Transcript for:
Metode Evaluasi Dampak Difference in Differences

Intro Kali ini kita akan belajar tentang metode Difference in Differences. Difference in Differences atau DID adalah metode evaluasi dampak yang membandingkan outcome dari penerima intervensi dan bukan penerima intervensi pada saat sebelum dan sesudah adanya intervensi. Berbeda dengan metode propensity score matching atau PSM, metode ini tidak hanya membandingkan individu terdampak dan individu tidak terdampak, tetapi juga membandingkan kondisi keduanya pada saat sebelum dan sesudah adanya intervensi. DID yang sederhana pada dasarnya sama dengan metode statistik yang disebut dengan uji beda rata. Apa saja beda metode DID dan PSM? Perbedaan utama antara metode DID dan PSM adalah, metode DID memasukkan unsur waktu dalam model analisisnya. Dengan demikian, evaluasi tidak hanya berdasarkan perbedaan kondisi control group dan treated group, tapi juga perbedaan kondisi masing-masing pada saat sebelum dan sesudah adanya intervensi. Perbedaan kedua adalah tentang cara memperlakukan unobserved characteristic yang berpotensi menimbulkan bias pada hasil estimasi, atau dengan kata lain, unobserved characteristic yang bisa saja mengecoh dampak dari intervensi. Pada DID, unobserved karakteristik dianggap sebagai variable yang tidak berubah sepanjang waktu atau time invariant. Sehingga, metode DID yang membandingkan kondisi sebelum dan sesudah secara otomatis akan mengeliminasi variable yang tidak teramati ini. Terakhir, DID dapat mengatasi masalah bias karena memasukkan unsur waktu dalam model analisisnya. Sedangkan pada metode PSM, yang diperbandingkan hanyalah perbedaan antara kelompok treated dan kondisi. kolbok kontrol. Metode DID digunakan sebagai metode evaluasi dampak pertama kali oleh seorang dokter asal Inggris bernama John Snow. Pada tahun 1855, Snow melakukan studi yang bertujuan untuk menemukan penyebab terjadinya penyakit. kolera yang saat itu sedang mewabah di London pada pertengahan abad ke-19. Awalnya, kolera diduga sebagai penyakit yang disebabkan oleh udara yang terkontaminasi oleh polusi. Namun, hal tersebut ternyata tidak Setelah melalui beberapa penelitian di laboratorium, Snow menemukan bahwa kolera tidak disebabkan oleh racun di udara melainkan oleh mikroorganisme yang hidup dan menular dari manusia ke manusia. Dugaan awalnya, mikroorganisme ini menular melalui aliran sungai Thames yang menjadi sumber air di Inggris. Untuk membuktikan dugaannya, Snow melakukan studi dengan metode DID, yaitu membandingkan tingkat kematian akibat kolera pada dua daerah, di mana terjadi perubahan signifikan pada keduanya, yaitu sumber air yang baru. Pada tahun 1849, supply air di kedua daerah disupply oleh dua perusahaan yang mengambil sumber air dari sungai Tengs. Tapi, pada tahun 1852, salah satu perusahaan beralih ke sumber air yang lebih bersih. Perubahan ini yang digunakan oleh Snow sebagai intervensi. Studi tersebut berhasil menunjukkan bahwa terjadi penurunan tingkat kematian akibat kolera yang drastis pada daerah yang dilayani oleh perusahaan yang berpindah sumber air tersebut. Dengan hasil analisis ini, kemudian disimpulkan bahwa penularan kolera telah terjadi melalui air. Sebagaimana yang sudah dijelaskan, asumsi paralel trend menjadi hal yang membedakan metode DID daripada metode kuasi eksperimental yang lainnya. Jika diilustrasikan, konsep metode DID adalah seperti ini. Diasumsikan bahwa analisis dilakukan terhadap dua kelompok individu, yaitu Y dan Z. Keduanya memiliki tren perkembangan yang sama sepanjang waktu. Kemudian, intervensi atau program diterapkan pada kelompok Y, sedangkan kelompok Z tidak. Artinya, kelompok Y adalah treated group, sedangkan kelompok Z adalah control group. Parallel trend assumption mengasumsikan bahwa apabila tidak ada intervensi, maka trend kelompok Y dan Z akan tetap sama. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Z adalah pembanding atau kontrol grup yang tepat untuk Y. Pada metode DID, dampak diukur sebagai selisih dari selisih nilai outcome pada control group dan treated group, dan selisih nilai outcome masing-masing kelompok pada saat sebelum dan sesudah intervensi. Jika diilustrasikan dengan matriks, maka akan seperti ini. Jelas bahwa nilai dampak yang didapat dengan metode DID adalah nilai akhir selisih dari selisih dua aspek, yaitu selisih berdasarkan waktu dan selisih berdasarkan waktu. kelompok. Jika diilustrasikan dengan persamaan matematis, dampak adalah selisih dari hasil estimasi selisih nilai outcome treated group pada saat sesudah dan sebelum intervensi, dan nilai outcome control group pada saat sesudah dan sebelum intervensi. Sedangkan jika diilustrasikan dengan persamaan ekonometrika, terdapat tiga variable penting dalam metode DID, yaitu variable T besar sebagai penanda kelompok yang bernilai 1 jika merupakan treated group dan bernilai 0 jika control group. T kecil sebagai penanda periode waktu yang bernilai 1 jika periode sesudah dan bernilai 0 jika periode sebelum. Sedangkan yang terakhir adalah variable interaksi. Variable interaksi merupakan variable yang dibentuk dari perkalian dua variable pembeda, yaitu variable T besar dan T kecil. Nantinya, variable interaksi inilah yang dibaca sebagai paramen terdampak. Selain metode DID, ada pula metode triple difference. Perbedaannya dengan DID adalah metode triple difference menggunakan tiga aspek pembeda dalam model analisisnya. Jika dibandingkan dengan PSM, DID memang memiliki kelebihan karena mempertimbangkan perbandingan dari aspek waktu. Namun, metode ini tidak memiliki strategi khusus untuk memilih individu yang diperlukan. digunakan sebagai sampel selain keterlibatannya dalam intervensi atau program. Maka, akan menjadi lebih baik jika metode DID dikombinasikan dengan metode PSM. Dengan demikian, metode PSM dapat digunakan untuk memilih sampel yang akan diobservasi, sedangkan metode DID digunakan untuk analisis dampaknya. Metode DID tentu memiliki keunggulan dan kekurangan. Keunggulan dari metode ini adalah, yang pertama, metode dapat digunakan untuk mengatasi mengevaluasi program yang penerapannya tidak memiliki acuan dasar yang jelas, sehingga peneliti dapat membentuk asumsi sendiri. Yang kedua, kelompok terdampak dan kelompok kontrol tidak harus memiliki kondisi yang sama pada kondisi awal sebelum intervensi. Ketiga, Metode ini mengasumsikan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hanyalah faktor yang dapat diamati. Namun, faktor-faktor yang tidak teramati tidak diabaikan, melainkan ia dianggap sebagai variable yang tidak berubah antar waktu. Sedangkan kelemahannya adalah Metode ini menggunakan asumsi unobserved heterogeneity yang konstan antar waktu. Namun, hal ini sulit diterapkan pada kasus negara berkembang karena kondisi yang cenderung tidak stabil.