Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Adik-adik mahasiswa mata kuliah pendidikan Pancasila yang saya banggakan pada bagian ketiga ini. Kita akan bicara tentang Pancasila dalam arus sejarah bangsa Indonesia. Kita akan bicara sumber historis, politis, historis, sosiologis, dan politisnya.
Sebenarnya, ya inilah pokok dari materi sejarah ya, selain penjelasan tadi terkait koronologi. dari proses pengusulan sampai penetapan. Nah ini sebenarnya dalam teori kausalitas disebut dengan kausa bahan. Dari mana bahannya itu?
Segala sesuatu yang ada itu karena dibuat, tentu ada kausa materialnya, kausa bahannya. Nah, kalau kita bicara kausa bahan tentu dari nilai-nilai sosial budaya bangsa, dari karirman lokal masyarakat usaha antara kita. Dari Sabang sampai Merauke. Kalau kita telisik silap pertama, dua, tiga, empat. 4 dan 5 itu sebenarnya sudah dilakonkan oleh masyarakat Nusantara kita di masa sebelum kita merdeka itulah yang kemudian Bung Kar mengatakan saya ini penggali nilai-nilai Pancasila mengkristalkannya menjadi sebuah dasar negara yang namanya Pancasila nah kalau kita bicara nilai ketuhanan yang mahasakan dari dulu saya pikir ada apa namanya ada animisme, dinamisme di masa kerajaan Majapahit itu pada masa pemerintahan Hayang Wuruk itu kan Di situ ada agama Hindu, ada kepercayaan Hindu terkait dengan Brahma, Vishnu, dan Siwa.
Itu menunjukkan bahwa manusia merasa dirinya lemah, ada kekuatan yang lebih besar, dan itulah hakikat sebenarnya dari nilai ketuhanan itu. Kemudian ada agama kemudian sebagai lembaga di dalam menjalankan kebertuhanan dan kepercayaan itu. Ada Hindu, Buddha, Kristen, Islam, Konghusu. Jadi intinya masyarakat bangsa ini adalah ateisme. Ada keyakinan akan adanya Tuhan.
Kemudian kalau kita bicara sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab, itu sudah ada hubungannya antara kerajaan-kerajaan Nusantara dulu dengan kerajaan-kerajaan lain. Sudah ada hubungan yang manusiawi di situ, adil dan beradab. Ada hubungan bebas akibat. aktif hubungan-hubungan menjaga kemartabatan dan seterusnya mudah sila ketiga ya apalagi ya sebagai negara maritim kerajaan Seri Jaya menerapkan konsep negara kepulauan sesuai dengan konsep luas antara begitu pun dan kerajaan Majapahit ya mempersatukan Nusantara ya pulau-pulau di luar Jawa menjadi satu wilayah di Panji kerja Majapahit cuma memang proses mempersatukannya itu ya tentu beda makanya model-model persatuan di masa Indonesia Merdeka itu adalah model-model persatuan di mana wilayah-wilayah itu merasa bagian dari NKRI ada hubungan fungsional antara antara wilayah-wilayah tersebut jadi bukan menyatu karena ditaklukkan, bukan, tapi menjadi bagian, tak terpisahkan dari NKRI karena kemudian adanya kesamaan adanya dan kesederhajatan diantara wilayah-wilayah itu, mulai dari Sabang sampai Merauke. Kemudian ini kaitannya dengan sila ketiga ya, Bineka Tunggal Ika itu sudah ada di dalam buku Suta Soma.
Jadi nilai persatuan itu ada. Sebagai sebuah nilai, perunduran persatuan itulah kemudian metodenya harus dirancang kekiniannya, bukan seperti model Sapuli diikat. Sehingga ada apa namanya, rasa terjajah dari wilayah-wilayah itu.
Tapi ya, dia harus bersumbang sih seperti grup band gitu ya. Ada piano, ada gitar, dan seterusnya yang berkolaborasi di atas, di panggung, menjadi pengiring musik yang sangat indah. Sama itu, Papua, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera itu punya kedudukan yang sama untuk Indonesia yang maju, Indonesia yang sejahtera. Kemudian sila keempat itu juga kalau kita telisip di masa-masa dulu ya, di masa-masa kerajaan dulu, sebenarnya nilai ini ada, walaupun dalam konteks kerajaan itu menarik itu kan. Orang mengatakan tidak ada musyawar untuk mufakat, karena ya menentukan raja.
Tapi kan di nilai-nilai masyarakat Nusantara sudah ada. Seperti Minangkabau ini, Itu artinya ya ada musyawar di situ. Ada musyawar untuk mufakat, ada tulang sipulung di Sulsel misalnya ya.
Jadi kira-kira begitu. Sama juga dengan nilai keadilan. Jadi cita-cita kesejahteraan itu menjadi cita-cita dari...
setiap kerajaan yang ada. Malah di Sumatera kan dikatakan bahwa raja itu beraja pada penghulu, penghulu beraja pada mupakat, mupakat itu beraja pada patut dan alur. Jadi kalau kemudian alur itu logika, patut keadilan.
Jadi kalau kemudian rajanya tidak mengacu ke situ, maka dia bisa saja ditinggalkan oleh rakyatnya. Jadi nilai-nilai keadilan itu sebenarnya sudah ada. Tinggal bagaimana mewujudkan itu dalam konteks NKRI. Kalau kita bicara sumber sosiologi, saya pikir Pancasila itu kan sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat kita.
Ada nilai gotong royong di situ sebagai simpul. Ada nilai kerukunan, jadi Hindu-Buddha berdampingan di masa kerajaan-kerajaan dulu. Dan masyarakat nusantara kita. Kalau sekarang ada konflik antarumat beragama, berarti ada sesuatu yang harus diperbaiki. Kemudian, apa pentingnya itu kita bicara sejarah.
Pancasila, karena Pancasila punya kedudukan yang luar biasa, punya kursi yang luar biasa. Pancasila itu sebagai identitas bangsa, yang membedakan kita sebagai jati diri bangsa, yang membedakannya dengan bangsa yang lain. Identitas. Kemudian, kepribadian bangsa, kristalisasi nilai sosial budaya dan keagamaan bangsa Indonesia.
Jadi, pribadinya bangsa Indonesia bukan bajunya orang lain yang dipasangkan ke dalam bangsa Indonesia itu sendiri. Kalau ada yang tidak beragama, ada yang mau konflik-konflik, itu kan riak-riak kehidupan berbangsa, bernegara yang perlu dicari akar persoalannya. Kemudian pandangan hidup, sebuah konsep dasar kehidupan yang dicita-citakan.
Karena dalam Pancasila itu ada nilai keagamaan. Jadi bangsa Indonesia itu bangsa yang teisme, bangsa Indonesia bangsa yang manusiawi, bangsa Indonesia bangsa yang demokratis. Itu semua adalah konsep dasar yang harus diwujudkan jadi Pancasila itu bukan hanya dasar.
Dia juga sesuatu yang harus diwujudkan. Dia sebagai tujuan. Kemudian jiwa bangsa.
Ada semangat itu. Ada diri patriotisme untuk kemudian bisa mempersatukan bangsa. Kan tidak ada label agama di dalam. Tidak ada label suku di dalam.
Tidak ada agama tertentu walaupun fakta mayoritas ada. Tidak ada suku tertentu walaupun fakta mayoritasnya ada. Itu menunjukkan bahwa semua untuk bangsa Indonesia.
Berdiri sama tinggi, duduk sama rendah. Jadi keberagaman dalam kesedarajatan. Nah, kira-kira begitu ya.
Jadi ada semangat menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Kemudian perjanjian luhur. Nah, ini sebuah perjanjian luhur.
Jadi ini sudah menjadi kesepakatan bangsa. Ada konsensus berlahir dari perbedaan. Ada tokoh agama, tokoh nasionalis, tokoh dari daerah-daerah berbeda.
Berkonsensus melahirkan Pancasila sebagai dasar negara. Sehingga artinya apa ya? Itu tidak bisa dilanggar. Sama dengan kalau ada pesan wasiat dari orang tua kita sebelum meninggal, berani tidak Anda melanggarnya?
Ini wasiat sebenarnya dari para pendiri negara kita. Merupakan sebuah perjanjian uhur yang belum tentu bisa diwujudkan. Artinya dicapai kalau konteksnya kekinian.
Karena begitu banyak kepentingan. Ini kan pendiri negara kita ini betul-betul negarawan sejati yang memikirkan bangsa ini secara komprehensif. Tidak berpikir parsial, kelompok, golongan. Oke, saya pikir itu dari saya, nanti diskusikan lebih lanjut. Terima kasih.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.