Jadi peneliti sudah mengatakan bahwa kita sekarang mendapat pelajaran dari pandemi ini dan jelas kita mengakui kita tidak siap. Dari sudut manapun juga. Nah sekarang setelah tertata, jangan sampai lupa bahwa another pandemic is coming anytime. Friends at Chronicle, saya sangat senang pada hari ini untuk berdiskusi dengan Prof. Herawati Supolosudoyo. Prof. Herawati Supolosudoyo adalah Molecular Biology Specializing in DNA Mapping.
She is the recipient of many accolades, peneliti di Mochtar Yadi Institute for Nanotechnology Universitas Litaharapan, dan juga di dalam Akademi. Ilmu Pengetahuan Indonesia sebagai Head of Medical Commission. Welcome to Chronicles.
Terima kasih Mas Bagus, diperkenalkannya banyak banget. Ya, well, you deserve that. I invited you here, saya mengundang Prof. Hera karena ada banyak sekali yang saya ingin diskusikan. Alasan mengapa adanya Chronicles itu adalah upaya untuk mencari tahu lebih mengerti tentang Indonesia dari berbagai sudut pandang.
Rasionalnya itu adalah tanpa mengetahui dari mana kita berasal, sulit untuk mengekstrapolasi dan kemudian mengetahui kemana kita menuju. Salah satu yang membuat, hanya salah satu yang membuat Prof. Herawati tampil di muka publik adalah salah satunya di Your Contribution in 2004, Recognition of the Bombers in Front of Australian Embassy. By DNA mapping.
Oke. Jadi salah satu yang saya mau bahas sebagai preambol dari diskusi kita adalah keampuhan DNA sebagai metodologi untuk menjelaskan sesuatu. Terutama di bidang dimana publik tidak mengerti sains rasional dibalik DNA. Oh ternyata bisa digunakan untuk mengenali sesuatu yang sangat krusial. Terorisme, hal-hal yang sangat krusial.
Juga bombali hal-hal seperti itu. Coba dijelaskan sedikit tentang efikasi atau keampuhan DNA sebagai tools, sebagai alat untuk mengatasi masalah-masalah praktis namun penting seperti itu. Nah kalau kita bicara ini sejarah sebenarnya, sejarah dari kegiatan lembaga Eijkman yang melahirkan suatu laboratorium DNA Forensik Internasional dan pertama di Indonesia.
Sebenarnya mulainya dari mana apakah kita tiba-tiba karena kemudian diminta oleh Polri untuk membantu mereka dalam mengidentifikasi pelaku bom bunuh diri? Sebenarnya enggak begitu. Jadi apa yang kita lakukan adalah merupakan suatu metode atau teknologi yang telah dikuasai.
Dan kebetulan saya itu bekerja dengan DNA tadi. Apa sih itu DNA? DNA kan informasi genetik dari seseorang individu.
Dan informasi genetik itu tidak berubah. Sehingga DNA itu menjadi salah satu kunci utama kalau misalnya untuk forensik. Sebelumnya tentunya pertanyaannya ya saya itu bekerja dengan penyakit yang disebabkan oleh kelainan pada mitokondria.
Pertanyaan pertama saja dari publik mungkin, apa sih tuh mitohondria? Saya tidak pernah mendengarnya kan, pasti. Itu adalah sebenarnya kalau sekarang ini di zaman kedokteran presisi, itu sangat berharga. Itu adalah salah satu penyakit yang jarang ditemukan. Nah karena jarang ditemukan, maka dia itu menjadi satu, misalnya kita dapat di Indonesia, itu menjadi bagian dari global.
networking untuk penyakit tersebut. Jadi dia punya posisi yang bagus sekali. Tapi bukan itu. Jadi kita bekerja dengan penyakit yang jarang. Tentunya di suatu negara yang pada saat itu penyakit infeksi menjadi masalah.
Dan kemudian juga baru mulai dengan penyakit-penyakit kompleks. Misalnya cancer, diabetes, hipertensi. Laftalisis, maka itu...
Orang itu tidak mengenal dan tidak merasa pentingnya. Kenapa sih kamu melakukan sesuatu yang jarang? Kenapa melakukan sesuatu bukan yang memang sekarang menjadi perhatian kita? Untuk bangsa Indonesia.
Nah apapun juga sebenarnya porsi dari penyakit-penyakit yang kompleks itu harus ada yang meneliti. Biarkanlah mereka-mereka yang memang sudah punya. pasien ke penyakit infeksi mengerjakan apa yang dia kerjakan dan saya itu kan saya lulus dari Universitas Mones yang pada saat itu adalah dengan supervisor Prof. Sangkut Marsuki waktu itu adalah satu dari empat laboratorium terkemuka di dunia mengenai mitokondria jadi ini sangat kompetitif Masuk ke dalam situ. Tentunya karena kompetitif. Maka publikasi-publikasi kita.
Menjadi menonjol. Di situ. Nah.
Tapi kemudian itu tadi. Bagaimana relevansinya di sini. Nah. Kita menggunakan juga. Marka DNA mitokondria itu.
Untuk melakukan. Penelitian mengenai. Migrasi dari. Sisi ibu.
Karena DNA mitokondria itu diturunkan dari seorang ibu ke semua anak-anaknya. Tapi laki-laki tidak meneruskan itu ke keturunannya. Jadi kalau kita periksa itu sebenarnya kita itu memperlihatkan bagaimana perempuan itu berkelana. Seperti orang Minang dengan penurunannya maternal.
Nah kalau pihak laki-laki, jadi bagaimana dong pihak laki-laki? Dengan kromosom A. Nah dua itulah yang menjadi pada waktu itu.
Jadi marka populasi yang sangat penting yang dilakukan di tempat saya dulu bekerja. Di lembaga Ekman. Pada waktu bom bunuh diri meledak di depan kedutaan Australia.
Banyak sekali korbannya. Korbannya ada yang masih utuh, ada yang separuh utuh, tetapi pelaku bom bunuh diri itu meledak total. Nah bila meledak total itu tergantung dari pusat peledakan itu, maka semua organnya akan tersebar.
Tersebar mengikuti ke arah mana itu sebenarnya pusat peledakan. Jadi kita bekerja sama dengan Polri, jadi kita adalah molecular biologist, tapi dalam waktu cepat kita menjadi ahli forensik, dan juga memprediksi dengan mereka kemana organ maupun sampel maupun jaringan yang harus kita cari. Nah disitulah, jadi kita membuat tadi strategi tersebut, didukung oleh tentunya berbagai macam.
Bagian dari Polri melakukan mengambil ratusan jaringan bekas. Ada asupan darah, ada kulit kepala misalnya yang terbakar. Semua dalam keadaan rusak.
Nah tentunya pertanyaan ini semua udah rusak, ini semua terbakar. Bisa gak kamu melakukan studi itu? Nah karena kita itu sudah rutin melakukan.
pemeriksaan DNA mitokondria yang di dalam sel jumlahnya itu ratusan bahkan di beberapa sel itu bisa banyak sekali nggak total bisa ribuan maka kemungkinan untuk mendapat satu saja yang lengkap itu cukup. Nah DNA zaman sekarang itu kita pakai sampel minimal itu kita sudah bisa melakukan Perbanyakan dari DNA. Jadi itu adalah suatu pendekatan yang paling utama di dunia forensik.
Seluruh dunia global. Nah kita periksa ternyata kita bisa melakukannya. Kita tahu betul-betul urutan DNA-nya dan variasi-variasi yang memberikan kepada kita motif.
Jadi yang tadi namanya identifikasi individu itu apa sih? Kita lihat motif dalam DNA tersebut. Motifnya misalnya 1, 3, 5, 11 gitu.
Itu urutan DNA nomernya. Jadi apa? Kita tahu kita gak tahu orangnya. Jadi kita harus betul-betul bekerja sama seias kata dengan teman-teman dari reserse dan teman-teman forensik Polri untuk mencari terduga keluarga. Jadi dengan mendapatkan DNA dari terduga keluarga tadi, kita akhirnya dalam waktu 13 hari.
gak tidur nih teman-teman yang kerja di forensik, dapat mengidentifikasi tersebut. 13 hari. Never ever before. Itu happen di luar negeri pun gitu ya.
Bahwa kita lakukan itu. Nah jadinya kan semua mengetahui bahwa kita melakukan DNA untuk kepentingan sebenarnya itu kesejahteraan, keamanan dari bangsa ini. Nah disitulah.
Semuanya terbuka bahwa lembaga kami yang bekerja dalam penelitian fundamental itu ternyata bisa diterjemahkan, ditranslasi menjadi sesuatu yang berguna untuk kesejahteraan sebenarnya, kita aman gitu. Itu titik balik bagaimana orang melihat, oh molecular biology is very important. Salah satu efekasi sebuah data untuk dipakai sebagai alat untuk mengenali, lagi mengenali seorang individu, adalah karena mungkin keunikan dari setiap sekuens DNA itu.
Jadi karena unik, maka bisa dipersempit kandidat-kandidatnya. Karena hanya satu hanya bisa. Tadi kita sudah mendengarkan begitu banyaknya, walaupun tentu Ibu Herawati setuju bahwa sains di bidang mitokondrial DNA itu masih sedang berkembang. Atau sudah final.
Sainsnya sendiri sudah berkembang lama, jauh lama. Bahkan setiap tahun itu ada pertemuan mitokondriologis. Bisa kamu bayangkan? Yang dari seluruh dunia. Dan itu biasanya dilakukan di kota Bari di Itali.
Jadi memang itu semuanya kayak rutin deh. Semua teman-teman berkumpul di sana, membicarakan kewajuan dan sebagainya. Itu ada. Terus... Bahkan kalau di Amerika udah ada society-nya untuk keluarga, segala macam udah ada.
It's a mature discipline. Betul. Mature discipline. Not here. Not yet?
Not yet. Not yet or not ever, I'm not sure. Bisa diaplikasikan di masalah sedemikian pentingnya untuk mengenali suspek kejadian kritis seperti bom bunuh diri, bisa digunakan untuk precision medicine, bisa digunakan untuk penyakit. walaupun dari spektrum infeksi sampai yang lebih serius ke kanser, segala macam. Yang pertanyaan saintifiknya, bisa ditarik sampai kemana metode mitokondrial DNA atau other marka DNA untuk mengenali signature dari seorang manusia?
Apakah bisa ditarik ke masa lampau sampai ketidak terhingga? Misalnya salah satu contoh, sampai mana batas keampuhan DNA mitokondrial untuk mengenali seorang individu? Oke, untuk DNA marka populasi itu ada tiga.
Tadi yang pertama DNA mitokondria berarti apa? Melihat bagaimana perempuan atau arah jadi pasalnya migrasinya dari maternal. Terus kemudian kedua.
adalah kromosom A. Jadi kita betul-betul bisa melihat melihat migrasi dari laki-laki. Oke.
Tapi kita itu sebenarnya dalam pernikahan orang tua kita, itu kita ini adalah memiliki campuran DNA dari ayah dan ibu. Nah disitulah kita melihat kalau tadi itu laki tadi itu perempuan. Ini kita punya sisi keduanya. Nah apakah masing-masing punya, mana yang lebih penting?
Mitokondria, Y-chromosome, autosomal DNA. Semuanya itu memberikan sumbangsi dalam pengetahuan mengenai migrasi. Kalau DNA mitokondria dan Y-chromosome kita tahu asal geologi. Jadi geografi origin. Geographic origin.
Jadi misalnya marka itu punya motif yang di... Eropa berbeda dengan apa yang di Eurasia Berbeda dengan apa yang di Taiwan misalnya Itu bisa ada berbeda Kenapa berbeda? Nah saya ingin membawa kita ke cerita moyang kita Dan gak semuanya sebenarnya tadinya menerima Jadi even para teman-teman dari Arkeo Sekarang mereka udah sama DNA dengan dengan arkeo dan antrop itu udah jadi satu.
Termasuk juga geologi. Nah, dari mana sih asalnya Homo sapiens? Kan pakai marka populasi tadi ya. Jadi dari mana dulu sebelum kita bicara mengenai Indonesianya sendiri. Kita mesti melihat moyang kita dari mana dulu gitu kan.
Dan kita adalah bagian dari perjalanan moyang itu. Nah Homo Sapiens itu asalnya dari Afrika Timur. Bahkan bisa dideteksi bagian mana dari Afrika?
Yes, yes. Botswana. Oke. Terakhir ya, itu data terakhir.
Jadi dari situ, nah apa yang kita tahu mengenai mereka? Jadi yang dilakukan sebenarnya adalah melihat DNA dari manusia modern. Karena manusia modern itu kan.
Masih mendapatkan tinggalan-tinggalan. Nah di Afrika itu ada tiga ceritanya motif. Kita bilangnya kita panggil dia L.
Kalau dari mitokontria. L123. L12 itu orang Afrikanya muter-muter di dalam jasirahnya sendiri.
Dalam benuanya sendiri. Tapi yang L3 ini dia bermigrasi ke arah utara. Dan dialah sebenarnya yang menyebar ke seluruh penjuru dunia. Nah, gimana kita taunya? Kita ya lihat motif tadi.
Jadi misalnya kita punya motif ya, satu, dua, tiga. Pada waktu manusia itu mengembara, itu pasti ada tertempa oleh lingkungan yang tidak, kekurang makan dan sebagainya. Terjadi mutasi, ataupun ada mutagen. Dia bermutasi.
Satu, dua, tiga, empat. Dia naik lagi 1, 2, 3, 4, 5. Jadi kita tuh tahu, oh oke ini adalah asalnya karena masih sedikit tadi. Terus misalnya, itu caranya dari kita melihat bagaimana perjalanan atau membuat pohon filogenetik, pohon keluarga.
Nah seperti itu. Jadi dia terus ke Eropa, Skandinavia, Eurasia, lewat... Bawah ya lewat selatan itu sepanjang pantai masuk ke Nusantara.
Sundaland pada waktu itu ya. Sundaland masih dalam bentuk jadi Kalimantan Jawa masih bersatu dengan Asia Daratan. Nah kemudian Papua dengan Australia masih menjadi satu juga. Sahulen gitu.
Jadi itu yang pertama, 70 ribu tahun yang lalu. 70 ribu tahun yang lalu. Karena permukaan air masih rendah. Air masih rendah. Jadi dari imajinasi kita, itu masih gampang untuk loncat dari satu pulau ke pulau lain di Nusa Tenggara Timur.
Jadi prehistorically Indonesia itu seakan-akan ada dua bilah. Sebelah kiri Sundaland dan sebelah kiri Austronesia. Sahuland. Sahuland dan...
Wallace region. Dan Wallace region. Oke.
Nah influx orang Indonesia yang menjadi orang Indonesia sekarang itu oke. Yang pertama itu 70 ribu tahun yang lalu dari Botswana. Kemudian. Masuk.
Terus kemudian 30 ribu tahun yang lalu. Oke. Itu ada migrasi dari Asia Daratan. Itu dari daerah Mekong, Myanmar.
Daerah situ yang bahasanya beda. Dia pakai bahasa Astro Asiatica. Masuk ke situ. Sampai 30 ribu sampai kurang lebih sebelum es mencair. Oke.
Masuk dia. Terus kemudian yang ketiga. Inilah yang merupakan populasi mayor. Populasi yang paling mengaruhi kita sekarang. Yang berbahasa astronisia.
Nah bahasa astronisia itu dimana aja. Kok dia itu sangat memengaruhi. Jadi dia datang dari utara, lalu masuk ke Kepulauan Nusantara. Ada bahasa itu juga dibawa dari Kalimantan ke Madagaskar.
Jadi di Madagaskar itu kalau misalnya teman-teman di sana pergi ke sana. Itu mereka berbahasa ini ya lingua frankanya itu. Itu sama dengan bahasa orang-orang Dayak Ma'anyan di Kalimantan Timur.
Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. 95% sama dengan mereka. Lalu kemudian itu juga pergi ke arah timur masuk Melanesia, Polinesia berakhir di Pulau Pasca. Oke.
Easter Island dekat dengan Amerika Selatan. Oke. Jadi semua itu budaya dan bahasa itu sama sebenarnya.
Sangat menjawab sekali pertanyaan saya jadi efek kasih. metodologi itu untuk menarik bukan hanya lineage tapi geographical significance. Bahwa oke yang sedikit menarik pada waktu itu Indonesia punya manusia purba kan setidaknya ada remnan-remnan yang kalau saya tidak salah itu yang terakhir didapati itu 100 ribu tahun terakhir di Pulau Jawa.
Mereka bercampur gak atau memberikan noise dalam signature DNA yang dipelajari? Sekarang kita pergi ke suatu... Satu kegiatan yang sangat signifikan.
Kalau kita bicara ini mungkin 5 atau 10 tahun yang lalu. Kita gak bisa bicara begini. Bahwa oke bagaimana temuan ancient DNA. Jadi DNA purba. Karena apa?
Karena teknologi yang tersedia tidak cukup peka. Untuk dapat. mengidentifikasi DNA yang sebagian udah rusak. Kenapa rusak? Ya ini kita di negara tropikal.
Jadi sesuatu itu tidak preserve. Panas, kemudian banyak bakteri-bakteri di tanah yang akan menggerogoti DNA itu jadi dia putus-putus. Nah tapi dengan teknologi terbarukan sekarang ini dimana kita bisa Melakukan sekuensi pendek-pendek. Itu kemungkinan bisa. Dan memang bisa.
Jadi kita bisa tahu. Kalau misalnya saya cek satu sampel dari orang Indonesia. Apakah yang bersangkutan punya intermarriage dengan.
Kalau itu homo sapiens. Itu kita semua. Itu gampang.
Itu mudah sekali. Kita tinggal ambil dari. Air liur.
Usapan pipi. Terus darah. paling gampang, itu gampang tapi mendapatkan DNA dari tulang belulang, yang setelah di dating karena dating jauh lebih gampang kan, jadi kita ambil terus kita date misalnya disitu 60 ribu tahun yang lalu, misalnya datingnya, bisa gak kita tau DNA nya, DNA seperti apa manusia dulu itu, apakah udah sama seperti sekarang gitu Nah itu akan banyak menjawab mengenai manusia Indonesia itu sendiri. Iya tentu resolusi makin lama ditarik ke belakang makin rendah. Tapi disiplinnya sudah sedewasa itu untuk bisa mengakses informasi.
Kepuluhan ribu tahun yang lalu. Saya barusan tes DNA Bu. Menggunakan air liur.
Saya itu 65% dari Cina Selatan. 20% dari Asia Tenggara. Tapi dia gak bilang dimana, antara Vietnam, Indonesia, dan soalnya. 5% Korea. Gak ada Portugisnya.
Gak tau itu bagus atau enggak. Kenapa saya melakukan itu? Karena saya mau tahu dari mana saya berasal, dan apakah itu punya signifikansi terhadap persepsi saya, terhadap sesuatu, abilitas kognitif, apakah bisa dijelaskan dari situ, signature orang Indonesia, berdasarkan sekuensi Njiana. sequencing ya atau sekarang ini apa yang mas bagus sudah lakukan dan saya juga itu bukan whole genome sequencing kita tidak melakukan tapi pendek lebih pendek-pendekan tapi itu udah cukup memberikan informasi kepada kita sebenarnya bagaimana susunan DNA kita jadi kalau mau lihat tadi geographic origin Waikhrumasum.
Coba lihat Y-chromosomnya, haplotype-nya apa, motifnya apa. Nah dari situ kita bisa lihat nih, ini banyaknya di mana. Jadi itu akan menentukan tadi.
Itu untuk melihat geographic origin. Tapi kalau mau lihat admixture, jadi DNA apa saja dari moyang yang ada dalam diri kita, maka itu tadi kan autosomal DNA. Nah tadi ada mainland China ya.
Saya kira itu mainland. Terus kemudian Asia Tenggara, Asia Tenggara itu karena Birma bisa masuk Asia Tenggara, segala macam, saya juga Asia Tenggara ada. Terus kemudian tadi Korean, siapa bilang bahwa Korean and Japanese and itu sama?
Gak ada, that's different, lagi gitu. Jadi ini akan memerlukan oke, kalau kita mau kita duduk lagi. Kita duduk dan kemudian kita melihat lagi.
Karena ada sejarahnya, mana-mana yang masuk di dalam itu. Sebenarnya kemajuan dalam information, teknologi, itu sudah bisa teman-teman dari bioinformatika itu membuat berbagai macam platform. Tergantung pertanyaan dia apa. Kita mau lihat diversity, kita mau melihat...
Distance kapan dia keluar itunya itu semua sebenarnya bisa. Yang saya tahu itu ada setidaknya dua club manusia primordial atau manusia arkaik gitu yang ada di Tanah Nusantara 1, Denisovanse di sebelah timur yang ditemukan itu ada gigi rahang di sekitar daerah Uni Soviet atau Rusia. Kemudian Neanderthal di sebelah barat. Kemudian yang saya tahu yang poin kedua adalah bahwa ada bukti cross fertilization atau marriage between manusia homo sapiens dengan itu. Fakta ketiga adalah bahwa manusia purba punya prevalensi tersendiri terhadap penyakit tertentu.
Jadi ada yang punya sedikit DNA Denisovan maka dia akan sedikit lebih imun terhadap penyakit tertentu. Mengingat kayaknya kemudian mapping DNA yang salah satunya berkat studi dari Ibu Hera, mempelajari mapping DNA dari hampir 3.000 orang Indonesia untuk mengetahui lanskap DNA Indonesia. Apakah tidak mungkin dengan demikian Indonesia itu menjadi semacam laboratorium yang harus dirujuk ketika kita sedang mencari vaksin baru?
Atau kita mencari... Efekasi obat-obatan tertentu terhadap penyakit tertentu. Untuk setidaknya menjadi tempat dimana itu dites. Jadi sekarang kita itu sebenarnya kembali pada kegunaan.
Kegunaannya apa sih? Apa yang kita bicarakan tadi segala macam itu, itu adalah ancestry. Bagaimana DNA itu dapat memberikan kepada kita informasi mengenai moyang.
Orang akan melihat bahwa Ah kamu itu Hanya mengerjakan Studi itu Cuma untuk melihat the past The past is now Itu related to our Susceptibility to disease Nah jadi tadi Itu pertanyaan yang sangat menarik Jadi Kalau kita melihat kita memiliki suatu proyek, kita memiliki data, itu tidak hanya satu sebenarnya tujuannya. Kita melihat ini bisa buat apa lagi ya gitu. Dulu kita gak menganggap itu kalau kita menganggap oke mau yang kita, mestinya kan kita kadang-kadang tau ya oke keluarga kita ada yang cancer, keluarga kita diabetes, kita akan tanya diri kita.
Itu yang kita langsung. Tapi bagaimana dengan moyangmu? Apakah kalau mereka itu akan juga sebenarnya mengaruhi kita semuanya? Nah, jelas sekali ada. Sekarang ini adalah era di mana semua orang bersiap untuk apa yang disebut kedokteran presisi.
Kedokteran presisi itu memberikan kepada kita ketepatan dalam hal diagnostik, ketepatan. Kelembatan kita dalam pengobatan, tapi juga sebenarnya prevensi. Karena apa?
Di dalam informasi itu semua itu ada faktor risiko. Jadi kita semua itu sebenarnya udah tau kalau kita lakukan whole genome sequencing jadi total semuanya kita itu tinggal sebenarnya memancing apa? Your interest apa sih?
Enggak saya mau lihat ini cancer. Soalnya cancer. Kan data-data semua udah ada di share.
Data dunia ya. Jadi sudah ada data untuk cancer. yang berhubungan dengan misalnya C.A.
Mami, ambil C.A. Mami gitu. Nah sekarang waktu kita melihat mencari data tersebut di dunia, kita jadi tahu bahwa ada ketimpangan dalam data. Ketimpangannya adalah bahwa 70% data yang ada di dunia ini European.
Yang namanya Asia, itu Asia tuh banyak kan, itu less than 20%. Nah itu masih di belah-belah Indonesia gak ada disitu. Kalau misalnya ada comprehensive mapping of the whole Indonesian genome sequencing, bukankah itu kemudian menjadi sebuah data yang sangat sensitif kalau disalahgunakan?
Bukankah kemudian saya bisa melihat... kelebihan, kekurangan, susceptibility terhadap penyakit dan mempunyai implikasi langsung untuk keamanan nasional. Oke, sekarang kita ada di dua sisi.
Setiap data, setiap teknologi, setiap bahan yang digunakan itu selalu punya dual use namanya. Jadi bisa untuk kesejahteraan umat manusia di satu sisi bisa digunakan untuk Kejahatan, jadi mencelakakan manusia. Sekarang pertanyaan, data dari gen, data dari DNA itu harus di-share.
Sejak dari sebenarnya zaman Human Genome Project. Nah Human Genome Project itu uangnya itu dari yang besar-besar tadi. Amerika, Inggris, kemudian Jepang chip in, Jerman chip in, dan sebagainya.
Menghasilkan data itu satu yang menjadi pesan dunia termasuk semualah ya UNICEF semuanya itu adalah bahwa data dari situ harus di share dan tidak bisa dipatenkan. Jadi tidak ada data terus oh ini Indonesia aneh gini pokoknya ini patenkan gak bisa. Gak boleh dipatenkan. Gak boleh.
Kalau data itu adalah di share sehingga semua dapat. Ya. Ini. Itu kuncinya dulu.
Nah terus kemudian itu tadi dua sisi. Itu yang terjadi di Indonesia. Tapi kita sebenarnya gak perlu heran dengan keadaan itu. Karena dulu jaman rekombinan DNA.
Rekayasa genetika. Ributnya juga sama seperti ini. Tapi yang jelas adalah bahwa. hal-hal yang menguntungkan itu terjadi. Jadi untuk ketahanan pangan, untuk pembuatan misalnya pencemaran lingkungan, semuanya ada.
Terus kita dapat melakukan apa yang sekarang namanya CRISPR. Jadi genome editing. Genome editing itu adalah misalnya seseorang sakit karena genetik, kemudian kita berikan DNA yang yang normal lah gitu ya, tapi bukan di sel sel yang ikut dalam pembuahan, jadi bukan sel germinal tapi somatic cell artinya apa?
artinya kita tidak mengubah manusia dan, nah sama juga seperti tadi human genome project uangnya kurang lebih jadi besar sekali Itu selain untuk sequencing digunakan untuk membuat LC, ethical legal sama societal issue bersama-sama. Jadi ini dikerjakan, ini masuk sehingga tidak ada keterlambatan. Kalau mau sharing bagaimana sharingnya? Kalau mau itu...
Bagaimana dengan negara-negara south. Maksudnya negara-negara yang tidak mampu. Iya global south. Bisa gak?
Iya global south. Makanya. Jadi itu seperti itu udah dibicarakan. Nah sama dengan keadaan sekarang juga.
Tadi wah ini against humanity nih. Kalau cuma datanya cuma dari Eropa saja. Nah kebetulan jadi kita kan kalau Amerika. Obama project ya untuk kedokteran prosesi.
Pertama itu cancer. Kedua itu diabetes. Karena itu memang masalah mereka.
Tapi di kita jangan dikira juga cancer. Menjadi masalah. Karena apa? Tidak hanya kemampuan identifikasi atau deteksi sekarang bagus.
Terapinya kan mahal banget. Jadi lebih baik mencegahkan. Lebih baik melihat faktor risiko tadi gitu. Daripada tadi ada cancer tapi kita tidak bisa mengobati. Nah jadi diambillah kita melihat jadi dengan data-data genome kita.
Indonesian Genome Diversity Project. Kita melihat semua varian ya variasi maksudnya variasi DNA. Yang berhubungan dengan si amami.
Jadi kalau kita menggunakan data-data dari Eropa UK maka kita tidak akan mendapatkan tadi di diagnosis negatif. Dalam artinya kamu tenang-tenang aja gitu padahal letaknya tuh di tempat lain gitu yang masih di gen tersebut. Cuma variasinya lain. Nah tidak hanya misalnya itu Indonesia ya.
Karena kita udah periksa juga. Tapi Chinese juga beda. Terus African juga beda. Jadi kita melihat sekarang adalah ancestry-nya. Kita orang-orang genetik tidak akan menggunakan kata ras.
Karena itu istilah-istilah yang digunakan oleh antropolog kolonial. Oke. Jadi semuanya, we are all homo sapiens dan kita menggunakan ancestry. Oke, kamu African, American, Asian, gitu lah.
Jadi ada, ketika saya sedang mencari istri, sebenarnya gak dicari bu, datang sendiri. Orang wisdom di nesantara selalu bilang harus lihat bebet, bibit, bobot. Jadi seharusnya itu.
Itu bukan dalam artian ras. Seperti yang antropolog kolonialis. Buat socialize itu.
Tapi bukankah kemudian harusnya dengan DNA. Nah oke. WGS itu tadi juga memiliki.
Lagi-lagi kita melihat ada dua sisi. Pistol bermata dua. Yang satu bagus. Jadi oke kita mendapatkan faktor risiko.
Dan sebagainya, tadi ada ini, karena ada penyakit-penyakit juga yang kalau di Indonesia itu etnik spesifik gitu. Di sisi lain, penyakit-penyakit genetik itu ada yang stigmatize. Jadi stigma itu sudah diberikan langsung kepada bukan dianya, tapi seluruh keluarganya.
Ambil, misalnya ini oh ya. Ini adalah kelainan mitokondria, mitokondria itu diturunkan dari ibu loh, kalau misalnya kita jelas ya bahwa mutasi itu diturunin, bukan mutasi yang baru keluar gitu ya tiba-tiba yang gak ada tiba-tiba gitu, itu stigma. Jadi kita itu harus memberikan tadi counseling, sama seperti DNA forensik kita harus memberikan counseling. apakah seseorang itu sudah siap untuk menerima hasilnya tujuan saya tadi angkat anekdot itu sebenarnya ingin menjembatani dengan Indonesia atau pengenalan tentang jati diri Indonesia sejauh mana Bu Herawat melihat utilizasi dari disiplin yang Ibu pelajari terhadap upaya Indonesia atau kalau boleh saya tarik di dalam upaya administrasi Indonesia sebagai negara itu didaya gunakan. Contohnya, Tadi ibu bilang bahwa ada Sundaland dan ada sisi sebelah kanannya.
Sahil. Iya, dimana dua bahasa itu karena pada waktu awal dipisahkan oleh air yang merupakan natural barial untuk bahasa itu cross the boundary. Maka ada provinsi-provinsi misalnya yang sama seperti di Indonesia Tenggara Barat tapi sebenarnya ada di tengah batasan itu.
Saya pernah bilang bahwa itu adalah tempat Austronesia. language terpisah tapi mereka berada di dalam satu administrasi, itulah yang saya maksud, apakah seharusnya administrasi menghormati lebih terhadap penemuan-penemuan baru dari DNA untuk lebih memberikan sistem yang lebih cocok dengan DNA orang-orang yang diaturnya tersebut Pertanyaan saya kembali adalah apakah seandainya kemudian kita tata sesuai dengan itu akan menyebabkan perubahan yang berarti? Saya tidak melihat begitu ya. Dalam artikan kami bisa melihat di beberapa pulau yang terisolasi bahwa Kita itu sebenarnya sudah melihat dengan sendirinya tadi pengelompokan berdasarkan etnik. Yang kemudian diteruskan menjadi struktur administratif modern gitu ya.
Nah tapi saya tidak karena gini Indonesia itu very diverse. Very diverse dalam arti di kita itu ada. Ada 719 bahasa. Dengan persentase penutur yang berbeda. Jadi ada penutur yang mayoritas.
Punya banyak sekali. Ada yang mungkin hanya sekelompokan kecil. Nah tentu saja.
Nah kayak seperti di Papua itu ada 200. Lebih dari 200 bahasa. Dengan jumlah penduduk yang penutur yang sedikit. Jadi tentunya ini menjadi suatu hal yang kita harus lihat. Gak bisa generalisasi.
Saya lihat dari karya walaupun ini seorang antropolog sosiologis. Ben Anderson tentang Imagine Communities. Juga data-data praktis misalnya di. Periode sekitar 2010-2020 Belgia dimana ada kekosongan kepuasaan. Karena disitu ada 4 bahasa yang kemudian tidak bisa agree dalam membentuk kepemerintahan.
Jadi saya melihat ada signifikansi lebih kuat dari ras. Bahwa bahasa itu lebih menyatukan orang. Itulah poinnya. Dan karena dia lebih menyatukan orang, maka administrasi yang berdasarkan rumpun bahasa yang sama itu lebih stabil. Itu hipotesanya, bisa aja salah gitu kan.
Nah, gimana Ibu menjelaskan adanya 719 bahasa di Indonesia? Kemudian secara politikal, Indonesia itu relatif stabil. Tentu ada satu negara yang bebas segala macem.
Apakah itu anomali gitu? Saya kira itu dari sejarah kita sendiri ya. Bahwa memang kita ingin itu menjadi satu. Oke.
Bukan terjadi secara natural. Saya kira awalnya adalah natural. Dari beberapa kelompok dari masing-masing yang bahasa tersebut. Yang merasa bahwa kita akan menjadi lebih kuat kalau kita menyatu. Itu.
Dan kita punya lingua frangka. Bahasa Melayu sebenarnya. Itu.
Jadi. Agak berbeda, jadi kalau ini pertanyaan ini sebenarnya bukan pertanyaan ya, maksudnya itu kita mesti melihat Nusantara adalah yang banyak sekali suku-sukunya itu tadi, tadinya ya, jadi island Southeast Asia, itu termasuk tapi Filipina. Dan Taiwan segala macam itu island South Asia. Nah kita sendiri adalah suatu negara yang masih relatif muda. Yang memproklamirkan diri kita untuk menjadi satu.
Indonesia yang disebut Itu berhasil Itu berhasil Karena itu saya lihat sebagai Sebuah anomali karena natural Menurut Ben Anderson Keanimalan natural Untuk nasionalisme, salah satu Keanimalan natural adalah Similaritas dalam bahasa Yang kemudian teramplifikasi karena ada media Cetak yang membuat orang bisa tau Oh ada peringkat imajinasi Seperti itu, nah Indonesia Toh berhasil, dan menurut saya itu hal yang sebenarnya sangat perlu dipelajari secara multidisipliner. Oke, saya mau segue sedikit ke ini semuanya itu kan pengertian, pemahaman yang sangat-sangat disiplin spesifik. Sangat sulit untuk dimengerti oleh masyarakat awam.
Masyarakat awam tentu adalah yang memilih pemerintah. Kalau masyarakat awam tidak mengerti, maka legislatif tidak punya urgensi untuk menjadikan isu pemahaman tentang DNA segala macam sebagai ikhtiar yang penting, apalagi mendapatkan resource. Bagaimana ibu yang menurut saya salah satu yang paling efektif untuk menjembatani gap pengetahuan ini mendesainasikan riset-riset yang sifatnya sangat kompleks terhadap masyarakat awam.
Kira itu adalah kesalahan dari para saintis sendiri. Jadi kami itu terlalu nyaman dan bahagia dengan pekerjaan kita, dengan hasilnya. Walaupun kita sadari bahwa apapun yang kita lakukan itu sebenarnya kembali ke masyarakat.
Tetapi kita perlu pakai bahasa yang dimengerti oleh awam. Nah disitu menjadi masalah Peneliti-peneliti Itu tidak berpikir Dua kali untuk berbicara Di forum Ilmiah Tetapi Banyak sekali yang menolak Untuk berbicara di publik Forum populer Karena apa? Karena disitu tidak ada rambu-rambu Oke Oke Dia bisa menyasar karena orang berpikirnya kan oke kamu bicara topik ini saya bisa melihat dari sisi lain.
Sedangkan kita selalu melihat ini sisi saintifik gitu. Jadi nah sekarang ininya adalah bagaimana kita mengubah pola pikir tadi takut sama media, takut dengan publik. Supaya apapun yang kita lakukan yang dibayar oleh teks ya. Jadi yang sebenarnya adalah diperoleh dari mereka juga itu kembali ke mereka.
Jadi science communicator itu menjadi orang yang sekarang ini langka itu menjadi yang sangat penting. Untuk WISA tadi jangan sampai yang memberikan dana kepada kita tuh bingung. Ini mana nih produknya sekarang?
Karena dia tidak diberitahu bahwa ada misalnya tahapan. Misalnya aja 5 tahun Tahap 1 sekarang kita udah dapet nih Tapi kan kita gak bicara dengan mereka Karena kita harus Merahasiakan sampai itu publish Menurut saya Backfire Tidak ada insentif nomor 1 Ini mungkin saya agak sedikit dogmatis Tapi bisa juga ibu koreksi Bahwa peneliti itu insentif utamanya Bukan untuk menerjemahkan Apalagi menurut saya peneliti Yang di Indonesia pasti belum punya insentif Untuk menerjemahkan Karena tidak punya direct implication to academic career. Seperti itu.
Dan kedua, publik juga mungkin tidak terbiasa untuk menilai. Ada tahapan ya. Saya kasih contoh, saya mengajar mekanika fluida di sosial media.
Itu kan umum, dilihat oleh siapa aja. Walaupun pemahaman yang diberikan di situ pengalaman teknik anak S1. Pertanyaan sekitar 10% yaitu, ini buat apa sih? Maksudnya bukan, itu anekdot tentu ya. Tapi permasalahannya mereka terbiasa untuk berpikir singkat sekali.
Gak berpikir tentang tahapan. Ini si bagus Prof. Herawati ngomong, dengan saya besok bisa makan itu hubungannya apa? Sebenarnya itu bukan hanya untuk publiknya ya.
Sebenarnya the scientistnya sendiri juga tidak mendapatkan reward yang baik. Kalau untuk mau lihat bagaimana ekosistem sainsnya, jadi membenahi keseluruhan lah. Gak bisa kita benahi satu-satu gitu, meminta supaya ada sains itu bisa diperkenalkan kepada masyarakat.
Itu kan gak begitu, kalau semua sistemnya harus ada. Karena begini Bu, ketika ada masalah kritis terjadi, seperti Covid, oke. Saya tahu bahwa... Bidang yang ibu pelajari itu sangat-sangat berpengaruh besar untuk bukan hanya memberikan mitigasi terhadap bencana seperti itu, tapi untuk mencegah bencana yang sama serupa lagi. Gimana menurut ibu yang terjadi di Indonesia sehubungan dengan bencana yang one in a million like this dalam hal scale ya, very global like COVID.
Apa yang dilakukan antara pemerintah, kalangan ilmuwan, badan penelitian dengan COVID-19? Apakah kita punya institutional memory untuk menjadi lebih resilient terhadap masalah yang sama? Tahu nggak ada orang yang bilang kita itu gampang lupa. Dan itu sesuatu yang menurut saya...
Kita takuti. Karena dari awal itu bukan suatu statement lagi. Itu sudah.
Jadi peneliti sudah mengatakan bahwa kita sekarang mendapat pelajaran dari pandemi ini. Dan jelas kita mengakui kita tidak siap. Dari sudut manapun juga.
Nah sekarang setelah tertata, jangan sampai lupa bahwa another pandemic is coming. Anytime. Nah tata yang sudah kita tata ini, orang-orang yang sudah memiliki kemampuan untuk mendeteksi, ini tidak boleh hilang. Ini yang kita bermasalah dengan avian flu kemarin.
Alatnya ada, PCRnya gak dipakai. Alatnya, iya jadi. orang-orangnya udah gak ada gitu, nah bagaimana caranya supaya itu selalu ada oke, manajemen untuk orang-orang ini sendiri secara institusional di Indonesia seperti apa Bu? bahwa orang yang pernah punya track record berkontribusi terhadap penyelesaian masalah-masalah seperti avian flu dan pendaya gunaan mereka untuk mencegah hal serupa untuk terjadi, apa cerminan yang Ibu bisa bagikan di bidang Ibu?
Saya tidak bisa melihat cerminan ini, saya tidak melihat ini tampak ya, tetapi yang jelas satu yang pasti, networking terjadi antar peneliti. Dan saya pikir bahwa oke, seandainya pun tidak ada yang siap dengan ini, networking itu jalan. Jalan natural. Secara natural.
Dan networking tersebut sekarang ini kan termasuk juga dengan alat-alatnya. Jadi universitas ready, rumah sakitnya ready, semuanya itu kalau saya melihat ya. Untuk misalnya ada next pandemi, itu dulu.
Are we ready for the next pandemic? I'm not sure about it. Did we learn anything? Agak sulit menjawabnya, agak sulit. Memang itu hal yang sangat sulit untuk dikontifikasi.
Ada concern terhadap dunia riset di Indonesia. Concernnya subjektif tentu, karena ada beberapa banyak metrik yang bisa dipakai untuk menilai kinerja riset Indonesia. Tapi di bidang populer, tentu kita lihat ada disonansi di para akademisi yang tampil di media.
dengan apa yang terjadi di situasi politik. Setidaknya mereka bilang A, yang lain bilang B. Yang menarik adalah para sivitas akademika ini mengemukakan pendapatnya yang kemudian melawan insentifnya diri sendiri.
Makanya itu kita jadi peka gitu loh. Kok ada orang yang tidak diuntungkan dengan ucapannya sendiri rela mengucapkan itu. Lepas dari benar atau salah itu selalu bikin orang nengok.
Begitu maksud saya. Itu kan subjektif tentu, tapi itu salah satu concern. Salah satu yang kita juga lihat dan kita pelajari adalah bahwa pada setiap apakah itu event, apakah itu kasus yang menjadi perhatian publik maka akan banyak sekali tiba-tiba pakar. Yes, yes. Apapun jadi kalau sekarang kalau tadi misalnya covid saya tidak tahu datangnya dari mana siapa dia pokoknya dilah ahlinya.
Maksudnya itu kita lihat gitu jadi banyak orang yang memanfaatkan untuk mendapatkan panggung tersebut. Apakah itu subjektif untuk ini sendiri atau memang digroom akhirnya jadinya buat itu. Sebagai alat.
Sebagai alat nah jadi. Itu kita lihat dan itu saya kira tidak bisa kita sangkal. Karena itu ada. Sama juga jadi pada waktu kita bicara mengenai covid itu semua orang apakah itu di warung atau atau udah tahu apa yang namanya WGS. Udah tahu apa yang namanya delta terus apa yang terjadi dan ada mutasi semuanya tahu.
Gak usah molekuler biologis. Gitu. Jadi terus kemudian banyak sekali orang-orang yang menjadi ahli genomik.
Itu kan gak tau saya gitu. Jadi tidak bicara salah. Bicara kok kemudian ada yang salah dengan pernyataan-pernyataan itu.
Jadi agak khawatir gitu saya. Betul. Kayak gini ya Bu.
Kalau misalnya hal. Karena saya di Inggris juga menghadapi COVID seperti di Indonesia. Jadi disitu ketika publik yang awam ingin tahu apa yang harus dituruti. Harus pakai masker atau tidak segala macam. They appeal to authority.
Mana nih kredensial orang yang ngomong tentang hal ini. Nah beruntungnya ada institusi-institusi yang menjadi garantor. Otoritas akademik tertentu.
Nama-nama seperti Oxford, Cambridge atau... dia chief scientist officer dimana hal-hal seperti itu bisa menjadi rujukan apakah itu sempurna maksudnya apakah orang yang menduduki hirarki teratas di organisasi tersebut kemudian punya otoritas untuk ngasih tau orang itu pertanyaan yang lain tapi minimal ada kepercayaan publik yang walaupun tidak 100% lebih dari di Indonesia dan keliatannya di Indonesia itu up for grabs jadi karena saya melihat tidak ada institusi yang Sangat-sangat bisa dipercaya sebagai sumber otoritas kebenaran dalam hal COVID. Ya siapapun yang ngomong punya kans yang sama untuk dipercaya. Bahkan bukan saintis pun.
Pertanyaan saya, publik itu harus melihat yang saintifik itu, yang seperti apa itu dari mana. Ketika dia lihat di media populer, Scientist A ngomong, Scientist B ngomong, Ibu Herawati ngomong, kemudian ada profesor yang lain membantah. Ini kan pertanyaan sangat praktis, tentu saya tahu sensitivitas pertanyaan ini di dunia akademik.
Oke ya, karena kita gak mau ke, oh saya yang benar, dia yang salah. Tapi gimana pun juga untuk menghadapi masalah praktis, publik harus punya semacam rujukan. Nah, dengan ketiadaan institusi yang dipercaya dengan meritokrasinya. Kemana publik harus mencari apa yang benar, apa yang salah? Saya kira agak sulit untuk menjawab pertanyaan ini.
Karena kita tahu sendiri apa yang terjadi di lapangan pada saat itu. Bahkan kadang-kadang ya terlalu banyak misinformasi, disinformasi, terlalu banyak hal-hal yang tidak benar. Betul. Kalau sekarang kita sudah tahu ada, jadi ada beberapa teman tentunya yang concern terhadap masalah itu dan mencoba untuk mengumpulkan beberapa orang yang memang concern terhadap semua informasi yang tidak benar. Jadi kemana kita sekarang lagi apa deh yang salah atau hoax itu bisa dicek kebenarannya.
Nah, tapi... Tapi memang kalau dalam kasus-kasus seperti itu, yang akan terjadi adalah itu. Jadi ada inisiatif dari publik untuk mereka sendiri menghimpun beberapa pakar. Dan itulah yang mereka kemudian tampilkan.
Dan saya melihat bahwa itu sangat berguna dalam arti karena kita tahu siapa orang-orang yang disitu. Dan melalui mereka itu outreach sama awareness raising. Itu aja sebenarnya dua itu.
Bahwa gak ada apa lagi yang kita bisa lakukan kecuali masuk. betul-betul ke publik dan menggunakan kasus-kasus sebagai contoh. Karena yang saya lihat setidaknya saya pakai contoh mungkin keluarga saya sendiri atau ibu bapak saya yang bukan dengan latar belakang saintis.
Untuk menilai ini orang bisa dipercaya apa enggak? Mereka selalu bilang begini kalau dengerin kata dia sembuh kok tetangga saya bilang sembuh. Jadi ini dokter ini bener gak metodenya? Sembuh kok banyak yang datang bilang sembuh.
Itu cukup gak menjadi landasan kita untuk mempercaya orang. Apalagi sebagai landasan saintifik. Iya saya kira gak bisa.
Itu kan gak saintifik. Itu subjektif. Tapi sembuh. Sembuh sakit apa?
Iya misalnya metodenya ini saintifik sembuh. Percaya aja. Tapi tetap tidak bisa dibilang sebagai saintifik metode. Kalau hanya begitu aja ya gak bisa. Karena kita kan gak tahu ya namanya sembuh.
Tergantung dari penyakitnya. Nanti ada suatu masa dimana dia kelihatan sembuh tapi penyakit berjalan terus. Kan seperti itu.
Tergantung. Cancer will be different. With this kind of thing.
One last topic I want to raise. Perkembangan riset Indonesia tanpa... Menjurus ke hal-hal yang sangat-sangat spesifik. Ibu melihat ada optimisme gak tentang kemana arah riset dan utilizasinya demi kebaikan orang Indonesia ke depan? Saya akan salah ya.
Bahwa kalau saya bilang bahwa tidak ada arahan. Tidak ada arah kemana yang dibuat. Oke.
Tapi. Mungkin yang kita bisa melihat adalah apakah benar kita itu bisa melaksanakan 1, 2, 3, 4, 5 semua yang menjadi prioritas tadi untuk riset kita kemana dibawanya misalnya. Ambil lah ada beberapa penyakit yang memang kalau dari sudut kesehatan yang bisa menjadi prioritas utama.
Nah masalahnya adalah bahwa kita tahu bahwa oke siapa sih yang melakukan. Penelitian, lembaga penelitian, universitas, rumah sakit, apakah itu swasta ataukah itu pemerintah. Tentu saja semuanya itu cuma ada tiga kan kuncinya.
Adalah bahwa kita punya infrastruktur, kita punya pendanaan, kita punya infrastruktur pendanaan, kita punya leadership. Nah tiga itu. Itu kalau mau ini menjadi sesuatu yang besar. Nah saya gak melihat itu. Jadi ada aja yang salah gitu.
Yang komplit itu jarang sekali bisa diberikan. Dan sebagai suatu kalau mau ke arah penelitian kita udah tahu bahwa suatu lembaga penelitian yang sehat itu ya dia tidak hanya 100% harus bergantung pada pemerintah kan. Dia juga harus berani untuk bisa berkompetisi mendapatkan dana-dana dari luar. Karena dana itulah yang membuat kita bisa dapat berkolaborasi.
Nah zaman sekarang kan udah gak ada lagi. One focus, one scientist doing things. Jadi kayak super scientist gitu kan gak ada.
Kita berkolaborasi. Untuk mendapatkan tadi dengan expertise yang lain dari itu. Jadi gak usah reinventing the wheel gitu.
Kita ini aja saling tukar-nukar, knowledge gitu. Tapi gak perlu bikin sendiri. Selama ada good leadership, poinnya kalau bisa tarik. Selama ada good leadership, infrastructure, and funding. Scientists can work with each other anyway.
There is no one polymath anymore. Tidak ada lagi Memang begitu Bu Kalau di Indonesia ini permasalahannya kalau menurut saya Itu ada semacam superman sindrom. Dalam segi sains. Ini ada masalah ini. Oh ada seorang super Indonesian.
Mungkin di luar negeri atau gimana. Mari kita bawa mereka pulang. Atau dia pulang.
Untuk mengobati seluruh permasalahan. Mungkin publik juga harus mengerti. Bahwa semuanya itu ikhtiar bersama. Yang dibutuhkan.
Iya. Yang saya kira yang harus ya. Sebenarnya ini menjadi suatu hal yang juga. pelajaran buat semuanya dunia ini berubah dulu semuanya bilang bahwa oke kamu harus bisa melakukan ini sendiri karena untuk bisa berdiri di atas kaki sendiri sekarang itu bener-bener science has no borders betul-betul gak ada dinding lagi kita itu bisa dengan siapapun juga Berkolaborasi Makin banyak kolaborasi justru Makin bagus sebenarnya Hasil yang kita dapatkan karena jadi Lebih besar kan semuanya Nah tapi ya itu tadi Satu kuncinya trust Ya sains itu natural language Untuk trust karena netral Karena netral Bu Herawati it's a wonderful Always opportunity to talk to you Saya terima kasih sudah diundang pada acara ini, karena ini memberikan kesempatan kepada saya sebenarnya, untuk sharing pengalaman yang telah dimiliki.
Terima kasih. That's Chronicles.