Transcript for:
Fracking dan Mindset Interdisipliner

Saya jarang-jarang Bapak Ibu, benar-benar jarang-jarang punya kesalahpahaman yang menurut saya paling lucu hari ini. Saya nggak pernah punya tim di Indonesia dan dalam beberapa bulan terakhir mungkin yang melihat Youtube segala macam, pernah melihat bahwa saya punya semacam sisi lain kehidupan di luar seorang akademik. Jadi ketika ada undangan dari PLN, Saya langsung forward ke tim, gitu kan. Saya lihat dari tim saya, bilang undangannya dari PLN. Temanya, Fracking Mindset. Fracking, sebagai seorang imul bumi, itu saya taunya hanya satu artinya. Hydraulic Fracturing. Jadi, mohon slide saya ditampilkan. Jadi saya berdua judulnya tentang hydraulic fracturing dan saya sangat semangat sebenarnya karena kira-kira mungkin 40% riset saya itu ada disini gitu nah saya baru tau kalau maksudnya itu fracking mindset itu dalam hal membuka pikiran oke Tapi kemudian tadi saya bicara sedikit dengan Ibu Rizky Bahwa disini semuanya engineer Nah jadi saya akan coba bungkus ini Mohon maaf jangan terintimidasi dengan matematik Tapi ada pesan yang mau saya bawakan mudah-mudahan relevan. Oke, jadi saya asisten professor of chemical and environmental engineering di University of Nottingham. Dan di Nottingham itu sejak akhir 2017. Dan dalam kapasitasnya sebagai akademik, saya juga director of Indonesia Doctoral Training Partnership. Saya akan cerita sedikit ya. Ini latar belakang saya yang sebenarnya gak pernah belajar chemical engineering. Saya S1-nya di teknik mesin, kemudian S2, S3 saya di applied physics. Oke, dan peran post-doktoral, jadi setelah melakukan jinjar doktoral, kita kerja sebagai peneliti, sebagai post-doktoral researcher. Dan pertama kali saya dapat kesempatan itu di Perancis di Departemen Matematik. Kemudian saya nyebrang selat Inggris ke Imperial College di London untuk mengemban tugas sebagai postdoc yang kali kedua di Departemen Ilmu Bumi at the Royal School of Mines. Baru kemudian... Nursa sebagai akademik itu di Chemical and Environmental Engineering. Jadi mungkin yang relevan buat teman-teman teknik di sini bahwa karir seperti ini nomor satu dimungkinkan sebagai akademik di Inggris setidaknya gitu bahwa S1, S2, S3 postdoc pertama kedua yang lintas disiplin itu bukan hanya dimungkinkan tapi dihargai karena dalam riset untuk bisa berkontribusi menyelesaikan masalah-masalah yang real tidak ada masalah yang single discipliner tadi saya lihat paparan terakhir dari tim PTL kalau tidak salah ya tentang hydrogen itu masalah yang sangat-sangat multidisiplin dan hydrogen hydraulic fracturing, fracking itu juga terlibat di situ. Terutama untuk menghasilkan hydrogen dari natural gas. Oke, slide berikutnya. Oke, tahan. Saya mau cerita perjalanannya dulu sebelum ke fracking. Saya gak pernah menjadi akademisi di bidang ilmu bumi. Saya anak teknik mesin. Kemudian saya masuk ke Departemen Fisika dan Matematika. Oke, nah pada tahun 2002, saya waktu itu masih di ITB, ada sebuah kota kecil di Perancis di bagian selatan namanya Toulouse. Nah Toulouse itu terkenal dengan Airbus. Di satu hari di tahun 2002, di kota Tulus, pabrik pupuk meledak. Kemudian mengkontaminasi seluruh kota, dan orang pada sakit di situ. Dan sebagai kota yang resilient, atau setidaknya mencoba untuk menjadi resilient, mayornya... Saya pergi ke Departemen Matematik mencoba untuk membuat metode simulasi untuk mencegah agar skenario serupa tidak terjadi lagi. Dan kalau ada serangan bom antraks atau gas sarin. Masyarakat itu bisa dievakuasi Gitu ya Nah ini kota Tulus Di sebelah kiri bawah Oke Untuk memodelkan polutan dispersion Ya Anda menggunakan simulation modeling Ada yang pernah dengar Rekan-rekan Berapa banyak disini yang teknik Sebenarnya saya gak tau ini teknik apa Ini semuanya teknik masuk ke sini Teknik lingkungan ada Polusi misalnya, kalau Anda mau melakukan polusi bisa menggunakan modeling ini. Kalau Anda mau memodelkan polusi di Jakarta, gedungnya harus diambil. Karena dimodelkan polusi itu tidak bisa masuk ke dalam gedung, opaque. Ya tentu tidak sempurna gitu kan. Nah permasalahannya adalah kota itu kilometer length scale. Untuk memodelkan secara akurat, grid-nya harus sekecil obyek terkecil di kota tersebut. Kalau enggak, akurat gitu kan. Nah berarti dari grid terkecil yang kira-kira centimeter scale ke kota yang kilometer scale itu six order of magnitude. Tiga dimensi akan menggunakan resource komputasi yang sangat-sangat besar dan tidak mungkin diselesaikan secara real time. Masih ngikutin ya? Oke. Nah kalau tidak bisa diselesaikan secara real time, orang keburu mati. Gitu kan? Nah jadi matematis yang mengejarnya kepala, saya mengejarnya kepala, bagaimana kita melakukan ini? Jadi kita melakukan modeling multiskale, ya, dan kemudian kita mengejarnya dalam waktu yang benar. Di bawah kondisi, kita simpan dulu data-datanya di library sebelum titik peledakan itu terjadi. Itu poinnya. Nah kemudian saya habis kontrak di Toulouse, di Institut Matematik di Toulouse. Saya mesti cari kerja lagi. Dan di seberang Selat Inggris, di Imperial College London, di Royal School of Mind, salah satu badan. yang paling ternama di ilmu bumi, yang saya belum pernah masuk dalam ilmu bumi, itu sedang menghadapi masalah. Mereka mau mengambil hidrokarbon dari bawah tanah, atau memasukkan karbon dioksid ke dalam bawah tanah. Semuanya di sini pasti paham itu. Permasalahannya, oil misalnya, itu berada di dalam pori-pori. Pori-pori itu micron. Kalau shale itu bisa nanoscopic pores. Oil field, tadi yang dari Sumba, oil field itu kilometer length scale. Permasalahannya ada juga di situ, bahwa data yang akurat di micro scale, itu tidak ada gunanya buat engineer di reservoir scale. Masalahnya disitu. Nah mereka juga bingung gitu kan, gimana caranya gitu. Nah saya tulis surat ke Prof. Martin Blunt pada waktu itu, a very leading figure in earth science. Saya bilang, well we're solving this problem, kalau bapak lihat gedung-gedungnya diambil, ini kan mirip pori-pori batu-batuan, ya kan? Ngasal aja ngomong, gak tau ini kan gitu kan. Ini kan mirip pori-pori batuan, jadi kita bisa memodelkan ini, kalau dari sini kan gak kelihatan kayak gedung lagi, kayak pori-pori batu. Dan dia melihat, this is something we never seen before. What is this magic? Karena mereka bukan matematikawan, mereka geologists, petroleum engineer. Oke, pada waktu itu ada metode baru dari disiplin matematik yang mereka pakai sangat eksotik, bisa dipakai. Slide berikutnya tolong. Jadi masuklah saya ke Departemen Ilmu Bumi. Oke, sekarang to the main point of this presentation, fracking. Nanti ada hubungannya sama fracking mindset juga ya. Fracking. Saya begadang ibu Oke ya, kalau buat yang udah tau mungkin tertarik Yang belum tau, belajar hari ini Fracking itu apa, oke? Fracking itu untuk mendapati Bukan hanya, tapi salah satu Satunya yang paling populer itu di UK untuk mengambil natural gas. Natural gas itu punya carbon dioxide emission yang lebih rendah. Dan bisa juga dengan teknologi carbon capture and storage untuk memasukkan carbon dioxide. dioksida ke dalam tanah. Fracking itu meretakkan. Jadi untuk mengambil natural gas, karena natural gas itu ada di dalam shell formation di sini, paling bawah, dia tidak berpori, hampir tidak berpori. Jadi keras sekali. Dan kalau cuma disedot dengan gaya oil extraction yang biasa, gak akan keluar. Jadi dimasukkan selang yang panjang, terus ke bawah, lalu di sini diisi Air bertekanan besar. Di sini keluar tekanan besarnya meretakan shale gas, gitu. Kemudian diretakan, ditaruh propan atau pasir atau batu-batuan kecil supaya retaknya itu nggak rapat lagi, sehingga natural gas dari sini bisa mengalir keluar. Itu fracking namanya. Jadi your mindset... Ntar ya, pasti mencoba nyamung-nyamungin. Nah ini bisa dipakai juga untuk mereduksi CO2. Ketika teman-teman mau ngambil hidrogen misalnya tadi, ya kan gak tau tadi metodenya sama atau enggak ya mas ya. Hidrogen itu bisa dihasilkan dari sini dengan mengambil natural gas, kemudian dengan steam methane reform, diambil hidrogennya, sebenarnya diambil karbon dioksidenya, menyisakan hidrogennya, karbon dioksidenya itu dibikin super kritikal, jadi tekanan tinggi, bentuknya cair, dimasukkan lagi ke dalam. Jadi yang meretakan itu bukan air, karbon dioksid. Nah karbon dioksid itu asam lemah. Asam lemah berkenaan dengan karbonate, itu jadi batu. Jadi dia gak akan bocor keluar. Jadi kita dapat natural gas keluar, sisanya cuma hidrogen tanpa emisi, karbon dioksidnya masuk lagi ke tanah, bersih. Gitu, cuman permasalahannya engineer geologi sekarang berpikir ini bisa ada non-tectonic earthquake kalau dibuat begini kan, bisa ada tremors gitu. Makanya di UK di stop pada tahun awal 2000-an, tapi kemudian sekarang dilanjutkan lagi. Itu fracking gitu ya Nah sekarang saya masuk ke lebih teknikal lagi Dan coba untuk mengambil benang merah Apa yang relevan dengan teman-teman Slide berikutnya Oke ini Permasalahan dalam fracking Itu adalah pemodel Kenapa butuh model? Banyak orang di Indonesia disini kalau tanya Kalau saya lagi ngomong di publik gitu ya Kamu ngomong-ngomong doang gitu Teori aja gak ada prakteknya Model Bapak Ibu, tanpa teori Tidak mungkin seseorang bisa memprediksi masa depan Bedanya kita dengan binatang adalah kita bisa berteori, kita bisa memprediksi masa depan. Binatang hidup hanya untuk hari ini, disitu. Jadi buat engineer disini, teori pemodelan itu sangatlah penting bukan hanya untuk... mengkonsultasikan kepada klien mengapa ini bisa dipertanggungjawabkan. Tapi ada akuntabilitas dari modeling itu sendiri. Modeling, ini yang saya bagikan di sini benar-benar frontier modeling. Benar-benar state of the art modeling. karena Imperial College itu benar-benar leading bersama dengan Stanford di bidang ini. Frontier di modeling adalah beberapa hal. Nomor satu mengatasi masalah multiscale. Reservoir modeling itu di aquifer seperti ini, kilometer length scale. Persamaan yang dipakai persamaan Darcy di situ. Microscale untuk... Menjelaskan cairan-cairan yang di pori-pori batu itu menggunakan Navier-Stokes equation. Ini tidak mungkin diselesaikan di skala ini. Terlalu mahal. Jadi orang menggunakan simplified Darcy equation. Permasalahannya kalau teman-teman taruh propan di dalam fissures, di dalam fracture network. Propannya itu, fracture-nya itu jadi besar pori-porinya. Kan di fracture kan. Cairan lewat pori-pori besar itu punya momen inersia. yang besar. Jadi kasarnya begini, cairan yang masuk ke dalam fracture network itu lebih cepat jalannya daripada cairan yang masuk ke dalam pori-pori biasa. Kalau dia jalannya lebih cepat, permeabilitasnya turun, produksinya juga bisa gak akurat dimodelkan dengan Darcy. Oke, slide berikutnya ini kita cepat aja. Nah, batas perkembangan modeling sekarang itu menggunakan X-ray. X-ray yang berbeda. teman-teman pakai di rumah sakit, misalnya kalau tangannya retak, tapi di UK atau di Australia sekarang itu digunakan untuk ngambil sampel batu-batuan, kemudian di X-ray, gambarnya kelihatan direkonstruksi secara tridimensional, jadi jaringan tridimensional pore network pori-porinya ini bukan batunya, ini pori-porinya nah kita bisa langsung mensimulasikan pergerakan hidrokarbon di dalam pori-pori itu jauh lebih akur kurat daripada Darcy. Jadi orang di lapangan sekarang menggunakan benar-benar permodelan dari skala mikron, bukan skala besar. Oke slide berikutnya. Nah permasalahan kedua adalah multiscale tadi. Kalau udah dapet segitu, akuratnya hasil di microscale, orang di lapangan butuhnya yang kilometer gimana caranya. Nah kita jembatan ini dengan multiscale modeling. Itulah yang saya buat di Perancis pada waktu itu. Dan saya buktikan di sini bahwa dua gambar yang kelihatannya sama, yang satu di grid yang jutaan banyaknya, yang satu di grid yang hanya belasan jumlahnya. Waktunya di sini... 0,1 detik untuk mensimulasikan ini, yang disini bisa 1 minggu. Tapi hasilnya mirip-mirip, poinnya ada disitu. Nah slide berikutnya, ini yang teknik agak cepat. Yang ketiga permasalahannya adalah, fracking memasukkan cairan ke situ, dia bereaksi. Cairannya bereaksi ketika bertemu dengan batu-batuan. Kalau dia bereaksi ada dua hal yang terjadi, disolusi dan presipitasi. Tahu artinya? Disolusi rock, jadi batunya itu disolusi, lumer gitu ya. Atau presipitasi dari cairannya keluar butiran-butiran baru. Dua-duanya bikin pemodelan jadi riweh. Gitu. Nah ini yang saya buat dengan kolega di Cambridge University, dengan Prof. Lynn Gladden. Menggunakan teknologi MRI. Jadi MRI bukan hanya dipakai untuk melihat otak bagi para neurosains. MRI itu seperti X-ray tapi tidak melihat solid, dia melihat fluid. Makanya dipakai buat otak bukan melihat tulang. Nah MRI juga bisa digunakan untuk mendeteksi cairan reaktif. Disitu Yang bisa dijadikan bahan kalibrasi Model Nah teman-teman yang engineer yang punya konsultasi Kegiatan konsultasi Bisa menggunakan metode ini Untuk bilang ke klien teman-teman Dalam beberapa tahun ke depan Kalau misalnya karbon dioksid Mau dimasukkan terus dia akan bereaksi Mengikis batuan karbonat Persis seperti ini Karbonat itu pH nya sekitar 3 Eh sorry karbon dioksid super kritikal Itu pH nya sekitar 3 Kira-kira sebesar asam sulfat. Asam folat, asam sulfat. Selamat pagi, teman-teman. Oke, bangun. Slide berikutnya. Nah, kita bisa rekonstruksi ini secara 3D. Ini dengan postdoc saya. Presipitan itu bisa dimodelkan sekarang. Bukan cuma fluid, tapi presipitan. Kalau buat yang tertarik, you can download all the papers. I got all the, mana itu, di sini ya. It's fascinating work. Saya sebenarnya lebih suka ngomongin ini daripada yang lain sebenarnya. Terus terang. Oke, slide berikutnya. Problem yang ke, oke. Oke, saya berhenti di situ dulu ya. Oke, selesai. Yang fracking. Nah, yang saya mau bagikan dari sini adalah interdisciplinary mindset. Kalau teman-teman kritis tadi, sebenarnya gak ada satu pun domain yang hanya bisa disertakan oleh geologis di sini, pun oleh matematikawan. pun oleh fisikawan. Semuanya di sini berintegrasi, beramalgamasi, itu menyelesaikan permasalahan yang sama. Inspirasi untuk menyelesaikan masalah multiskala di dalam geologi, itu diambil dari permasalahan pabrik pupuk yang meledak. Saya berikan contoh lagi ya, riset saya setelah itu adalah mencoba untuk menyelesaikan masalah khas Indonesia. Indonesia itu punya lahan gambut yang luar biasa banyak. Gambut itu adalah natural carbon sink terbesar, betul? Natural carbon sink terbesar. Jadi Indonesia sebenarnya bisa berbicara sangat banyak di carbon market, kalau dia punya pemodelan yang lebih akurat dari Vera. Gitu loh, karena kita gak tau cara ngukur berapa banyak karbon yang diakumulasi oleh hutan, oleh lahan gambut. Yang paling parah, lahan gambut kalau rusak, dia bukan jadi karbon sink, dia jadi karbon source. terbesar, dia bukan hanya menyelamatkan planet, dia malah menghancurkannya. Gambut kebakaran terus-terusan. Oke, nah saya agak teknis sekarang ya, mohon diperhatikan sebentar. Gambut itu biasanya meneliti orang ekologi, bukan orang matematik. Jadi gambut sebagai ekosistem yang hidup bisa mengembang, mengempis, itu variable kontributornya hanyalah ekologi dan hidrologi. Ekologi itu berapa cepat tanaman tumbuh diatasnya dan dikompos. Hidrologi itu air tanah dan curah hujan. Orang ekologi teknik lingkungan pasti taunya itu doang. Mohon maaf. Ya kan? Ada satu lagi variable yang mereka tidak pernah. Masukkan, tapi orang mesin dan sipil tahu. Cuman orang sipil dan mesin gak pernah ngurusin gambut. Ya kan? Beban mekanik. Oke? Young's Modulus, Poro Elasticity. Ring a bell? Young's Modulus? Kalau yang mesinnya gak bolos kayak saya dulu pasti tau. Oke. Kalau teman-teman airi gambut habis-habisan, apa yang terjadi? Apalagi di tropical gambut. Pohon besar tumbuh di atasnya. Kalau pohon besar tumbuh di atasnya, Di atasnya beratnya akan menekan tanah, compacting the ground. Kalau dia meng-compact the ground, dia akan meng-compromise, melemahkan integritas gambut. Jadi kalau diairi habis-habisan dengan harapan memperkuat... gambut, justru malah merusaknya karena makin berat diatasnya. Gitu ya. Tapi memodelkan beban mekanik itu sangat sulit dilakukan. Karena persamaannya non-linear. Orang matematik tahu itu. Orang engineer nggak tahu itu. Slide berikutnya. Slide berikutnya. Nah jadi kita modelkan, ini paper saya yang terakhir, tiga ini. Terakhir tahun ini, 2024. Itu mencoba memodelkan tiga kontributor itu. Ekologi, hidrologi, mekanikal. Please read this. It's very readable. Buat kalangan interdisipliner. Untuk tahu, karena ini sangat relevan dengan Indonesia. Nah permasalahannya sekarang mungkin saya gak tahu membuat kebijakan itu dapat Konsultasi dari mana gitu, dari scientist atau dari popular stakeholders atau politik, saya gak tau. Tapi this is leading modeling framework for gambut. Nobody else have better models than us in this field for gambut. Slide berikutnya. Saya mencari-cari lagi bidang riset apa yang seksi, yang ada relevannya dengan Indonesia. Di Papua itu banyak terdapat sarang rayap yang jenisnya makrotermes. Sarang rayap, yang kalau di sini pasti makanin kayu gitu kan. Rayap itu enggak makan kayu, serta-merta. Rayap itu ambil kayu, taruh di dalam sarang, sarangnya ditumbuhi jamur, jamurnya mencerna kayu, kayunya lembek, rayapnya bisa makan. Jadi sarang rayap itu gede-gede, 3 meter sampai 5 meter. Yang luar biasa, ini biologi loh, saya gak pernah mahasiswa biologi ya. Yang luar biasa, researcher dari MIT datang ke Afrika, gak ke Papua sayangnya, dia ngukur temperatur dari... dari ruangan ratunya. Karena rayap, termites, itu binatang koloni. Dan satu koloni ada satu ratu. Ratunya mati, mati semua. Kayak Raja Inggris kan, ratunya meninggal, mati semua. Jadi, Fungi untuk tumbuh di dalam tanah itu, di dalam sarang rayap itu, dia harus punya kelembapan dan temperatur seperti hutan tropis. Basah dan hangat. Di Afrika, fluktuasi temperatur di luarnya itu luar biasa, bisa satu order of magnitude, 10 derajat bedanya. Di orang MIT ini datang dia ukur, temperatur di dalamnya itu cuma 1 derajat. Nah orang bertanya, kok dia bisa meregulasi temperaturnya tanpa pakai AC? Sedangkan kita di Indonesia berapa banyak otak manusia di sini? AC-nya berapa banyak? Kenapa kita tidak bisa membuat bangunan lebih luar biasa dari rayap? Yang otaknya paling cuma berapa sel? Poinnya di situ kan? Because it works. Jadi poinnya adalah bagaimana kita caranya mengambil inspirasi dari bio-arsitektur untuk membuat bukan hanya rumah yang kamarnya didesain sedemikian rupa hingga mirip sarang rayap tapi batu-bata sintetik pori-porinya mirip dengan jarang sarang rayap. Nah saya orang ilmu bumi, saya biasa lihat batu-batuan. Kita ambil slide berikutnya. Kita ambil sampel rayap itu, itu kita bawa dari Afrika Masuk ke UK itu harus dijelaskan ini buat apa gitu segala macem kan Kita masukkan ke dalam X-ray CT scanner di Imperial College Di Departemen Ilmu Bumi dan kita modelkan Persebaran panas dan segala macem Poinnya adalah Rayap itu gak buat bangunan secara sembarangan Oke, dan kita dapati insight dari Rayap itu dengan pola pikir interdisipliner. Jadi teman-teman engineer, kalau ke depan mau bersaing dengan dunia asing, this is what you're going to be competing for and competing with. interdisciplinary understanding kalau teman-teman tidak biasa berbahasakan matematik berbahasakan biologi berbahasakan teknik fisika you can't compete kenapa sistem pendidikan kita tidak memadai untuk ini saya jarang dapat kesempatan untuk jadi dosen di Indonesia Karena harus linier, dan di Indonesia ada ego sektoral di perguruan tinggi. Dosen di Indonesia dari masuk awal karir sampai dia lulus di institusi yang sama. Nggak ada perpindahan knowledge. Kenapa? Kalau pindah tidak setia pikiran feodal. Gitu loh. Pindah itu gak setia. Di Inggris setiap PhD student, makanya nanti kalau ada yang mau PhD student di Inggris tolong kasih tau saya. Setiap PhD student pasti supervisornya dua. Karena tahun depan dia bisa aja pindah salah satunya. Saya bisa aja besok di Imperial atau di Manchester gitu kan. Oke slide berikutnya. Nah paper tentang sarang rayap itu paling banyak mendapatkan traksi di media luar. Di New York Times, dari Perancis, tidak lupa Kompas, gitu. Jadi sangat-sangat luar biasa traksinya. Padahal orang ilmu bumi melihat hal ini hal yang biasa, gampang bagi dia. Tapi karena diaplikasikan di bidang yang sangat jauh beda konteksnya, memberikan pemahaman baru yang betul-betul luar biasa, gitu ya. The next slide please. Ya oke lah ini di skip aja udah kebanyakan teknik. Slide berikutnya. Nah oke, saya mau tutup dengan dua slide terakhir. Selain dari melakukan penelitian, pengajaran, saya mencoba membangun jembatan dengan Indonesia. Mencoba menukar ilmu pengetahuan, bukan memberikan, menukar karena ada ilmu pengetahuan. yang UK juga butuh. Kita membangun kerjasama dengan government, universitas, di level sentral dan regional. Kita bawa rektor kami, menteri dari UK, ini Graham Stewart, Kita 30 seluruh UK, Ibu. Seluruh UK. Kenapa? Karena kalau dapat beasiswa harus langsung pulang. Nggak bakal bisa jadi akademik di situ. Nah, ini juga mindset yang berpikir long term investment. Seperti apa? Oke, begitu. Oke, slide berikutnya. Nah kita bantu buat policy brief, kita di Jawa Barat membuat technology transition center supaya kita bisa bekerja sama dengan PLN misalnya untuk memberikan akses kepada fasilitas riset kami di sana supaya bisa dipakai. Oke, ini mungkin buat yang tertarik aja. Slide berikutnya. Mungkin slide terakhir. Slide berikut mohon. Nah saya mau tutup dengan ini, jadi bersama dengan kolega-kolega dari universiti lain di Inggris, yang ada orang Indonesia-nya bersama dengan universitas Indonesia seperti ITB, UI, IPB, UGM. Untuk kita membentuk konsorsium namanya UK Indonesia Consortium for Interdisciplinary Science. Nah tujuannya agar supaya ada jalur pertukaran informasi lewat mobilitas staff dan pelajar di ketujuh kemudian sekarang delapan universitas di UK dan Indonesia. Inggris, UK dan Indonesia supaya tidak ada lagi sekat-sekat geografi untuk ilmu pengetahuan untuk luar. Dan kita fasilitasi riset PhD Studentship Mobility within this network. Kalau Bapak Ibu nanti bekerja sama dengan University of Nottingham secara institusi, maka Anda bisa mendapatkan benefit dari Warwick University, Coventry, Nottingham, Lancaster dan yang lain-lain. Seperti itu. Dan bisa aja kalau... Kau supervisinya nanti di Indonesia atau segala macam. But I'll leave it at that. Jadi take away-nya adalah interdisciplinary mindset. Saya bisa dimungkinkan untuk berkarir dengan portfolio interdisipliner karena kecelakaan. Karena saya tidak pernah jadi mahasiswa kumlaut di salah satu bidang. IPK saya gak sampai 2,7 waktu di mesin ITB. Jadi saya gak bisa dapat kerja di PLN. Berapa untuk masuk sini Ipk-nya? Ipk-nya? Minimal? Tiga. Tiga, mungkin gak akan dipanggil interview juga. Dan kalau seorang yang di bawah biasa-biasa aja pun bisa berpikir interdisipliner, mungkin rekan-rekan disini yang masih mukanya agak sedikit lebih muda dari saya. Itu minimal harus bisa bermimpi lebih. Oke, terima kasih. Baik, terima kasih. Terima kasih untuk Pak Bagus. Luar biasa Pak Bagus. Untuk insight-nya. Selanjutnya, silakan Bapak Ibu jika ada pertanyaan, kita batasi mungkin 3 pertanyaan dulu ya Pak Bagus ya, jika berkenan. Nah, silakan. Ya, Mas. Oke. Mic-nya. Mohon menyebutkan nama dan juga jabatannya ya mas ya, mungkin bisa dilengkapi dengan basic ini ya, pendidikannya ya, mungkin untuk ini ya, silahkan, 3 poin itu. Terima kasih, nama saya Alfian, Bapak perkenalkan. Saya proses engineer. Basically backgroundnya chemical engineer. Jadi disini sangat relate dengan yang Bapak jelaskan. Jadi saya mau bertanya terkait dengan dua hal Pak. Yang pertama mengenai potensi utilisasi karbon. Jadi Bapak... untuk hydraulic fracturing ini menggunakan karbon dengan super critical untuk meng-crack lapisan bawah tanah apakah ada potensi untuk melakukan hydraulic fracturing di Indonesia untuk kita utilisasi maybe kalau sekarang di Indonesia adanya cuma EGR saja Pak ya Enhanced Gas Recovery yang mungkin itu lower level daripada punya Bapak ya, itu lebih mungkin yang lebih ke nanomaterial apakah ada potensi ke sana seperti ini Kemudian yang kedua Saya ingin bertanya mengenai Yang menarik mengenai Petland Mengenai Lahan gambut 15% Indonesia Lahan gambut tadi ya Saya tidak tahu 15% terhadap apa Cuma saya mau bertanya Saya juga termasuk yang percaya bahwa Naturally Indonesia ini punya Capability to absorb CO2 Walaupun kita produksi CO2 Tapi natural ini lebih baik Seperti Saya mau tanya Pak, seberapa besar lahan gambut ini untuk menyerap, mengabsorb CO2 yang terproduksi di Indonesia, let's say transportasi, power plant dan sebagainya ini 200 juta ton per tahun. Kira-kira berapa persen yang bisa diserap oleh lahan gambut ini daripada kita installing carbon capture dan sebagainya. Terima kasih Pak. Ini teknik bagus pertanyaannya. Terima kasih. Luar biasa Mas Alvian. Silahkan Pak. Oke, mohon maaf slide saya tadi bisa gak ada slide yang saya lewatin satu, tapi sebenarnya relevan dengan pertanyaannya Mas Alfian tadi. Yang akan sedikit paling bawah tadi yang saya skip. Atas sedikit, atas, atas, atas lagi, atas lagi. Nah itu, itu benar. Nomor, ya betul. Nah sisi US, Carbon Capture Utilization and Storage gitu ya. Eh belum. Tadi yang... Ya itu, ya. Terima kasih. Bisa di... tampilin. Ini tadi saya skip, gitu ya. Padahal ini sebenarnya relevan dengan pertanyaan mas. Ini saya kerjasama dengan Supreme Energy. Supreme Energy tau, Bapak Ibu? Jadi, Supreme Energy dan ITB itu bawa sampel dari geothermal... exploration site core, core sample dia bawa ke UK ini mahasiswi saya PhD, mahasiswi PhD sekarang udah lulus Grace Grace itu seorang kimiawati jadi bukan di departemen Bapak teman saya bukan orang inginir, dia kimia. Pure chemistry. Nah batu-batuan itu kemudian diretakan, dihancurkan, dilakukan batch eksperimen. Itu batuan dari geotermal. Nah untuk carbon capture, karena pertanyaannya potensi carbon capture di Indonesia kan, untuk carbon capture itu bisa jalan, carbon dioxide itu gak boleh bocor ke atas. Ada mekanisme trapping atau menangkap CO2 supaya dia aman. Yang paling aman adalah disolution trapping. Dia gak akan naik lagi ke atas karena dia akan bereaksi dengan batu-batuan. Geothermal itu kalau gak basaltic andesitic. Gitu loh. Nah kita disini khusus untuk mendeteksi visibilitas penggunaan bekas ladang geothermal yang basaltic. Basaltic andesitic itu istilah geologi gitu ya untuk jenis batu-batuan gitu. Nah Basaltik Indonesia itu 50% geothermal dunia ada di kaki kita. Cuman orang gak tau bahwa geothermal site itu bisa digunakan sebagai potensial carbon capture and storage. Orang gak tau, gak pernah ada studinya disini. Gitu loh, padahal itu bisa jadi narasi kebangsaan ketika kita Narasi kebangsaan, narasi kebangsaan yang melek ilmu pengetahuan Bukan cuman semu ngomong apa gitu Indonesia negara besar gitu, terus kenapa kalau besar? Maksudnya besar itu punya potensi untuk makan karbon seperti itu, bukan hanya dari lahan gambut. Jadi kalau mau dibaca potensinya berapa banyak untuk geothermal site di sini. Nah kalau peatland... orang gak tau sebenernya kita kasih data ke vera dia yang ases kita gak punya modeling unsuit mekanisme untuk mendeteksi jadi bapak ibu gini, bukan hanya masalah karbonnya Kita gak punya sama sekali cara untuk mengkuantifikasi karbon storage kita sama sekali. Masalah forestry, kita harus ikut regulasi European Union Deforestation Regulation. Kalau enggak kita gak bisa jual keluar. Tambang pun kita gak bisa keluar tanpa menuhi standar dari luar negeri. Nah seperti itu. Semuanya itu karena kita gak tahu caranya mengkuantifikasi hal-hal seperti ini. Kita gak punya reliable model. Kita gak punya jurnal ilmiah yang reputasional. Itu permasalahannya. Kita gak punya alibi untuk berdebat dengan mereka. Nah kalau nggak begitu kita jadi resipien. Makanya Indonesia harus menjadi laboratorium dimana hal-hal seperti ini dimungkinkan. Gitu ya. Nah, mengenai, spesifik mengenai peatland, itu belum pernah dilakukan untuk memodelkan tropical peatland di Indonesia. Jadi saya gak tau angkanya berapa. Nah sekarang ini dengan adanya metodologi ini terbuka jalan untuk begitu. Kalau misalnya ada remote sensing yang bisa mengkaliberasi data. Saya harus tau dulu luasnya berapa banyak. Geographical spasialnya. Nah dimungkinkan untuk tau itu. Makanya kalau mas tertarik untuk ambil S3 gitu. Bisa saya bimbing? Oke terima kasih Terima kasih Silahkan pertanyaan kedua Mas Perda ya Hai baik terima kasih presentasi yang sangat menarik Pak bagus saya juga beberapa kali lihat Instagramnya bagus juga ya itu karena lebih suka ngomongin ini Pak saya terus apa baik pertanyaan saya ini tak ada tadi nampak tentang geothermal juga pertanyaan saya adalah terkait hidrolik hidrolik factoring ini karena perkembangan teknologi geothermal kan sekarang baru naik dan itu yang terkait dengan close loop geothermal close loop close loop geothermal jadi working fluidnya masuk terus lagi gitu nah terkait hal itu kan eksplorasi panas bumi atau eksplorasi geothermal kan masih ada probability of failnya juga ya bahkan di Indonesia jadi kita bisa mengkontifikasi dengan statistik itu sekitar 40-50% itu eksplorasi panas bumi itu gagal. Nah pertanyaan saya apakah metode hydraulic fracturing ini bisa diaplikasikan untuk misalkan untuk EGS Enhanced Geothermal System buat produksi dan itu bisa digunakan untuk baik untuk open loop atau untuk closed loop pengembangan panas bumi. Oke. Oke. Geothermal exploration site itu pemodelannya pakai pemodelan slumber G. software-nya software SumberJ pertama ya SumberJ itu berdasarkan Darcy model tadi Darsi model. Geothermal itu sama juga problemnya dengan oil, tapi dia bukan mengekstrasi hidrokarbon, dia mengambil panas dengan working fluid. Jadi working fluid ini pertukaran panas yang dimodelkan dengan model dari Schlumberger, software dari Schlumberger. Nah, permasalahannya apakah model ini tetap akan akurat 5-10 tahun kemudian? Jawabannya tidak. Karena... Working fluid itu bereaksi dengan batu-batuan di bawah tanah. Dan ketika dia bereaksi, dia mengubah geometri dari poros di bawah tanah. Dan itu tidak mungkin ditangkap dengan darsimodel. Gak mungkin, saya tahu persis, Darcy Model itu kayak melihat porpoi itu kayak... kayak busa sabun mandi aja dianggap seragam semua gitu. Bahwa tanah itu batu-batuannya heterogen. Nah seperti itu. Jadi untuk closed loop, makanya kita bekerja sama dengan Supreme Energy, mencoba untuk memperbaiki model mereka. Seperti itu. Nah mengenai enhanced oil recovery, enhanced geothermal recovery, kita diberkati luar biasa ya. Memang karena di Indonesia belum ada fracking. Kenapa? Karena oilnya masih primary. Bahkan sekundari paling gitu. Belum ada yang tertiary. Setelah itu mungkin masih ada enhanced oil recovery. Belum pernah ada yang pakai fracking. Di US pakai fracking. Kita ini hidup di atas kolam susu, benar. Seperti itu. Nah ini adalah cara kita future proofing ke depan mas. Future proofing ke depan. Bahwa Indonesia berpikir itu sebelum kecelakaan terjadi. Jangan setelah. Kalau setelah kecelakaan terjadi kebijakan... kita latah gitu, udah ada pandemi baru mikir, gitu kan udah mati lampu baru mikir, ini future proofing Indonesia, bahwa kita bisa mengadopsi fracking teknologi untuk memasukkan karbon dioxide ke bawah tanah, itu pun di UK belum dipakai Gitu loh. Jadi working fluid untuk frackingnya diganti. Bukan air tapi carbon dioxide super critical. Itu bisa dipakai di maturing geothermal site. Bisa dipakai di maturing coal bed methane. Atau bisa di standard oil reservoir. Nah seperti itu. Hydrogen juga sebenarnya. Tadi bicara tentang hydrogen. Tahu gak storage hydrogen di bawah tanah dimana? Salt caverns. Salt caverns. Itu teknologi baru, Indonesia memiliki Tumpah minyak minyak Itu potensi penyimpanan hidrogen Di sana Apakah Anda tahu tentang itu? Betul? Itu potensi yang tidak diperlukan di sana Apakah Anda ingin mengelektrifikan Sistem transportasi? Well, you can use fuel cell, gak hanya baterai, you can use fuel cell, and fuel cell needs energy storage too. Nah jadi seperti itulah, makanya tadi saya pikir ini frontier modeling untuk future proofing Indonesia ke depan. Nah seperti itulah, mudah-mudahan menjawab sedikit lah ya. Terima kasih Pak Babus, silakan pertanyaan selanjutnya. Ya, masih yang berbaju hitam, silakan. Hehehe Hehehe Hehehe Mic nya mas dibantu Assalamualaikum Wr Wb Waalaikumsalam Terima kasih kesempatannya Mungkin saya disini mau bertanya dua hal Oh iya nama saya Noval Mufli Ramadan Saya juga seorang Disini sebagai proses engineer Profesor Singjinar, ada dua pertanyaan. Jadi kan dari tadi, untuk yang pertama dari Mas Bagus, kan tadi mengobrol tentang sisi US, di mana salah satu langkah... langkah untuk melakukan penanganan karbon ini itu ngetrendnya di Indonesia itu kebanyakan diinjek ya. Ini mungkin barangkali berbicara tentang interdisipliner ya, mindset. Kenapa yang dibumingkan itu injek CO2-nya itu ke dalam plan? Sementara kan kalau biasa di company-company kan dia profit oriented ya, seperti kayak di PLN. Kenapa mindset di dalam negeri itu tidak dibangunnya karbonnya itu lebih banyak untuk intermediate product? Misalkan CO2-nya dibuat. Buat iklim untuk basis pembuatan minuman bersoda atau CO2 hanya dipakai untuk pupuk. Itu kan sebenarnya, jadi kesannya kalau misalkan mentok diinjek ke dalam tanah, itu kan sebenarnya kalau orang PLN, kita dapat apa sih? Profitnya apa? Jadinya nggak guning. Sementara kalau misalkan PLN berpikir tentang CO2 hanya dijual untuk soda atau untuk pupuk, jadi bisa untuk mendapatkan profit. Nah, kalau dari sudut pandang interdisciplinary mindset, dari sudut pandang... Mas Bagus, kira-kira kedepannya itu baiknya seperti apa sih CO2 ini? Apakah dari sudut pandang geologi baiknya seperti itu saja? Atau seperti apa? Terus yang kedua. Jadi mungkin pernah kali saya pernah lihat Mas Bagus di podcast Pak Gita Wirjawan ya. Terkait dengan hal interdisciplinary mindset dan isu-isu yang dikulukusahkan. Nah kalau misalkan terkait dengan engineer, jadi kan ada engineer sebagai seorang saintis di... di universitas tapi ada juga yang jiner yang basisnya di company jadi sebenarnya bentuk kolaborasi itu baiknya seperti apa sih sebenarnya Karena kan kalau engineer di company kan punya pendekatan berbeda, lalu engineer di fakulti, sebagai seorang saintis di fakulti kan biasanya menulis paper atau yang lain-lainnya. Nah, untuk kolaborasinya baiknya kalau di Indonesia dan sebagai cerminan dari luar juga itu baiknya seperti apa. kolaborasinya. Terima kasih mungkin. Oke, terima kasih. Mas Amadal. Ya tadi Mas bilang, masukan ke dalam soda, segala macam. Itu masuk di sisi C pertamanya. Capture. Bukannya storage. Inject itu maksudnya. maksudnya kita terlalu, mindsetnya terlalu ke storage. Belum ke capture-nya. Capture itu orang teknik kimia. Pressure swing, temperature swing untuk ngambil karbon dioxide. Ada orang teknik kimia di sini? Iya kan? Pressure swing, ngambil karbon dioxide, segala macam. Bisa-bisa aja, itu orang rancang pabrik yang buat. Nah, saya baru tahu itu setelah saya masuk Departemen Teknik Kimia. Sebelumnya, karena saya belum pernah jadi mahasiswa anak teknik kimia, sekarang ngajar teknik kimia. Terus terang, saya gak tau mana yang lebih economically feasible ya. We're talking technical here. I cannot say something I haven't calculated. Tapi technological challenge untuk storage itu jauh lebih besar daripada capture. Technological challenge-nya. Karena resikonya lebih besar. Jadi bukan hanya tadi dibilang finansialnya seperti apa, tapi environmental risk-nya pun. Lebih besar di sisi storage. Jadi itu juga harus dipertimbangkan. Pembagiannya besar, berapa besar saya gak tahu. Yang kedua, tentang dialektik antara engineer yang di universitas dengan di industri, itu digunakan kalau mau ada transfer teknologi. Permasalahannya di Indonesia, tidak adanya insentif bagi industri. untuk bekerja sama dengan universitas. Di Indonesia, saya melakukan transfer teknologi dengan... Industri itu tidak ada insentif internal dari universitas. Ya bisa aja eksternal dibayar oleh industri-nya gitu kan. Tapi tidak ada, saya gak akan naik pangkat di situ. Kasarnya seperti itu. Jadi pemerintah di UK itu memberikan insentif yang namanya knowledge exchange framework. Supaya universitas itu dinilai kinerjanya. Salah satunya berdasarkan berapa banyak transfer teknologi yang dia lakukan. Dia gak regulasi berapa banyak. Tapi endowmentnya sebagian besar atau bahkan sebagian seluruhnya itu berdasarkan knowledge exchange framework. Nah yang paling mahal di luar negeri itu adalah bahwa kalau ada transfer teknologi, ada update kurikulum. Tanpa adanya transfer teknologi dari industri ke universitas, riset gak akan jadi inovasi. Ya PLN dan teman-teman yang lain yang riset sendiri aja. Ngapain pakai universitas? Nah bayangin kalau teman-teman ada di dalam universitas Kurikulum anda jadul itu Ya kan? Gak ada feedback loop Dari industri Nah itulah Itu permasalahannya sangat jauh di dalam ya Ada ego sektoralitas Ada birokrasi yang mengkripling Harusnya BRIN melakukan itu Cuman sekarang menjadi badan Yang sifatnya birokratis Gitu harusnya mereka Pergi ke PLN What's your problem? Kalau mungkin sudah begitu bisa aja, saya gak tau gitu ya. Tapi kenyataannya sekarang, transport teknologi di Indonesia sangat lemah sendiri. Jadi butuh orang-orang kayak mas, gitu ya, untuk inisiatif individu pergi ke universitas. untuk mendiseminasikan masalah dari PLN. Berharap agar para dosen di sana tertarik untuk mengangkat masalah ini. Nah, sekarang terbuka kesempatan untuk berdiseminasi, melakukan transport teknologi dengan luar negeri sekalian kalau gitu. Nah, itu yang saya sedang lakukan. Saya datang ke hari pada hari ini, kapasitasnya bukan hanya sepas membicara endgame, tapi kapasitasnya sebagai akademisi dari Nottingham. Membuka pintu untuk... untuk kolaborasi antar institusi. Nah kalau dibutuhkan, misalnya kita bisa undang PLN ke Nottingham, memberikan kuliah buat mahasiswa teknik kimia di situ, atau kita bisa datang kemari, untuk berbagi. Nah gitulah. Terima kasih. Luar biasa, benar sekali, penting sekali memang kolaborasi ya. Nah itu yang memang tadi saya sampaikan di depan ya, Bu Dirut Izin, memang PLN sangat gencar beberapa tahun ini berkolaborasi dengan universiti, lalu kolaborasi dengan pembuat polosi juga agar ini memang terkait dengan transisi energi itu bareng-bareng kita. Jadi pendekatannya ada transfer of knowledge, terus kampus juga memperbaiki kurikulumnya, karena PLN sendiri juga gencar mengirimkan teman-teman itu untuk sekolah lagi, baik dalam negeri dan luar negeri. Jadi mau tidak mau memang kolaborasi ini yang paling utama untuk memusahakan. Transisi energi di Indonesia Seperti itu Pak Bagus Mungkin ini kita masih ada waktu 15 menit lagi Mungkin izin saya buka pertanyaan lagi Pak Bagus Baik-baik silakan Mungkin Sri Kandi ada Silakan Mbak Ica silakan sedikit maju Saya ketutup tembok dari sini Silakan Mbak Ica Selamat siang Pak Bagus, izin bertanya. Nama saya Adi Citra, kebetulan sama kayak Alfian dan Noval. Basisnya adalah TNI Kimia atau Proses Engineer. Sejatinya untuk yang hidrolik... Ini adalah informasi baru buat saya terkait untuk ekstaksi natural gas ya Pak ya. Pertanyaan saya kan, mungkin kan ini akan dipakai di Indonesia ya Pak ya, namun kan melihat Indonesia kan salah satu jalur ring of fire. ketika ada injeksi asid, slick water atau disinfektan untuk mengekstraksi natural gas bagaimana sih mitigasi resiko kita terhadap kebocoran si borhol ya yang mungkin bisa mencemari air permukaan ya kan ya untuk yang sudah diaplikasikan di luar negeri sana, apa sih pak parameter apa saja yang mungkin dipasang seperti mungkin instrumen instrument control atau mungkin adanya metan detector atau seperti apa sih Pak yang bisa kita aplikasikan di Indonesia karena mengingat geologi Indonesia ini seperti itu. Terima kasih. Bagus sekali pertanyaannya. Karena memang concern, ade citra Pak. Itu pertanyaan bagus sekali. Concern terbesar dari hydroleaf racking sebenarnya bukan polusi udara tapi kontaminan air tanah. Dan non-tectonic earthquake seperti itu. Justru yang kedua, earthquake itu alasan mengapa fracking itu ditutup di UK. Nah mitigasinya, nomor satu di UK itu bukan pertanyaan teknis lagi, itu pertanyaan prosedural yang betul-betul rigid dan diaplikasikan gitu ya. Bahwa untuk hydraulic fracturing bisa terjadi, itu ada stage-stage yang benar-benar sangat constraining gitu ya. Dari sejak eksplorasi sampai decommissioning. Gitu, sampai decommissioning. decommissioning itu benar-benar rigid dan tidak bisa dibipass. Nah, deteksi kebocoran itu, jadi gini, Nottingham itu sekitar 30 menit, gak sampai 15 menit dari British Geological Survey. British Geological Survey itu badan geologi tertua di dunia. Jadi kita bekerja sama dengan mereka, khusus untuk mendeteksi leakage of gas. Nah, metode yang paling, gak yang paling, salah satu yang mereka kekembangan dalam menggunakan drones. With sensors. Drone sensors. Sekarang bisa mem-pick up. Tergantung yang bocor apa CO2 atau apa segala macam. Semua bisa. Dan yang kedua, kita punya field scale site dengan lapisan batu-batuan yang mirip dengan North Sea. Jadi di UK itu fracking segala macam itu di North Sea. Seabed. Nah kita punya field scale facility ini di Nottingham juga, yang batu-batuannya itu seratanya sama. Nah itu ratusan meter field scale facility di instrumentasi dengan gila-gilaan untuk memperkuat modeling kita. Jadi kalibrasi di level feed scale untuk model-model kita. Sehingga di situs-situs yang akan kita gali, kita udah tahu persis. Lapisan batu-batunya seperti apa? Permeabilitasnya seperti apa? Kita tahu persis. Karena kita punya pilot field-nya. Yang kita sudah pahami. Kita sudah punya bonekanya. Yang kita sudah pahami betul-betul. Nah, saya gak tahu ya kalau di Indonesia seperti apa state of the art-nya. Punya gak field scale facility seperti itu? Karena model untuk mendeteksi kontaminan water transport segala macam, itu hanya se-efektif kalibrasinya. Saya bisa modelin apa aja, pertanyaannya hasilnya itu bener dunia nyata atau enggak, ya kan? Mau modelin apa juga bisa, ekspektasi umur anda sampai masuk surga, bisa aja. Hasilnya akurat atau enggak gitu kan? Hasil akurat atau enggak itu kalau punya field scale experimental facility untuk mengkalibrasi model. Nah itulah yang dimungkinkan di UK sehingga mitigasi, di luar mitigasi yang sifatnya teknis kayak drone segala macam. itu bisa dimungkinkan. Karena kita bisa memprediksi dengan akurasi tertentu kontaminan transport, sedikit mengenai kontaminan transport ya. Kalau oil, itu sebenarnya teknologinya sama dengan oil transport juga. oil kita mendeteksi the earliest plume that comes out. Sorry, the end plume, the long tailing plume. Karena kita mau tahu oil terakhir yang keluar itu kapan. Kontaminan transport kita mau tahu the earliest plume. Gitu loh, anak teknik lingkungan kan, tau kan. Kenapa? Karena untuk kontaminan biasanya kita modelkan dengan asumsi bahwa Dispersi kontaminan itu terjadi secara gaussian. Jadi pakai advection division equation. Dianggap bahwa dia keluarnya kayak begini nih kira-kira. Jadi di tengah-tengah nanti konsentrasinya paling tinggi. Padahal yang terjadi itu gak seperti ini. Yang terjadi itu begini nih. Peak di depan, terus kemudian di belakangnya kayak begitu. Heterogen. Permasalahannya kalau yang menarik adalah yang di depan. Maka earliest plume coming out from the contaminant itu yang membunuh. Gitu loh, bukan yang di belakang. Yang bocor paling depan itu yang membunuh. Nah yang bocor paling depan itu keluarnya paling cepat. Jauh lebih cepat dari bahan prediksi berbasiskan gaussian. Nah itu, the power of modeling tool yang kita miliki, itu membuat resiko semakin kecil. Makanya jangan disini berpikir bahwa, ah modeling, teori, segala macem, udah lah yang penting kita langsung aja. modeling itu benar-benar powerful. Dan tanpa modeling yang powerful, gak akan ada risk mitigation yang powerful. Nah, seperti itulah. Dan untuk itu, orang teknik kimia harus belajar dengan orang matematik. Karena orang teknik, saya ngajar teknik kimia, saya tahu, coding, programming buat orang teknik kimia itu sangat lemah. Jadi mereka pakai software seperti HiSys, betul? HiSys itu adalah black box. Masukin input, keluar output. Warna-warni gambarnya. Klien tanya, ini benar apa enggak? Enggak tahu. Yang penting black box-nya gitu kan. Ya paling baca katalognya gitu, ini masuknya apa. Saya tanya anak teknik kimia, HiSys isinya memecahkan persamaan apa? Ini di UK, enggak tahu. Nggak ada partial differential equation-nya kayak begitu. Nah itulah permasalahannya. Jadi ya oke mudah-mudahan jawab. Baik terima kasih. Luar biasa jawabannya Pak. Lanjut mungkin satu lagi pertanyaan silakan. Ya silakan Mas yang berbaju hijau di belakang. Ini sepertinya banyak yang tertarik ternyata dengan engineeringnya Banyak yang tertarik gitu ya? Iya, cocok sekali silahkan Maju depan kali ya Salam kenal Mas Lagus Halo, salam kenal Perkenalkan saya Toha Otor belakang pendidikan saya sebenarnya teknik sipil Mas Jadi mirip-mirip dengan mesin Sebelumnya Iya, soalnya penelitian saya itu tentang gerusan, jadi fracking juga cuman di surface. Jadi kita melihat gerusan itu berasakan bilangan Reynolds. Bilangan Reynolds. Oke berarti pakai air dong Iya air Cuman saya gak Berhubungan dengan itu Kebetulan saya sekarang posisinya di Bidang pemasaran Jadi saya bukan engineering lagi Terus Jadi concern saya disini adalah profit Sama seperti yang dibilang oleh Mas Fian tadi Sebenarnya kalau PLN itu kan sebenarnya industri dan concernnya itu adalah profit Nah disini saya mau bertanya apakah Sebagai mana yang kita ketahui lahan gambut tersebut adalah Karbon ketchup yang baik gitu ya Mungkin secara lingkungan Sebenarnya kita harus menjaga itu Namun kita tahu bahwa program-program pemerintah itu turut mengancam lahan gambut tersebut Nah disini mungkin peran PLN Apakah kita bisa melakukan generasi power di atas lahan gambut Nah karena kalau misalkan kita generasi power di atas lahan gambut Kita tidak perlu melakukan transmisi untuk energi listriknya gitu. Jadi langsung mungkin kita generasi powernya di lahan gambut, terus karbonnya juga ikut. terserap gitu, jadi multifungsi lahan gambutnya, nah mungkin ini cukup bisa memitigasi terancamnya lahan gambut dari program-program yang merugikan lahan gambut gitu, mungkin sekian Terima kasih Mas Bagus, Assalamualaikum Wr. Wb. Waalaikumsalam, terima kasih. That's a difficult question. Yang saya tahu, bekerjasama dengan Departemen Arsitektur, itu adalah visibilitas membangun sebuah kota di atas lahan gambut. Jadi sebenarnya membangun IKN itu gak jelek-jelek amat kalau dari segi situ. Karena lahan gambut kita di Kalimantan. Dan benar-benar dikelilingi oleh gambut. dikelilingi oleh kebakaran gambut senantiasa seperti itu kalau power saya gak tau, tapi kalau urban living kekuatan lahan gambut itu karena ada dry nasa yang bagus di bawahnya seperti itu kalau di UK ditanyakan karena di UK ada Glasgow ke atas tuh, banyak pit box gitu ya UK mirip dengan Indonesia, banyak gambutnya di atas Scotlandia nah mereka menggunakan menggunakan turbin angin di atas anggambut seperti tekanan di UK banyak angin di UK renewable energy itu erin obat energi itu dominan angin Bu banyak turbin segala macem Nah apakah pertanyaannya itu pembangkit seperti energi tergantung energi apa itu bisa diaplikasikan di gambut Indonesia saya belum tahu karena vegetasinya beda vegetasinya sangat beda yang satu itu jadi gini ya Oke, saya agak teknis sedikit ya. Gambut di UK itu pit box, jadi di atasnya itu tumbuh-tumbuhannya tumbuh-tumbuhan bush gitu ya, yang gak terlalu tinggi. Indonesia itu tropis, akarnya itu lebih besar daripada akar tumbuh-tumbuhan yang digambut di Scotland. Akarnya itu jadi semacam kayak interwoven fabrics yang merekatkan tanah. Jadi sebenarnya lebih kuat langgambut Indonesia itu, gitu loh. Cuma permasalahannya, bebannya pun lebih besar. Nah itu. Nah jadi kalau dibangun diatasnya, pertanyaannya apakah bisa dibangun diatasnya? power plant seperti itu. Saya rasa pertanyaannya lebih ke beban mekaniknya seperti apa. Dan itu penelitian interdisipliner dengan build environment dan arsitektur. Ini, oke saya fair ya, saya gak tahu, saya belum pernah lihat studinya. Disiplinannya seperti itu apa. Tapi kalau studi tentang urban living di atas gambut itu sudah dan pernah dilakukan. Oke, thank you. Baik, terima kasih luar biasa. Saya baru diinfo panitia, ternyata kita tuh ada 30 menit lagi Pak Bagus. Kita open lagi. Oke. Oke, karena teman-teman tuh masih pada semangat, seperti itu ya. Mungkin silakan. Ya, silakan mas. Terima kasih Bu Kiki Terima kasih Mas Dimas ya? Mas Bagus Tiba-tiba jadi Dimas Dimas itu anak saya Dimas Bagus Mas Bagus mungkin. Halo. Tadi penjelasannya terkait... Perkenalan dulu, Mas. Oh ya? Nama saya Muhammad Nuri Dayat. Saya kebetulan background-nya... Bukan kebetulan, saya background-nya geologi. Jadi, sekedar pengantar aja buat Mas Bagas. Kalau yang teman-teman di sini, Mas Bagus. Mas Bagus. Satu lagi ya, satu lagi ya Ya Mas Bagus terkait audiensnya teman-teman PLNA itu beragam Mas Jadi engineer-engineer dari PLNA itu tidak saya yakin bakalan sangat tertarik dengan materinya Mas Bagus Jadi tidak perlu khawatir Mas Teman-teman sangat eksternal excited dengan materinya saya mengenal terkait facturing itu kalau nggak salah dari 10 tahun yang lalu terkait waktu saya bekerja di salah satu instansi pemerintah jadi mereka dari instansi pemerintah itu sedang gencar-gencarnya melakukan eksplorasi unconventional gas jadi kita sedang melakukan eksplorasi Shell gas waktu itu ya sepertinya sangat related dengan facturing ini Jadi waktu itu kita melakukan eksplorasi di Indonesia Timur Cuman problem utama dari shale yang ada di Indonesia itu Clay mineralnya yang sifatnya seperti human moral ini itu tinggi jadi ada potensi facture yang telah kita buat itu tertutup kembali nah ini mungkin saya lebih spesifik ke situ apakah teknologi facturing ini Ada untuk mengatasi hal yang sifatnya Seperti itu yang untuk mengatasi Mengenai clay mineral yang jadi Problem dari facturing itu Yang kedua mengenai Perkembangan dari shell gas ini Karena sejauh ini saya sudah tidak Mendengar lebih intens lagi terkait shell gas Apakah memang di luar Masih booming atau tidak Karena kita di Indonesia juga Mungkin karena faktor teknologi yang masih mahal Jadi masih susah untuk dikembangkan Kemudian yang kedua mas Yang terkait panas bumi eh ketiga ya panas bumi itu beberapa reservoirnya itu terjadi kebocoran akibat salah satunya ada fracture jadi ada sistem geothermal yang berada di sebelahnya itu masuk ke influence ke sumber produksi yang telah dieksploitasi problemnya adalah adanya faktor misalnya ada acid yang masuk yang menyebabkan merusak dan dari sumur yang sudah ada. Nah yang saya mau tanyakan disini terkait facturing ini, kita sangat susah untuk melakukan determinasi sejauh mana sebenarnya efek dari facturing ini. Kita takut dari facturing ini bisa merusak formasi yang menyebabkan adanya kebocoran kemana-mana. Nah teknologi dari facturing ini sejauh mana untuk melakukan delineasi terkait efek dari adanya facturing. Biar tidak melakukan kerusakan, biar tidak terjadi kerusakan pada formasi. masih batuan yang kita tidak inginkan mungkin itu terima kasih terima kasih Pak Rocky Joko Pak Joko oh sorry saya lupa pertanyaan pertamanya tadi yang clay itu pertanyaan kedua kan terkait dengan yang shell yang beliau sebelumnya bekerja di tempat sebelum teknologi itu apa masih berkembang teknologi itu apa masih berkembang Di US itu common practice. Di US. Di UK itu di-decommission, tapi oleh conservative government, list trust, dibuka lagi. Gitu ya. Mengapa itu penting? Karena gini ya, saya gak tau make up energi Indonesia seperti apa, tapi 40% di UK itu natural gas. Seperti itu. Dan mengapa itu jadi sangat penting lagi sekarang? Karena perang Ukraine. Ukraine-Russia. Jadi untuk, karena ngambek Rusia-nya kan sekarang. Ngambek jalur gasnya dipotong. Jadi di UK sekarang harga energi naik. Karena mereka gak cuma pakai PLN kan. Mereka... Mereka bebas berkompetisi. Prime energy provider-nya. Harganya naik semua. Gak ada capping. Seperti itu. Di lingkungan seperti itu, fracking sangat-sangat penting. Makanya konservatif government, namanya konservatif kan, dia financially lebih libertarian. Ya dibuka aja semua. Jadi seperti itulah. Di Indonesia memang belum. Belum ada. Dan shale itu sangat-sangat kompleks. Pertanyaan kedua tentang clay tadi. Jadi teknologinya itu untuk memang paling rawan itu udah di fracking nutup lagi. Jadi kita pakai yang disebut propan. Propan itu butiran-butiran yang kemudian di jasikan bersama dengan cairan untuk ngeganjel. Cuman permasalahannya ketika di fracking, dia jadi kayak ada jaluran kecil untuk ini kan fluida lewat. Nah pemodelan Anda yang mengasumsikan poros media itu jadi gagal. Karena sekarang alirannya nggak lewat poros media, lewat jalur-jalur fracking. Misalnya kontaminan transport di jalur fracking itu pasti lebih cepat. cepat keluarnya. Makanya ada resiko tentang kontaminasi air tanah. Jadi seperti itulah. Nah, resiko mitigasinya gimana? Sangat-sangat teknik gitu ya. Kita menggunakan persamaan baru, bukannya Darcy lagi, tapi Stokes-Brinkman. Gitu. Ini ya orang matematik yang ngerti. Gitu loh. Jadi sama-sama partial differential equation, tapi di daerah sekitaran fracture-nya itu, kita modelkan dengan Brinkman, bukan dengan Darcy. Di coupling bersama. Seperti itulah Nah yang ketiga itu tentang geothermal gitu ya Asidik Nah itu jadi permasalahannya Masalahnya dengan asidik Asidic flow itu adalah dia bereaksi dengan host rock gitu, apapun yang low asidic itu pasti bereaksi dengan karbonat, karbonat batuan limestone gitu ya. Nah ini yang sangat sulit dimodelkan karena dia menggerus. Housetrop, kalau dia menggerus housetrop, Anda punya modelnya pun geometrinya berubah. Kalau geometrinya berubah, pasti gak akurat. Gak akurat di dalam waktu satu bulan, terakumulasi dalam waktu 10 tahun. Dan geothermal... Itu siklus bisnisnya jauh lebih panjang daripada eksplorasi yang lain. Dia itu lebih front end capital, kita bicara duit sekarang ya. Geothermal itu sangat front end capital. Kenapa? Karena resikonya lebih besar. Bayangkan kalau Anda jadi bank gitu. Ya satu masuk eksplorasi. minyak, yang satu eksplorasi geothermal. Orang teknik tahu geothermal manifestation itu beda-beda, jauh lebih beragam daripada oil field manifestation. Geothermal manifestation itu ada yang gak kelihatan gunungnya, di bawahnya tetap panas, dan di Indonesia vulkanik, kelihatan gunungnya ke atas. Ada yang suhunya cuma 100 derajat, ada yang suhunya sampai 600 derajat. Metode ekstraksi panasnya beda. Gitu loh, metodinya beda, jauh lebih kompleks, resiko makin besar. Bank melihat resiko. Bank melihat resiko, pasti orang geotermal, front end capital, dia mau yang interest-nya rendah, balikin duitnya lebih lama. Nah seperti itulah. Maka itu akurasi model dalam jangka waktu yang lebih lama, itulah bottleneck dari geotermal modeling. Nah seperti itu. Nah jadi... Nah itulah, jadi permasalahan kita itu bukan hanya teknis tapi non teknis juga terkait dengan financial institution yang meng-facilitate-nya dan lain sebagainya. Oke, mudah-mudahan menjawab. Baik, terima kasih Pak Bagus. Silakan, satu lagi ya silakan Sri Kandimba Bunga ya, benar ya, silakan. Jadi engineer kita ini ada yang cewek, ada yang cowok kita, sangat. banyak gabungan disini luar biasa memang PLN Engineering ini Pak Bagus Assalamualaikum Wr. Wb Waalaikumsalam perkenalkan Pak Bagus saya Bunga basic pendidikannya elektronika instrumentasi saat ini Ini saya di pemasaran, sama dengan Mas Toha tadi. Mungkin yang ingin saya bawakan itu problem lingkungan. Kita bahas yang geotermal tadi. Nah, yang sama-sama kita tahu biasanya geotermal itu ada di dataran tinggi di pegunungan. Kebanyakan yang ada di Indonesia, salah satu contohnya adalah dataran tinggi Dieng. Nah, di sana itu saya kebetulan dulu pernah kerja praktek. Ya betul Pak. Saya pernah kerja praktek di sana. Nah, saya... Saya melihat lingkungan di sana yang mana memang kadang sumur itu kecil aja gitu Pak. Kita gak tau ternyata di situ ada sumbernya gitu. Nah yang saya rasakan di sana ada polusi bau sulfur. Nah terus juga di sana itu kebetulan memang masyarakat sekitar punya pekerjaannya itu bercocok tanam. Tanaman kentang, wortel dan lain sebagainya. Dimana di sana juga bisa mencapai minus derajatnya saat peak suhunya. saat itu bisa terjadi hujan es yang mana itu bisa membuat tumbuhan di sana itu mati. Padahal di saat itu mereka harusnya panen. Jadi belum sempat panen, sudah hampir panen, tapi mereka mati tumbuhannya, Pak. Nah, yang saya ingin tanyakan, kita sebagai korporat itu walaupun Geodipa di luar PLN, dan tentunya dari PLNE juga punya kapasitas untuk ke sana ya, Pak. Nah, jadi di sana itu... itu apa yang bisa kita lakukan selain kita menggeruk hasil Buminya apa yang bisa kita bantu kira-kira dari pemodalan faktor tadi atapakah ada interdisipin yang bisa kita masuk dengan rekayasa teknik yang bisa diimplementasikan bagi masyarakat sana karena dengan datangnya nih industri kesana otomatis kan ada positifnya pekerjaan mereka akan bertambah tapi ada juga yang sudah existing pekerjaan mereka bisa mati nah Nah, apa yang bisa kita tambahkan di sana mungkin bisa nanti jadinya ke depannya. Untuk kita itu menambahkan value ke penduduk sana. Terima kasih Pak. Bagus sekali pertanyaannya. Thank you, thank you. Luar biasa. Itu bagus sekali pertanyaannya. Jawaban singkatnya salah satunya adalah science tourism. Scientific tourism. Indonesia itu punya permasalahan bukan hanya dengan bagaimana mengintegrasi. Komunitas sekitaran pusat eksplorasi, bukan hanya geotermal ya, tapi tambang timah, tambang nikel, segala macam. Sulfur, ya, misalnya, itu bikin semacam ekonomi mikro di mana orang kerjaannya dari turun-temurun ngegali sulfur gitu, secara liar. Demikian juga dibelitung ngambil timah sampai timahnya habis dibangka gitu kan. Nah setelah habis bukan hanya orangnya punya kenyakit kanker dan segala macam kebanyakan nyedot timah dan sulfur. Tapi gak punya keahlian sama sekali. Iya kan? Dia gak punya keahlian sama sekali terus tiba-tiba daerahnya mau dijadikan turisme. Dia gak tau caranya hospitality seperti apa. Dia gak tau cara ngomong Inggris. Gimana bisa jadi ladang turisme? Gimana membangkitkan ekonomi di sekitar situ? Setelah ladangnya habis. Apalagi tanahnya dilukai. di Cemari, seperti itu kan tanahnya habis, otaknya bodoh pantai pencahariannya hilang nah seperti itu nah inilah permasalahan yang saya agak ngelantur sedikit jawabannya ya, ini karena berhubungan dengan inisiatif yang saya lakukan dengan teman-teman endgame segala macam. Saya percaya sentimen, ini gak dibuktikan bukan bahan ilmiah, bahwa Indonesia itu punya kearifan lokal, yang tahu bagaimana caranya hidup berdekatan dengan ketidakpastian sekitar proses geologis. Dieng, segala macam pegunungan tinggi, pegunungan berapi di Jawa. Itu adalah tempat dimana orang Eropa pertama, naturalis dari abad ke-18, kemudian ke-19 bersama dengan Raffles, Inggris, segala macam. Itu datang untuk belajar volkanologi. Masyarakat di sekitaran Jawa, disitu udah tau daerah-daerah mana yang harus dihindari, atau yang harus diberikan sesajen. Dia sudah tau. Cuman, nah ini bukannya mistis ya, papernya ada. Bahwa Van Bemelen papernya, authornya, jadi orang Belanda. Bahwa pertama kali situs-situs pengambilan sampel batu-batuan, seismologic activity, itu diambil di situs-situs yang ada sesajen. Karena orang lokal di situ punya kedalaman pikiran, yang walaupun bukan modern science, tapi dia tahu caranya hidup dengan ketidakpastian. Dia udah tahu. Coba. Contoh lain di Subak misalnya. Dia udah tau bukannya caranya hidup lebih panjang, bukan. Dia tau irigasi yang baik. Namanya Subak. Cuma permasalahannya ketika World Water Forum yang berapa bulan yang lalu hadir di Indonesia, siapa yang diundang jadi pembicara utama? Elon Musk. Apa dia tau tentang water? Kenapa bukan orang Subak Bali yang tahu? Kenapa bukan orang Dieng yang mengerti tentang volcanic activity segala macam? Nah inilah yang coba kita lakukan dengan tim saya untuk menggali kearifan lokal ini yang punya potensi scientific significance. Supaya narasi Indonesia itu bukan hanya sekedar negara penghasil barang sumber daya alam. Dimana kita sangat jauh sekali oleh sains dan segala macam. Supaya kita bisa keluar sebagai laboratorium di dunia. Orang mau tahu tentang ilmu bumi dia belajar ke dia, belajar dengan masyarakat lokal. Nah untuk masyarakat lokalnya harus pintar. Jadi PLN misalnya at the top of my head. Itu harus bikin semacam, di UK ini banyak. Natural History Museum, segala macam. segala macam, supaya masyarakat itu mengerti tentang hal-hal emia yang dikemas sebagai turisme. Saya kerja di Imperial, di Royal School of Mine, di sepanjang lorong itu ada eksibisi batu-batuan. Gitu ya. Anak-anak kecil, anak-anak sekolah, itu diajak main ke situ. Untuk lihat ini batu-batuan sampel, ada dari Indonesia. Yang orang diem pun gak tahu. Gitu loh, ke kebun minatang di London bayarnya 150 pound, 3 juta. Hewannya orang Indonesia semua, eh orang Indonesia, hewannya hewan Indonesia semua. Bayar 150 pound ngeliat harimau Sumatra gitu kan. Kita dikerjain Bapak Ibu, kita gak tau betapa lemahnya kita bahwa diplomat-diplomat, foreign facing bureaucrat itu gak mengerti tentang kedalaman kita sendiri, tentang bagaimana caranya orang Indonesia itu pernah hidup dengan ketidakpastian. Salah satu, coba mohon dong kalau masih ada waktu sedikit, saya ada slide kedua sebelum terakhir bisa ditampilkan nggak? Repot nggak? Ya yang ini, naya itu, tuh kedua sebelumnya, ya persis. Ini bisa dilakukan konteksnya mirip dengan dieng, ya. Ini batu sangguran namanya. Prasasti Sangguran itu adalah prasasti yang didirikan dan ditulis tahun 928 Masehi, bulan Agustus tanggal 13. Pada waktu itu dititahkan oleh Raja Wawa, Raja Wawa di Sansekerta. Itu sebagai situs yang menandakan bahwa desa sangguran diantara malang dan batu itu Didemarkasi sebagai sima Sima itu artinya daerah bebas pajak Jadi hasil dari daerah itu dikembalikan kepada rakyat, bukannya dikirim ke raja. Bayangkan betapa bahagianya rakyat sangguran pada waktu itu kan. Jadi dia pesta. Dia pesta, dia sampai berbau mistis, dia bilang siapa yang mencabut batu ini, kutukan pada keturunannya. Semuanya akan mati segala macam. Sembilan abad selanjutnya, tahun 1811 sampai 1816, Inggris ada di Indonesia. Interrektum. Sehubungan dengan dengan perang Prancis, Napoleon Bonaparte. Kolonel McKenzie waktu itu ambil batu ini dicabut. Gak dicabut sih, dia ketemu ini di Surabaya sebenarnya. Diberikan kepada superiornya, Raffles. Kemudian Raffles memberikan kepada Lord Minto. Lord Minto itu orang Skotland. Oke? Orang Skotland dia sekarang ditaruh di halaman rumah dia, di perbatasan negara bagian Skotland. Hujan kehujanan, panas kepanasan. Nah orang Indonesia mabuk dengan pasca kolonialisme agenda setelah Perang Dunia Kedua, mau semua heritage-nya dikembalikan. Dikembalikan kemudian taruh di museum, museumnya kebakaran. Luar biasa kan? Gitu kan? Tapi tidak ada yang memahami bahwa ini bukan sekedar signifikansi heritage. Ini adalah kunci bagi Inggris untuk mengetahui tentang premodernitas Java. Ini adalah kunci untuk orang Indonesia bisa bicara banyak tentang antroposen. Sebuah narasi baru, narasi spekulatif ya antroposen itu. Bahwa setelah zaman Holocene, yang geologis pasti tahu, itu ada zaman antroposen. Bahwa manusia, dia mulai mempengaruhi proses-proses geologis. Itu spekulasi ya, antroposen itu bukannya hardcore scientific itu ya, narasi itu. Orang Jawa sebelum abad ke-19 setidaknya, itu sudah mengerti bagaimana hidup dengan ketidakpastian. Apa hubungannya sama batu sangguran? Di batu sangguran ini tertulis sejarah yang membuat kita mengerti apa alasan perpindahan kekuasaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Dari Raja Wawa ke Empu Sindok. Gitu loh poinnya. Apakah betul dipengaruhi oleh letusan Gunung Merapi? Itu eksotik dan elegan, pengertian seperti itu. Imitasi dari batu ini masih dipuja-puji bahkan disembah di Jawa Timur. Tapi masyarakat tidak tahu signifikansi ilmu pengetahuan dari sini. Itu poinnya. Gak ada turisme disini. Ya turis datang kesitu liat orang sembah batu ini gak ngerti. Buat apa? Gak ada ekonomi yang tumbuh disitu. Tapi kalau dia ditampilkan dengan signifikansi narasi ilmu pengetahuan. Bukan cuma orang lokal yang akan hadir disitu. Orang luar negeri pun akan hadir disitu. Dan ekonomi tumbuh. Di situ loh. Nah ini baru dari desa sangguran. Di diang pasti ada cerita. Pasti ada cerita. Orang Indonesia tuh miskin bernarasi, payah dalam bermakna. Kayak begitu. Karena tidak melek dengan cara berpikir interdisipliner. Dan nasionalismenya itu selalu ke dalam bukan keluar. Ini yang saya agakin, nasionalismenya itu ke dalam. Bukannya bermimpi untuk mengajari orang Inggris berbahasakan Indonesia atau mengerti Indonesia secara geologis. Kita sibuk menghakimi bangsa sendiri akan bahasa apa yang mereka harus pakai. Jadi seperti itu. PLN engineering harus meng-embody Indonesian pride keluar. You have to tackle all of those universities outside Indonesia. Seperti itu. Kalau masuk dalam KPI-nya, saya gak tahu masuk apa gak. Gitu kan. Nah jadi hal-hal seperti ini lah, ini spekulatif gitu ya. Apa yang bisa dilakukan PLN engineering lakukan? Well, you're a free individual. Tapi kuncinya adalah pemahaman.