Transcript for:
Penaklukan Persia oleh Khalid bin Walid

Intro Penaklukan Persia di masa Abu Bakar Perang Zat al-Salasil Merintis Jalan Menaklukan Sasanid Persia Tahun ke-12 Nigeria, di Kazima, sebuah negeri yang sekarang kita kenal sebagai Kuwait. Panglima perang pasukan muslim Khalid bin Walid berduel melawan Hurmus, Jenderal Perang Sasanid Persia. Duel tersebut merupakan pertarungan pembuka dalam pertempuran yang terdokumentasikan Sejarah sebagai Perang Zad al-Salasil Yang disebut juga sebagai Perang Rantai Dan ahli sejarah barat menuliskannya Sebagai Battle of Chains Semeninggal Nabi Muhammad Kepemimpinan kaum muslim dilanjutkan oleh Khalifah Abu Bakar al-Siddiq Setelah di Bay'a, Khalifa Abu Bakar langsung mendapatkan masalah pertamanya. Serangkan pemberontakan, sikap murtad, dan nabi palsu. Khalifa Abu Bakar mengambil sikap tegas mengirimkan ekspedisi militernya. Dalam beberapa bulan, ekspedisi militer tersebut berhasil mengembalikan stabilitas jazirah Arab. Khalifa Abu Bakar kemudian melanjutkan rencana perluasan kesebelah utara Arab, yaitu Syam dan Sasanid Persia. Syam dikenal juga sebagai Syria, merupakan provinsi kekaisaran Romawi Timur. Sedangkan Sasanid Persia ketika itu merupakan salah satu kekuatan militer yang sangat tangguh di kawasan Mediterania. Khalifa Abu Bakar memerintahkan salah satu panglima perang terbaiknya, Khalid bin Walid, untuk berangkat ke Sasanid Persia. Khalid bin Walid yang masih di Yamama dan baru saja menyelesaikan masalah Nabi Palsu, Musaylama, mendapatkan surat perintah untuk menggerakkan pasukannya menuju Sasanid Persia. Bulan Muharram tahun ke-12 Sejiriyah, berkekuatan 18.000 pasukan, Khalid bin Walid berangkat ke Persia. Nama besar pasukan Sasan Persia kali ini akan diuji oleh pasukan Arab. Para depasukan yang dipimpin Khalid melewati beberapa kota di perbatasan Arab Persia yang ketika itu dikuasai oleh Jabban. Di kota-kota tersebut, para penduduknya menawarkan perdamaian dengan Khalid. Perdamaian tersebut diterima Khalid bin Walid dengan syarat membayar upeti sebesar seribu dinar. Busbuhro bin Saluba menandatangani surat perdamaian dan Khalid pun menuliskan dokumen sebagai jaminan keamanan. Khalid bin Walid meneruskan perjalanan memimpin pasukannya semakin masuk ke dalam kekuasaan Sasani Persia. Di Kazima, Khalid dan pasukannya berhenti untuk melakukan persiapan tempur. Dari Kazima, Khalid menulis surat terlebih dahulu kepada Hurmus yang berada di Ubala dan menjelaskan maksud kedatangannya. Melalui suratnya, Khalid memberi pilihan kepada Hurmus mengikuti agama yang dibawa Nabi Muhammad sehingga mendapatkan jaminan keamanan. Tetap pada agama lamanya, namun membayar jizya atau perang melawan pasukan Muslim. Murmus Sang Jenderal dan dianggap sebagai bangsawan bangsa Persia menyiapkan pasukannya. Sebelumnya, dia terlebih dahulu meneruskan surat Khalid bin Walid ke penguasa tertinggi Persia, Syiria bin Kisra dan Adi Isir bin Syiria. Dalam tradisi Persia, semakin banyak dan mahal atribut yang dikenakan, maka kemenunjukkan orang tersebut memiliki derajat kebangsawanan yang tinggi. 20.000 pasukannya dibagi dalam dua sayap di bawah Hormuz ke Kazima. Sayap kanan dibimbing oleh Kubatz dan sayap kiri dibimbing oleh Anu Sajan. Pasukan Persia diikat dengan rantai satu sama lainnya agar tidak lari dari medan pertempuran. Karena itulah perang yang akan berkecamuk itu nantinya terdokumentasikan sebagai perang salah hasil yang artinya adalah rantai. Sementara itu, pasukan Khalid bin Walid juga semakin mendekati medan pertempuran. Namun, pasukan Khalid menyimpan masalah klasik perang padang pasir, kekurangan air. Masalah yang dialami oleh pasukan Khalid segera mendapatkan solusinya ketika hujan deras mengguyur mereka. Dan saatnya tiba, dua pasukan yang siap tempur itu tinggal menunggu perintah para panglimanya. Di tengah-tengah tensi yang semakin memanas, tiba-tiba hurmus turun dari kudanya dan menantang duel Khalid bin Walid. Khalid tentu saja tidak menolak ajakannya yang biasa dilakukan oleh suku-suku Arab tersebut dan ting pedang yang beradu menyedot semua mata dari kedua belah pihak. Setelah beberapa lamanya menyedot perhatian, duel tersebut mulai menunjukkan titik akhirnya. Beberapa pengalhurnya yang sudah bisa menilai hasil akhir duel tersebut segera maju membantu panglimanya. Belum sempat membantu panglimanya, beberapa pengal-hormus itu diadam oleh pengal-holid yang dipimpin Al-Qaqqa bin Amr. Dalam pertemuran kecil itu, seluruh pengal-hormus Hurmus tewas. Hurmus pun nasibnya tidak jauh berbeda. Kini pasukan Persia kehilangan pahlimanya. Pertempuran besar segera berkecamu, unggul dalam jumlah. Namun pasukan Persia bertempur tanpa kepemimpinan. Pasukan Persia seperti anak ayam kehilangan induknya. Pasukan Muslim dengan mudah menerobos pertahanan mereka. Pasukan Persia yang berhasil melepaskan rantai, melarikan diri dari pertempuran. Sisanya tewas di tangan pasukan Khalid bin Walid. Dua pemimpin seah pasukan Persia berhasil meloloskan diri. Medan pertempuran Kazimah pun akhirnya menjadi gancuran total pasukan Sasanit Persia. Persenjataan dan perbekalan pasukan Persia berhasil dirampas oleh pasukan Khalid. Tanpa membuang waktu, pasukan Khalid bergerak menuju Ubala. Benteng-benteng pertahanan Ubala tidak mampu menanggelombang serbuan pasukan Khalid bin Walid. Kota itu pun jatuh. Setelah menguasai Ubala, Kolit pemerintahkan pasukannya agar tidak mengganggu penduduk karena mereka tidak ikut berperang. Kemenangan di Kazima dan jatuhnya Ubala melempangkan jalan Kolit menuju penyerbuan selanjutnya, Mazar. Perang Mazar ketika pasukan muslim semakin mengikis kekuasaan Persia. Kehancuran total dialami pasukan Persia dalam pertemuran di Kazima. Perang ini adalah sebuah kejutan dalam sejarah peradaban di Timur Tengah ketika pasukan tangguh Persia dilulurantakan oleh pasukan muslim Arab. Kejutan berlanjut ketika Ubala diambil alih pasukan muslim tanpa perlawanan yang berarti. Kekalahan di Kazimah, kematian Hormuz, dan pasukan yang melarikan diri menyadarkan Persia bahwa mereka tidak bisa lagi menganggap remeh pasukan muslim Arab. Khalid bin Walid, panglima pasukan muslim, mengistirahatkan pasukannya di Ubala sambil menunggu reaksi dari kekaisaran Persia. Sementara itu, di pusat kekuasaan Persia, berita tentang tewasnya Hormuz dan jatuhnya Ubala belum sampai kepada mereka. Para pemimpin puncak Persia, Syiria bin Kisra dan Adisir bin Syiria, hanya baru mengetahui pergerakan pasukan Khalid dari Yamama ke Kazimah berdasarkan surat dari Hormuz. Pemimpin tertinggi Persia kemudian mengirimkan bala bantuan yang dipimpin oleh Orin bin Qiryanis. Puluhan ribu infanteri dan kavaleri bergerak meninggalkan ibu kota Persia menuju Ubala. Di perjalanan, Orin bertemu dengan Qubadz dan Anushajan beserta pelarian dari pertempuran Kazima. Korin sungguh terkejut dengan kekalan telak pasukan Persia, tewasnya Hormuz dan jatuhnya Ubala. Kubatz beserta Anushajan setuju bergabung dengan pasukan Korin dan kembali bertempur melawan pasukan Muslim. Setelah menyusun rencana, pasukan tersebut bergerak menyusuri tepian sungai Tigris menuju ke Almazar, sebuah kota di sebelah utara Ubala. Mengetahui pergerakan pasukan dalam jumlah besar di Mazar, Khalid bin Walid mengirimkan Al-Walid bin Uqbah ke Madinah untuk melapor tentang situasi di Persia kepada Khalifah Abu Bakar. Dan kemudian Khalid pun menggerakkan pasukannya ke Mazar. Korin yang sudah mendengar pasukan muslim sudah berangkat dari Ubala, segera menyiapkan pasukannya untuk pertempuran besar. Pasukannya dibagi menjadi dua, sayap kanan dibimbing oleh Anusha Jan dan sayap kiri dipimpin Kubatz. Al-Mazar, sebuah kota yang tidak jauh dari pertemuan aliran Sungai Tigris dan Sungai Eufrat sebelum masuk ke Teluk Persia. Selama ribuan tahun, peradaban Mesopotamia bertumpu dari pertanian di lebah-lebah Sungai Tigris dan Eufrat. Begitu halnya dengan Al-Mazar terletak di dekat pertemuan Sungai Tigris dan Eufrat, menjadikan Al-Mazar dikenal sebagai kota pertanian yang makmur. Bulan Safar atau Muharram, tahun ke-12 Hijriah, pasukan Qalid bin Walid memasuki wilayah Mazar Nansubur. Pasukan Qarin bin Qiryanis pun telah menyambut kedatangan pasukan Qalid bin Walid. Di tempat yang tidak jauh dari aliran Sungai Tigris, pasukan Qalid bin Walid telah berada padapan dengan pasukan Qarin bin Qiryanis. Dan kelak perang ini juga akan dikenal sebagai Perang Thani atau Perang Sungai karena bertempat tidak jauh dari Sungai Tigris. Seperti pertempuran di Kazima, Qarin menantang duel Khalid bin Walid. Namun, belum sempat Khalid menuju badan duel. Maqil bin Al-Akshar, salah satu perwira pasukan muslim, mendahului dan berduel dengan Qarin. Bukan hanya satu duel, Adi bin Hatim juga terlibat duel dengan Kubans. Duel lainnya juga terjadi antara Al-Shajar melawan Azim. Tiga perwira tertinggi pasukan Sasanid Persia tersebut tidak ada yang selamat dari duel melawan para perwira pasukan Muslim. Kehilangan tiga pemimpin tertingginya membuat pasukan Persia mengalami demoralisasi. Khalid bin Wali tidak menyanyiakan kesempatan tersebut, pasukan Muslim bergerak maju menyerang. Perang besar yang berkecamuk itu menghasilkan korban yang sangat besar di pihak Persia. Mayat-mayat pasukan Persia hanyut di bawah aliran sungai Tigris. Belajar dari Kazima, Khalid bin Wali tidak membiarkan pasukan Persia lelos. Pasukan Muslim terus mengejar pasukan Persia yang mencoba melarikan diri. Pasukan Persia menderita korban jiwa hingga 30.000 pasukan aliran sungai Tigris yang tenang menganyutkan sebagian dari mayat-mayat pasukan Persia. Sebagian dari prajurit Persia yang telah kehilangan semangat tempurnya memilih menyerah dan menjadi tawanan perang. Pertempuran itu berakhir dengan dikuasainya Al-Mazar oleh pasukan Muslim. Khalid bin Walid memerintahkan pasukannya tidak mengganggu penduduk, terutama para petani, karena mereka bersedia membayar jizya. Setelah Al-Mazhar dipaksikan takluk sepenuhnya, Khalid bin Walid mengirimkan telik sandinya semakin dalam kewilayah kekuasaan Persia. Dan selanjutnya, pasukan Muslim akan bergerak menuju barat daya Persia, Walaja. Perang Walajah menghadapi jenderal terbaik Persia Berita tentang kematian 2 panglima perang andalan Persia, Hurmus dan Qarin akhirnya sampai ke telinga para petinggi Persia. Bukan hanya itu, para petinggi Persia semakin dibuat geram dengan jatuhnya 2 kota mereka di sebelah selatan, Ubalah dan Mazar. Pergerakan pasukan muslim yang berhasil merangsek semakin dalam mulai membuka mata kaisar Persia bahwa lawan mereka bukan lagi sekumpulan suku badui Arab yang hidupnya nomaden. Masih di bulan Shafar, tahun ke-12 Hijriah, Ardi Shir bin Shiryah mengirim panglima perangnya yang paling pemberani, Andar Zagar. Telah menang dalam banyak pertempuran, sekarang Andar Zagar akan menghadapi kekuatan dari semenanjung Arabia. Bahkan Ardishir juga mengirimkan Bahman Jazawaih dengan pasukan terbaiknya untuk mendukung pasukan Andar Zagar. Sebanyak 25.000 pasukan Persia bergerak ke selatan menyeberangi sungai Tigris menuju Walaja, sebuah kota di tepian sungai Efra. Di perjalanan, Andar Zagar berhasil mengajak serta beberapa kelompok Arab. Dengan demikian jumlah pasukan Persia semakin bertambah hingga mencapai kisaran 30.000. Sedangkan pasukan yang dibimbing Bahman Jazawai Perkonsentrasi melakukan penjagaan di Hira Sekaligus sebagai pasukan pedukung Andar Zagar Di Walajah, tidak jauh dari tepian sungai Eufrat Pasukan Persia membangun perkemahan sekaligus bersiap dalam posisi tempur Walajah merupakan kota terdekat dari Mazar Pasukan Persia akan mencegat pasukan Muslim di tepian sungai Eufrat Pergerakan pasukan Persia menuju Walaja dan Hira pun segera diketahui oleh Khalid bin Walid. Sebelum menuju Walaja, Khalid bin Walid menunjuk Sa'id bin An-Numan sebagai pemimpin pasukan di Mazar. Menyadari bahwa pergerakan pasukan Muslim sudah sangat dalam di kekuasaan Persia, Khalid bin Walid mewanti-wanti penggantinya di Mazar agar selalu waspada dengan pergerakan pasukan musuh. Setelah memastikan penjagaan di Masar, Khalid bin Walid dan pasukannya bergerak menuju Walaja. Di sebelah selatan Walaja, Khalid memerintahkan pasukannya mendirikan perkemahan. Sambil mempelajari situasi, Khalid mengistirahatkan pasukannya selama dua hari. Sekali lagi, kalah dalam jumlah, Khalid membuat rencana dengan menyusupkan dua kontingen kavaleri ke bagian belakang pasukan Persia pada malam menjelang pertempuran. Dua kontingen kavaleri tersebut terlindungi oleh sebuah bukit sehingga luput dari pengamatan pasukan Persia. Penyusupan dua kavaleri ini untuk mengawasi situasi sekaligus mengantisipasi pergerakan pasukan pendukung dari Hira. Kedua kontingen kavaleri itu juga akan menyerbu saya bagian belakang pasukan Persia setelah mendapatkan sinyal dari Khalid bin Walid. Pagi harinya, pasukan Persia telah bersiap dalam tiga kolam utama, begitu hanya dengan pasukan Muslim. Andar Zagar yang mendengar kemampuan ofensi pasukan muslim memilih bertahan. Dia membiarkan pasukan muslim mengambil inisiatif serangan. Agresivitas pasukan muslim pada serangan pertama ini membuat pasukan Persia tertekan dan mundur. Melihat pasukannya tertekan, Andar Zagar melancarkan serangan balik dengan rotasi garis depan. Pasukan di belakang yang masih segar bergerak maju menyerang baris depan pasukan muslim. Strategi ini sepertinya berhasil membalikkan keadaan. Khalid memerintahkan pasukannya bergerak mundur dengan perlahan-lahan. Sedangkan Andar Zagar yang melihat pergerakan mundur pasukan Muslim memerintahkan kepada seluruh pasukannya memasuki formasi pertempuran. Dalam posisi menekan pasukan Muslim, Andar Zagar dikejutkan oleh serangan kavaleri di dua sayapnya. Kavaleri Persia yang berada di belakang menghadapi serbuang tidak terduga tersebut. Andar Zagar harus menerima kenyataan ketika pasukan kavalerinya mengalami kekalahan total di garis belakang pertempuran. Sementara di depannya, infanteri pasukan Muslim kembali menekan dengan dukungan kavaleri. Melihat dua kavalerinya sudah menyerang sayap belakang, Khalid memberitakan pasukannya kembali maju dengan posisi melebar sehingga mengepung pasukan Persia. Pasukan Persia terperangkap di tengah-tengah formasi pertempuran. Dalam situasi ini, pasukan Persia menderita korban jiwa pasukannya dalam jumlahnya. jumlah yang sangat besar. Tidak ada pilihan lain, beberapa pasukan Persia melarikan diri dari pertempuran selagi sempat. Begitu halnya dengan Panglima Persia, Andar Zagar. Dalam sebuah kesempatan, dia berhasil meloloskan diri dari kepungan pasukan Muslim. Dalam beberapa catatan ahli sejarah, akhirnya Andar Zagar ditemukan mati kehausan di gurun pasir dan panas. Setelah berhasil mengatasi pasukan Persia di Walaja, Khalid bin Walid kembali mengonsolidasikan seluruh pasukannya. Target selanjutnya dari Khalid bin Walid adalah Ulaz. Perang Ulais, pembuka jalan menuju hero. Kekalahan telat di Walaja membuat Persia kehilangan puluhan ribu pasukannya. Bukan hanya itu, Andar Zagor, jenderal terbaik yang dimiliki Persia tidak selamat dari Walaja. Menurut catatan beberapa ahli sejarah timur tengah klasik, terdapat sekitar 5.000 pasukan Persia yang berhasil meloloskan dari Walaja. Setelah menempuh panasnya gurun pasir, pasukan pelarian tersebut bisa mencapai Ulais, 10 mil di utara Walaja. Sementara itu, berita tentang Walaja sudah sampai kepada Bahman Jazawai yang berkedudukan di Hira. Bahman Jazawai memperkirakan pasukan muslim akan bergerak ke Ulais. Karena itulah, Bahman Jazawai mengirim salah satu perwira seniornya, Jaban, untuk mengantisipasi pergerakan pasukan muslim di Ulais. Bahman Jazawai berpesan kepada Jaban agar sebisa mungkin menunda pertempuran sampai bantuan dari Jezibon datang. Setelah itu, Baman Jazawai pergi ke Zezipon untuk bertemu dengan Adzir, sekaligus membawa pasukan tambahan untuk Ulais. Baman Jazawai juga memerintahkan Jaban untuk mereorganisasi pasukan dari Arab Nasrani, terutama yang melarikan diri dari Walaja. Konsentrasi pasukan Persia di Ulais mendapatkan tambahan seiring masuknya dukungan dari kaum Arab Nasrani lainnya, Bani Bakar. Pasukan Nasrani Arab yang bergabung dalam pasukan Persia tersebut dipimpin oleh Abdul Aswad. Dalam pertempuran Walaja, Abdul Aswad kehilangan dua putranya, sehingga menaruh dendam yang amat sangat kepada pasukan Muslim. Diperkirakan pasukan gabungan tersebut berkekuatan hingga 70.000 personil. Sementara itu, Khalid menugaskan Al-Mutana Ibnu Hariza dengan kavaleri dalam jumlah kecil mengintai posisi pasukan Persia dan Arab. Pengintean itu berhasil memetakan dengan jelas posisi pasukan Koalisi Persia Arab yang diapit Sungai Eufrat di sebelah kiri dan Sungai Khasif, anak Sungai Eufrat, di sebelah kanannya. Sedangkan tidak jauh dari perkembangan pasukan Koalisi Persia Arab terdapat persimbangan Sungai Eufrat dan Sungai Khasif. Setelah mempelajari medan dan posisi musuh, Khalid bin Walid segera mengerahkan pasukannya yang dibagi menjadi tiga kolom. Khalid memimpin langsung pasukan induknya. Sayap kanan dibimbing oleh Adi bin Hatim dan sayap kiri dibimbing oleh Azim bin Umar. Pada suatu siang hari, pergerakan pasukan muslim yang semakin dekat berhasil diketahui oleh Jabban. Dalam situasi yang medesak, pasukan Persia berhasil membuat formasi tempur dengan menempatkan pasukan Arab di bagian sayap. Sayap kanan dibimbing oleh Abdul Aswad. dan sayap kiri dipimpin oleh Abjar. Sedangkan bagian Induk merupakan pasukan kekaisaran Persia yang dipimpin langsung oleh Javan. Masih di bulan Safar, tahun ke-12 Hijriah, pertempuran besar kembali berkecamu. Khalid memutuskan tidak menunda pertempuran selagi bala bantuan dari Cessifon belum datang. Korban jiwa mulai berjatuhan dan korban semakin banyak seiring meningkatnya eskalasi pertempuran. Pasukan Persia belum menyerah meskipun menderita korban jiwa. menghadapi 18.000 pasukan muslim. Wilayah pertempuran terus menuas hingga mencapai tepian Sungai Kasir. Korban terus berjatuhan dari kedua belah pihak. Tepian Sungai Kasir ini menjadi medan pertempuran paling sengit. Kesulitan dalam menembus pertahanan musuh, Khalid bin Walid akhirnya bertemu dengan pemimpin pasukan sayap kanan, Abdul Ashwar. Khalid bin Walid langsung terlibat duel dengan Abdul Ashwar. Setidaknya jika bisa menghabisi salah satu pemimpin musuh, maka bisa menurunkan moral pasukan mereka. Duel tersebut berakhir dengan jatuhnya Abdul Aswa. Ketika hari semakin sore, pasukan Busli mulai menguasai medan pertempuran. Ribuan pasukan koalisi Persia art tewas dan hanyut di Sungai Kasif. Dan kelak, Sungai Kasif akan dikenal sebagai Sungai Darah. Dan ketika malam tiba, pertempuran tersebut berakhir, pasukan koalisi Persia Arab nyaris mengalahkan kancuran total. Hanya sedikit dari mereka yang berhasil lolos dan lari ke Cezifon. Kemenangan diulais, membuka jalan bagi pasukan muslim ke 7 hero, sebuah kota penting Persia yang letaknya tidak jauh lagi. Pengepungan Al-Hiro dan Al-Anbar Setelah pertempuran yang melelahkan dan berdarah-darah diulais, pasukan muslim bergerak mendekati kota penting Persia, Al-Hiro. Al-Hiro merupakan kota strategis di bagian bardaya Persia, sekaligus sebagai ibu kota dari kerajaan Lahamid, yang kemudian menjadi provinsi kekaisaran Sasanid Persia. Kota ini menjadi titik pertemuan dari tiga kebudayaan besar Timur Tengah, yaitu kaum Majuzi Persia, Kristen Nestorian, dan Arab Paganis. Al-Hirau menjadi tipikal kota klasik timur tengah yang makmur dengan perdagangan yang ramai. Dan Khalid bin Walid beserta pasukannya memasuki Al-Hirau untuk menyebarkan Islam ke kota tersebut. Tidak terjadi pertempuran terbuka di Hirau, pasukan Lahmid bertahan di dalam benteng-benteng mereka. Khalid segera memerintahkan... pasukannya mengepung benteng-benteng tersebut. Benteng-benteng tersebut tidak mampu bertahan lama. Para pasukan di dalamnya memilih menyerah kepada pasukan muslim. Terdapat lima benteng di Al-Hirau dan semuanya jatuh ke tangan pasukan muslim setelah mengalami pengepungan. Pemimpin Al-Hirau Amr bin Abdul Masih menemui Khalid bin Walid untuk membicarakan perdamaian. Khalid bin Walid menyetujui perdamaian setelah penduduk Hiroh bersedia membayar Ejizya. Amr bin Abdul Masih kemudian menandatangani dokumen perdamaian sekaligus jaminan keamanan dari Khalid bin Walid. Setelah Al-Hirau sempurnya dalam kendali, Khalid bin Walid mengarahkan pasukannya ke Al-Anbar. Tertak di tepian sungai Eufrat membuat Al-Anbar merupakan lahan pertanian yang subur. Pada masa tersebut Al-Anbar dibibin oleh Shirazad. Kota ini dikenal sebagai penghasil biji-biji gandum sehingga disebut sebagai Al-Anbar. Sebagian dari penduduk Al-Anbar adalah orang-orang Arab. Konon, orang-orang Arab banyak yang bermukim di Al-Anbar sejak masa kekuasaan Kaisar, Bukhtanasar atau yang juga dikenal sebagai Nebukadnezar. Sesampainya di pinggiran Al-Anbar, Khalid bin Walid dan pasukannya harus tertahan oleh parit pertahanan. Parit pertahanan ini mengingatkan pada perang Hondak di masa Nabi Muhammad. Ketika itu, Salman al-Farizi, sahabat Nabi yang berasal dari Persia, mengusulkan parit pertahanan di luar kota Madinah untuk menghentikan pergerakan pasukan Urais Mekah. Pasukan yang bersiap di seberang Farid ternyata bukan hanya terdiri dari Persia, tetapi juga orang-orang Arab. Terhalang oleh Farid, Khalid bin Walid memberitakan pasukannya menyerang dengan melempar tombak. Serban tombak yang menghujani tanpa henti itu membuatnya terlihat lebih kecil. membuat pasukan musuh kocar kacir hujan tombak itu membuat pasukan musuh banyak yang terluka di bagian mata sehingga menyebabkan kebutaan karena itulah perang di al-anbar ini juga dikenal sebagai perang zatul uyun melihat kondisi pasukannya jirasyat kemudian mengirimkan surat kepada Khalid bin walid untuk meminta perdamaian mengetahui syarat yang diajukan Khalid bin walid tidak sanggup dipenuhinya jirasyat memutuskan meneruskan pertempuran meskipun pasukannya sudah kocar kacir Melihat pasukan musuh mulai porak-poranda, Khalid bin Walid memerintahkan menyembeli onta-onta yang sudah kurus kering dan memasukkannya ke dalam parit. Pasukan muslim berhasil menyeberangi parit dan memasuki Al-Anbar. Melihat pasukan muslim berhasil menyeberangi parit, melewati parit pasukan Persia berlindung ke dalam benteng. Namun Zirazat memilih menerima keadaan yang sedang terjadi. Dia memutuskan menyerah kepada Khalid bin Walid dan mematuhi segala syarat yang diajukan. Khalid bin Walid juga mengizinkan Zirazat meninggalkan Al-Anbar untuk beberapa waktu lamanya. Khalid bin Walid tinggal di Al-Anbar sebelum meneruskan ekspedisi militernya ke Ain At-Tamar. Perang Ain At-Tabar Ain Atamar, sebuah kota di sebelah barat laut Bagdad. Memiliki banyak oasis, serta diretan pohon-pohon palm, membuat Ain Atamar menjadi kota hijau di tengah panasnya gurun pasir. Ain Atamar juga menjadi sumber air bersih yang melimpah dengan adanya Danau Razazah. Kota ini awalnya bernama Sefata yang artinya adalah air bersih. Peninggalan klasik dari Ain Atamar yang masih bisa dijumpai di masa sekarang adalah Benteng Al-Uqaidir yang dibangun pada masa kekulifan Abasyah jauh setelah Persia dikuasai kaum Muslim. Pada masa-masa ekspedisi militer pasukan Muslim di Persia, Ain Atamar dipimpin oleh Mihran bin Bahram. Dia adalah seorang keturunan bangsawan Persia yang terpandang. Sementara itu, di Al-Anbar, Khalid telah bersiap menggerakkan pasukannya ke Ain Atamar. Khalid bin Walid menunjuk Az-Zabaran bin Badar sebagai penggantinya di Al-Anbar. Khalid bin Walid kemudian membawa pasukannya menuju Ain Atamar. Dalam beberapa catatan sejarah, pasukannya dibawa Khalid hanya berkisar antara 500 sampai 600 personel. Sebagian besar pasukannya ditinggalkan untuk menjaga Al-Anbar dan Al-Hirau. Mengetahui adanya pergerakan pasukan muslim menuju daerah kekuasaannya, Mihran bin Bahram segera memobilisasi pasukannya. Selain pasukan Persia, Mihran bin Bahram berhasil mendapatkan dukungan dari kaum Nasrani Arab yang ada di Ain Atamar. Beberapa suku Arab yang bergabung dengan pasukan Persia adalah Bani Anamir, Bani Taglib, dan Bani Ayyad. Pasukan dari kaum Nasrani Arab tersebut dipimpin oleh Akoh bin Abi Akoh. Diperkirakan jumlah pasukan gabungan Persia Arab tersebut mencapai seribu personil. Ketika pasukan Khalid semakin mendekat, Akoh bin Abi Akoh meminta kepada Miran bin Bahram agar pasukan Arab saja yang menghadapi pasukan Muslim. Akoh bin Abi Akoh berdali bahwa hanya orang Arab yang bisa melawan orang Arab. Mihran bin Bahram mengizinkan Akoh bin Abi Akoh beserta pasukannya yang menyambut pasukan Khalid di luar kota. Beberapa para wira Persia mempertanyakan keputusan pemimpin mereka. Mihran bin Bahram menjelaskan bahwa jika pasukan Khalid Jika pasukan Aqoh bin Abi Aqoh menang, maka kemenangan tersebut juga akan menjadi kemenangan Persia. Namun, jika pasukan Aqoh bin Abi Aqoh kalah, maka pasukan Persia akan mudah mengalahkan pasukan Muslim yang sudah kelelahan. Para perwira bawahan Mihrab bin Bahram pun mengakui kejeniusan pemimpinnya. Dalam perang ini, Khalid bin Wali tetap mempertahankan formasi tiga kolomnya. Melihat pasukan Muslim sudah di depannya, Akhob bin Abi Akhob segera mengatur pasukannya. Ketika pasukan musuh sudah di depannya, Khalid mengambil keputusan mengejutkan. Dua pasukan sayapnya diperintahkan tetap di tempat sambil menunggu perintahnya. Sedangkan pasukan Induk yang dipimpinnya bergerak maju menyerbu pasukan Nasrani Arab. Pergerakan tidak terduga itu, menunjukkan pasukan Nasrani Arab, Akhqa bin Abi Akhqa langsung berhadapan-hadapan dengan Khalid bin Walid. Tidak membutuhkan waktu lama, Khalid bin Walid berhasil melumpuhkan Akhqa bin Abi Akhqa. Melihat pemimpinnya menjadi tawanan, sebagian pasukan Nasrani Arab itu memilih menyerah. Dan sebagian lainnya melarikan diri mencari perlindungan ke dalam kota. Melihat pasukan yang dipimpin Akoh bin Abi Akoh kalah telak, Miran bin Bahram beserta pasukannya justru melarikan diri dari benteng pertahanan Ain At-Tamar. Dan sebagian pasukan Arab Nasrani yang melarikan diri tersebut langsung berlindung di dalam benteng. Pasukan muslim berhasil masuk ke dalam kota dan langsung mengepung benteng pertahanan itu. Ketika gerbang benteng pertahanan jebol, pasukan yang ada di dalamnya menyerah. Menyerahnya pasukan Nasrani Arab mengakhiri kekuasaan Sasanid Persia di Ain At-Tamar. dan pergerakan pasukan muslim yang dipimpin Khalid bin Walid semakin mendekati perbatasan Syam, kekuasaan Romawi Timur. Ketika Khalifah Abu Bakar memulai kampanye militernya di Persia, beliau mengirimkan dua kontingen. Kontingen yang dibibin Khalid bin Walid berangkat dari Yamama, atau selatan Persia. Kontingen satunya lagi dibibin oleh Iyad bin Gam, berangkat dari utara Madinah, dan menyusuri perbatasan antara Syam-Persia, dan memasuki Persia dari utara. Khalifa Abu Bakar memberikan perintah bahwa siapa yang terlebih dahulu sampai di Al-Hirau, maka dialah yang berhak menjadi pemimpinnya. Apakah itu Khalid bin Walid atau Iyad bin Qan? Pergerakan pasukannya di pimpin Khalid bin Walid berhasil menaklukkan kota-kota di sepanjang sungai Eufrat dan terlebih dahulu sampai di Hirau, hingga kemudian berlanjut sampai ke Ain Atamar. Sedangkan pasukannya dibimbing oleh Iyad bin Gam, tertahan di Dumat Al-Jandal, sebuah kota yang saat itu dalam kekuasaan Syam. Dumat Al-Jandal merupakan kota gurun pasir yang dihuni oleh bangsa Arab. Posisinya sebagai jalur perdagangan antara Syam dengan Arabia, menjadikan kota ini sangat strategis. Sementara itu, di Madinah, Khalifa Abu Bakar yang memantau seluruh ekspedisi militer, sudah mengetahui tertahannya pasukan Iyad di Dumat Al-Jandal. Ketika Al-Walid bin Uqbah, putusan Khalid bin Walid datang ke Madinah untuk melaporkan perkembangan ekspedisi militer di Persia, Khalifah Abu Bakar segera memerintahkannya pergi ke Dumat Al-Jandal untuk membantu Iyad. Sampainya di Dumat Al-Jandal, Al-Walid bertemu dengan Iyad bin Gam yang dalam kondisi saling kepung-mengapung dengan musuhnya. Al-Walid memberikan saran kepada Iyad bin Gam agar meminta bantuan Khalid bin Walid untuk menyudahi perlawanan di Dumat Al-Jandal. Iyad bin Gam menyetujui usulan tersebut dan dikirimlah pembawa surat untuk meminta bantuan kepada Khalid bin Walid. Ketika menerima surat permintaan bantuan dari Dumat Al-Jandal, Khalid bin Walid baru saja menyelesaikan penaklukan Ain At-Tamar. Sebelum berangkat ke Dumat Al-Jandal, Khalid bin Walid mempercayakan penjagaan Ain At-Tamar kepada Waimir bin Al-Kahin. Setelah memastikan penjagaan Ain Atamar, Khalid bin Walid mengerahkan pasukannya dengan mengendarai Unta menuju Dumatul Al-Jandal. Mengetahui pasukan Khalid bin Walid bergerak mendekat, para pemimpin Dumat Al-Jandal segera meminta bantuan kepada sekutu mereka. Beberapa klan Arab seperti Bani Bahra, Bani Tanuk, Bani Qawb, dan Bani Ghassan mengirimkan pasukan bantuan ke Dumat Al-Jandal. Pasukan koalisi dari beberapa klan Arab tersebut dibagi menjadi dua, masing-masing dipimpin oleh Akidar bin Abdul Malik dan Al-Judi bin Robiah. Sepertinya, tensi pertempuran akan meningkat seiring datangnya pasukan jadi pimpin Khalid bin Walid. Namun, dua pemimpin pasukan koalisi, Akidar bin Abdul Malik dan Al-Judi bin Robiah, justru terlibat perdebatan sengit. Akidar bin Abdul Malik yang sangat mengenal karakter Khalid bin Walid mengusulkan agar mengadakan perdamaian dengan pasukan muslim. Mundurnya Akidar bin Abdul Malik dari koalisi segera diketahui oleh Khalid bin Walid. Asim bin Amr kemudian ditugaskan Khalid untuk menangkap Akidar bin Abdul Malik. Khalid bin Abdul Walik pun menjatuhkan hukuman mati kepada Akidar bin Abdul Malik setelah berhasil ditangkap. Setelah mempelajari posisi musuh dan situasi medan pertempuran, Khalid bin Walid membagi wilayah penyerbuan menjadi dua. Separuh dumat Al-Jandal yang dipimpin oleh Al-Judi bin Robiah akan dihadapi Khalid bin Walid, dan separuhnya lagi akan dihadapi pasukan Iyad bin Gam. Khalid bin Walid mengambil inisiatif serangan Pasukannya secara bergelombang menyerbu pasukan koalisi Arab yang dipimpin Al-Judi bin Rabia Khalid bin Walid segera terlibat duel dengan Al-Judi bin Rabia Strategi yang sudah berulang kali dilakukan Khalid bin Walid Untuk menurunkan moral pasukan musuh dengan menundukkan pemimpinnya Khalid bin Walid kembali berhasil dengan strateginya Pasukan koalisi Arab jatuh moralnya melihat pemimpin mereka ditawan pasukan muslim Terima kasih Pasukan koalisi Arab mencoba bertahan di dalam benteng Sementara di luar benteng pasukan Muslim terus-menerus mengepung mereka Pertahanan benteng tersebut akhirnya dibolos Pasukan Muslim menyerbu masuk dan berakhirlah perlawanan pasukan Al-Judi bin Rabia Sedangkan Iyad bin Gaum berhasil menekan pasukan koalisi Arab di separuh dumat Al-Jandala Meskipun jumlah lebih besar mereka tidak mampu menahan gelombang serang pasukan Muslim Terima kasih telah menonton Setelah Dumat Al-Jandal dipastikan tunduk sepenuhnya, Khalid bin Walid memberitakan salah satu perwiranya, Akro bin Habis, kembali ke Al-Anbar. Kewaspadaan di wilayah Persia tidak bisa diabaikan karena kekaisaran mereka masih tegak berdiri. Dan tidak lama kemudian, Khalid bin Walid membawa pasukannya kembali ke Al-Hiro. Perang Al-Hushayn dan Al-Mushayah Setelah menaklukkan Ain Atamar, Khalid bin Walid mengarahkan pasukannya ke Dumat Al-Jandal membantu pasukan Iyad bin Gam. Setelah berhasil menyelesaikan pertempuran di Dumat Al-Jandal, Khalid bin Walid mengisratkan pasukannya untuk beberapa hari. Persia mengira bahwa Khalid bin Walid dengan sebagian besar pasukannya akan berdiam lama di Dumat al-Jandal. Mereka akan mengambil kesempatan menyerbu pasukan Muslim selagi kepergian Khalid. Bahman Jazawai mengumpulkan para pasukan Persia yang selamat dari pertempuran di Ulais dan beberapa pertempuran lainnya. Dan sebagian lagi dari pasukan Persia yang dikirim Bahman merupakan prajurit baru yang belum pernah terlibat kontak senjata dengan pasukan Muslim. Bahman membagi pasukannya menjadi dua yang masing-masing dibimbing oleh Rusbah dan Ruzamir. Pasukannya dibimbing oleh Rusbah bergerak ke arah Al-Husayn. Sedangkan pasukannya dibimbing oleh Ruzamir bergerak ke arah Hana'is. Dua pasukan Persia yang telah berada di Al-Husayn dan Hana'is ini masih belum bergerak menunggu kesiapan dari koalisi pasukan Arab. Sedangkan pasukan Arab terbagi menjadi dua, Qusayl bin Imran memimpin pasukan yang berada di Muzayah. Pasukan Arab lainnya dibibit oleh Robi'ah bin Bujay berada di dua tempat yang berdekatan, Sani dan Sumail. Sementara itu, ketika pasukan Persia belum bergabung dengan pasukan Arab, Khalid bin Walid beserta pasukannya datang dari Dumat Al-Jandal ke Al-Hirau. Situasi ini membuat para pemimpin pasukan koalisi Persia-Arab harus bertindak cepat. Empat pasukan yang terpisah membuat situasi menjadi mencemaskan. Khalid yang sudah mendengar perkembangan situasi dari para perwiranya, mengambil keputusan cepat menyerang setiap bagian pasukan musuh sebelum mereka sempat melakukan unifikasi. Dua kontingen pasukan muslim yang masih-masih dibipin oleh Al-Khokho, Bin Amr, dan Abu Laila bergerak dari Hiro menuju Ain Atamar. Sedangkan Khalid masih harus mengistirahatkan pasukannya yang baru saja datang dari Duma Al-Jandal. Dalam hitungan hari, pasukan muslim berhasil membangun konsentrasi di Ain Atamar. 15.000 pasukan muslim di Ain Atamar dalam kondisi siap tempur setelah Khalid bin Walid beserta pasukannya datang dari Al-Hirau. Sedangkan pasukan koalisi Persia Arab masih belum berhasil untuk menggabungkan diri karena kontingen pasukan muslim lebih dahulu bermanufa menutup ruang gerak. Khalid bin Walid mengambil inisiatif serangan dengan memerintahkan Al-Qaqa bin Amr menyerbu pasukan Persia yang berkonsentrasi di Al-Husayn. Sedangkan Abu Laila memimpin pasukannya bergerak ke Hanaiz menghadapi pasukan Persia yang dipimpin oleh Rusbah. Pasukannya di bibit Al-Qa'aqa'u dengan cepat bermanufa dan menyerang pasukan Persia. Sebagaimana perang klasik lainnya, duel panglima terjadi di Abu Said Al-Qa'aqa'u bin Amr melawan Ruzamir. Kematian Ruzamir ditangani oleh Al-Qa'aqa'u. Pertemuran Apocon melemahkan moral pasukan Persia. Pertemuran sengit di Al-Husayn berakhir dengan kekalan total pasukan Persia. Berita kekalan di Al-Husayn segera sampai ke Rusbah dari sisa pasukan Persia yang menarikan diri ke Hanais. Rusbah memilih menggerakkan pasukannya ke Muzayyah bergabung dengan sekutu Arab mereka sebelum pasukannya dibimbing Abu Laila datang. Khalid segera menyatukan tiga kontingen pasukannya dan memerintahkan untuk bergerak ke Muzaya. Sedangkan pasukan Arab yang berada di Saniya dan Zumail diabaikan karena hanya unit-unit kecil yang mudah diatasi. Untuk meminimalisir korban di pihaknya, Khalid bin Walid melancarkan serangan kilat pada malam hari. Mendapatkan serangan tidak terduga, pasukan koalisi Persia Arab tidak mampu memberikan perlawanan yang memadai. Sebagian besar pasukan koalisi tewas dalam serangan kilat tersebut, termasuk pemimpin mereka, Rusman. Hanya sebagian kecil yang berhasil lolos dari serangan di tengah malam buta itu. Kemudian mereka menarikan diri dan bergabung dengan pasukan Arab di Sanya. Pasukan Muslim terus mengejar sisa-sisa pasukan koalisi Persia Arab hingga ke Sanya. Hingga kemudian seluruh sisa-sisa pasukan koalisi berakhir pada pertempuran di Zumail. Sebagian besar pasukan tersebut tewas dan sisanya menjadi tawanan. Terima kasih telah