Transcript for:
Mujahadah dan Kelelahan dalam Hidup

Di dunia apapun yang kita inginkan itu harus melalui mujahadah, melalui ikhtiar. Bahkan ketika kita ingin menjadi orang yang sekedar tidur-tiduran pun Allah SWT mentadirkan tidur pun lelah. Tidur aja capek, duduk capek, ada orang yang duduknya capek akhirnya dia berdiri, ya. Ada orang yang capek berdiri akhirnya pengen duduk. Kapan duduknya capek pengen berdiri? Salah satu yang sering saya alamin itu kalau lagi naik pesawat. Apalagi pesawat penerbangan 9 jam, 10 jam itu pasti capek banget duduknya tuh. Sehingga kita menginginkan seandainya ada uang kita pengen duduk di kelas bisnis. Tapi karena nggak mampu membeli tiket yang 3 kali lipat lebih mahal di kelas bisnis, ya nggak apa-apalah di kelas yang biasa ekonomi. Tapi ketika lelah 4 jam, 5 jam pesawat berjalan, itu udah luar biasa lelahnya akhirnya berdiri. Mondar-mandir di antara lorong pesawat. Artinya duduk aja capek. Gak ngapa-ngapain, suruh duduk doang. Gak seperti orang dulu yang berangkat haji atau umroh, naik kapal lewat darat, pas sampai di laut naik kapal dengan ontanya, dengan kudanya. Orang dulu mencari ilmu itu dengan mujahadah yang luar biasa. Dengan naik onta berminggu-minggu, ini naik pesawat cuma 9 jam, capek. Yang gak ada guncangan, biasanya guncangannya cuma pas di awal sama pas mau landing doang. Di atas udah jarang ada guncangan karena dengan ketinggian tertentu dan pesawatnya besar. Tapi itu juga capek. Naik kereta coba. Dari Jawa... Ke Bandung misalnya Sebutlah dari Semarang Dari Malang Dari Surabaya naik kereta 10 jam Itu aja capek Gak usah jauh-jauh Bandung Jakarta aja 3 jam setengah Itu pun capek capek atau kita naik mobil nggak perlu nyetir pakai online duduk aja di belakang atau di sebelahnya driver perjalanan setengah jam dari tempat kerja kita ke rumah atau dari rumah ke tempat kerja ke kampus ke sekolah gitu itu aja capek artinya dunia itu memang kayak gitu tapi atnya teman-teman tapi ada di dunia itu adalah lelah sehingga kalau ada orang yang menghindari capek dengan tidak ngapain itu hal yang agak klise dan naif. Bagaimana dia bisa menghindari lelah? Bagaimana dia bisa menghindari ta'ab? Bagaimana dia bisa menghindari bosan? Bagaimana dia bisa menghindari dalam keadaan susah payah? Sedangkan dia masih berada di sebuah tempat bumi dunia yang tabiatnya memang tempat bersusah payah dan lelah. Satu-satunya cara menghindari lelah yang tidak perlu lagi bersusah payah itu hanyalah masuk surga. Tetap Tapi kan itu tidak terjadi sekarang. Kita harus meninggal dulu dan kita belum mau. Ada yang mau meninggal masuk surga sekarang? Kalau dijamin sih insya Allah ya. Masalahnya gak ada jaminan. Kalau para sahabat enak, mereka dapat jaminan. Surga Bilal, sebelum Bilal meninggal, Rasulullah sudah bilang, Bima sabaktani ilal jannah ya Bilal. Dengan apa kamu mendahului aku ke surga, wahai Bilal. Dengan wudhu dan sholat syukur wudhu. Begitu juga nanti ada sahabat lain yang dijamin masuk surga. Salah satunya adalah Ukasya. Kalau kita tidak ada jaminan apapun di akhirat. Kecuali berikhtiar dan bermujahadah. Untuk bisa mendapatkan kebaikan sebanyak mungkin di sisi Allah. Sehingga alangkah. naifnya seseorang yang menghindar dari ta'ab, walham, walgam. Dia berusaha menghindar dari lelah, menghindar dari susah payahnya kehidupan, menghindar dari beban-beban hidup. Itu gak bisa dilakukan karena kita masih berada di dunia. Yang perlu kita sekarang coba pilih adalah kita mau lelah untuk hal yang sia-sia? Apakah kita mau lelah untuk hanya bersenda gurau? Apakah kita mau lelah hanya untuk hal yang tidak ngapa-ngapain? Atau justru lelah kita itu untuk sesuatu yang mudah-mudahan beribadah kepada Allah Makanya disebut dengan lelahnya menjadi lil Lilah Karena dua-duanya lelah Ada orang yang pergi ke masjid lelah Capek pergi ke masjid, tapi ada juga orang yang berbuat dosa, itu juga lelah. Memangnya kalau kita beribadah lelah, terus berbuat dosa nggak lelah. Banyak orang yang berbuat dosa lelah dan kita pernah merasakan kehidupan seperti itu. Sehari dua. Hari, sebulan, setahun, dua tahun, sampai kita benar-benar merasakan lelah banget dengan dosa. Di malam hari berbuat dosa, lelah. Akhirnya tidur sepanjang siang. Di siang hari berbuat dosa, lelah. Akhirnya tidur sepanjang malam, lelah. Sama lelahnya Antara orang yang beribadah Dengan orang yang bermaksiah Itu sama lelahnya Bedanya apa? Yang satu lelahnya akan diganjar Dibalas oleh Allah dengan kebaikan dunia dan akhirat Yang satu lagi lelahnya hanya akan disudahi dengan penyesalan Sama-sama lelah Bedanya, lelah yang pertama mungkin baru dirasakan hasilnya setelah itu. Lelah yang kedua seolah-olah bisa langsung dirasakan kesenangannya, tetapi kesudahannya adalah penyesalan. Makanya pada malam ini, ini kita ingin merenungkan beberapa nasihat baik dari Alquran maupun hadits tentang bagaimana kita menjadi orang yang setiap hari tetap lelah tetap banyak beban tetapi beban itu mudah-mudahan kita mendapatkan banyak kebaikan di sisi Allah makanya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda dalam hadits riwayat Bukhari dan muslim Anna suka ibi-limi'ah latakadu tajidu fiha rohilatan manusia itu seperti 100 ekor onta manusia kai bimbiah seperti 100 ekor onta yang harganya murah 50 juta yang hidupnya untuk disembelih pada akhirnya nah disembelih, ontah itu kan kalau disembelih sambil dia berdiri ya kalau ayam, bebek disembelih sambil dipegangin atau diangkat kalau kambing dan sapi dibaringkan kalau ontah disembelih itu sambil diberdirikan, dia berdiri langsung disembelih itu ontah artinya manusia kai bilimi ahnabi itu menggambarkan ontah karena ontah ini punya banyak macam mungkin di Arab gak ada ayam yang bermacam-macam makanya Akhirnya pakai bahasanya onta. Kalau di kita mungkin ada ayam potong, ada ayam kampung, dan segala macam. Ada ayam jago, kalau bebek ada mentok, ada bebek yang biasa. Macam-macam kan. Di Arab mungkin gak terlalu banyak variannya dan gak terlalu akrab dengan kehidupan sehari-hari mereka. Yang akrab itu kambing, kuda, keledai, onta. Akhirnya Nabi mengatakan, An-na-su-ka-i-bi-li-mi-ah Nabi seolah-olah mengambil sebuah perumpamaan Dan perumpamaan ini bisa kita ganti Dengan culture yang berbeda di setiap negara Tetapi perumpamaan yang paling baik itu adalah On-ta-an-na-su-ka-i-bi-li-mi-ah Manusia itu seperti seratus ekor onta ibil Onta potong Yang hidupnya Hanya untuk disembelih oleh tuannya, kemudian dagingnya dimakan atau dijual. Kenapa bisa begitu murahnya, cuma 50 juta, 40 juta dan berakhir dengan disembelih? Karena onta ini hidupnya tidak istimewa. Dia hidup hanya untuk makan, minum, tidur. Dan berkembang biak. Cuma itu. Misi dari kehidupan dia. Makan. Minum. Tidur. Berkembang biak. Udah itu doang. Setiap hari kerjanya makan aja. Lihat hewan ternak. Ngapain? Merumput aja. Setiap hari Gak ada hewan ternak yang Tiba-tiba dia lagi ngapain Lagi sholat, gak ada Hewan ternak misalnya lagi ngebantuin Tetangga, gak ada Hewan ternak lagi menjenguk yang sakit, gak ada Hewan ternak yang lagi menyelesaikan Hajat saudaranya, hewan ternak yang lagi Dengerin curhat, gak ada Kenapa? Karena tugas Misi kehidupan mereka itu cuma diciptakan untuk Makan, minum Tidur, berkembang biak, udah Ini namanya kalau diantara namanya Ibil yang hidupnya itu sesederhana itu gak ada yang rumit, gak ada yang terlalu berlebihan dan An-Nasu manusia secara umum mirip dengan Ibil An-Nasu ke Ibil jadi kalau kita bandingkan dari seratus orang itu hampir semuanya seperti Ibil misi hidupnya itu hanya untuk dirinya gimana caranya biar bisa makan, gimana caranya biar bisa istirahat dengan nyenyak tidur, gimana caranya biar punya keluarga berkembang biak, punya keturunan dan kemudian dengan keluarganya dia punya family time, kapan liburan, makan di rumah, jalan segala macam, cuma itu misi dari kehidupannya, sehingga Nabi menyebut mereka, yang misi kehidupannya hanya dirinya dan keluarganya seperti seratus ekor onta kurang istimewa orang yang hidupnya hanya untuk dirinya Dan keluarganya itu kurang istimewa, sehingga disebut dengan Ibilimiah, 100 ekor onta. Tapi nggak hina, tidak rendah, tidak melenceng, sesat, segala macam, nggak. Dia tetap tidak haram, tidak najis. Nabi tidak mengumpamakan manusia seperti seekor anjing. Anjing, seperti seekor babi. Enggak. Karena itu najis, haram, dan seterusnya. Unta. Makhluk yang hewan yang baik. Cuman tidak istimewa. Di sini tidak ada judgement. Nabi itu orang yang tidak suka menjudge. Nabi tidak mengatakan manusia ini semuanya Apa misalnya dengan kalimat celaan Keledai Enggak Manusia ini Apa misalnya Hewan yang najis Enggak Nabi mengatakan Manusia itu seperti seratus ekor onta Hampir-hampir Di dalam seratus ekor onta itu Kamu tidak mendapati satu pun Onta yang dikenal dengan dengan nama Rohilatan Rohilah Rohilah itu dari kata Rihlah Rihlah itu udah jadi bahasa Indonesia Rihlah, kemudian di Inggris-Inggris kan jadi traveling, trip segala macem Rohilah dari kata Rihlah apa itu Rohilah? Contoh yang bertugas untuk membawa beban tuannya dalam perjalanan panjang. Baik itu berdagang maupun berperang. Dia punya misi lain selain makan, minum, berkembang biak, terus dipotong. Enggak. Misinya lebih keren. Apa? Membawa beban. membawa beban tuannya itulah rahilah sehingga punggungnya adalah punggung yang berkah karena diatas punggung itu ditaruhkan beban terus menerus oleh tuannya berangkat bebannya apa pulangnya beban apa karena orang dulu kalau berangkat berangkat Niaga, berdagang Keluar negeri, itu tuh bukan berangkat Bawa beban, pulang Gak bawa apa-apa karena udah diuangkan, enggak Mereka barter konsep Perdagangannya, kalau berangkatnya Bawa kain, pulangnya nanti bawa karpet Berangkatnya bawa gandum Pulangnya nanti bawa sutra Tetap aja ada beban Karena mereka berangkat jual Apa misalnya ke Syam Dari Mekah ke Damaskus Nanti pulangnya Dari Damaskus ke Mekah Bawa lagi barang-barang Damaskus yang bisa dijual Di Mekah, pas berangkat bawa barang Mekah Yang bisa dijual di Damaskus Pas pulang membawa barang Damaskus Yang bisa dijual di Mekah Lihila fi qurayy Rihlah Mereka melakukan rihlah Pada musim dingin dan musim panas Itulah ilafu Qurais Kebiasaan orang-orang Qurais Ilafu Quraish, kebiasaan tradisi orang Quraish. Apa tradisinya? Berdagang di musim dingin dan di musim panas. Barang dagangannya beda-beda. Kalau musim dingin yang dibawa itu bahan-bahan jaket. Bahan-bahan untuk menghangatkan tubuh. Bahan-bahan yang, kalaupun dia bawa makanan-makanan, makanan yang biasa dimakan di musim dingin, yang menghangatkan tubuh. Kayak misalnya, jenis bubur di Arab itu ada namanya adas. Dan itu disebutkan di dalam Al-Quran, di Al-Baqarah. Wa'adashiha wa basoliha, ada adas, ada bawang. Adas itu salah satu makanan kesukaan orang Arab di musim dingin karena kalau makan adas kayak bubur gitu dia badannya menjadi hangat, jadi kayak menghangatkan tubuh gitu artinya, shita iwas saif di musim dingin dan di musim panas dua-duanya ada barang yang didagangkan dan itu adalah ilafu qurais kebiasaan tradisi orang-orang qurais reh lah Siapa yang akan dibawa arhilah? Apa yang akan membawa barang dagangan mereka ketika arhilah? Namanya Onta Rohilah Onta yang mengangkut beban barang tuannya Rohilatan Sehingga onta ini adalah onta yang lebih kuat fisiknya. Onta ini, onta yang lebih tangguh perjalanan walaupun mengalami badai. Onta ini, onta yang lebih kuat ingatannya sehingga dia menghafal jalan yang dilaluinya. Walaupun terjadi badai, dia nggak tersesat. Jarang onta rahilah tersesat. Biasanya yang tersesat itu ibil. Ibil kalau ditaruh di tengah padang pasir, terjadi badai, terus bekas jalannya ketutup dengan pasir, dia bingung. Itu ibil. Sehingga kalau kita baca cerita-cerita tentang... Orang yang tersesat di padang pasir, rata-rata istilahnya kalau nggak jamal ya ibil. Kalaupun ada onta rahilah yang tersesat, berarti badainya parah banget. Kalau ada hadis onta rahilah tersesat, berarti badainya parah banget. Artinya rahilah ini ingatannya kuat. Dia kalau lewat satu jalan, setahun kemudian lewat lagi dia masih hafal. Itu roh hilatan. Dalam teknologi sekarang kita nyebutnya dengan map. Ada banyak platform aplikasi map digital yang membuat kita bisa menghafal jalan. Dan diupdate terus jalan ini sekarang macet segala macam. Roh hilatan punya kemampuan membaca jalan walaupun mungkin berbeda dengan teknologi sekarang. Itu namanya roh hilatan. Ini kata Nabi, La takadu tajidu fiha rohilatan Manusia itu seperti seratus ekor onta Dan diantara seratus ekor onta itu Atau seratus orang itu Hampir kamu tidak mendapati Satupun yang bernama Rohilatan Yang mampu mengangkat beban lebih Sehingga disini Nabi SAW seolah-olah mengajarkan kita, memotivasi kita agar belajar menjadi rohilah. Manusia itu baru istimewa kalau dia menjadi rohilah. Kalau dia mengangkut banyak beban. Kalau dia menjadi orang yang paling banyak bermanfaat untuk orang lain. Makanya muncullah hadis, Khairun nas, anfa'uhum linnas. Inna ahabban nasi ilallah, anfa'uhum linnas. Dua riwayat hadis yang berbeda Sebaik baik manusia Kalau dalam analogi yang pertama Sebaik baik onta adalah roh hilatan Bukan ebil Bukan nakoh Bukan jamal Sebaik baik onta roh hilatan Kenapa kok roh hilatan Karena dia yang paling bermanfaat Soalnya dia yang paling banyak mengangkut beban Sehingga dengan analogi tentang ontarohilah, kita menerjemahkan hadis Khairun nas, sebaik baik manusia, dengan istilah khair Arti khair itu memberi lebih, arti khair itu bermanfaat Khairun nas, amfa'uhumlin nas Sebaik baik manusia, yang paling bermanfaat untuk orang lain Dalam riwayat yang lain Inna ahabban nasi ilallah Sesungguhnya orang yang paling dicintai Allah diantara manusia Amfa'uhum linnas Yang paling bermanfaat untuk orang lain Itu yang paling dicintai Allah diantara manusia Mujad Ada lagi hadis yang mirip. Sesungguhnya perbuatan, amal soleh, aktivitas, pekerjaan yang paling disukai Allah diantara yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari adalah membahagiakan hati orang lain. Ini semuanya hadis-hadis yang memiliki makna yang sama. Yaitu menjadi pengangkut beban. Lelah, Ustadz, lelah. Nggak ngangkut beban, lelah juga. Ngangkut beban, lelah juga. Cuma bedanya, orang yang lelah tanpa mengangkut beban, hidupnya penuh dengan keluh kesah, tidak ada yang menghargai, tidak dimuliakan, akhirnya dia ngeluh. Ada kan banyak orang yang ngeluh karena merasa dirinya nggak dihargai orang lain? Tetap aja ngeluh, ada juga yang ngeluh karena terlalu banyak beban, padahal dua-duanya sama-sama ngeluh, kenapa gak memilih yang lebih baik? Memangnya kalau kita gak ngangkut beban, kita gak akan berkeluh kesah, ngeluh. Ngeluhnya mungkin bukan capek, ngeluhnya gak ada yang harga. Dan itu sudah sunatullah, kalau kita ingin dihargai, ingin dimuliakan, kita harus menjadi orang yang paling rohilah, yang paling banyak mengangkut beban. Tidak bisa kita jadi ibil, tapi ingin diperlakukan seperti rohilah, itu tidak bisa. Kita itu ibil, hidupnya untuk diri sendiri, tidak bantu siapa-siapa, tidak peduli dengan siapa-siapa, harta kita tidak bermanfaat untuk orang lain, fikiran kita tidak bermanfaat untuk orang lain, lisan kita tidak bermanfaat untuk orang lain, wawasan kita tidak bermanfaat untuk orang lain. Apalagi tenaga kita gak bermanfaat untuk orang lain, skill kita gak bermanfaat untuk orang lain, semua tentang diri kita hampir tidak bermanfaat untuk orang lain, lalu kita ingin dihargai seperti orang yang paling bermanfaat? Ini naif, kelis, gak ada seperti ini, bukan sunatullahnya. Karena seseorang itu diberi balasan sesuai dengan mujahadah. Al-jaza'ala qadril mashakoh, balasan tergantung susah payahnya dalam berikhtiar.