Transcript for:
Peran Orang Tua dalam Tadabbur Al-Quran

Bismillahirrahmanirrahim Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillah Alhamdulillahirrabbilalamin Wassalatu wassalamu ala Ashrafil anbiya wal mursalin Nabiyina Muhammadin Wa ala alihi wa ashabihi wa attabi'in ajama'in Inna hadha al-Qur'an yahdi lillatihi aqwam Wa qala rasulullah s.a.w. Ikara'u al-Qur'an Fa'innahu ya'ti yawma al-qiyamati shafi'an ashabih Wa qala aydan Kullu mauludin yuladu ala fitrah wa zumro tal mu'minin, a'azakumullah para ayahanda, para ibunda, dan segenap pemirsa kajian Quranik parenting baik dari para asatid, pengasuh, para wali santri, dan kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah SWT Alhamdulillah pada kesempatan malam yang insyaallah penuh berkah ini kita bisa bermajlis kembali untuk mentadabburi ayat-ayat Allah SWT dimana tadabbur al-Quran merupakan kewajiban kita yang telah Allah perintah Dan ini merupakan tujuan utama diturunkannya Al-Quran sebagaimana firman Allah yang tadi sudah kita baca. Allah subhanahu wa ta'ala menurunkan Al-Quran ini kepada Rasulullah SAW. Tujuan utamanya untuk ditadabburi, untuk direnungi, untuk dihayati waliyatadakka ra'ulul albab dan dijadikan pelajaran untuk orang-orang yang berakat orang-orang yang berfikir ini wahfilah arsyadakum bahkan dalam ayat yang lain Allah mencelah orang-orang yang tidak mau mentadabburi ayat-ayatnya afala yatadabbarunalquran Allah mengibaratkan hati yang tidak pernah mau menghayati, mernung, mentadaburi Al-Quranul Karim seperti hati yang terkunci, tertutup, rapat. Bahkan Allah mencelah orang-orang terdahulu sebagai bagian dari Ahlul Kitab. yang tidak mau mentadaburi kitab mereka, merenungi, memahami kitab mereka, dan hanya sekedar membaca dan membaca saja. Allah menegaskan, وَمِنْهُمْ أُمِّيُونَ لَا يَعْلَمُونَ الْكِتَابَ إِلَّا أَمَانِيًّا وَإِنْهُمْ إِلَّا يَظُنُونَ Ada dari ahlul kitab itu yang mereka tidak mengetahui dari kitab mereka kecuali hanya angan-angan saja. Dan tidaklah mereka kecuali hanya mengira-ira saja. Ini wakfila arsyadakumah disini. Sebagaimana dijelaskan oleh al-imam al-syawqani dalam fathul qadirnya atau ibn Qayyim al-Jawziyah. Dalam ayat ini Allah mencelah Ahlul Kitab dan mengatakan bahwasannya ada dari Ahlul Kitab itu yang dikatakan sebagai Ummiyun, orang yang buta huruf. Buta huruf di sini ternyata Al-Quran mempunyai definisi yang lain yaitu bagaimana mereka layaklah munhal kitabah illa amaninya, tidak mengetahui kitab mereka kecuali hanya angan-angan saja. Dan Al-Amani di sini sebagaimana ditegaskan oleh al-imam Ash-Shawkani itu adalah At-Tilawah yaitu Mujarrodut Tilawah biduni tafahum wa tedabur yang sekedar membaca saja tapi tanpa mau untuk mentedaburi menghayati, merenungi isinya mengambil pelajaran darinya ini Ikhwah fila arsyadakumullah kena imatan Pada malam hari ini kita bisa bermajelis kembali untuk mentadaburi ayat-ayat Allah SWT khususnya adalah ayat-ayat yang berkaitan dengan kepengasuhan ayat-ayat yang sangat erat hubungannya dengan tugas kita sebagai orang tua untuk mendidik anak-anak kita sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Allah SWT Ma'asyiral muslimin Wasumratul mu'minin a'zakumubah Pada seri yang lalu kita sudah menjelaskan tentang mewariskan ideologi perjuangan kepada anak-anak kita dan kita mengambil kisah dari Nabi Ibrahim yang sangat menginginkan mempunyai obsesi positif, mempunyai cita-cita, mempunyai harapan agar dari anak-anaknya itu kelak diutus sebagai seorang nabi melanjutkan risalah perjuangannya dan Masya Allah, sebagaimana kita ketahui doa nabi Ibrahim itu dikabulkan betapa Banyak dari duriah Nabi Ibrahim yang kemudian Allah pilih menjadi para ambia, menjadi para rasul yang bukan hanya mewarisi akidah Nabi Ibrahim tetapi juga mewarisi risalah kenabian Nabi Ibrahim dimana yang terakhir adalah Nabi Muhammad SAW yang juga merupakan keturunan Nabi Ibrahim dari jalur Nabi. Ismail, itu adalah kisah indahnya. Lalu bagaimana jika ternyata anak-anak kita yang kita harapkan mereka menjadi penerus ideologi kita, akidah kita, risalah perjuangan kita ternyata mereka memilih jalan yang lain. Ternyata mereka bukan hanya berbeda tetapi bertentangan bahkan berusaha untuk melawan atau menghalang-halangi dakwah kita. Nah ini mungkin saja terjadi, wal'iyadu billah, mungkin saja terjadi pada diri kita dan kita juga harus bersiap untuk itu dan dalam Al-Quran Allah tidak hanya mengabadikan kisah sukses atau kisah bahagia tentang hal ini tetapi Allah juga menyebutkan kisah yang lain dan insya Allah pada kesempatan malam hari ini kita akan mentandabduri firman Allah subhanahu wa ta'ala Wa qa'la ar-kabu fiha bismillahi maj'riha wa mursaha inna rabbi la ghafur rahim Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam surah Hud silahkan dibuka mushafnya yaitu surah Hud ayat 41 sampai ayat 46 yang akan kita terdebur pada malam hari ini Qaudu billahi minasyaitonirrojim wa qalarkabu fihah Bismillahirrahmanirrahim majareha wa mursaha dan dia berkata yaitu nabi Nuh, naiklah kamu semua ke dalam kapal dengan menyebut nama Allah subhanahu wa ta'ala pada waktu berlayar dan pada waktu berlabuh sesungguhnya Rabku Maha Pengampun lagi maha penyayang sesungguhnya Rabku maha pengampun lagi maha penyayang Gavirin dan kapal itu berlayar membawa mereka ke dalam gelombang laksana gunung-gunung dan Nuh memanggil anaknya ketika anak itu berada di tempat yang jauh terpencil wahai anakku wahai ananda naiklah ke kapal Kapal bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang yang kafir. Kemudian ayat yang ke-43 Allah melanjutkan. Qala sa'awi ila jabali ya'simuni minal ma'a. Qala la'asimal yawma minallah. Qala la'asimal yawma minallah. amrillah illa marrahim wahala baynahuma almauju fakana minal mugrokin lalu anaknya menjawab aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat menghindarkan aku dari air bah dan nabi noh pun berkata kembali tidak ada yang melindungi dari sisaan Dari siksaan Allah pada hari ini selain Allah yang maha penyayang. Lalu keduanya terhalang oleh gelombang. Maka dia anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. Berikutnya Allah melanjutkan lagi kisah ini. dan difirmankan dan air pun disurutkan dan perintah pun diselesaikan dan kapal itu pun berlabuh diatas gunung judi dan dikatakan binasalah orang-orang yang zolim, kemudian ayat berikutnya, ayat yang ke-45 Allah memanggil Nabi Nuh وَنَادَ نُوحُ رَبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ بَنِي مِنْ أَهْلِ Afan disini Nabi Nuh memanggil Allah SWT lalu Nabi Nuh memohon kepada Rabbnya sambil berkata Wahai Rabbku, sesungguhnya anakku adalah termasuk keluarga ku Wa inna wa'adakal haqq dan janjimu itu pasti benar Wa anta akamul haqimin Dan engkau adalah Hakim yang paling adil. Lalu Allah subhanahu wa ta'ala menjawab doa Nabi Nuh tersebut. Qala ya Nuhu innahu laisa min ahlik. Allah berfirman, wahai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluarga mu. Innahu amalun ghairu salih. Sesungguhnya perbuatannya sungguh tidak baik. Fala tas'alni ma laisa laka bihi ilm. Sebab itu janganlah engkau memohon kepadaku sesuatu yang tidak engkau ketahui hakikatnya. Inni a'iduka antakuna minal jahilin. Sesungguhnya aku... Aku menasihatimu agar engkau tidak termasuk orang-orang yang jahil. Ini ma'asyural muslimin wa zumratal mu'minin. Azzakumullah. Kisah yang sangat menyedihkan sekali. Yang terjadi antara seorang ayah dengan anak. Kalau kita... Terdaburi kisah Nabi Ibrahim pada seri yang lalu kita mendapatkan kejadian yang membahagiakan khususnya dari sisi harapan seorang ayah agar akidah dan perjuangannya itu diteruskan oleh anaknya tetapi pada ayat ini kita mendapatkan kisah yang lain dan itu bisa saja terjadi pada kita bagaimana harapan seorang ayah agar akidah, millah, risalah diteruskan oleh anaknya itu ternyata bertepuk sebelah pangan. Dan kita ketahui bahwasannya Nabi Nuh telah berdakwah kepada kaumnya ratusan tahun. Sebagian mufasir menyebutkan 950 tahun. Namun selama 950 tahun ini sangat sedikit dari kaum Nabi Nuh itu yang mau beriman. Hingga kemudian Allah wahyukan kepada Nabi Nuh untuk membuat sebuah bahtera. demi menghadapi banjir yang besar yang akan terjadi. Dan sebagaimana kita ketahui secara umum kisah ini, ketika Nabi Nuh membuat bahtera tersebut atas firman Allah SWT untuk menghadapi banjir besar itu, justru ketika itu mayoritas kaumnya mengingkarinya dan menertawakannya. Hingga hari yang dijanjikan pun tiba. Air bah yang sangat besar tiba-tiba datang secara bergelombang. Dan Allah perintahkan kepada Nabi Nuh untuk mengangkut seluruh anggota keluarganya dan hewan-hewan secara berpasangan kepada masuk ke dalam kapal tersebut atau bahtera tersebut. Lalu... Terjadilah dialog yang memilukan antara ayah yang beriman dan anaknya yang kufur seperti ayat yang tadi kita baca. Dan iya hufila arsyadakumullah banyak sekali ibrah terbawiyah atau fawaid terbawiyah yang bisa kita ambil dan bisa kita hubungkan. dalam tugas kita sebagai orang tua untuk mendidik anak-anak kita dimana Nabi Nuh sebagai utusan Allah SWT sudah berusaha untuk berda'wah kepada kaumnya dan keluarganya ratusan tahun lamanya Ini bisa kita dapatkan upaya Nabi Nuh itu untuk berda'wah kepada kaumnya dalam surah Nuh antara ayat 5 sampai ayat 7 misalnya. Dimana Nabi Nuh mengeluh kepada Allah subhanahu wa ta'ala Kala rabbi inni da'autu qawmi layla wa nahara Sungguhnya aku telah menyeru kaumku Wahai Tuhanku, siang dan malam falam yaziduhum du'ai illa firoro akan tetapi justru seruanku itu tidak menambah iman mereka justru mereka lari dari kebenaran dan sesungguhnya setiap Aku menyeru mereka untuk beriman agar engkau mengampuni mereka. Mereka itu memasukkan anak jarinya ke telinga mereka dan menutupkan baju mereka. Dan tetap ingkar serta menyombongkan diri. Ini kita mendapatkan bahwasannya Nabi Nuh itu sudah berusaha maksimal. Lama sekali. Bukan 10 tahun, 20 tahun. Bukan berda'wah 50 tahun, 60 tahun. Sesuai usia mayoritas umat Nabi Muhammad. Tetapi hampir satu abad. Hampir seribu tahun Nabi Nuh itu berda'wah kepada umatnya dan kepada keluarganya. Tetapi Nabi Nuh tidak mendapatkan kebanyakan mereka beriman kepada Nabi Nuh. Justru mayoritas mereka mengkufuri, mengingkari apa yang dida'wahkan Nabi Nuh. Dan yang memilukan ternyata yang... ikut mendustakan dakwah Nabi Nuh adalah anaknya sendiri sebagaimana dijelaskan oleh Ibn Kathir rahimahubah dalam tafsirnya, anak Nabi Nuh yang dimaksud dalam ayat ini adalah anak Nabi Nuh yang keempat yang bernama Yam Ibn Kathir menyebutkan atau menukil pendapat bahwasannya anak yang dimaksud oleh ayat ini adalah anak Nabi Nuh yang keempat yang disebut atau dinamakan dengan Yam meskipun ada juga yang berpendapat namanya adalah Kan'an tapi ala kulihal anak itu Termasuk yang kafir dan menustakan ayahnya. Serta menolak ajakan ayahnya yang bergabung dalam bahtera tersebut. Dia menolak ajakan ayahnya untuk ikut naik ke kapal. Dan lebih memilih cara lain sesuai dengan logikanya. Lebih memilih cara. Yang lain sesuai dengan logikanya. Apa kata dia? Ola sa'awi ila jabali ya'simuni minal ma'Dia mengatakan kepada Nabi Nuh ketika diajak untuk naik ke Bahtera. Aku akan mencari pelindungan ke gunung yang dapat menghindarkan aku dari air bah. Ini sebenarnya anak pinter. Dengan logikanya. Kalau dia naik ke gunung, tempat yang paling tinggi, maka dia tidak akan dijangkau oleh air. Nah ini biasanya memang anak-anak pinter ini, dia mempunyai pandangan sendiri dan kita harus bisa meyakinkan mereka. Bahkan seringkali... Ketersesatan itu disebabkan karena kecerdasan yang tidak dibimbing oleh wahyu. Dan menganggap bahwasannya logikanya, pikirannya, akalnya itu lebih benar, lebih tepat, lebih akurat dibandingkan firman Allah subhanahu wa ta'ala. Ini yang kita dapatkan dari dialog ayah dan anak ini. Aku akan mencari perlindungan. ke gunung yang dapat menghindarkan aku dari airbah gak nurut sama abahnya, gak nurut sama bapaknya padahal ayahnya Nabi Nuh itu telah berusaha untuk merayunya dengan panggilan sayang kalau kita baca Ayat sebelumnya, Nabi Nuh itu memanggil anaknya dengan panggilan sayang. وَنَا دَنُوخُنِ بَنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّرْكَمْ مَعَنَا Wahai anakku, wahai ananda. Kata-kata ya bunaya, kalau dalam bahasa Arab. Itu adalah panggilan sayang. Dia tidak memanggil dengan namanya. Dia tidak memanggil dengan kata ya ibni misalnya. Tetapi ya bunayya. Di situ merupakan panggilan yang syarat dengan kasih dan sayang. Wahai Ananda. Irkam ma'ana. Naiklah ke kapal bersama kami. Dan janganlah engkau bersama orang-orang kafir. Dan kata-kata ya bunaya ini jelas menunjukkan rasa kasih, rasa cinta Nabi Nuh. Ini penting untuk bapak-bapak, ibu-ibu jika kita mendapatkan kita itu akal misalnya atau membangkang atau berontak atau pertentangan bahkan secara akidah dengan kita tetap. Kita harus mendidik mereka, menyapa mereka, memanggil mereka, mengingatkan mereka dengan kasih sayang sebagaimana yang telah diupayakan oleh Nabi Nuh ini. Ini sekali lagi kata-kata Yabunaya ini adalah bukti bahwa Nabi Nuh sangat mencintai dan menyayangi anaknya. Tidak ada orang tua yang tidak sayang kepada anaknya. Nah saat panggilan sayang itu terjadi, Bertolak. Nabi Nuh juga tidak putus asa. Ia masih berusaha untuk meyakinkan anaknya dengan menegaskan Tidak ada yang bisa melindungi dari siksaan Allah pada hari ini selain Allah yang Maha Penyayang. Namun anak itu tetap bersikuk. Hingga datanglah gelombang ombak yang memisahkan antara keduanya hingga anak itu pun. Ma'asyur al-muslimin wa zumrat al-mu'minin. A'zakumullah itulah dialog yang memilukan para seorang ayah dengan anaknya. Berusaha menginginkan, berusaha menyelamatkan anaknya. Tetapi anaknya... bukan hanya ingkar tapi melawan padahal yang diinginkan oleh seorang ayah tersebut adalah keselamatan anaknya dan kita perhatikan selain anak Nabi Nuh yang kufur yang bernama Yam atau menurut riwayat yang lain bernama Kan'an ini, ternyata apa? selain anaknya tersebut yang turut mendustakan atau mengingkari dakwah Nabi Nuh itu adalah istri beliau juga istri beliau juga ini sebagaimana disebutkan dalam surah tahrim ayat yang ke 10 Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir Itu adalah istri Nuh dan istri Nabi Lut. Istri Nabi Nuh dan istri Nabi Lut alaihimussalam. Dimana keduanya berada di bawah dua orang hamba Allah yang soleh. Tetapi keduanya berkhianat kepada suaminya. Maka suaminya itu tidak dapat membantu mereka menghindar dari siksaan Allah subhanahu wa ta'ala. Ini, ya satu fakta sejarah bagaimana yang mengkufuri dakwah Nabi Nuh dari keluarganya itu bukan hanya Yam saja, anak yang keempat, ternyata istrinya juga. Ibu dari Yam tersebut, yang kalau kita bisa mengambil ibruh dari hal ini, menunjukkan bahwa pengaruh seorang ibu itu sangat besar pada keimanan seorang anak. Ini tentu bukan bermaksud menyalahkan seorang ibu. Tentu tidak. Karena banyak faktor. Tetapi memang diakui tidak diakui. Ibulah yang lebih kuat ikatan emosionalnya dan lebih banyak interaksinya dengan anak. Ini satu fakta sejarah dari kisah Nabi. kemudian berikutnya setelah banjir itu semakin surut Nabi Nuh sebagai seorang ayah tentu merasa sedih dengan apa yang terjadi kita bisa bayangkan adegan itu bagaimana Nabi Nuh dengan Keluarga yang beriman dengan sebagian kecil kaumnya yang beriman berada di atas pahtera. Kemudian di seberang sana anaknya yang keempat ini yang bernama Yam ini terjebak dalam penjir. Kemudian diminta untuk bergabung malah nggak mau. Dia berpikir bagaimana akan naik ke gunung. Ya simuni minal ma'a yang akan menjagaku dari air Tetapi yang terjadi justru sebaliknya Air bah itu semakin meninggi-meninggi dan menenggelamkan semuanya Kecuali yang ada di atas bah terah Dalam kondisi yang sedang sedih Dalam kondisi yang sedang berduka Nabi Nuh berkata bertanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala apa wanada noho noho robbahu faqala Rabbi inna bani min ahli istilahnya Nabi Nuh curhat kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala memohon ya Wahai Rabku Rabbi inna ibni min ahli Wahai Rabbku sesungguhnya anakku adalah termasuk keluarga ku wa inna wa'adakal haqq wa anta ahkamul haqimin dan janjimu itu pasti benar kau adalah hakim yang paling adil ini juga merupakan adab seorang nabi, seorang hamba Allah kepada Allah subhanahu wa ta'ala jadi redaksi doanya itu tidak vulgar atau tidak menyalah-nyalahkan Allah SWT atas kejadian ini tetapi sekedar mengatakan Ya Allah ini anakku ini bagian dari keluargaku dan janjimu itu pasti benar disini sebenarnya luar biasa bagaimana seorang ayah meyakinkan dirinya sendiri dengan mengatakan inna wa'adakal haqq wa'anta'ahkamul haqimin Nabi Nuh meyakini Bahwasannya setelah kejadian ini pun Nabi Nuh meyakini dan meyakinkan dirinya sendiri Sejujurnya Allah adalah Hakim yang paling adil Ini ikhwafilah arsyadakumullah Kata-kata yang disampaikan oleh Nabi Nuh kepada Allah SWT Tetapi Allah menjawabnya dengan tegas wahinu sungguhnya dia bukan termasuk keluargamu perbuatannya sungguh tidak baik sebab itu janganlah engkau memohon kepadaku sesuatu yang tidak engkau ketahui ini aizuka Antakuna Minaljah Ini jawaban tegas dari Allah SWT Sungguhnya dia itu bukan dari keluargamu Perbuatannya ini gak baik Janganlah engkau memohon kepadaku sesuatu yang tidak engkau ketahui hakikatnya ini a'iduka antakuna minal jahilin sungguhnya aku mengingatkanmu untuk jangan sampai menjadi orang-orang yang jahil ini penegasan dari Allah subhanahu wa ta'ala nah menurut Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya ini menunjukkan bahwa hubungan iman itu lebih kuat dan lebih erat dan lebih penting daripada hubungan nasab atau darah. Sekali lagi dari ayat ini Imam Al-Qurtubi menegaskan ini menunjukkan bahwa hubungan iman itu lebih kuat daripada hubungan nasab atau darah. Di saat Nabi Nuh mengatakan itu adalah anakku ibni min ahli dari keluarga ku tetapi Allah menegaskan innahu laisa min ahli itu bukan dari keluarga ini sekali lagi menunjukkan bahwa hubungan iman itu lebih kuat daripada hubungan nasab atau darah dan dalam kondisi dilematis seperti ini ikhwafillah arsyadakumullah sebagai orang tua Nabi Nuh memang harus memilih, harus merelakan, harus mengikhlaskan dan itu adalah ketentuan Allah SWT Allah lah yang mengetahui hakikatnya dan kita sebagai orang tua ketika menghadapi kondisi seperti ini ketika kita telah berusaha mengingatkan dengan hikmah dibarengi dengan doa Berinteraksi dengan penuh kelembutan seperti yang dicontohkan oleh Nabi Nuh tadi. Tetapi semua itu ternyata tidak mempan, maka sikap dan langkah ketegasan harus dilakukan. Dan ini waliyah dubilah bisa saja terjadi. Maka harus kita pilih antara akidah ataupun hubungan kekeluargaan. Setelah semuanya diusahakan, diupayakan, ternyata juga tidak berhasil, justru yang terjadi adalah kekufuran demi kekufuran, maka dalam kondisi seperti ini seorang ayah yang beriman harus menerima dan harus bersikap dengan tegas. Meskipun tentu... Upaya dakwah itu tetap harus diupayakan sebagaimana tadi yang ditunjukkan oleh Nabi Nuh tadi. Sampai detik terakhir Nabi Nuh masih berupaya. Tapi kalau Allah sudah bergendak, bergendak yang lain maka ya harus diterima. Apalagi, Jika sang anak tersebut tidak hanya sekedar berbeda keyakinan tetapi juga menjadi musuh yang menyerang akidah dan perjuangan ini bisa saja terjadi seperti yang dialami oleh Abu Bakar Asyiddiq Nabi Abu Bakar Asyiddiq bertindak tegas kepada sulungnya Anak sulungnya yaitu Abdurrahman bin Abi Bakr dimana setelah sang anak masuk Islam menjelang penaklukan kota Mekah sang anak bercerita bahwa pada perang badar sebenarnya ia yang berada dalam barisan kafir Quraish melihat ayahnya dalam medan tempur namun sang anak sengaja menghindar agar tidak berhadapan dengan ayahnya jadi kita ketahui bahwasannya tidak semua Anak Abu Bakar As-Siddiq itu beriman di awal dakwah Rasulullah SAW Ada dari anak Abu Bakar As-Siddiq RA itu yang Masuk Islamnya bisa dibilang terlambat Masuk Islamnya adalah pada saat Fathu Mecca, penaklukan kota Mecca Nah, ketika setelah Islam Setelah Islam, anaknya bercerita pada Perang Badar tahun ke-2 Hijriah saat orang-orang kafir Quresh berhadapan dengan kaum muslimin yang dipimpin oleh Rasulullah SAW dalam pertempuran. Sebenarnya Abdurrahman bin Abi Bakar ini melihat siapa melihat ayahnya dari kejauhan dalam medan tempur, tapi anaknya itu sengaja. Menghindar agar tidak berhadapan dengan ayahnya. Nah, mendengar apa yang diceritakan oleh anaknya tersebut, Abu Bakar menjawab dengan tegas. Ada pun aku, andai aku melihatmu ketika itu, pasti aku akan memerangimu. Jadi, tentu kondisi yang dilematis. Tetapi, kita sebagai orang tua dalam... kondisi tertentu, dalam kasus tertentu ketika kita sudah berusaha maksimal ya, berusaha berdakwah dengan hikmah, dengan penuh kelembutan bukan hanya sekali, dua kali bahkan puluhan kali, bahkan ratusan kali, bukan hanya setahun dua tahun, bahkan seperti yang dicontohkan oleh Nabi Nuh itu ratusan tahun, sudah berusaha maksimal, tetapi ternyata anak kita ya waliyadu bilah tidak mau menerima dakwah kita ya itu adalah ketahuan Allah subhanahu wa ta'ala yang tentu harus kita terima meskipun kita tetap harus berusaha sampai titik terakhir ya sampai apa penghabisan dan kalau ternyata anak kita ini bukan hanya sekedar berbeda ideologi berbeda garis perjuangan tetapi justru malah menjadi penghalang maka jangan melibatkan perasaan kita harus mengikuti apa yang dicontohkan oleh sahabat Abu Bakar As-Siddiq tadi ketika memang menjadi penghalang yang harus kita hadapi harus kita lawan jangan mentang-mentang kemudian anak kita kemudian kita mengesampingkan Idealisme kita mengesampingkan misi perjuangan kita karena mengikuti perasaan sebagai seorang. Dan kita harus sadar bahwasannya hidayah itu adalah mutlak anugerah dari Allah SWT sebagaimana yang Allah tegaskan dalam surah Al-Qasas ayat 56 Innaka la tahdi man ahbabta wa lakinna allaha yahdima yasha'Sesungguhnya engkau tidak bisa memberi hidayah kepada orang yang engkau cintai Meskipun kita sangat menginginkannya Meskipun kita sudah berusaha maksimal Tetapi Allah lah yang memberi hidayah kepada siapa yang dikandaki Demikian Maashirul muslimin wa zumrutal mu'minin A'zakumullah beberapa tadabur, beberapa ibrah, beberapa hikmah yang bisa kita dapatkan dari kisah Nabi Nuh ini mudah-mudahan bisa memberi pencerahan kepada kita jika waliyadubillah ternyata anak yang sangat kita cintai yang sangat kita harapkan mereka bisa menjadi penerus ideologi dan perjuangan kita ternyata justru menentang, mengingkari, bahkan mungkin melawan insyaallah kita bisa mengambil pelajaran dari apa yang dicontohkan oleh Nabi Nuh dan juga dicontohkan oleh para salaf khususnya adalah Abu Bakar As-Siddiq dan mudah-mudahan kita tentu berharap itu tidak terjadi pada diri kita kita harus nantiasa berdoa al-kulub biadillah hati itu berada di tangan Allah subhanahu wa ta'ala termasuk anak kita hati mereka berada di tangan Allah subhanahu wa ta'ala kita berharap mudah-mudahan Allah memberikan taufik hidayahnya kepada anak-anak kita hingga mereka bisa menjadi penerus ideologi kita menjadi penerus akidah kita dan disalah perjuangan kita Demikian, ma'asyirul muslimin wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Coba kita lihat dari Youtube Mungkin ada pertanyaannya Taip, sepertinya tidak ada yang bertanya di kolom chat. Saya rasa sudah sangat jelas. Mudah-mudahan sekali lagi kita bisa mengambil ibroh dari kisah Nabi Nuh dengan anaknya ini. Dan mudah-mudahan Allah SWT memberi keberkahan kita, menjaga diri kita, keluarga kita, anak-anak kita, dan memberi taufik kepada kita semua dan kepada mereka untuk beriman. taat kepada Allah subhanahu wa ta'ala hingga akhir hayat akulu ma tasma'un billahi fisabilil haq vastabikul khairat nasrul minallah wa fathum garib wa basyiril mu'minin wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh