanan kota yang paling kompleks, serta terkuat di zaman kuno yang dirancang dengan beberapa lapis pertahanan. Setiap lapisan dilengkapi dengan menara dan gerbang yang sangat kokoh, membuatnya hampir mustahil untuk ditembus oleh serangan konvensional. Selain temboknya, Konstantinopel juga dilindungi oleh pertahanan laut yang canggih. Di pintu masuk Golden Horn, sebuah teluk strategis yang terhubung dengan Selat Bosporus.

Terdapat rantai raksasa yang ditarik melintang untuk menghalangi kapal-kapal musuh, mencegah invasi melalui jalur laut yang semakin memperkuat keseluruhan sistem pertahanan kota ini. Sultan Mehmed II adalah pemimpin dengan visi besar dan pemahaman mendalam tentang strategi militer. Pada saat itu, usianya baru 21 tahun, memimpin dan mempersiapkan pasukannya dengan sangat matang, membawa serta teknologi terbaru pada masanya.

Termasuk meriam besar yang dirancang khusus oleh insinyur Hungaria, Orban, yang mampu menghancurkan tembok dengan daya ledak yang dahsyat, serta meriam-meriam sedang lainnya, yang membuatnya terlalu berat. yang totalnya ada 69 meriam. Setahun sebelumnya, Sultan Mehmed II memulai pembangunan benteng Rumeli Hisar di tepi selat Bosporus, di bagian utara Galata, tepat di titik tersempit dari selat tersebut. Pemilihan lokasi ini sangat strategis, memungkinkan para pemerintah untuk membangun benteng Rumeli Hisar. memungkinkan pengendalian lalu lintas maritim yang krusial.

Ini mencegah kapal-kapal dari Laut Hita memasuki Selat, memotong rute pasokan dan bantuan menuju Konstantinopel, serta mengisolasi kota dari dukungan eksternal, yang pada tujuan utamanya memang untuk melemahkan Bizantium. Pembangunan Benteng ini merupakan langkah penting dalam memperkuat posisi Ottoman menjelang pengepungan. Pada tanggal 1 April 1453, sebagaimana tradisi pengepungan pada umumnya, Sultan Mehmed mengirimkan surat kepada Kaisar Konstantin XI yang isinya adalah tawaran untuk menyerah dengan damai. Namun tawaran tersebut ditolak mentah-mentah. Kaisar Konstantin XI setelah mengirimkan pesan kepada aliansi kerajaan-kerajaan Kristen di Eropa untuk membantunya bergabung dalam menghadapi pasukan Ottoman.

Akan tetapi, ia hanya mendapatkan bantuan dari Giovanni Giustiniani, seorang bangsawan dan komandan militer asal Genoa, yang datang dengan seribu pasukan di bawah komandonya. Giustiniani nantinya ditunjuk sebagai pemimpin pengawal pertahanan tembok di sisi barat. Di perairan Golden Horn atau Tanduk Emas, pasukan Bizantium telah memblokade jalur masuk dengan pemasangan rantai panjang dari Konstantinopel ke Galata. Terima kasih.

Tiba harinya, pada tanggal 6 April tahun 1453, tepat hari Jumat, pengepungan pun dimulai. Lebih dari 80.000 hingga 100.000 pasukan Ottoman berbari km jauhnya dari depan tembok Konstantinopel. Hal ini demi menghindari jangkauan dari pasukan pemanah Bizantium. Menurut sumber, Ottoman mengerahkan kurang lebih 126 kapal-kapal berlabuh di perairan luar kota Konstantinopel, sisi selatan dan tenggara dari tembok kota, di Laut Marmara, di dalam kota. Sekitar 7.000 hingga 10.000 pasukan Bizantium dan sekutu mereka bersiap menghadapi serangan yang tampaknya tak bisa terelakkan.

Sultan Mehmed memerintahkan serangan awal. Dentuman meriam-meriamnya mengguncang tanah menghancurkan bagian dari tembok luar. Namun, bersamaan dengan itu, pasukan Bizantium dengan cepat memperbaiki kerusakan tersebut.

Hari demi hari, serangan dan pertempuran berlangsung. Akan tetapi tembok Konstantinopel masih kokoh menahan gempuran pasukan Ottoman. Di awal-awal gempurannya, pasukan Ottoman berusaha mengisi parit luar tembok dengan batu dan tanah untuk penempatan menara pengepungan, agar dapat merangsak masuk ke dalam tembok.

Banyak dari pasukan Ottoman yang terbunuh dalam upaya ini. Satu minggu pertama, usaha Ottoman tidak membuahkan hasil apapun. Kerusakan akibat tembakan-tembakan meriam masih belum efektif untuk menjebol dinding.

Lamanya durasi pengisian ulang meriam-meriam juga menjadi penghambat dalam rada waktu mengimbangi kecepatan perbaikan dinding yang dilakukan pasukan Bizantium. Kurang lebih sudah satu bulan pengepungan masih belum ada hasil yang signifikan. Beberapa meriam juga telah rusak akibat penggunaan yang terlalu dipaksakan. Banyak dari pasukan Ottoman yang nampak terlihat sudah mulai putus asa. Di laut, kapal-kapal Ottoman juga belum mampu memasuki teluk.

Ketidakberhasilan ini membuat banyak orang berpikir bahwa pengepungan ini hanya akan berakhir dengan sia-sia. Ditambah lagi, Sultan Mehmed II yang berusia 21 tahun kala itu dianggap terlalu muda dan bukan tidak mungkin membuat keputusan-keputusan yang salah. Di tengah situasi yang tak ada perubahan ini, Sultan Mehmed meminta Orban untuk melepaskan lagi tembakan meriam supernya.

Namun Orban mengetahui resikonya bahwa hal itu dapat berakibat fatal. Meriam yang masih dalam keadaan panas tak dapat dipaksakan. Akan tetapi demi menghindari kemurkaan Sultan, meriam itu terpaksa ditembakan. Dan benar saja, hal yang tak diinginkan itu terjadi. Meriam itu meledak dan menewaskan beberapa orang di dekatnya termaksud Orban.

Setelah peristiwa itu, Sultan memerintahkan pasukannya untuk maju menggempur langsung di depan tembok. Pertempuran brutal dan mematikan berlangsung selama 4 jam. Banyak yang mati. Mayat-mayat tergeletak di depan tembok.

Pasukan Giustiniani dengan susah payah menghalau dan berhasil memukul pasukan Ottoman untuk kembali mundur. Hal serupa juga terjadi di laut. Kapal-kapal saling bertempur. Besarnya ukuran kapal Bizantium tak mampu diimbangi kapal-kapal Ottoman. Di tengah situasi buntu ini, Sultan Mehmed menyadari bahwa untuk dapat menembus dinding kota, Maka jalan satu-satunya adalah dengan merusak fokus pertahanan musuh.

Sultan Mehmed menunjukkan kejeniusannya dan taktik gila yang pada saat itu dianggap hampir tak masuk akal oleh sebagian orang. Pada malam pertengahan April 1453, Sultan Mehmed memerintahkan pasukannya untuk mengangkut kapal-kapal melintasi daratan. Ia meminta pasukannya menebang pohon-pohon dan menggunakan batang-batang pohon yang dilumuri lemak untuk mengurangi gesekan sebagai jalan agar kapal-kapal bisa ditarik. Proses ini melibatkan ratusan prajurit yang bekerja sepanjang malam, menarik dan mendorong kapal-kapal melintasi bukit setinggi 60 meter dengan kemiringan 8 derajat sejauh 2 kilometer.

Dalam waktu satu malam, sekitar 72 kapal Ottoman berhasil dipindahkan ke dalam teluk. Sementara itu, di dalam Konstantinopel, warga dan pasukan Bizantium sedang menghadiri perayaan Paskah. Suasana di dalam kota cukup tenang dan penuh doa, tanpa menyadari ancaman yang semakin dekat.

Keesokan harinya ketika Fajar tiba, Mendengar berita tentang kapal-kapal Ottoman telah berada di dalam perairan. Sontak hal tersebut mengagetkan seluruh pasukan Bizantium dan orang-orang yang berada di dalam kota. Kejutan ini telah menghancurkan strategi pertahanan Bizantium dan mengguncang moral mereka. Penempatan kapal-kapal di dalam perairan Tanduk Emas merupakan manuver yang akan memperluas serangan Ottoman dari berbagai arah. Kini, pasukan Bizantium menyebar dan membagi fokus pertahanan mereka.

Setengah dari pasukan yang menjaga tembok benteng di bagian barat dipisahkan ke tembok sisi utara, di tepi teluk tanduk emas demi menjaga gempuran dari serangan kapal-kapal Ottoman yang telah bersiap menunggu perintah. Jatuhnya Golden Horn ke tangan Ottoman, memperburuk situasi di dalam kota yang sudah terisolasi. Melihat kondisi ini, Giustiniani menyarankan Kaisar agar meninggalkan kota.

Tetapi sang Kaisar menolak dan bersikeras bertahan dan bertempur hingga titik darah penghabisan. Menurut sumber, pada 22 Mei 1453, Terjadi gerhana bulan total yang berlangsung selama 3 jam. Ini dianggap sebagai pertanda buruk oleh banyak penduduk Konstantinopel. Tiga hari setelahnya, terjadi hujan deras yang diikuti dengan petir, yang menyebabkan banjir.

Sementara itu, pada malam 26 Mei, cahaya aneh dikatakan muncul dari kubah Hagia Sophia dan melesat ke langit. Beberapa orang menganggap ini sebagai pertanda bahwa roh kudus telah meninggalkan katedral besar mereka, dan bahwa... Keselamatan kota tidak lagi berada di bawah perlindungan ilahi. Fenomena-fenomena ini dianggap sebagai pertanda bahwa kota akan jatuh, dan kehancuran sudah diambang pintu.

Beberapa bangsawan dan orang-orang kaya di Amdiam telah keluar meninggalkan kota demi keselamatan. Mengetahui hal tersebut, Kaisar memerintahkan agar seluruh pintu dan gerbang kota ditutup, serta meminta seluruh orang untuk turut serta berjuang mempertahankan kota. Pada malam tanggal 27 Mei, Kaisar Konstantin bersama seluruh penduduk Konstantinopel memenuhi Hagia Sophia.

melakukan ibadah dan doa bersama demi keselamatan kota, yang sepertinya akan menjadi ibadah terakhir yang dilakukan. Keesokan harinya tanggal 28 Mei, tak ada gempuran dan serangan apapun. Sultan Mehmed memerintahkan seluruh pasukannya untuk berpuasa sunnah dan melakukan sholat bersama. Hari itu, seluruh pasukan Ottoman menghabiskan waktu dengan lebih banyak melakukan ibadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Sebelumnya, dalam tradisi dan kepercayaan Islam, tak ada kematian yang lebih baik selain mati dalam peperangan demi membela dan menyebarkan agamanya. Hal ini menjadi salah satu faktor yang menaikkan moral dan mengobarkan semangat pasukan. Tampaknya, Sultan Mehmed telah mempersiapkan serangan penuh untuk keesokan harinya.

Esoknya, selasa 29 Mei 1453, saat yang dinantikan pun tiba. Tepat sebelum fajar sekitar pukul 1.30 pagi, Ottoman memulai serangan. Meriam-meriam dan kapal-kapal Ottoman telah disiapkan di posisinya masing-masing.

Sultan Mehmed mengerahkan seluruh serangan penuh dari darat dan laut, memerintahkan pasukannya untuk menggempur habis-habisan. Tembakan meriam-meriam melesat menghancurkan tembok-tembok kota dari berbagai arah. suaranya bergemuruh memenuhi udara. Pada pukul 7.30 pagi, tembok Konstantinopel itu pun berhasil dijebol.

Bersamaan diikuti oleh ribuan pasukan yang maju dengan semangat penuh merangsek masuk ke dalam kota. Pertempuran seni terjadi di setiap sudut, pedang dan tombak saling beradu. Dengan susah payah pasukan Bizantium berusaha menghentikan. Menyirami dengan minyak dan membakar pasukan Ottoman yang berusaha mencapai tembok, akan tetapi semuanya sudah terlambat.

Pasukan Bizantium dibuat porak-poranda, Ditambah jumlah mereka terlalu sedikit untuk bertahan. Alhasil, nasib kota ditentukan oleh pertempuran yang tak seimbang. Giustiniani, yang mengawal pertahanan tembok, turut terjun ke dalam lautan pertempuran.

Ia berusaha dengan sekuat tenaga hingga akhirnya harus tumbang setelah menerima sayatan pedang di pinggang, satu anak panah di dada, dan satu di kaki kiri. Ia mundur dari pertempuran dengan dipapah oleh pasukannya. Situasi semakin tak terkendali setelah seorang prajurit Ottoman yang gagah berani, Ulubadli Hasan, berhasil memanjat menara tembok Konstantinopel dan mengibarkan bendera Ottoman, sebelum akhirnya syahid setelah bertahan menerima 27 anak panah yang menusuk tubuhnya. Usaha dan pengorbanannya itu tak sia-sia, karena bendera tersebut menjadi simbol kemenangan yang menyulut semangat pasukan di bawahnya. Di tengah kekacauan, Kaisar Konstantin dikabarkan ikut bertarung di garis depan bersama para prajuritnya.

Dengan keberanian yang luar biasa, ia memimpin serangan, berusaha menghalau pasukan Ottoman yang tak habis-habisnya. Namun, karena jumlah pasukan Ottoman yang terlalu banyak, pertahanan Bizantium pun runtuh. Akhirnya, setelah 53 hari pengepungan yang brutal dan penuh darah, tepat pukul 2 siang, Konstantinopel jatuh ke tangan Ottoman. Tembok yang selama berabad-abad dianggap sebagai benteng tak tertembus, kini runtuh di bawah serangan yang tak kenalalah. Teriakan kemenangan pasukan Ottoman bergema di udara, menandai berakhirnya sebuah era yang penuh kemegahan.

Konstantinopel, yang dulunya merupakan kota kebanggaan dan puncak keagungan Bizantium, kini terbenam tinggal bayang-bayang. Hagia Sophia, yang sebelumnya menjadi simbol kemegahan, kejayaan, dan pusat spiritual yang agung, kini berdiri sebagai monumen bisu yang menyaksikan kekalahan dan penaklukan oleh Ottoman. Kaisar Konstantin dikatakan tewas dalam pertempuran tersebut, Namun jasadnya hingga kini tak ditemukan. Banyak yang mengatakan bahwa saat pertempuran berlangsung, Sang Kaisar mengenakan seragam yang sama dengan para prajuritnya. Hal ini membuat jasadnya sulit dikenali dan lebur bersama jasad-jasad pasukannya.

Giustiniani sendiri, wafat tiga hari kemudian setelah bertahan dengan luka-luka yang dialaminya. Saat Sang Sultan akhirnya memasuki Konstantinopel, suasana di kota yang baru saja jatuh ke tangannya itu dipenuhi dengan keheningan. Pada saat memasuki Hagia Sophia, ia disambut oleh pemandangan yang penuh dengan keputusasaan kaum Nasrani yang berlindung di dalamnya. Mereka berada dalam keadaan penuh kecemasan dan kebingungan, bertanya-tanya tentang nasib mereka.

Namun, Sultan Mehmed menunjukkan sikap yang sangat berbeda. Dengan kewibawaan, ia membebaskan mereka tanpa sedikitpun menyakiti dan melukai mereka. Hagia Sophia, yang memiliki nilai historis dan spiritual yang mendalam, tetap dihormati. Sultan Mehmed kemudian menjadikan Hagia Sophia sebagai masjid, dan tetap mempertahankan sebagian besar struktur serta keindahan interiornya sebagai bentuk penghormatan terhadap tempat tersebut dan warisan budaya Bizantium. Mengapa penaklukan Konstantinopel begitu luar biasa?

Penaklukan Konstantinopel adalah lebih dari sekadar jatuhnya sebuah kota. Ini menandai akhir dari kekaisaran Bizantium yang telah bertahan lebih dari seribu tahun. Keberhasilan ini merupakan hasil dari kejeniusan, inovasi, strategi, dan kepemimpinan visioner.

Sultan Mehmed II dilihat sebagai pahlawan yang menggenapi sabda Nabi Muhammad, serta memberikan semangat bagi umat muslim dan menunjukkan bahwa kekuatan serta keberanian dapat meruntuhkan kemustahilan. Peristiwa ini sekaligus mengakhiri abad pertengahan dan memulai era renaissance di Eropa. Selain itu, penaklukan ini mengokohkan posisi Islam di Eropa Tenggara dan mengubah jalur perdagangan global, yang pada akhirnya mendorong penjelajahan laut Eropa untuk mencari jalur baru ke timur.

Penaklukan Konstantinopel juga memainkan peran dalam memicu periode penjajahan Eropa ke wilayah Asia. Konstantinopel, di bawah kekaisaran Bizantium dengan segala kejayaannya, kini hanya tersisa sebagai bagian dari cerita sejarah, meninggalkan kesan mendalam yang akan dikenang sepanjang masa.