Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Om Swastiastu, Namo Buddhaya, Salam Kebajikan Selamat pagi dan selamat datang kepada seluruh hadirin yang telah hadir Di Aula Barat dan juga Aula Timur Kampus Ganesa Institut Teknologi Bandung. Perkenalkan, saya Priyanka Arifia dari Biomanagement dan saya Teresya Sinaga dari Rekayasa Pertanian selaku MC Biospark hari ini. Izinkan saya untuk menyapa.
Selamat pagi yang terhormat Ibu Dekan SITH ITB, Ibu Prof. Enda Sulistiawati PhD beserta jajaran. Yang kami hormati para advisory board SITH ITB. Yang kami hormati para narasumber talk show.
Yang kami hormati para peserta pameran produk dosen startup alumni maupun mahasiswa. Yang kami hormati para dosen dan tentunya seluruh mahasiswa ITB dan juga seluruh tamu undangan yang kami muliakan. SSTH Expo 2024 Biospark tidak hanya mempertemukan dosen dan mahasiswa saja Namun juga dengan para alumni yang telah berhasil berkarya baik di dalam maupun luar negeri Selain itu Biospark juga mempertemukan berbagai instasi pemerintah maupun swasta Mahasiswa dari berbagai universitas di Bandung maupun luar Bandung Siswa SMA serta masyarakat luas Dan tentunya acara ini tidak akan berjalan lancar tanpa dukungan dari para sponsor. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada PT Intralab Ekatama, PT Nutrilab Pratama, PT Arara Bentang Semesta, PT Iswes Indonesia, PT Baswara Jaya Scientific, PT Infinity Bioanalytica Solusindo, PT Esko Utama, PT New Module International, EV Seri, PT Sadia Balawan, dan PT IKA Works Asia SDN BHD. Serta Biospark juga turut menghadirkan startup alumni yang ikut berpartisipasi pada acara pameran produk startup Oleh karena itu kami kembali mengucapkan terima kasih kepada Bell Living Lab, Mas Home, Surplus Indonesia, Elefarm, Orca Biotechnology Nusantara, dan Biops Agrotekno Dan para hadirin mata acara pada hari ini tentunya tidak kalah menarik dari hari pertama Biospark 2024 Dan hari ini akan ada talk show dengan para startup alumni yang tentunya telah berhasil berkiprah di dalam dan di luar negeri.
Kemudian ada talk show dari para alumni dan diaspora, SITH tour, konsultasi pendidikan SITH dan tentunya pameran tugas akhir mahasiswa. Para hadirin tentunya sudah tidak sabar menunggu acara talk show hari ini dengan tema tantangan dan peluang startup berbasis hayati di era digital dengan pembicaraan. Startup Alumni SCTH ITB.
Untuk itu mari kita sambut Bapak Intan Taufik PhD sebagai moderator pada sesi kali ini. Kepada Bapak Intan kami persilahkan untuk mengambil alih sesi kali ini. Baik, selamat pagi semuanya bapak ibu sekalian dan teman-teman ini. Terima kasih sudah hadir disini. Selanjutnya mungkin saya ingin langsung saja memanggil ini para panelis kita, pembicara kita yang sangat keren-keren ini.
Mas Gibran silahkan ke depan. Mas mau lihat bocoran pertanyaannya enggak? Oke, ya silahkan dulu.
Berikutnya Mbak Smeru, saya persilakan ke depan. Dan juga yang terakhir dan tak kalah kerennya ini Mas Aruna, silahkan ke depan. Baik mungkin sebelumnya tadi ada untuk buat teman-teman yang belum kenal nih siapa aja kita balik lagi sebentar untuk memperlihatkan siapa saja sih sebenarnya yang ada di depan nih kalau belum kenal sih kebangetan ya khususnya mahasiswa SITH ITB ini boleh lihat tadi mas Gibran Oke, ini saya perkenalkan, ini Mas Gibran, ini S1-nya di Biologi SITH ITB.
Work Experience, Evisery, CEO dan Co-Founder dari 2013 hingga saat ini. Advisory Board di SITH, kemudian juga Dory Foods Indonesia sebagai CEO dan Founder. Ini Awards and Achievement-nya cukup banyak, sebenarnya enggak semuanya.
Ada disini ya mas ya? Lebih banyak dari ini, tapi terima kasih saya ucapkan selamat atas semua achievement dan sudah bersedia untuk kemudian juga berbagi disini. Berikutnya, Mbak Smeru.
Basmerugita Lestari ini S1 di biologi ITB, kemudian S2 melanjutkan untuk biomanagement, work experience. Jadi kalau gak salah ini dari awal udah mulai-mulai bikin startup ide-idenya itu waktu... Waktu kuliah ya, waktu kuliah kemudian sudah selesai memulai membuat Bell Living Lab, kemudian We Grow, kemudian ini sempat juga research internship ya di Bali.
Tapi ini yang dari semenjak kuliah itu. semenjak kuliah itu sudah langsung kayaknya suka gitu ya. Ini award dan achievementnya juga banyak nih teman-teman, bapak ibu sekalian. Jadi kita ini akan mendapatkan sesuatu yang wow hari ini.
Berikutnya, mas Aruna. Nah, S1 di biologi, jadi ini mah kumpul himpunan ya berarti ya? Bapak, Ibu, saya juga alumni himpunan biologi, jadi anak nimfea juga ya kita ya?
Jaket kuning semua ini. Work experience, Fairatmos. ini CCO 2023 hingga sekarang mungkin dari bawah dulu ya social business Indonesia, business development kemudian ke systemic manager dan lalu terakhir di Veratmos apa Bapak Ibu ini Mungkin secara singkat kenapa ini kita panggil alumni-alumni ini salah satunya adalah untuk menceritakan apa yang SITH cita-citakan sebenarnya.
Jadi saya ucapkan selamat datang sekali lagi buat rekan-rekan yang ada di belakang bisa maju ke depan. Selamat datang ke acara Biospark 2024. Perkenalkan lagi nama saya Intan Tovik. Hari ini benar-benar saya sangat senang bisa duduk bareng. sama yang di depan ini, kemudian menjadi acara yang mempertemukan inovator, kemudian juga akademisi dan juga pengusaha untuk membahas inovasi dalam bidang produk dan jasa yang berbasiskan biologi.
Acara ini diselenggarakan oleh SITH, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB sebagai bagian dan komitmen untuk mendorong inovasi berbasis ilmu hayati yang bisa menjawab berbagai permasalahan. masalahan dan tantangan lingkungan yang kita hadapi sekarang maupun masa yang akan datang. Sesi talkshow ini mengangkat tema ide bisnis dan pengalaman berbisnis produk biobase dimana kita akan mendapatkan wawasan langsung dari para alumni di depan yang sukses mengembangkan biobase products and also services yang berdampak positif bagi masyarakat.
Oke, saya kayaknya duduk aja nih semuanya melihat saya kayaknya. Oke, jadi tadi kita sudah perkenalan, mungkin saya akan menceritakan bagaimana kita akan melaksanakan kegiatan pagi ini. Kita sudah perkenalan, 45 menit ke depan kita akan berdiskusi.
Pertama-tama saya akan meminta mereka untuk memaparkan secara singkat, mungkin ya 3 menit lah ya. Kira-kira ngapain aja. Nanti kita diskusi gitu, pertanyaannya udah banyak nih.
Jadi kalau kita... Kalau kita lihat di listnya ini ada 24 pertanyaan. Tapi kita lihat kira-kira banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
Saya lihat ada beberapa mahasiswa di sini, kemudian juga alumni juga, kemudian juga umum yang sepertinya ini biobased products ini seperti apa? biobased services ini seperti apa, tantangannya seperti apa, bagaimana memulainya dan lain sebagainya. Nanti kita mulai ya.
Mungkin itu kita mulai dengan Mas Gibran, nanti kemudian dilanjutkan sama Mas Meru, kemudian Mas Anang. Silahkan. Hai siap Selamat pagi rekan-rekan sekalian senang sekali saya bisa kumpul-kumpul lagi disini untuk sharing-sharing soal gimana membangun biobase company diperkenalannya ada beberapa slide quickly aja ya buat kasih gambaran apa yang memang if you should dilakukan kalau memang mayoritas yang ada di sini belum tahu apa itu if you should cuma mungkin disclaimer nya kita lebih majority yang kita lakukan di baiknya digital connected dibanding pure biobase company gitu ya tapi ada bio komponennya juga yang kita coba yang yang Kita memang bangun gitu dan disini mungkin yang saya mau coba kasih challenge kali ya ke teman-teman semua dimana memang kedepannya kalau kita ngebangun bio-based company akan beda sama di tahun 78. sekarang perlu ada cross collaboration dan cross inter multidisciplinary dan interdisciplinary ini akan dan saya encourage teman-teman semua untuk bisa punya kedekatan dan pemahaman terhadap dunia digital itu akan kayak gimana gitu karena era dan teknologi leverage dari perkembangan yang ada di dunia digital itu sendiri cuma itu makanya disebut digital bio company karena pilihan pertama ST waktu itu pilihan kedua SITH jadi sekarang bisa bisa digabung gitu cuma ini quickly aja sih buat kasih gambaran next sebenarnya kalau dari cepet berada awalnya Sebenarnya waktu zaman kuliah, saya ikut mata kuliah aquaculture, Pak Gede, terus bikin kolam lele di Bojong Soang.
Ini mengawali dari semuanya. Jadi biobase karena awalnya ikut mata kuliah aquaculture. Tapi di situ yang akhirnya keinspirasi buat bikin satu teknologi yang dibikin tepat setelah saya lulus kuliah. Untuk minjem satu garasi, bikin alat buat ngasih makan ikan secara otomatis.
Alat buat ngasih makan ikan secara otomatis terhubung ke sensor. yang bisa deteksi nafsu makan ikannya dan akhirnya kirim data ke internet dan itu pertama saat itu jadi smartphone masih belum banyak tapi visinya memang kita pengen supaya ada satu teknologi yang ada komponen kecerdasannya di konteks biologinya, tapi bisa ngambil data dan itu yang jadi poin penting yang kita mau coba bangun next Dan itu yang berkembang, jadi yang awalnya tongnya kayak tadi gitu bekas kaleng susu dikembangin tongnya mirip seperti tempat sampah gitu tapi akhirnya sekarang udah lebih cantik lah ya karena putih dan menarik Next Dan itu yang akhirnya kita kembang Kita model bisnisnya itu subscription model. Tapi awal bisnisnya hanya ini saja.
Kita bikin tong feeder disewakan. 100-150 ribu untuk para pembudidaya ikan dan penampak udang yang memang bisa menggunakan alatnya ini dalam bentuk sewa. Next. Nah tapi pohon yang menarik itu saat di mana kita mengimplementasikan aplikasi.
Jadi ada mobile app yang farmer ini alatnya bisa otomatis bisa capture datanya. Tapi pembudidaya bisa input berbagai macam data dan informasi. Mulai dari ikannya apa, berapa stok densitynya, stok density itu tebaran awal berapa.
Pakannya otomatis sudah bisa diambil gitu ya. Kalau mereka sampling mereka input ke sana. Kalau mereka kasih probiotics mereka input ke aplikasi.
Kalau panen parsial mereka input ke aplikasi, jadi semua datanya ini dimasukkan ke aplikasi. Dan data aplikasi ini semakin banyak penggunanya, semakin banyak pembudidaya yang sebelumnya datanya tidak ada sama sekali. Itu yang akhirnya bisa memberikan kita scale. Dan twistnya itu ada di situ.
Twistnya itu karena semuanya tadi tidak ada aplikasinya, semuanya tidak terhubung ke teknologi. Karena ada aplikasi dan teknologi kita tahu berbagai macam data di setiap kolam. di seluruh Indonesia. Jadi mana yang budi delele, mana yang kira-kira besok panen, mereka pakai pakan berapa banyak, itu kita dapat informasinya. Nah di belakangnya ini algoritmanya memang sangat IT gitu ya, tapi algoritmanya ini menggunakan basis-basis yang ada dalam produksi, dalam cultivation gitu.
Dari mulai stock density kita hitung ada berapa nutrisi yang memang masuk, FCR-nya ada berapa, estimasi datanya itu bisa kita kembangkan, supaya akurasi terhadap keberhasilan. kebutuhan pakan sama ikannya, itu yang bisa kita bangun. Next. Dan akhirnya bisnisnya jadi berkembang.
Dari mulai aplikasi, kita bikin satu ekosistem marketplace. Jadi karena kita bisa memprediksi berdasarkan data kapan mereka butuh pakan dan berapa banyak, merek pakannya apa, yang biasanya mereka beli ke toko, ke agen atau distributor, karena kita punya ribuan puluhan ribu pembudidaya, kita scalenya itu besar banget, kita bisa langsung ke pabrik. Malah sekarang kita sudah mulai bikin pakan kita sendiri. Merak sendiri, dengan nutrisi sendiri, dengan opsi alternatif proteinnya juga bukan fish meal, tapi kita pakai berbagai macam, insect based meal, protein, dan lain sebagainya.
Yang kita mau ngembangin, jadi berdasarkan data kita tahu mana pakan yang paling perform, kita bisa create private label yang kita mau coba bangun. Terus dengan data yang kita punya, kita bisa bikin credit scoring juga untuk akhirnya farmer bisa dapat akses ke layanan pembiayaan, dan kita offtake hasil panennya untuk bisa kita jual ke supermarket berdasarkan credit. prediksi biomassnya. Jadi kita tahu kapan biomassnya ini panen, dua minggu sebelum panen, kita bisa jual ke Bayer yang akhirnya bisa prediksi.
di purchase modelnya. Dan itu yang akhirnya berkembang. Jadi mulai dari aplikasinya ini yang kita bisa scale, kita bisa ngembangin, dan semuanya berasal dari digital.
Jadi di belakang ada teknologi, ada algoritma yang biobase, tapi interface-nya digital. Dan itu yang akhirnya berkembang. akhirnya create secara keseluruhan end-to-end ekosistem digital yang jauh lebih scalable.
Karena di sini yang bikin bisnis modalnya kita bisa berkembang. Dan kita gambungkan antara offline, pendekatan ke pembudidaya, kita bikin advisory point yang akhirnya tiap... setiap jumat kita farmers gathering, kita ajarin cara budidaya yang baik seperti apa, meningkatin produksinya kayak gimana, penanggulangan penyakit kayak gimana, kita kasih jualan, mereka bisa beli di aplikasi gitu ya.
Jadi kombinasinya ini menarik kalau kita semacam kooperasi berbasis perikanan, tapi ekosistemnya secara keseluruhan digital. Dan itu yang bikin kita punya scalability yang besar gitu ya, yang awalnya pembudidayanya cuma 10, sekarang kita udah lebih dari 110 ribu pembudidaya dan petampak udara yang udah tergabung di ekosistem. sistem kita dan lebih dari 400 ribu kolam yang itu terhubung dengan teknologinya kita. Dan sekarang E-Fisher ini jadi distributor pakan dan layanan pembiayaan untuk sektor perikanan terbesar di Indonesia. Setiap bulannya kita memasarkan lebih dari 40 juta kilo pakan dan setahunnya kita menyediakan layanan pembiayaan lebih dari 1 triliun untuk para pembudaya ikan dan penambak udang yang sebelumnya masih belum ada.
Dan kita juga supplier ikan dan supplier udang domestik terbesar. besar di Indonesia tanpa kita punya dan mengelola satu kolam pun. Nah jadi itu yang power dari digitally connected yang akhirnya di belakangnya bisa memberikan level of productivity-nya. Gitu sih dan itu juga yang mungkin nextnya saya tutup dimana ternyata dari ide yang sederhana kita bisa memberikan satu business model yang scalable yang bisa diapresiasi juga dan menarik di kancah per start up-an di level global gitu yang membuat Efficeris. sekarang jadi perusahaan teknologi perikanan yang melewati valuasi 1 miliar dollar atau ya 16 triliun gitu ya yang pertama kali di dunia gitu, itu yang akhirnya bisa kita doang sip itu aja, terima kasih Oke, terima kasih banyak pas 5 menit.
Terima kasih. Hebat. Baik, untuk berikutnya mungkin saya persilakan Mbak Smeru.
Ini ada, sebenarnya saya tadi dikasih buat mindah-mindah kliker cuma aku lupa ya, maaf ya. Cek, cek, oke. Selamat pagi semuanya, ibu bapak dosen dan kakak-kakak yang ada di panggung. Perkenalkan, saya Smerugita Lestari, CEO dan Co-Founder dari Bell Living Lab. Langsung aja ya.
Jadi sebenarnya Bell Living Lab itu apa sih? Bell Living Lab itu sebenarnya kita biomaterial company yang memang fokusnya itu di konversi limbah organik menjadi suatu biomaterial terbarukan. Jadi kita coba kumpulin beberapa komoditas yang ada di Indonesia terus kita coba konversi pakai bioteknologi untuk jadi suatu biomaterial yang memang ramah lingkungan. Jadi dilihatnya tuh kenapa sih kita ada, jadi kalau dari awal tuh kita lihat ada opportunities gitu, Indonesia tuh kaya banget akan resources, salah satunya itu adalah kopi gitu, jadi disclaimer sedikit, Pak Intan ini adalah salah satu pegiat kopi juga kemarin kita sempat satu acara bareng Pak Intan mungkin tahu juga ya seberapa besar sih sebenarnya industri kopi di Indonesia setiap tahunnya itu Indonesia produce 800 ribu ton kopi dan kita itu produksi keempat terbesar sedunia gitu Nah selain itu di kota Bandung sendiri juga industri kopi itu terus meningkat ya.
Teman-teman tau gak sih ada berapa banyak coffee shop di kota Bandung? Di kota Bandung itu kurang lebih ada 1011 coffee shop gitu. Jadi industri nya terus berkembang. Dan dibalik itu semua teman-teman tau gak sih setiap kita panen 1 kg kopi itu yang diambil bijinya aja kan.
Nah kita juga menghasilkan 1 kg limbah kopi yang biasanya sama petani dibalik. dibuang gitu aja gitu Nah selain itu kita juga lihat opportunities di growing fashion industry jadi sekarang tuh hype banget kayak fast fashion gitu dan tahu nggak sih kalau itu tuh salah satu penghasil limbah sampah yang tinggi juga gitu dia karena misalnya dia pu-best belum bisa terdegradasi dia ketumpuk begitu aja dan menghasilkan limbah-limbah yang pada akhirnya nggak bisa terdegradasi gitu Nah di sini di bel livinglabs sendiri kita punya teknologi jadi untuk sekarang mungkin komoditasnya masih banyaknya di kopi kita coba collect coffee waste dari petani kopi yang sekali panen tuh bisa 5 ton, 2 ton dan dari 5 ton kopi itu juga menghasilkan 5 ton limbah kopi gitu nah kita coba collect Proses di our facility, jadi kita punya fasilitas workshop gitu yang ada beberapa bioreaktor, kita proses, pakai prosesnya namanya bio weaving, sebenarnya semudah fermentasi, terus kita jadikan suatu lembaran terbarukan yang kita sebutkan. Nah jadi kurang lebih workflow dari companynya itu kita gathering the waste dari coffee farmers, terus kita proses di workshop kita, kita jadikan suatu biomaterial terbarukan, kemudian kita Kita ada dua model bisnis B2B dan B2C. B2B itu kita bisa jual langsung ke fashion designer, brand owner, orang-orang yang memang antusias akan material terbarukan.
Atau kita juga punya satu bisnis B2C di mana kita langsung bikin produknya terus kita jual via commerce dan website. Nah disini yang menariknya adalah kita selalu mencatat seberapa banyak limbah yang kita serap, berapa banyak konsumsi air yang kita serap, dan berapa lama produk ini setelah tidak digunakan, dan... terus kita buang gitu aja, kita kubur, dia bisa terdegradasi. Nah ini yang cukup menarik sebenarnya, jadi dari produk tadi kita gak cuma ngomong, oh ini ramah lingkungan loh, tapi kita juga bisa kasih tau angka-angka yang sebenarnya berapa pengaruh ke lingkungan.
Nah jadi kalau industri kopi sendiri, itu dia kan bentuknya kayak ceri ya. Nah dari satu buah ceri itu, ada tiga macam limbah sebenarnya yang dihasilkan. Yang pertama itu dari daging buahnya.
Daging buahnya itu dia manis ya, biasanya orang-orang bilang kayak, kaskara, itu biasanya dibuang. Terus yang kedua ada coffee parchment-nya atau si kulit arinya. Dan yang ketiga adalah yang dihasilkan oleh coffee shop-coffee shop itu adalah coffee grounds atau ampas kopi. Nah, dari ketiga limbah tadi, kita coba konversi menjadi beberapa biomaterial terbarukan, dimana kita coba juga sertifikasi agar dia terbukti, oh dia kuat gak sih, dia tahan air gak sih, gitu. Yang pertama dari coffee skin itu jadi M-Tex, dan M-Tex ini juga juga kita sudah ada PCT buat patent productionnya, ada kalpa panel dan coffee board.
Nah kedua material yang kita produksi itu sudah certified juga PETA vegan approve untuk membuktikan kalau dia memang vegan, vegan leather. Dan yang kedua, biasanya sekarang banyak juga yang bilang, oke ini vegan tapi dia masih PU based gitu. Jadi oke vegan, gak pakai animal tapi masih ada plastiknya. Makanya kita ada sertifikasi kedua, USDA bio preferred. Jadi dia membuktikan kalau ini bio based product.
Nah ini mungkin nextnya contoh-contoh material atau produk-produk yang sempat kita buat, nggak cuma produk aja sebenarnya Bell juga lumayan banyak corporate gifting, kita kolaborasi sama korporasi-korporasi yang memang ingin memberikan produk yang lebih ramah lingkungan. Selain di fashion accessories, kita juga main di furniture, kita kerjasama collaborate sama coffee shop buat membuat custom design meja nya atau top table ataupun kursinya. Ini juga salah satu bentuk kolaborasi, jadi yang memang menarik kita bisa mention nih, dari satu coaster ini yang kita ubah, yang kita bikin dari ampas kopi, berapa banyak sih limbah yang kita serap, berapa banyak limbah yang bisa kita konversi. Ini juga salah satu kolaborasinya, kita bisa kolaborasi juga sama fashion designer, waktu itu ini sama Instituto Moda Burgo, kita bareng ke Milan Emerging Talents, Milan Fashion Week, ini juga salah satu kolaborasi dengan Sejauh Mata Memandang di Jakarta Fashion Week kemarin. tekanin disini adalah sebenarnya ketika awal membuat Bell yang kita pikirkan adalah bagaimana inovasi ini bisa diimplementasi oleh Renek Design.
Makanya kita mencoba mencari sebanyak mungkin kolaborasi. Tapi ternyata setelah diimplementasi dan kita coba produce materialnya, ada sisi lain nih yang ternyata bisa kita kasih impact, which is tuh petani kopi dan coffee shop itu sendiri yang tadinya mereka buang sampah gitu aja jadinya bisa diambil dan di konek. bahkan bisa kita beli juga. Nah kita percaya dari tiga lingkaran itu karena di biomanajemen itu benar-benar ditekanin kita sosial, ekonomi, dan lingkungan. Jadi kita mencoba membawa tiga nilai itu dan menghasilkan harapannya bisa menghasilkan impact yang sustainability.
Ini current impactnya, jadi kerja sama dengan, kalau dulu mungkin tiga tahun kebelakang bel itu benar-benar hanya membeli saja ke petani kopi. Tapi sekarang percaya dari tiga lingkaran itu, kita bisa melakukan percaya dari tiga lingkaran itu. September kemarin kita mulai kita coba educate gitu kita coba educate farmersnya untuk gimana sih agar limbahnya itu bisa dibeli oleh bel kita coba fasilitasi juga dan memberikan beberapa pelatihan terus kita juga sudah bekerja sama dengan 61 coffee shop di kota Bandung dan dari 61 itu aja tuh per bulan kita bisa dapat belasan ton coffee waste yang yang tadinya udah dibuang terus kita tanya dibuang kemana ke TPA dan itu numpuk gitu aja. Dan sekarang kita punya satu waste processing central yang memang bekerja sama dengan petani agar mereka bisa memproses limbahnya juga.
Jadi itu benar banget seperti kagibran. Jadi yang tadinya mungkin, model bisnisnya ada produk terus dijual, kita juga lagi coba nih untuk membuat suatu ekosistem gitu dimana kita bekerja sama dengan waste sources, kita bilang kayak orang-orang atau industri-industri yang menghasilkan limbah, limbahnya kita coba serap, kita menjadikan dia kayak sustainable product, terus kita kembalikan dalam bentuk memberikan fasilitas dan juga edukasi. Nah ini di belakangnya, jadi kalau di Bell Living Lab kita percaya kita bergerak itu gak bisa sendiri gitu.
Mungkin karena saya dan founder saya Arka itu backgroundnya memang researcher, kita guide orang-orang kreatif yang mungkin bisa lebih explore materialnya dan bisa lebih... memberikan nilai tambah pada material itu sendiri mungkin sekian dari saya terima kasih terima kasih ini ya sedikit saja setiap kita jadi dari serat kalau kita lihat buah kopi tadi ya ceritanya 100 persen buah kopi yang kita minum itu kurang lebih cuma 1% dari buahnya, sisanya itu jadi limbah. Jadi itu kurang lebih, ini cuma ilustrasi ya untuk satu macam komoditi. Kita bisa bayangkan komoditi-komoditi yang lain, mungkin juga termasuk perikanan gitu ya. Jadi dari sejumlah banyak yang tersedia, yang kita manfaatkan, kita konsumsi itu cuma sebagian kecil, sisanya itu kalau enggak kita pakai itu jadi limbah, yang banyak berakhir di TPA gitu ya.
Oke, mungkin ini yang terakhir. juga keren juga ini mas Aruna saya persilahkan. Terima kasih.
Halo, selamat pagi semua nama saya Aruna. Kebetulan disini sebagai founding team dan juga chief of commercial and operating officer dari Veratmos. Jadi mungkin cerita sedikit dulu dan ini mungkin ceritanya agak panjang.
the background of kenapa Veratmos dibuat gitu ya. Jadi Veratmos sendiri apa? Veratmos kalau bahasa fancy-nya itu Climate Technology Company.
Jadi kita mendevelop teknologi dan services yang di bidang iklim. Dan mungkin menambahkan, mungkin menyambung atau resonating dengan tadi yang di-share sama Gibran juga, climate itu adalah sesuatu yang multidisiplinary, tapi tentunya biologi merupakan salah satu core disciplinary yang berkontribusi besar dalam konteks perubahan iklim dan juga mitigasi iklim. Nah, mungkin saya cerita agak panjang, jadi kenapa sih bisa nyangkut di climate tech, dan kadang saya bersyukur bahwa kayaknya...
bisnis yang saya kembangin itu masih lumayan, bukan lumayan sih, cambung banget sama sebenarnya apa yang dulu dipelajarin ketika kuliah gitu kan. Jadi ketika kuliah dulu saya jatuh cinta banget sama yang namanya proeko gitu, ekologi gitu. Mungkin kan disini karena mahasiswa biologi pada tau gitu ya.
Kenapa saya jatuh cinta sama ekologi gitu, karena tahun pertama kedua itu banyak kan pelajaran, mata kuliah on mikrobiologi, on kultur jaringan yang setiap kali praktikum saya pasti gagal gitu, bikin kultur terkontaminasi, gak ngerti gitu kan. Tapi begitu masuk Proeko, sesuatu yang tangible dan mudah dipahami banget. Mungkin awalnya kan dulu biologi cowok dikit gitu kan.
Terus ada cowok, Aruna-Aruna masuk hutan, bawa golok, buka jalan gitu. Kayak, wuih seru gitu kan. Jadi sesuatu yang kayak seru gitu.
Jadi berawal dari situ lah. Dan akhirnya dari situ ketemu Bu Enda, jadi asisten Proeko. Dan akhirnya jatuh cinta dengan the whole idea of ecology gitu. Luckily pas dulu lulus, saya mulai di sebuah...
Dua company kecil startup juga namanya Social Business Indonesia. Dimana kita membuat digital platform untuk membantu kooperasi-kooperasi itu mendapatkan sertifikat FSC. Sertifikat FSC itu apa sih?
Itu sertifikat kayu untuk bisa dapat standar internasional biar intinya bisa dijual ke pasar ekspor dengan harga yang mahal lah gitu. Dulu idenya simple banget. Untuk jualan kayu itu kita harus punya inventarisasi. Inventarisasi itu semua dicatat pen and paper.
Permasalahan pen and paper dengan kooperasi kadang keujanan, kadang hilang and what not. semua gak rapih gitu kan. Oh disitu kita ngeliat ada potensi digitization gitu kan.
Oh apparently kayak ini tuh sesuatu yang pain point yang sangat mendasar, bisa disolv dengan mudah dan akan unlock a lot of impact baik untuk ekonomi masyarakat dan juga well being mereka gitu. Berapa dari situ. Dari situ saya lompat ke consulting namanya Systemic.
Di consulting itu basically saya fokusnya disebutnya nature based solution. Jadi apapun yang terkait dengan lahan. Dan disitu saya belajar bahwa banyak banget orang yang mau ngasih duit ke bisnis-bisnis yang berbasiskan lahan, berbasiskan apa yang disebut avolu gitu, agriculture and food and land use.
Opportunity nya itu terbatas banget gitu Selama 6 tahun saya belajar bahwa saya paham ini ada cuannya Kalau saya jadi konsultan gak cuan jadi harus dibikin bisnis gitu Datanglah ide veratmos gitu kan Nah sebenernya ketika kita ngomongin problem statement hopefully semua aware gitu ya dengan climate change bahwa sektor avalue itu di dunia menyumbang 14% of global emission gitu kan CO2 dari baik dari perubahan lahan pembukaan lahan ataupun kebakaran hutan Dan salah satu cara paling gampang untuk menanggulangi ini adalah untuk memonetisasi sektor aval ini. Paling gampangnya gimana adalah dengan membuat sebuah bisnis modal yang disebut dengan carbon credit. Carbon credit itu apa? Basically kita dikompensasi untuk menjaga ataupun untuk merestorasi hutan yang sudah rusak. Nah, kalau kita mau ngomongin karbon dari sektor hutan di dunia itu sebenarnya di mana sih yang paling...
seksi gitu. Hanya ada tiga tempat di dunia yang jadi carbon sink globally gitu kan. Satu di Congo Basin, dua di Amazon Rainforest, dan ketiga di Southeast Asia gitu. Di ASEAN dengan majority potensinya itu ada di Indonesia. Jadi kalau kita lihat hari ini di Asia Tenggara itu luas hutan itu kurang lebih ada 200 juta hektare.
120 juta hektare itu Indonesia. Tapi ketika kita lihat sebenarnya dari 120 juta hektare ini mana sih yang sudah ter-productize atau ter-develop sebagai project carbon itu hanya 680 ribu hektare. Secara market size kan kalau kita lihat dari ratusan juta hektare ke ratusan ribu hektare itu it's not even 1%. Jadi di sini ada pain point yang besar tapi juga ada potensi market yang besar untuk bisa dikembangkan.
Dari situlah kita memulai Veracruz. Nah mungkin saya skip aja. Jadi kalau kita lihat sebenarnya permasalahannya itu di...
di market harinya apa sih kenapa Indonesia punya 120 juta hektare hutan tapi gak ada yang dikembangin jadi proyek karbon gitu terbatas banget kita ngeliat ada 3 satu technical barrier ketika kita ngeliat para pengelola hutan gitu terutama baik HPH atau HTI industrial timber selective logging kalau disuruh motong kayu semua paham kalau disuruh cara manen semua paham tapi ketika ditanya sebenarnya berapa sih carbon stock yang ada di dalam hutan ini sebenarnya kalau misalnya ini di transit ke potensi deforestasi itu driver deforestasi apa sih sehingga berapa banyak sih kredit yang bisa atau karbon yang bisa diselamatkan dari sini gak ada yang tahu dan gak ada yang investasi resourcenya dan waktunya ke situ kedua membuat karbon project itu tidak murah gitu butuh investasi bertahun-tahun sama kayak kita nanem kasarnya nanem sawit atau nanem eukaliptus butuh 3-5 tahun sebelum kita bisa merasakan benefitnya sehingga orang gak mau put uang di depan tanpa ngerti sebenarnya ini ada kepastian gak sih di bisnis ini bisnis ini gitu dan ketiga market uncertainty jadi yang tadi saya cerita bahwa kalau kita lihat globally sekarang banyak banget company yang mencari carbon credit gitu dari oil and gas company, automotive company semua yang carbon emitters yang carbon intensive mencari hutan untuk diselamatkan gitu tapi supply hutannya ini terbatas banget gitu jadi dari situlah datang veratmos solusi yang kita buat apa sih dan ini yang mungkin sangat relevan sama anak biologi gitu ya. Jadi yang Yang paling penting kalau tadi kita lihat gap nya kan adalah technical barrier gitu yang pertama. Tanpa ada edukasi yang jelas di pasar dan di sisi supply, ini market atau ekosistem karbon kredit ini gak akan terbentuk. Jadi kita develop yang namanya Atmos Check.
Atmos Check ini apa? Bayangin kalau teman-teman mau apply kartu kredit kan kadang ada set of questions gitu ya. Buat nanti tahu sebenarnya plafon kreditnya maksimal bisa berapa sih gitu. Nah Atmos Check itu kayak gitu tapi untuk hutan. Simpelnya kalian bisa masukin.
digital shape file atau digital map atau shape file hutan ke dalam sebuah platform yang dikembangkan dari veratmos dari situ bisa langsung ketahuan tuh, oh ini area berapa hektar, oh ini tuh land covernya apa aja sih, oh setiap land cover itu simpanan karbonnya berapa, kalau simpanan karbonnya di transit jadi karbon kredit berapa banyak, dan pada akhirnya mendapatkan uang berapa sih gitu. Dan di samping itu juga mungkin ini yang berhubungan dengan multidisciplinary, engine ini hanya bisa dibangun kalau kita punya pemahaman yang kuat on tiga hal. Satu, kehutanan. Dua, ekologi. Ketiga, remote sensing.
Gimana cara kita bisa tahu sebuah area itu sebenarnya hutannya kayak apa, simaran karbonnya berapa. Ini menurut saya adalah the most practical application of what we learn di kampus on ecology dan inderaja. Gimana kita bisa memahami. potensi itu gitu nah mungkin ini bisa play video gak ya soalnya Kalau mungkin bedanya Veratmos sama yang lain, kalau yang lain kan produknya jelas gitu. Nah kalau kami kan karena kadang-kadang agak goib.
Ini ada video sedikit, bisa di play gak ya videonya? Tinggal di klik di layarnya, harusnya nge-link. Di klik di yang Atmos checknya tadi, sorry mundur satu. Mouse-nya diarahin ke yang, sorry-sorry. Mau saya diarahin ke gambar layarnya bisa?
Boleh boleh Malu juga nih sebagai tech company Udik Itu gue nge-link ke youtube gitu sih Bisa gak ya? Nggak, nggak. Ya, tapi sebenarnya mungkin nanti bisa dicoba teman-teman di website-nya Veratmos. It's free for all. It's also an educative platform.
Memang tujuannya supaya semua orang bisa sama-sama belajar gitu. Tapi mungkin yang saya bisa ceritain saat ini itu dulu sih. sedikit tentang problem statement yang pengen Velatmos solve di konteks ekosistem biobase ini dan juga solution yang kami buat seperti apa sih. Terima kasih semuanya, terima kasih Pak Intro.
Baik, terima kasih kita kasih applause dulu buat semua panelis nih ini mungkin kita mulai diskusi aja saya pengen mulai diskusi karena tadi mas Gibran di awal udah cerita ini kita berada pada dunia yang berubah semakin cepat bahkan perubahannya tadi udah diceritain bahwa perusahaan tahun 70an dan 80an itu budaya dan bagaimana dia berkembang berbeda bisa cerita gak kira-kira kemarin itu mas Gibran gimana nih dengan perusahaan yang dengan gaya baru lalu tantangannya apa sih apalagi ini biobase industries yang mungkin gak banyak di Indonesia dan jadi termasuk Klopor ini kira-kira bagaimana prosesnya, hambatannya apa, challengesnya dan sebagainya. Sebenarnya konteksnya begini sih, waktu kita coba kembangin bisnis ideasnya kan opsinya ada banyak. Cuma saya percaya kalau kita mau explore opportunity di bisnis, yang pertama kalau kita ngomongin problems, problems ini justru harus konsisten, jangan sampai berubah. Apa problems yang kira-kira sekarang ada tapi 10-20 tahun problemsnya ada dan kalau bisa makin besar.
Itu konteks yang kita mau masukin. Jadi kalau problemsnya apapun itu, misalnya problemsnya pangan, akses tradisional. terhadap pangan.
Sekarang ada makin lama makin besar isu nya gitu. Jadi kalau kita fokus ke situ akhirnya kita bisa masuk. Tapi yang kedua dari konteks solution.
Nah solution sini yang poin menarik karena problem sini pendekatan buat kita solve solution nya itu ada banyak. Dan solution sini kita perlu melihat apa kira-kira solusi yang berdiri di atas platform dimana masa depannya itu punya kecerahan yang lebih besar dibanding solusi-solusi yang lain. Saya itu pernah datang ke studium general.
generalnya di waktu masa mahasiswa ya, Pak Hairul Tanjung yang datang. Yang paling saya ingat pesan bisnis dia itu gini, kalau kamu berbisnis kamu harus beli masa depan dengan harga sekarang. Beli masa depan dengan harga masa kini. Jadi kita melihat dan kita harus membaca trendnya, mana yang kira-kira 10-20 tahun lagi apapun platformnya ini, yang bisa jadi growth, nanti value-nya sama aksesnya itu bisa lebih besar dibanding sekarang. Nah makanya disitu yang saya waktu ngobrol soal problem sama soal problem, apa solutionnya, akhirnya milih yang multidisciplinar dan digitally solution yang jadi kuncinya.
Karena waktu itu juga brainstorm yang ngobrol sama Pak Gede, terus Pak Gede nyaranin, mending kamu bikin probiotic company aja, daripada bikin automatic feeding solution. Kenapa kamu bikin? Karena probiotic jelas.
Di satu sisi saya sadar kalau mikrobiologi saya ce, kayaknya jangan Pak surem kalau saya bikin itu. Tapi di sisi lain, saya melihatnya ada satu hal yang waktu itu missing di kalangan inovator yang ada di konteks aquaculture, yang missing adalah saya dikasih keuntungan waktu itu saya ada di satu asrama beasiswa dengan Ahmad Zaki dan Fajrin, yang co-founder Bukalapak, dia yang ngasih inspirasi ke saya, kalau 10-20 tahun lagi digital yang bakal gede, mobile itu bakal masuk, mereka trendnya percaya ke arah situ dan itu yang saya betting ini Betting on kalau nanti pembudidaya Bakal punya HP Cina Yang harganya murah Saya betting ke sana, makanya bagaimana solutions Kita bangun ke arah sana supaya Kita start investing Untuk solving problem pangan Di platform yang akan tumbuh Nah challenge adalah karena modelnya kita ke situ, kita jadi early mover. Saya datang ke pembudidaya waktu pertama kali masuk, ngomongin, Pak kita punya alat buat ngasih makan ikan secara otomatis pakai HP. Ke petani.
di Subang sama Indra Mayu, petani lele yang seumur hidup ngasih makan pakai tangan gitu kayak mana ceritanya gitu apalagi dulu kan sebagai inovator ngomonginnya bapak ini cloud based IoT gitu bapak nanti profitnya margin bapak bisa naik naik 35% emang margin itu apa mas? loh bapak ya gak tau, bapak tau untung gimana? ya lihat aja kalau akhir tahun saya jual tanah berarti saya rugi, kalau saya beli tanah berarti saya untung, kan ini yang agak susah buat kita masukin, jadi sebenarnya challenge as an innovator, kita harus selalu ada di depan trend gitu ya, karena kita membaca trend kan ya, saya sering pakai bahasa, we live in the future, karena we create we're trying to create the future rig Jadi kita hidup di masa depan, kita gak hidup di masa kini dan definitely gak hidup di masa lalu. Jadi kita coba baca arah ke depannya kayak gimana. Tapi karena kita hidup di masa depan, kadang-kadang kita misunderstood oleh semua orang yang belum siap.
Oleh masa depan yang kita mau coba kembangin. Dan kita harus mikirin gimana metode yang tepat untuk mentranslasi ini supaya transformasi ini bisa berjalan. Dan itu pasti frictionnya banyak. Friction dimana, aduh pembudidaya saya gak mau pake, saya gak punya HP, dipinjemin dulu gitu. Terus ngajarinnya beneran dipinjemin, saya ngumpul pembudidaya gitu.
waktu di Cerbon bikin kelas itu kelas cara pakai HP Ayo Pak bikin akun YouTube gitu akun email gitu ya besokannya benar berhasil besokannya nonton Viva Valen gitu berhasil pendidikan saya baru saya ajarin cara pakai aplikasi saya jadi ada hal-hal yang proses yang memang kita harus bangun itu bisnis lain memang dari segi bisnis kita juga perlu tahu dimana ya bisnisnya diawalnya ya juga bisa langsung monetize itu karena kalau kita jualan pakan ya mereka udah gampang itu tapi Tapi di awal kita gak jualan pakan, kita jualan alat buat ngasih makan. Jadi proses edukasi itu yang jadi challenge yang paling utama sih untuk bisa ngebangun itu. Dan secara produk kan produknya gak ada, baru ada di imajinasi kita gitu ya. Oh produk alatnya nanti teknologi bisa dimasukin ke sini.
Dan untuk meyakinkan tim buat arahnya ke sini, kita ngebangun ini, itu butuh certain set of patience, mission, sama persistency. Karena pasti banyak yang underestimate, ngapain sih bikin ginian gitu. Dan itu yang menurut saya. menurut saya challenge sebagai entrepreneur justru yang paling berat karena challenge yang sifatnya teknis kita bisa overcome tapi teknis penolakan enggak bisa saya pernah ngair satu tim engineer karena dulu kantornya di rumah yang saya tinggal di sana founder tinggal di sana hari kedua kabur dia wah ini kayak penipuan perusahaan apa gak jelas tapi hal-hal yang bikin investor nolak gue ini nolak gue karyawan kabur mental ini yang yang sebenarnya lebih sulit menurut saya karena ini gak bisa dikuantifikasi gitu gak bisa diselesaikan kecuali sesuatu yang sifatnya abstrak yang persistensi dan mentalitas kita as an entrepreneur sama innovator ini yang bikin akhirnya kita bisa overcome itu sih. Oke makasih nih buat temen-temen mahasiswa ya mentalnya nih kita nih harus dikuatin lagi oke.
Baik mungkin ada tambahan nih dari mas Aruna atau mba Smeru terkait how challengesnya apa sih tadi ini agak beda ya ini untuk environmentnya platformnya beda mungkin. mungkin dari Mbak Smeru yang platformnya juga beda, lebih ke desain, lebih material, a different kind of environment, challengesnya kira-kira apa sih yang ditemui dan how to overcome? Oke, benar banget sih kata Kak Gibran, challenge-nya tuh emang banyak gimana kita ketemu tim, gimana teknis, cuma kalau dari Bel sendiri mungkin, kalau dari saya pribadi, mungkin cerita dikit, dulu saya juga anak ekologi gitu, yang memang TA-nya juga ngurusnya Badak Jawa, Badak Sumatera, terus orang-orang kaget kok jadi ke arah material, fashion.
segala macem, tapi sebenernya dari TA saya Badak Jawa dan Badak Sumatra itu saya tau satu hal, saya senang banget sama dunia konservasi, gimana kita melindungi hewan yang mau punah, mengkonserv alam dan segala macem dan sebenernya baldis ini juga sebenernya tujuannya ke arah sana kan, kita menciptakan suatu produk yang mungkin less harmful to the environment gitu. Nah jadi tantangannya apa sih gitu, yang pertama risetnya itu sendiri sih, jadi dulu banget saya start programnya, project ini tuh dari PKM, kalau teman-teman tahu namanya program kreativitas mahasiswa. Dulu kita dapat dana grand penelitian 7 juta. 7 juta buat start awal riset biomaterial ini. Terus kita coba bikin di toples-toples kecil untuk numbuhin.
Jadi kan basically si material ini kita tumbuhin ya, pakai bakteri. Kita dari toples kecil yang ukuran 500 jar, terus kayak diameternya cuma 10 cm, terus saya lulus, kita coba lagi develop pakai ukuran yang lebih gede 25 x 25. Terima kasih. Terus kita coba testing kemarin.
Terus kita dapat feedback kan, kayak oh ini masih bau, masih kurang lentur, terus kayak kok transparan, warnanya kurang bagus, terus kita reset terus. Jadi proses reset itu menurut saya cukup challenging banget gitu. Karena saya basically yang memang senangnya... konservasi ke lapangan, terus tiba-tiba jadi harus solving problem yang mainan bakteri, mainan pewarnaan, terus gimana kita skalasi dari ukuran kecil ke ukuran besar. Nah di proses itulah kita...
tahu pentingnya kita berkolaborasi. Jadi memang ketika kita membangun suatu usaha, itu gak bisa dong semua kita lakukan sendiri. Nah dari situ baru kita coba bentuk tim, ngegayat anak mikrobiologi mungkin yang lebih mengerti dengan bakteri, sampai akhirnya dari yang tadi proyek kecil, kita pikiran ukuran kecil 25x25, terus kita testing market, kita bisa bikin ukuran sekarang itu sampai 6x1 meter ukuran materialnya.
Nah disitu ada proses belajar juga. sebenarnya. Gimana kita mengerti market gitu.
Kita kira waktu itu kita bikin satu kali satu tuh udah bisa testing ke market gitu ya. Terus pas kita coba ke brand gitu atau cari kolaborator terus kayak oh ini kurang besar, oh ini warnanya kurang bagus atau segala macem. Jadi buat saya sih proses memperbaiki itu gitu.
Gimana caranya kita bisa terus ngedevelop produk, even sampai sekarang pun kita masih coba cari feedback sampai produknya itu benar-benar ready. dan bisa diserap oleh masyarakat. Apalagi kalau misalnya sekarang kita ngomonginnya itu sustainable material, biomaterials gitu. Yang even certification-nya aja kita gak bisa ngelakuin di sini pak.
Jadi kayak kita cari sertifikasi misalnya mau SNI nih leathernya, itu kayak masih dilempar, ini ke kertas deh, atau ini gak bisa leather karena ini bukan leather gitu. Jadi itu juga salah satu tantangannya sih gimana kita bisa bilang kalau produk ini tuh sudah tersertifikasi dengan baik gitu. Terus ya kurang lebih itu stikal ya kalau saya karena lebih ke development product kan. Oke ya silahkan Mas Arjuna. Saya nambahin dikit mungkin tadi resonate banget sama Gibran sih terutama mungkin karena kita mengembangkan sesuatu yang kalau di pasar hari ini mungkin sesuatu yang masih belum kebayang gitu kan.
Sesuatu yang masih berapa langkah di depan banget. Jadi memang edukasi itu jadi penting banget tapi yang saya pengen tekankan banget. Terutama ini menurut saya ketika seseorang punya pemahaman teknis yang tinggi itu ada tendensi komunikasinya. Jadi gimana sih kan kayak tadi sebenarnya produknya infisri gitu sesuatu yang kompleks gimana ini bisa di convey menjadi sesuatu yang mudah dipahami oleh masyarakat luas.
Kasarnya mulai dari petani sampai mungkin pengepul atau yang di level UMKM yang lebih besar sesuatu yang mudah dipahami dan bisa dicerna. Karena kan... kita sebagai founder atau sebagai CEO pasti selalu punya bias bahwa ya gue ngerti produk gue gitu ya ini emang begini ini harusnya meningkatkan profitability and whatnot gitu kan tapi ketika itu dikomunikasikan misalnya waktu itu Veratmos bekerja dengan nelayan-nelayan yang kerja di mangrove gitu gitu bilang papa jangan dipotong mangrovenya nanti abrasi gini-gini lah ya saya butuh duit gimana ya nanti kan bisa pak deh carbon credit carbon credit apaan saya yang penting hari ini bisa mancing abis itu bisa makan gitu kan gitu Jadi gimana sih kita bisa selalu memposisikan diri kita dengan semua pemahaman yang kita punya itu dijadikan komunikasi material yang berbeda-beda sesuai dengan lawan bicaranya.
Karena kadang saya ngerasanya punya bias sendiri dan itu tuh bukan sesuatu yang mudah dikomunikasikan ke orang kalayak umum lah. Oke, makasih. Ini karena waktunya terbatas mungkin saya akan...
Saya akan melempar satu pertanyaan lagi, setelah itu kita lempar ke audiens. Mungkin ini ada dari rekan-rekan dulu yang mau bertanya. Boleh raise hand. Dari rekan-rekan ada yang mau bertanya?
Satu, dua, tiga, oke. Dari empat, ada empat. Silahkan dari mas yang paling kanan yang berbaju hitam.
Boleh dibantu mikrofon. Ada mikrofon? Tidak ada?
Saya ke depan aja. Selamat pagi Bapak Ibu semua, para pembicara dan administrator. Saya Gian dari perusahaan di bidang poultry sector, animal health. Sangat tertarik dengan apa yang sudah dipresentasikan oleh... Para pembicara, yang ingin saya tanyakan mungkin banyak hal terkait dengan poin bagaimana kita mengekskalasi yang namanya atau mempercepat proses kesiapan para peternak atau ya Ya pelaku-pelaku bisnis dari, bisnis agriculture atau aquaculture gitu ya.
Atau mungkin di kehutanan gitu. Karena tentu banyak sektor ya, ada sektor yang besar, sektor yang... ada yang menengah, ada yang kecil gitu.
Kalau di mungkin di poultry sektor ada yang satu, dua, tiga, empat. Dan masing-masing itu tidak semua bahkan sektor yang sanggup untuk bisa menerima teknologi yang sangat, yang memanfaatkan teknologi yang begitu besar, IOT dan lain sebagainya gitu. Karena banyak hal dokumentasi-dokumentasi yang harus di input dan berakhir dengan, ya sudah kita pakai dengan metode yang tradisional atau yang seperti apa.
Pertanyaan saya adalah, Bagaimana mas Gibran melihat ke depan keberhasilan dari proses edukasi ini apakah suatu saat akan siap dan bagaimana cara mempercepat proses tersebut. Karena mungkin dari sisi bisnis, effort yang dikeluarkan begitu besar, keberhasilan juga mungkin. bisa sangat lama atau bahkan ini gitu ya, percepatan apa sih yang diperlukan gitu ya, mungkin dari stakeholders dan lain sebagainya. Nah yang kedua adalah kalau dilihat dari kebelakang gitu ya sampai saat ini, apakah hal tersebut menurut vision dari para pembicara, mas Gibran, apakah itu bisa terrealisasi dengan segera gitu ya, dan saat ini apakah ada progress yang signifikan tentang edukasi, tentang kesiapan teknologi, kesiapan IOT semua, untuk bisa mencapai kemampuan yang terbaik.
mencapai bisnis agro culture yang lebih maksimal. Mungkin itu pertanyaannya. Terima kasih.
Terima kasih. Selanjutnya kita puling aja dulu seluruh pertanyaan biar nanti pertanyaannya kita bisa rangkum karena waktunya tidak banyak. Pertanyaan kedua silahkan mbak.
Oke selamat pagi, perkenalan nama saya Utari, saya dari salah satu industri bahan kimia sebenarnya, agak gak nyambung, tapi saya mau nanya ke Mbak Semeru, karena menurut saya waste to product itu ya suatu... inovasi yang saya sangat respect sekali ya. Karena tadi kebetulan mbak sempat menjelaskan challenge di sisi developmentnya yang saya mau tanya mungkin lebih ke bagaimana Bell Living ini mengontrol quality-nya karena karena seperti yang kita dengar tadi ada banyak source dari perkebunan yang mungkin cukup kompleks gitu quality controlnya. Kemudian yang kedua waste itu sendiri kan sesuatu komoditas yang kita mungkin belum bisa kontrol price-nya, bagaimana dari bail living nanti menjaga agar profit dari bail living itu sustain ke depannya seperti itu.
Terima kasih. Baik terima kasih. Selanjutnya penanyaan ketiga.
Oke selamat pagi Sebelumnya perkenalkan sama saya Nizan El Fathieh Dari Universitas Pajajaran Mungkin tadi dibahas juga Mengenai inovasi Yang kita berada di depan Kita berada selalu di depan Nah bagaimana Dari mas dan juga mbak mempertahankan memprioritaskan inovasi di samping kita mempertahankan kebutuhan pembeli karena mungkin beberapa produk-produk inovasi saat ini itu kurang user centric dimana inovasi terus berkembang tapi tidak sesuai dengan apa yang yang dibutuhkan masyarakat saat ini, itu yang pertama. Terus juga yang kedua mengenai bagaimana strategi dari Mas Denba juga untuk meningkatkan literasi digital daripada masyarakat ini. Terima kasih.
Baik, terima kasih. Selanjutnya penanyaan keempat, ke sebelah sini. Terima kasih.
Ya terima kasih, saya alumni SITH 2005, pengen nanya dua hal sebenarnya. Kita sebagai alumni SITH mungkin banyak sekali, apalagi alumni ITB ya, banyak sekali tawaran pekerjaan. Kalau Gibrana udah ini lah, yang masih muda, kenapa milih jadi entrepreneur ya? saya penasaran itu yang kedua ini pernah nggak ya ketemu kompetitor yang mungkin alumni kampus lain yang membuat usaha mirip gitu jadi kompetisi Terima kasih jadi alumni kampus lain ya mungkin bikin bel satu bikin yang remote sensing apa tadi ya Thank you Thank you baik Terima kasih Nanti kita lihat apakah kita masih ada waktu ya, tapi mudah-mudahan kalau dilihat dari wajah-wajahnya pertanyaannya masih ada sih, tapi kita coba dulu ini untuk satu sesi.
Mau siapa dulu? Mau Mas Gibran dulu? Silahkan. Kita jawab pertanyaan nomor 1 sama nomor 3 aja kali ya, jadi yang nomor 2 sama nomor 4. karena saya gak pernah ditawarin pekerjaan juga gak laku kayaknya di masyarakat cuma kalau yang paling pertama ini poin menarik sih secara by default innovator researcher, engineer itu selalu punya bias terhadap produk sama teknologi yang kita kembangin.
Dan kita bangga sekali, wah ini produk gua, teknologi gua, ini riset gua. Tapi yang perlu kita sadari pertama kali ini yang harus di break wallnya adalah no one really cares, sebenarnya gak ada yang peduli sama produk, riset, atau teknologi yang kita kembangin. Gak ada yang peduli sama itu. Investor gak peduli, yang investor peduli lu bisa cuan atau enggak. Yang user kita peduli, benefit buat gua apa, kan kayak gitu.
Subtitles by the Amara.org community Jadi kita juga perlu sadari kalau kita mau nge-bridge itu, it's not about our product sama teknologinya gitu. Tapi gimana caranya orang bisa relate ke value yang itu bisa di-create, itu yang paling penting sih. Dan bias itu yang memang harus kita coba hilangkan untuk kita percaya kalau yang kita kembangin ini memang tepat dan kita kembangkan dengan cara yang tepat.
Tapi yang lebih pentingnya gimana kita nge-translate ini jadi suatu produk yang akhirnya bisa cepat ke seluruhan prosesnya. Nah percepatan itu gimana bisa di- dilakukan, edukasi ini gimana bisa kita lakukan, menurut saya kita perlu bisa benar-benar paham apa yang kira-kira bikin mereka itu tik gitu wah jadi nih, jalan nih dan memang kita gak tau kalau kita gak nyoba berbagai macam proses sama polanya secara keseluruhan, sebagai contoh saya kasih contoh aja gambarannya, dan ini kedengarannya mungkin agak lucu gitu ya, jadi waktu saya pertama kali visit, saya keliling-keliling saya sendiri ke liling bawa alatnya, bawa feeder tong mini kecil tadi ke liling motor ke sepanjang pantura dari Subang, Cirebon, Indramayu, saya ke liling-keliling terus saya tawarin produknya tiap hari, dan tiap hari ditolak, aduh mas enggak dulu, aduh enggak lah saya 20 tahun Budhidaya Ikan kayaknya saya enggak butuh gitu aja terus, saya cukup mas kayaknya segini aja saya cukup anak istri saya bisa makan, tapi tiap hari saya ke sana ngopi, ngobrol-ngobrol gimana pak sehat tiap hari saya ke sana, sampai akhirnya saya punya 10 customer customer yang pakai. Saya sebarin questioner dong, kenapa dia pakai?
Saya pikir karena benefitnya, karena teknologinya, tidak ada sama sekali. 10 dari 10 customer bilang, saya kasihan sama Gibran. Gibran datang terus soalnya, ini anak muda semangat, jangan sampai semangatnya patah.
Pokoknya, ini soal saya. Itu jadi poin yang menarik sebenarnya yang saya lihat, kalau memang keputusan pembeli, konsumen untuk membeli sesuatu, itu mayoritas itu tidak logis. Kita beli sesuatu kan tidak kalkul. nggak kuantitatif ya, beli iPhone misalnya nggak kuantitatif kan, nggak kita bandingkan antara semua HP yang ada, terus kita kasih pros and cons, nggak kan kita punya duit atau nggak, kayaknya kita suka, brandnya keren nih, kalau kita masukin kantong dan setiap apapun yang kita beli semua produk yang kita beli, banyaknya itu punya affinity emosional dibanding affinity logical, dan ini bias, ya gitu ya, makanya sebagai seorang produk itu, sebagai salesman jadi sebagai innovator kita satu sisi Sebagai salesman kita harus bisa pahamin sebagai pebisnis gimana caranya untuk ngedrive melupakan sisi logikalnya supaya emosionalnya bisa dapat dan emosionalnya yang mempercepat semuanya itu.
Hal pertama yang saya lakukan dari learning tadi menurut saya itu epiphany buat saya. Wah ini pencerahan nih, yaudah saya nge-hire sales yang tiap hari datang ke pembudidaya gitu. Sales apa ya?
Sales pak. Tapi pitchnya bukan soal produk, bukan pak ini produk balu, canggih. tanggih Bapak pakai deh profitnya naik segini enggak saraya gimana Mas dan saya udah kenal lama kita nih saya di perusahaan baru bantuin saya dong ngejar target biar kasihan karena dia kasih sama saya saya replikasi ini untuk menghayat dan itu most efektif tapi pas pertama bisa jalan baru kita kasih lihat Pak lihat ikan yang pakai alatnya sama ikan yang enggak jalan apa enggak bagus loh gitu sama gitu yang kedua formas itu sangat sangat community driven kan ya.
Jadi kita kumpulin antara satu pembudidaya dan pembudidaya yang lain, yang cerita bukan kita. Saya yang cerita, saya akan ngomongin soal peningkatan profit, penurunan FCR, peningkatan daily growth, yang itu boring buat mereka. Apa gitu, maksudnya gak ngerti.
Tapi saat satu petani yang masuk, dia udah pakai secara setahun bilang, wah apa untungnya? Wah untung, ikannya rata loh. Yang tadinya ada yang gede-gede ukuran BS kejualannya, harganya lebih murah, sekarang rata semua. Mayoritas ukuran Sampurannya sama.
Yang saya gak nangkep, oh ternyata ikan rata itu penting gitu. Gara-gara itu untung saya menambah, saya jadi punya Avanza di parkiran. Dan beneran mereka ngeliat kalau dia punya Avanza kan ya.
Petani yang lain bilang, oh iya saya kemarin pulang dari Umroh. itu sesuatu yang memang penting buat mereka punya Avanza penting buat mereka Umroh penting buat mereka peningkatan profit 35% itu leading towards itu, tapi kalau kita menyampaikan dalam bentuk itu, itu tidak bisa membantu percepatannya jadi pola-pola ini yang emang memang kita harus bisa tahu membahasakan dari sudut pandang yang kita melompat itu secara emosional, dan ini yang dilakukan semua brand, Nike kan gak bilang kalau performance anda naik sekian persen gitu kakinya enggak, dia ngelihat yang pake adalah atlet, Cristiano Ronaldo misalnya wah gue bisa, mau kayak gitu model kan gitu ya gue mau seganteng model itu, emosional itu yang mereka mau relate terhadap brandnya ini dipake oleh Blackpink, kayaknya gue pengen jadi part of that group, it's never logical Dan di bagian itu yang kadang-kadang missing sebagai innovator karena kita gak punya sense of affinity as a consumer. Kita gak empathetic enough untuk tahu karena kita nih narcissistic as a researcher.
Kita percaya kalau yang gue lakukan ini benar tanpa melihat sudut pandang orang lain. Kalau apa yang mereka butuhkan dan persepsikan yang itu penting buat mereka dan kita bisa gak translate itu. Dan kalau itu bisa kita masukin itu kita masukin. Nah poin terakhirnya kalau kita udah create satu platform kita harus bisa simplify.
Ini keseluruhan prosesnya. Contohnya, di Infisery kita punya bikin IOT solution mereka bayar sewa bulanan. Karena itu dari datanya mereka bisa beli pakan, bisa dapat financing, masing-masing punya nama produknya sendiri, sama bisa jual ikannya.
E-Fresh, E-Fun, Kabayan, sama E-Mall. Jadi ada banyak produknya. Kalau kita pitch kan kompleks, susah nih kalau kita masuk ke modi daya. Kita ganti ke sesuatu yang mereka familiar. bilang, Pak kita ini kayak kooperasi tapi digital.
Kalau kooperasi Bapak bisa dapat pinjeman, bisa dapat pakan, bisa jual hasil panennya. Cukup bayar aja Pak, 150 ribu iuran, dapat alatnya gratis. Sebenarnya nge-translate bisnis model kita kan ya, subscription model, dapat financing, dapat pakan, hasil panen kita offtake, ada platformnya gitu. Tapi kita gak mikirin itu, ngomongnya kooperasi aja. Mereka tahu kooperasi itu apa, mereka tahu kooperasi harus bayar iuran, mereka tahu benefitnya untuk join ke kooperasi kayak gimana gitu.
jadi kita dapatnya sebagai package full, jadi membership model saya mau jadi anggota E-fishery, jadi akhirnya mereka ngomong ini mau gak daftar jadi anggota E-fishery? dan itu sendiri yang akhirnya bisa kita bangun ini yang kita perlu mikirin, memang perlu empat detik enough mana yang kira-kira bisa tiks dan kita bandel dan mereka gak peduli sama teknologinya, di belakangnya ada teknologi yang itu, kompleks gitu ke investor saya bakal jualannya beda lagi gitu ya bahasanya beda lagi yang kira-kira, wah ini B2B marketplace dengan komponen fintech dan teknologi yang terkait AI ya udah, semua jargonnya dibawa gitu Tapi jargon yang sama kita pilih sesuatu yang lebih grounded. Dan makanya yang tadi di Aruna bilang, memang beda-beda nih tiap audience, kita harus bisa cater, kita punya frame yang beda, isinya sama satu kepingan puzzle yang sama, yang kita mau coba bangun. Itu, itu hopefully bisa ngejawab, tapi saya ngedorong tadi sudut pandang teknologi buat bisa kita bangun. Nah apakah itu pays off?
Pays off. Tapi sebenarnya ada satu betting yang itu gak bisa kita lihat di behavior mereka yang kita masuk. Awalnya kita kasih mereka HP, kita kasih mereka kecil, Kita edukasi mereka untuk bisa pakai HP dengan harapan ya ujung-ujungnya pasti mereka pasti baik pakai HP.
Dan itu ternyata payzow. Karena itu yang trend yang kayaknya cuma ya logical pasti bakal ke situ gitu. Dan itu kejadian.
Dulu mayoritas pembudidaya yang saya datengin ya gak punya HP sama sekali, petaninya gitu ya. Sekarang mayoritas petani udah pakai HP gitu. Saya gak tiktokan mereka udah tiktokan kalau di lapangan gitu ya sambil joget-joget gitu ya.
Ya udah gitu. Dan itu yang akhirnya payzow karena kita paced on the trend bukan yang kita invest sendiri. Itu yang saya bilang kalau kita.
Kalau kita future, future-nya ini kita nggak di platform yang kita percaya kalau itu growing, itu bakal berat. Karena engine-nya nggak kita bangun sendiri. Tapi kalau future yang platformnya akan grow sendiri naturally, karena market direct-nya ke arah situ, itu opportunity yang kita harus invest.
Kita invest-nya cuma di atas itu aja gitu. Tapi platformnya itu jujur berdiri sendiri. Digitalnya jalan sendiri gitu ya.
Teknologi terhadap AI-nya ada sendiri gitu ya. Mobile implementation-nya beres sendiri gitu. Tapi itu kan saya nggak ngasih HP satu-satu gitu.
Kita cuma early invest karena kita percaya trend-nya ke arah situ dan akhirnya... Karena market move ke arah situ Dan itu yang harus bisa dipahamin Itu pertanyaan yang pertama Yang ketiga Mengenai inovasi dan kebutuhan konsumen Yang terkadang tidak selaras Bagaimana memprioritaskannya sama digital literasinya Oh iya Ini ada satu buku yang saya suka Namanya Innovators Dilemma Universitas Dilemma ini Biasanya kayak gitu Dilemanya ini ada sesuatu yang memang working sekarang Kacau Customer sudah pakai, customer sudah beli. Tapi kita tahu kalau misalkan itu gak jalan. Kalau kita innovate, kita ngedisrup bisnis kita sendiri. Itu dilemanya.
Kita bias ke existing market atau enggak. Kalau saya prinsipnya ya kalau kita percaya future-nya harus kedisrup, kalau kita gak ngedisrup diri kita sendiri, pasti akan disrup orang lain. Dan itu yang emang harus kita coba kembangin. Yang modelnya sebagai contoh marketnya dulu Blackberry kuat banget. Karena mereka gak percaya kalau mobile yang...
smartphone yang modelnya yang dibangun sama iPhone, mereka gak invest ke situ iPhone datang, ludes semua dan itu juga yang kenapa perusahaan kayak Facebook, mereka percaya kalau mobile ini jalan, dulu pakai web-based, mereka invest ke mobile mobile itu disrupted dan mereka ngedisrupt mereka sendiri akhirnya revenue mereka lebih besar di mobile nah itu yang harus kita bangun, tapi caranya memang kita harus ngelakuin dua-duanya, mempertahankan ini sambil create pilot sampai akhirnya pilot ini jalan pas pilotnya jalan harus bisa berani nge-switch belok langsung full Dan itu yang Efficio juga sama lakukan, waktu itu feeder aja, kita tahu kalau feeder nanti irrelevant, kita harus belok langsung buat ngebangun ke value chain gitu. Dan itu yang butuh gabungan antara conviction sama beberapa indicator yang kasih data kalau ini emang bisa working. Oke baik mungkin ada yang mau nambahin silahkan mas.
Mungkin menambahkan juga dua hal kali ya jadi yang paling penting pertama itu salah satu pepatah yang saya suka dalam bisnis yang setiap hari saya coba terapkan itu pertama you need to be stubborn on the vision but you need to be flexible on the details gitu kan. What does that mean? Artinya dari awal kayak tadi Gibran bilang conviction untuk visi bisnis ini kemana itu harus berpikir. Tapi sebenarnya cara kesana bisa macam-macam, gak cuma satu. Jadi itulah nyambung ke masalah tadi gimana sih kalau kita inovasi tapi ternyata gak kepake gitu kan.
Balik lagi mungkin bahasa gaulnya ada juga yang disebut product market fit gitu kan. Pada akhirnya, bener gitu, innovator pasti kita punya biasnya kita mau bikin produk sekeren mungkin. Misalnya contohnya kalau Veratmos, kita pengen bisa analisis remote sensing dengan akurasi 100% gitu kan.
Tapi ternyata di market gak ada yang butuh, yang ngapain gitu kan. Itu dan menurut saya, Menurut saya, the benefit of working in a startup environment adalah gimana kita bisa quickly trial and error and be agile about it. Jadi jangan pernah stuck di satu mindset bahwa ini produknya pasti benar dan eventually akan menjawab despite dapet feedback dari market bahwa it doesn't work.
Tapi ada gimana kayak have a clear output yang kamu mau, what does it mean, what does success mean? If outputnya tercapai, if it fails then be flexible. Cari cara lain, jadi continuous iteration untuk memastikan akhirnya kita bisa menemukan product market fitnya. Oke, mungkin kita lanjut dulu ke pertanyaan yang kedua.
Oke, mungkin aku akan jawab sedikit ya. Gimana sih cara kita standarisasi waste gitu. Nah itu cerita sendiri juga gitu.
Di awal bel itu kita gak langsung copy. Dulu kita pernah coba, oh kulit ubi cilembu kali. Karena di Cimbeluit banyak banget industri bolu ubi gitu.
Kita pernah juga jalan ke pasar caringan gitu. Terus kita lihat-lihat kayak di pinggir-pinggir tuh kayak ada nanas, mangka gitu yang dibuang gitu aja. Bukan karena dia busuk, bukan karena dia basi di jalan gitu.
Tapi simple as karena di perjalanan dia ketekan terus bentuknya jadi gak sempurna. Itu pun dibuang gitu. Terus kita sempat tanya, Pak ini boleh diambil gak sih?
Oh boleh nih gak dijual ambil aja gitu. Karena memang biasanya mereka buang gitu. Sampai akhirnya kita jalan-jalan juga ke...
daerah petani kopi, terus mungkin waktu itu masa panen kita lihat di pinggir jalan, itu benar-benar numpuk aja gitu, kayak 1 ton, 2 ton kulit kopi yang dibiarin gitu aja, bau, basi. Nah, pada awalnya kita coba ambil dan memang for free gitu, karena memang dibuang gitu, terus kita coba ambil, sampai kita udah 2-3 kali ambil, bapaknya nanya, dibuat apa Neng? Terus kita bilang, oh kita lagi bikin, ini misalnya vegan leather gitu, gampangnya, terus kayak, Pak boleh gak setiap bapak panen tolong sisihkan, Misalnya dulu kita cuma butuh 100 kilo, 200 kilo. Nanti kita bayar. Tapi bapak tolong kabarin kalau bapak lagi panen.
Kita bilang oke siap Neng. Terus kayak yaudah akhirnya dari situ kita coba tuh ambil sedikit-sedikit. Sampai akhirnya kita biar itu sustain.
Maksudnya biar kita bisa ngambil terus. Kita baru menawarkan pak boleh gak kalau dibeli aja limbahnya. Jadi bapak bisa kabarin ke saya gitu.
Lebih banyak lagi gitu limbahnya. Terus dari situ baru gimana sih masang harganya gitu. Nah kebetulan.
waktu itu kulit kopi itu ada namanya kaskara dan kaskara itu memang suka diperjual belikan kan buat teh nah kita ngambil pricingnya dari situ dulu aja gitu startnya nah terus mulai dari satu ternyata dari satu petani kopi belum cukup nih akhirnya kita coba ke beberapa Memang itu benar banget gimana caranya standarisasi. Kadang ada yang petani kopi, oh ini udah panen dari 2 hari yang lalu, udah ke fermentasi sedikit, ini yang udah masih fresh, ini yang udah 3 hari. Lama-kelamaan dari bel sendiri kita punya SOP dan punya standar kan. Nah itu sebenarnya yang pada akhirnya oh yaudah deh kita ada pelatihan petani kopi gitu, gimana kita ngajarin ke petani kopi, limbah seperti apa yang bisa kita serap gitu, jadi standarisasi itu dilakukannya oleh mereka, kita yang coba educate gitu, biar mereka juga semangat. makin banyak misalnya limbah yang mereka proses dan berhasil itu semakin besar juga pendapatan buat mereka buat kita akhirnya beli gitu jadi itu sih terus tadi yang kedua mungkin masalah kompetitor ya aku mau nanggepin juga jadi kalau di vegan leather ini di luar sana itu ada banyak banget dan pioneernya tuh ada namanya Maike Works dia bikin dari jamur dia punya pabrik jadi kalau kita kan mainnya kayak workshop kayak pabrik-pabrik bioreaktor Pue pabrik gede banget dan gimana sih tanggapan tentang kompetitor gitu.
Justru kalau saya semakin banyak kompetitor di luar negeri tuh ada yang dari mushroom, dari mango, cactus, banyak lah macemnya. Nah semakin banyak itu berarti semakin terbukti dong marketnya tuh ada gitu. Jadi kita ngejar disitu gitu marketnya tuh ada loh kenapa orang-orang bikin karena mereka marketnya tuh ada.
The future is there gitu loh cuma kita gimana caranya kita bikin produk yang memang bener kata Kak Gibran ya kita memang living in the future gitu. Kita harus bisa predik mana sih kira-kira yang bisa laku yang akan booming di pasaran tentang sustainable product, gimana pada akhirnya policy juga ngaruhkan, gimana misalnya pemerintah bisa bilang kayak oke sekarang untuk company wajib banget nih menyerap produk UMKM yang ada nilai sustainable-nya kayak gitu. Jadi menurut saya sih keberadaan kompetitor itu justru malah menjadi suatu bukti kalau marketnya itu ada dan kita harus terus maju seperti itu.
Terima kasih. Mungkin. bisa disambungin gak sama biobase services yang tadi untuk carbon trading kan baru nih, kira-kira tantangannya apakah di Indonesia seperti apa, kemudian apakah nanti kompetitornya kan banyaknya di luar ya, kurang lebih gimana nih?
Iya, mungkin kalau carbon credit selalu tantangan utama pasti edukasi gitu, karena ini sesuatu yang sudah common globally, tapi mungkin sayangnya Indonesia selalu tertinggal. Kalau ya mungkin sama sih secara tantangan pertama intinya selalu edukasi dan edukasi ini ke siapa? Ke semua stakeholder mulai dari policy maker, mulai dari private, mulai dari community, mulai dari CSO semua jadi elemen penting untuk sebuah ekosistem bisnis gitu kan. Dan kalau kompetisi sih sama sih view-nya kami justru senang gitu melihat bahwa in a sense tervalidasi bahwa emang ini ada apa lagi?
kalau ada yang nyontek bisnis modelnya, berarti kan bisnis modelnya bagus, ada yang ngikutin. So, it feels like a complimentary for us, dan kedua sebenarnya menurut kami pun kompetisi juga lebih sehat ya, membuat sebuah ekosistem jadi lebih sehat gitu dengan adanya kompetisi. Jadi, gitu sih.
Semoga membantu. Baik, ini saya sudah diingatkan oleh panitia bahwa waktunya sudah habis dari tadi sebenarnya, jadi saya ini endurance time kurang lebih 10 menit sebenarnya. Ini mungkin buat...
Bapak ibu sekalian, buat audiens Terima kasih sekali lagi Mungkin tadi saya sebenarnya ketika melihat mereka Ketika tadi ada penjelasan dari Gibran Dari Aruna, dari Smeru Ini saya ingat ke konsep biologi Yang namanya Keystone Species Jadi mereka adalah spesies-spesies Keystone yang bisa membawa dan merubah Ekosistem yang ada disitu Tadi bahwa transformasi itu Pasti terjadi, ekosistem itu akan berubah Teman-teman itu Yang mahasiswa disini akan Pindah ke ekosistem berikutnya Kalau lu sudah lu sudah tempat kerja everything is transforming nothing stays the same dan kalau kita seperti mereka ini harus bisa menjadi keystone species, spesies-spesies yang memang bisa membawa perubahan ke situ ketika lingkungannya gak siap, mereka lah yang menarik mereka lah yang mengkomunikasikan, eh transformasinya harus kayak gini loh kita lah perubah kalau kita pengen sesuatu itu berubah kita yang harus jadi berubah if you want things to change, then we be changed mungkin itu yang bisa saya Terima kasih sekali lagi buat para pembicara. Kita kasih aplaus yang meriah untuk para pembicara di depan. Saya kembalikan ke MC.
Baik, terima kasih banyak kepada Bapak Intan Taufik, PhD. Selanjutnya adalah penyerahan plakat dan suvenir yang akan diberikan oleh Dekan Sekolah Imun dan Teknologi Hanyati ITB, Ibu Prof. Indah Sulistiawati, PhD. Kepada Bu Endah, dipersilahkan untuk menyerahkan plakat dan suvenir. kepada moderator dan juga para panelis. Dipersilakan untuk moderator, panelis dan juga Ibu Dekan untuk berfoto bersama.
Baik, silakan untuk merapat ke tengah dan panitia dokumentasi akan mengambil gambar dari audiens. Baik, terima kasih kami sekali lagi ucapkan kepada moderator Bapak Intan Taufik dan juga para panelis untuk talk show start up dan selanjutnya. Kepada para panelis dan moderator dipersilakan untuk kembali ke tempat duduk yang telah disediakan.
Kami ucapkan sekali lagi terima kasih atas ilmunya yang sangat insightful terutama dalam bidang startup. Baik perhadirin yang kami hormati.