Yerfa'illahu alladzina amanu minkum walladzina utul ilma darajat wallahu bima ta'maluna khabir Tapi yang jatuh sesudahnya adalah Lafad'al Allah Yang ta'adduban Kita tidak boleh mengatakannya sebagai Maf'ulun bihi Karena maf'ul bihi itu konotasinya adalah Kalah begitu ya Ta'adduban Gitu etikanya jadi mansubun alat ta'zim wa astaghinu dan meminta pertolongan siapa saya Allah akan Allah fi alfiyah dalam rangka menyusun kitab alfiyah Maqasidun Nahwi yang bermula beberapa tujuan atau maksud materi-materi ilmu Nahwu biha'ayfiha di dalam al-fiya, khabar dari maqasid adalah mawwiyatun dikumpulkan. Wa asta'inu dan meminta pertolongan siapa saya, Allah akan Allah fi alfiyah Dalam rangka mengarang kitab alfiyah Maqasidun nahwi yang bermula beberapa tujuan nahu, yang bermula beberapa maksud nahu, yang bermula beberapa materi nahu Fiha atau biha di dalam al-fiha adalah mahwiyatun, dikumpulkan. Sekarang kita analisis.
Wa asta'inu. Kita analisis sekarang. Seperti yang sering saya katakan bahwa analisis itu harus berangkat dari sesuatu yang sangat sederhana Mulailah dulu dari pemikiran tentang kalimah kata Kemudian masuk pada i'ra Masuk pada jumlah yang saya maksud jumlah disini adalah Yang lahamahallun minal i'ra dan lahamahallalahaminal i'ra Analisis itu begitu Tuntaskan dulu pemahaman tentang kata, kalimah, isim, fiil, huruf, definisi, pembagian-pembagian, dan seterusnya.
Karena demikian kalau seandainya kita mau menganalisis tek Arab, mesti pertama kali melakukan identifikasi tentang kalimat itu. Ini isim fi illa tawhuruf, ini isim fi illa tawhuruf, ini isim fi illa tawhuruf, ini isim fi illa tawhuruf, ini isim fi illa tawhuruf. Begitu. Ya kan? Begini.
Terus begini. Harus melakukan itu. Sekarang kita memulai dengan waw. Waw adalah termasuk dalam kategori huruf yang banyak memiliki status. Ada memang yang namanya waw atof itu ada.
Tai waw istiqnafiah juga ada. Waw ibtidaiyah juga ada. Kita temukan di dalam tek arab. Ada yang disebut sebagai waw haliyah.
Ada yang disebut sebagai waw kosam. Ada yang disebut sebagai waw ma'iyah. Waw termasuk dalam kategori huruf. yang memiliki multi predikat, yang memiliki multifungsi, yang memiliki multifungsi, apa namanya, status.
Ya, memungkinkan dianggap sebagai ato, memungkinkan dianggap sebagai waw huruf kosak, memungkinkan dianggap sebagai ma'iyah, memungkinkan dianggap sebagai haliyah, memungkinkan dianggap sebagai waw istiknafiah. Misalnya. Ya. Dan yang lain. yang dalam beberapa kesempatan saya sudah menyebutkan tentang wow itu di dalam beberapa buku saya.
Apa penting, Ustadz, untuk analisis yang teliti, yang serius, hal-hal semacam ini menjadi penting. Ya, itu semacam itu. Dalam konteks wa'asta'inu, wawu kira-kira wawu apa ini?
Ini tersebut sebagai wawu ataf. Ini termasuk dalam kategori harful atfi. Karena demikian, astainu yang merupakan kalimat fiil, ini statusnya adalah ma'atufun.
Ya, itu semacam itu. Saya tegaskan. Masalah pengatofan sekarang.
Pengatofan itu terjadi dalam konteks kalimat isim, terjadi dalam konteks kalimat fiil, terjadi dalam konteks kalimat huruf. Lengkap. Bab tawabi itu Ya, bab tawabi itu Isim-isim yang hukum Iqra'bnya, mengikuti hukum Iqra'b Sebelumnya Na'at terjadi hanya pada isim Ya kan? Gak ada fi'il itu, na'at itu, gak ada Ya, itu semacam itu Badal Secara umum Badal itu secara umum, itu hanya isim.
Mubdal, mubdal, minhu itu sama-sama isim. Secara umum begitu. Taukit, apalagi kalau seandainya taukit yang dimaksud adalah taukit maknawi, yang bialfadhin maklumatin. Ada ainun, ada nafsun, ada kullun, ada ajma'un, dan seterusnya itu. Maka itu jelas isim.
Tapi kalau atof, pengatofan itu memungkinkan itu terjadi pada bab al-atfu itu, atof itu, memungkinkan terjadi dalam konteks isim, memungkinkan terjadi dalam konteks fiil, memungkinkan terjadi dalam konteks huruf, dan sebagainya. Apa kata kunci yang kepingin saya tegaskan atau perlu ditegaskan Ustaz? Pengatofan isim harus pada isim, pengatofan fiil harus pada fiil, pengatofan huruf harus pada huruf.
Harus pada matuf aleh yang sama. Jadi kalau seandainya kita misalnya ada matufun alehi. Misalnya kita tentukan ada ma'atufun alaihi Kemudian disini ada huruf atof Harful atofi Kemudian disini adalah ma'atufun Statusnya begini Jadi huruf atof yang jatuh Huruf atof namanya ma'atuf Yang jatuh sebutnya namanya ma'atufun alaihi Perhatikan itu Ketika maktufnya itu adalah isim, maka maktuf ala dicari yang isim.
Ketika maktufnya itu berupa fiil, maka maktuf alanya harus dicari yang berupa fiil. Ketika huruf, juga harus dicari yang berupa huruf. Tidak hanya itu penting untuk kemudian disitkaskan. Sihod dan jenis kata, itu juga harus diperhatikan.
Fiil madi harus diatofkan kepada fiil madi. Fiil mudare harus diatofkan kepada fiil mudare. Fiil amar harus diatofkan kepada fiil amar. Itu begitu.
Isim sifat harus diatofkan kepada isim sifat. Master harus diatofkan kepada master. Pernyataan ini kalau seandainya kemudian diaplikasikan dalam tek ini Wa asta'inu itu adalah fi'il mudhari Dan tidak hanya sekedar fi'il mudhari Asta'inu ini adalah fi'il mudhari yang dengan menggunakan hamzah mudhara Waunya adalah wa'u ataf asta'inu berarti maktuf Maktuf cara bacanya harus disesuaikan dengan maktuf alehnya Kebetulan maktufnya, astaginu kita yakini sebagai fi'il mudhorek dengan menggunakan huruf mudhorek ahamzah.
Sekarang kita cari baed-baed atau bed-bed sebelumnya yang menggunakan fi'il mudhorek dengan menggunakan hamzah mudhorek. Mana itu? Ahmad.
Jadi wawunya iti diatofkan, astaginu diatofkan kepada Ahmad. Cara analisinya begitu. Wawunya waw atof yang jatuh setelah huruf atof namanya ma'atuf.
Pengatofan terjadi baik pada kalimah isim, baik pada kalimah fi'il, baik pada kalimat huruf. Pengatofan isim harus pada isim, pengatofan fi'il harus pada fi'il. Tidak sekedar itu. Tidak sekedar itu. Dilihat jenis fiilnya.
Kalau fiil madi, cari fiil madi. Kalau fiil mudari, cari fiil mudari. Kalau fiil amar, cari fiil amar.
Kebetulan, aslinu adalah fiil mudari. Dengan menggunakan hamzah mudara. Karena demikian, cari maktuf aleh yang berupa fiil mudari. Khususnya yang dengan menggunakan hamzah mudara juga. Mana itu?
Ahmad. Jadi status Asta'inullaha fi alfiyah Ini sama persis dengan Ahmadurabbillaha khairu maliki Jadi apa disini? Jadi maqulu qawlin Jadi maf'ulun bihi dari kola Maf'ul bi ketika itu punyaan kola Itu namanya maqulu qawlin Terus macam itu Jadi, As-Taqinu Allah Fi Al-Fiya itu sama dengan Qala Muhammadun Huwa Bnu Maliki Itu kan?
Makhulu Qawlan dari Qala Yang pertama Ahmadur Rabbillahi Khairu Maliki Makhulu Qawlan yang kedua astaa yaa wa astaa'inu allaha fi alfiya astaa'inu memohon pertolongan siapa saya allaha akan kusti'allah fi alfiya dalam rangka mengarang alfiya kitab alfiya ini jadi saya tegaskan bahwa posisi astaa'inu disini karena wawunya termasuk dalam kategori waw atof yang jatuh setelah huruf atof namanya maktuf maktuf cara bacanya disesuaikan dengan maktuf aleh Pengatofan memungkinkan terjadi pada kalimat isim, memungkinkan terjadi pada kalimat fiil, memungkinkan terjadi pada kalimat huruf. Dalam konteks ini, astag'inu kita yakini sebagai kalimat fiil, fiilnya adalah fiil mudari, dengan menggunakan hamsah mudara'ah. Karena demikian, cari! Fi'il mudhari' yang dengan menggunakan hamzah mudhara'ah dan itu berarti tidak ada lain kecuali Ahmadu Hamidah ya'hmaduh, hamidah ahmaduh, hamidah nahmaduh disini pakai hamzah mudhara'ah sama persis posisinya antara Ahmaduh dengan Astag'in itu semacam itu sama persis posisinya wa astag'inullaha fi'alfiyah begitu kalau seandainya dilanjutkan astaginu ya karena ini fiil mudari kebetulan dia mu'rab kenapa kok mu'rab ini ustadz?
astaginu ya kan? ini fiil mudari kebetulan mu'rab ini Kenapa kok disebut sebagai mu'rab? Karena ini tidak dimasuki oleh nun tauke dan nun niswa. Ketika kemudian kita bertemu dengan kalimat fiil, realitasnya kok kemudian tidak ada nun tauke dan nun niswanya, itu berhukum mu'rab.
Ketika fiil ini sudah berhukum mu'rab, karena ini adalah fiil mubari dan tidak bertemu dengan nun taukit dan nun niswa, maka pertanyaan selanjutnya yang harus dikembangkan adalah, apakah ini dibaca rova nasob atau jazm? Ketika kemudian ini dianggap sebagai maktuf, lihat maktuf alihnya, ternyata maktuf alihnya sama sekali tidak dimasuki oleh amil nasob dan amil jazm. Tajarrud anin nawasibi wal jawazim. Karena Asta'inu dianggap sebagai Ma'tuf, jatuh setelah huruf A'tofwawu, berarti hukum I'rafnya disesuaikan dengan Ma'tuf alihnya. Mana Ma'tuf alihnya?
Ma'tuf alihnya adalah Ahmadu. Ahmadu adalah fi'il mudhore yang tajarut anin nawasidi wal jawazim. Tidak dimasuki baik oleh Amil Nasob dan Amil Jazem. Inilah kenapa kok kemudian disini dibaca Ahmadu. Karena ini statusnya sebagai maktuf Maktuf alaynya adalah dibaca roh Fak, inilah alasan Kenapa kok kemudian disini harus dibaca Astagfirullah Ya Itu diperhatikan Nalar berfikirnya Yang paling penting itu adalah nalar berfikir Begitu Ya Jadi Untuk logika fiil tentang masalah Erop itu, diperhatikan logika berfikirnya.
Pertanyaan rofak, nasob, dan jazm itu hanya layak untuk kita berikan kepada fiil yang mu'rob. Kalau fiil itu mabni, fiil madi, gak boleh ditanya ini rofak, nasob, atau jazm. Fiil amar, itu tidak boleh ditanya ini rofak, nasob, atau jazm. Karena ini fiilnya mabni, ada dan tidak adanya amil itu tidak berpengaruh pada status fiil itu.
pertanyaan rofak nasob dan jazm hanya boleh diberikan kepada fiil mudare yang mu'rab berarti fiil mudare yang tidak bertemu dengan nun taukit dan nun nis begitu karena astaginu adalah fiil mudare mu'rab karena tidak bertemu dengan nun taukit dan nun nis wakan begitu maka pertanyaan selanjutnya apakah ini dibaca rofak nasob apa jazm begitu kalau seandainya ini dianggap tidak diatofkan keatasnya misalnya Kira-kira ini dibaca apa? Dibaca rofah. Fi'il mudhore itu kalau seandainya tidak dimasuki oleh Amil Nasob dan Amil Jazem atau disebut sebagai Tajarud Anin Nawasibi wal Jawazim, maka berhukum rofah.
Tanda rofah untuk fi'il mudhore itu dua. Begitu kan? Ya? Maka ini adalah dibaca rofah.
Tanda rofah untuk fi'il mudhore itu dua. Kadang-kadang dengan menggunakan domah. Kadang-kadang dengan menggunakan subutun nun. Kapan dengan menggunakan domah?
Apabila bukan af'alul khamsah Sederhananya begitu Kapan dengan menggunakan thubutunun? Apabila berupa af'alul khamsah Sederhananya begitu Kebetulan asta'inu itu adalah bukan af'alul khamsah Inilah alasan kenapa kok tanda rovaknya dengan menggunakan dhamma. Kalau seandainya dengan menggunakan, apa namanya, merupakan al-af'alul khamsah, maka tanda rovaknya tidak lagi dengan menggunakan dhamma, tapi dengan menggunakan subutun nun.
Gitu. Ya, itu semacam itu. Masih tentang astaginu kita urai lagi Ya, tadi Kenapa kok kemudian dibaca astaginu, tidak astagina, tidak astagin Kenapa kok kemudian dibaca bammah disitu Lebih disebabkan karena astaginu kita yakini adalah merupakan fiil mudara mu'rab Dan kebetulan Begitu. Selanjutnya sekarang, tentang asta'inu, yang merupakan fiil ma'lum, karena kebetulan tidak diikutkan pada kaedah majuhul. Asta'inu, itu adalah merupakan fiil ma'lum.
Gitu. Asta'inu itu adalah merupakan fiil ma'lum. Ditutup itu.
Ya. Asta'inu adalah merupakan fiil ma'lum. Kenapa kok fiil ma'lum? Karena cara bacanya tidak diikutkan pada kaedah majuhul.
Diperhatikan. Dari sisi tulisan, karena kebetulan astaginu merupakan fiil ajwaf, itu pasti ada bedanya antara bahwa ini adalah maklum dengan ini adalah majhul. Perhatikan, tulisan kadang-kadang juga beda.
Ya, ini apa bacaannya? Mesti yakuluh. Apa ini?
Ma'lum. Karena tulisannya begini. Kalau majhul, tulisannya beda. Yukol. Ini apa ini?
Statusnya? Ajuwak. Begitu.
Ya? Bacaannya. Ini satu bacaan. Ya bi'u Karena kalau seandainya majuhul tulisannya agak gitu Yu ba'u Saya ikutkan Secara umum Pe, maklum, dan majuhul itu tergantung Bagaimana kita melafatkan Ini mau dibaca apa?
Silahkan Mau dibaca yak tubuh? Silahkan Yak tubuh? Silahkan Mau dibaca yuk tabuh? Juga silahkan Yuk tabu juga silahkan Kalau yang tubuh berat Karena cara bacanya tidak diikutkan pada kaedah Duma awal huwa futih hama qabla lakhir Kalau seandainya yuktabu itu berarti majul Karena cara bacanya diikutkan pada kaedah Duma awal huwa futih hama qabla lakhir Ini secara umum apabila Bina yang kita hadapi itu bukan ajwaf Apabila bina yang kita hadapi itu bukan Termasuk dalam kategori mahmuz Kalau mahmuz seringkali ini Beda cara penulisannya Yasta'inu itu pasti maklum Karena kalau seandainya majuhul Tulisannya akan Ini Yasta'inu Begini Kalau majuhul Yusta'anu Berhatikan Jadi maklum dan majhul secara tulisan untuk mahmus dan ajwaf seringkali berbeda. Ini maklum apa majhul?
Pasti maklum. Kalau majhul? Ya ini. Gila.
Ya. Ini maklum. Majhul. Maklum ini.
Ya kan? Kalau majhul? Simak.
Itu semacam itu. Jadi, pemakluman dan pemajuhulan secara umum tergantung bagaimana melafatkan. Tapi kalau dalam konteks ajwaf dan mahmus, itu tulisan antara maklum dan majuhul itu pasti berbeda.
Astaginu tulisannya seperti ini, ini mesti maklum. Ya. Karena maklum konsekuensinya dia butuh fa'il.
Fa'ilnya adalah lafat ana yang wajib tersimpan dalam konteks ini. Mustatir wujubat. Di dalam lafat astaginu ada lafat ana yang tersimpan di dalamnya. Yang itu sifatnya wa wajib. bareng-bareng, kapan?
sebuah kalimat fi'il itu pasti menyimpan domir wa min domir irraf ima yastatiru kaf al'uwa fikna utabid iltashkuru ya Astagfirullahaladzim Termasuk dalam kategori fiil Yang disitu dipastikan menyimpan domir anak Tidak mungkin tidak Mustatirnya disitu adalah wujudan Ya Apa mustatir wujuban itu Ustadz? Apa mustatir jawazan itu Ustadz? Kalau seandainya kita lihat di dalam referensi-referensi yang ada, definisi dari mustatir wujuban itu adalah ma la ya hullu ma hal'u adzahiru.
Jadi, wajibul istitar. maksudnya definisinya adalah ma la ya hullu ma halahu al-zahiru ja'izu istighfar mustatir jawazan jawazan adalah ma ya hullu ma hallahu ma ya hullu ma hallahu al-zahir gitu mustatir wujudan adalah domir yang posisinya tidak memungkinkan digantikan oleh isim zahir Posisinya tidak memungkinkan digantikan, ditempati oleh isim dhahir. Tapi kalau ja'izul istitar itu adalah ma ya'hullu ma'allahu al-dhahir.
Domir yang posisinya memungkinkan digantikan oleh isim dhahir. Dan wajibul istitar itu letaknya pada empat tempat. Amar mufrat, fi'il mudarek dengan menggunakan hamzah mudara'ah, fi'il mudarek dengan menggunakan nun mudara'ah, fi'il mudarek dengan menggunakan ta' mudara'ah, yang memiliki fungsi mukhatab.
Kalau seandainya saya contohkan misalnya, apa namanya? Ad-da'u ilallah, ini Al-Quran, Ad-da'u ilallahi, Ala basiratin Ala basiratin Ana Wamanit taba'ani Perhatikan disini Ad-da'u adalah Fi'il mudara dengan menggunakan hamzah mudara'ah Disini adalah fad'ana Ya Meskipun disini ada ana yang ditampakkan, tapi yang menjadi fail dari ada'u, tetap ana yang tersimpan di dalam lafad ada'u. Tetap ada'u dianggap mengandung domir ana. Tidak bisa digantikan posisinya oleh ana yang didohirkan.
Ma la ya'hullu ma'allahu abdohiru. Ya. Uskun anta wazawujukal jannata Di dalam lafad uskun, nah ini adalah merupakan fiil ammar ada anta Tapi setelah itu ada anta Kalau seandainya ditanya, kira-kira mana fail dari uskun? Fail dari uskun apakah anta yang tampak ini?
Bukan! Fail dari uskun adalah anta yang tersimpan Posisi tersimpan di sini tidak bisa digantikan oleh sesuatu yang tampak Maka, Hullu mahal lahu abduhu Sesuatu yang posisinya tidak memungkinkan digantikan oleh sesuatu yang tampak Atau isim dohir misalnya wa imma anna kuna nahnu al mulqin ucapannya para penyihir fir'on wa imma anna sampai dulu yang melempar apa namanya ular atau saya dulu misalnya begitu ya kan nahnu disini Kalau seandainya kita tahu bahwa nakunu ini adalah merupakan fiil mudara, kana yakunu, kana akunu, kana takunu, kana nakunu. Di dalam nakunu ada nahnu. Kalau seandainya ditanya, isim dari nakunu ini nahnu ini, apa nahnu yang muncul ini?
Nah kuno disini isimnya kana disini adalah nahnu yang tersimpan, yang wajib tersimpan di dalamnya. Nahnu yang ada disini itu hanya sekedar taukit. Anta yang ada disini hanya sekedar taukit.
Ana yang ada disini hanya sekedar taukit. Bukan menjadi fail, bukan menjadi fail, bukan menjadi isim. Ma la ya hullu ma hallahu al-zahiru Sesuatu yang posisinya tidak memungkinkan untuk digantikan dengan isim zahir atau sesuatu yang tampak. Ini mesti tersimpan, mesti tidak tampak. Ma kunta ta'lamuha anta Di dalam ta'lamu itu ada dhamir anta.
Kalau seandainya ditanya, fa'il dari ta'lamu itu mana? Fa'il yang dari ta'lamu itu adalah anta yang tersimpan di dalam lafat ta'lamu. Loh anta yang ada di sini yang tampak itu?
Ini tidak lain, hanya sekedar tahu. Apa yang dimaksud dengan domir mustatir wujuban itu? Ma la ya hullu ma hallahu al-zahiru.
Sesuatu yang posisinya tidak memungkinkan digantikan oleh sesuatu yang tampak atau isim zahir. Sehingga ana disini, anta disini, nahnu disini, anta disini, tidak lain. Hanya sekedar taukit, sedangkan yang menjadi failnya adalah ana yang tersimpan di dalam lapat ada'u. Anta yang tersimpan di dalam lafat uskun, Nahnu yang tersimpan di dalam lafat nakunu, Anta yang tersimpan di dalam ta'alamu. Inilah yang kemudian menjadi maksud dari baik nazam al-fiya bareng-bareng.
Kesimpulannya apa? Di dalam astaginu ada domir ana yang wajib tersimpan. Kenapa kok wajib tersimpan domir ana di situ? Karena astaginu adalah menggunakan fi'ir mudah.
menggunakan hamzah muda mudara'ah setiap fiil mudare' dengan menggunakan hamzah mudara'ah pasti failnya berupa ana yang wajib tersimpan di dalamnya setiap fiil mudare' yang dengan menggunakan non mudara'ah pasti failnya berupa Bami'r nahnu yang tersimpan di dalamnya. Setiap fiil amar mufrat, itu pasti failnya adalah anta yang tersimpan di dalamnya. Setiap fiil mudhorek dengan menggunakan ta' mudhore'ah yang memiliki fungsi mukhotab, itu pasti failnya adalah anta yang tersimpan di dalamnya.
Kesimpulannya seperti itu. Selanjutnya astaginu itu adalah merupakan fiilmu ta'addi karena demikian dia butuh maf'ulun bihi. Mana maf'ul bihnya Allah yang karena lafad Allah tidak boleh secara etika kita sebut sebagai maf'ul bih.
Ini namanya mansubun alat ta'zim. Wa astaginullaha fi alfiyah. tentang astaginu satu kali lagi, tentang astaginu satu kali lagi untuk kemudian dianalisis dari aspek ikhlaq karena saya kepingin kajian ini lumayan serius sehingga teman-teman yang ada di rumah itu merasakan atmosfer pesantren Pesantren itu ya seperti itu, semuanya serba dikaji. Teman-teman yang ada di rumah, ustadz-ustadz, atau guru-guru misalnya, yang tidak memungkinkan lagi untuk mondok misalnya, itu merasakan atmosfer pesantren. Pesantren itu memang sesuatu itu dikaji secara tuntas misalnya.
Ya. Ini. Dalam konteks ajwaf yang mazid itu ada masalah.
Dari aspek iklalnya ada masalah. Kalau seandainya kita tanya misalnya, Istana itu mengikuti wazan apa? Misalnya, istana itu mengikuti wazan istaf'ala.
1, 2, 3, 4, 5, 6. 1, 2, 3, 4, 5, 6. Sudah? Istaf'ala. Istana. Rumus umum, logika umum. Logika, sehingga enak.
Logika umum, ikhlaal, itu adalah seperti ini. Ketika ada perbedaan antara wazan dan mauzun. Perbedaannya itu bisa jadi dari sisi jenis harokat beda atau dari jumlah huruf.
Ketika terdapat perbedaan antara wazan dan mauzun, ini namanya al-waznu, ini namanya al-mauzun. Ketika terjadanya ini namanya timbangan, ini yang ditimbang. Logika sederhananya adalah yang ditimbang itu harus sama persis dengan timbangannya.
Kalau seandainya terjadi perbedaan antara wazan dan mauzon, perbedaannya bisa jadi dari sisi jenis harokat. Atau juga bisa dari sisi jumlah huruf. Perhatikan, ini logika umumnya.
Logika atau nalar umum ikhlas itu begitu. Ketika terjadi perbedaan antara wazan dan mauzun, perbedaan bisa jadi dari aspek jenis harokat, bisa jadi dari jumlah huruf. Yakinlah ketika terjadi perbedaan itu, maka disitu suatu yang namanya proses ikhlas. Kita ketahui atau tidak kita ketahui.
Dari sisi jumlah huruf, 1, 2, 3, 4, 5, 6. 1, 2, 3, 4, 5, 6. Tidak ada perbedaan antara istana dengan istafa'ala. Dari sisi jenis harokat misalnya, kasroh disini, kasroh disini, sudah benar. Disini sukun, disini juga sukun, juga benar.
Disini fathah, disini fathah, juga benar. Disini sukun, fathah, sudah berbeda. Ya, ketika terjadi perbedaan antara wazan dan mauzon, baik perbedaan itu dari jenis harokat atau jumlah huruf, maka yakinlah panjenengan, jenengan ngerti prosesnya atau tidak, maka pasti disitu sudah ada yang namanya proses iklan. Saya tegaskan, nalar berpikir umumnya. Jadi, ketika terjadi perbedaan antara wazan dan mauzun, wazannya istafa'ala, mauzunnya adalah istana'ana.
Terjadi perbedaan dari sisi apa? Bisa jadi dari jenis harokat, atau bisa jadi dari sisi jumlah huruf. Yakinlah kalau seandainya misalnya, kalau seandainya misalnya yasifu itu dianggap mengikuti wazan yaf'ilu, yakinlah bahwa disini harus ada penjelasan iklan.
Karena disini 1, 2, 3, 4, 1, 2, 3. Yasifu itu cuma 3 huruf. Yaf'ilu yang merupakan wazannya itu 4 huruf. Disini pasti terjadi proses iklan.
Nalar berfikirnya adalah Ketika terjadi perbedaan antara wazan dan mauzun Wazan itu fa'ala, fa'ala, istaf'ala, dan seterusnya Itu pokok fa'ain, lanlam itu Secara umum begitu Kok terjadi perbedaan? Baik dari sisi jenis harokatnya maupun jumlah hurufnya maka yakinlah disitu pasti ada yang namanya ada penjelasan iklalnya kalau seandainya dikaitkan dengan istaf ala yang itu adalah asalnya adalah harusnya istawana karena ini berasal dari aunun kita hapus aja ya Istana itu asalnya adalah Istawana. Ini berasal dari Awnun Mujarratnya. Istawana.
Kalau Istawana sama persis dengan wazan. Karena Istafala. Kasroh-kasroh. Sukun-sukun. Fathah-fathah.
Sukun-sukun. Fathah-fathah. Fathah-fathah. Persis sama. Tapi ketika dipersisamakan, bacaannya Istakwana bermasalah.
Kenapa kok bermasalah? Wawu itu adalah merupakan, disini adalah merupakan huruf illat. Ini adalah huruf illat.
Ini adalah merupakan harful illati. dan berharokat a ini adalah harfus sahih dan ini sukun gak masuk akal ini yang berpenyakit lebih berhak mati dibandingkan yang sehat kan begitu yang berpenyakit itu lebih berhak disukun dibandingkan dengan yang sahih Kalau seandainya Istawana itu dibaca Istawana, ada masalah. Kenapa?
Wawu yang merupakan huruf ilal itu justru berharokat, Ain yang merupakan huruf sohi itu justru sukun. Ini papilal yang banyak. Karena demikian, maka ada kaedah di dalam ikhlas misalnya. إِذَا وَقْعَتِ الْوَوَّ الْيَعُ Apabila ada waw dan ia, itu jatuh aynan mutaharrikan sebagai ayn fiil yang berharokat. مِنْ أَجْوَفٍ دَرِ بِنَ أَجْوَفٍ وَكَانَ مَا قَبْلَهُمَا Sedangkan yang sebelumnya, Itu adalah sakinan sohihan.
Huruf mati dan sohih. Gimana kalau seandainya ada realitas semacam itu? Nukilat harokatuhuma ilama koblahuma. Maka harokatnya dipindah kepada sebelumnya. Maka harus terjadi perpindahan dari istawana menjadi ista'awna.
Ista'awna. Ida waka'atil wawwal ya'u a'inan mutaharrikan min ajwafin wakana ma qablahuma sakinan sholat Harokatuhuma ila maqablahuma Iza waqa'atil wawwalya'u apabila ada waw dan ya' Jatuh a'inan mutaharikatan sebagai a'in fi'il Mutaharikatan yang berharokat Min ajwafin dalam bina' ajwaf Wakanama qablahuma Sedangkan yang sebelumnya itu adalah Sakinan merupakan huruf yang Disukun sohihan dan sohih Gimana kalau seandainya ada realitas semacam itu, nukilat harokatuhuma ilama qablahuma, maka harokat keduanya waudanya itu harus dipindah kepada sebelumnya. Ada pertukaran harokat sehingga dari istawana menjadi ista'awna.
Istawana menjadi ista'awna setelah dipindah. Ista'awna. Ketika ista'auna menjadi tidak cocok lagi, kenapa?
Karena disini wawu, padahal disini harokatnya fatha, fatha itu gandengannya alif, inilah yang kemudian disebut sebagai berubah menjadi ista'ana. Pun juga demikian dengan yasta'winu, yasta'inu itu asalnya adalah yasta'winu. Sama dengan tadi, ada waw berharokat, ini adalah bina ajwaf, sedangkan sebelumnya itu adalah sukun.
Ya kan? Begitu. Maka ini ada realitas semacam ini, harus ada perpindahan harokat dari yasta'winu menjadi...
yasta'ayn yasta'ayn begitu setelah itu baru kemudian harokat ain kasroh itu harus disesuaikan dengan wawunya inilah alasan kenapa kok kemudian wawu berubah menjadi iya karena pasangannya kasroh itu adalah iya akhirnya yasta'ayn menjadi yasta'ayn wa asta'inu, sudah selesai wa asta'inu dhaha fi alfiyah idha waq'atil waw wal ya'u apabila ada waw dan ya' jatuh a'inan mutaharrikan sebagai a'in fi'il yang berharokat min ajwafin dari ajwaf dari bina ajwaf wa kana ma'a qablahuma sedangkan huruf sebelumnya itu adalah sakinan mati sohihan dan sohih nukilat harokatuhuma ila ma'a qablahuma maka harokat keduanya itu harus dipindah kepada yang sebelumnya Istawana menjadi istawna menjadi istana Yestawinu menjadi yestawinu menjadi yestainu Astainu Itu babi ilal Jadi, kalau seandainya kita mau serius Apalagi kemudian sampean kepingin ngajari orang misalnya Tidak hanya sekedar membaca, misalnya proses-proses. Begitu itu harus dihafal. Ya?
Oke, lanjutnya sekarang. Bareng-bareng. Wa astag'inullaha fi alfiya maqasidun nahwi biha makhwiya.
Lagi. Wa astag'inullaha fi alfiya maqasidun nahwi biha maqasidun nahwi biha. biha mawiyah satu kali lagi waasta'inullaha fi alfiya maqasidun nahwi biha mawiyah waasta'inu dan memohon pertolongan siapa saya siapa saya Ibnu Malik Allah akan kusti'allah fi alfiya dalam mengarang kitab alfiya maqasidu yang bermula yang bermula Maksud-maksud dari ilmu nahu biha'ai fiha' Ini tentang ma'ani huruf jar Bi jangan selalu diterjemahkan dengan memungkinkan diterjemahkan dengan yang lain diantaranya bi ma'na fi Paling sulit itu Ya Tentang ma'ani hurufil jarri itu paling sulit itu tentang makna-makna huruf jer itu memang bukan untuk pemula itu paling sulit itu tapi bukan berarti tidak tidak bisa ditundukkan yang paling penting seperti yang sering saya katakan ilmu itu berpihak pada mereka yang total totalitas itu menjadi kata kunci kalau seandainya sampai menjadi kepingin jadi ilmuwan siapapun panjangan apakah putranya kiai atau bukan putranya kiai kalau males pasti tidak pinter Itu sederhana begitu.
Tumbang sampean, kalau jadi putranya kiai kok kemudian males? Tumbang sampean. Siapa yang akan berguru kepada orang yang tidak pinter? Al-ilmu bermula ilmu adalah layu'ti tidak akan memberikan apa ilmu, ka akan kamu, bahwa akan sebagiannya ilmu, hatta tu'tia, sehingga kamu memberikan hu kepada ilmu, kun laka seluruhnya kamu.
totalitas kamu. Kata kuncinya adalah totalitas. Oleh sebab itu, saya mohon kepada teman-teman yang ada dari jauh, apalagi, ada Mas Ajit, ada Mas Iyang, ada Mas Riu, ada Mas Indra, macam-macam, dari jauh, dari Jawa Barat, dari Lampung, macam-macam itu, tolong untuk kemudian totalitas itu menjadi kata kunci. Totalitas itu menjadi kata kunci.
Gitu. Ya, makosidun nahwi biha mahwiyat. Makosid itu adalah merupakan bentuk jama' dari makosidun.
Makosidun. Bentuk jama'. Makosidun nahwi dijadikan sebagai muptadak, khobarnya mana?
Khobarnya adalah mahwiyatun. Ini juga ada bab ikhla lagi nanti. Harus kenal itu.
Apabila ada waw dan yak itu kemudian berkumpul, ada waw dan yak berkumpul jadi satu. Dan salah satu itu didahului dengan sukun. Ya apa pasan?
Ubdilatil wawu ya'an Maka wawunya harus diganti dengan Ya' Udhaghimat al ya'ul ula fithaniyati Harus hafal kaedah-kaedah semacam itu Yaudah, sampe kan masih kecil, masih belia. Nggak ada tugas yang lain, nggak ada tugas bekerja. Sampe yang dapat biasiswa dari orang tua dan seterusnya.
Sekarang tidak ada kecuali hafalan. Hafalan, hafalan, hafalan, hafalan. Apalagi musim corona di sini sampe tidak boleh keluyuran misalnya.
Hafalan, hafalan, hafalan, hafalan. Begitu, ya. Jangan kemudian sampean, apa namanya, tidak hafalan. Begitu. Nanti kita lanjutkan Maqasidun nahwi biha mahwiyah Kita sudah Wa asta'inu dhaha fi alfiyah Saya memang memiliki keinginan Apa namanya Para peserta, para pemirsa yang ada di rumah Itu mengetahui Problematika seputar ikhlas, seputar macam-macam dan seterusnya itu Sehingga memang kita dapat sedikit-sedikit gitu Tapi diupayakan pada akhirnya dengan sedikit itu ada keseriusan Oh ternyata berat ya Kalau seandainya tidak diseriusi Begitu Yakinlah bahwa yang sukses Yang sukses saya ulangi lagi Yang sukses mengantarkan peserta didik untuk bisa membaca kitab pada umumnya adalah pesantren Dan itu logis itu masuk akal Karena pesantren adalah yang serius.
Nahu termasuk dalam kategori yang sulit. Itu penting untuk kemudian ditegaskan. Kita lanjutkan besok.
Mungkin itu yang bisa saya sampaikan. Mari kita berdoa bersama-sama. Bismillahirrahmanirrahim.
Allahumma. Sakhirlana al-kutubakullaha. Allahumma.
Sakhirlana al-kutubakullaha. Allahumma sakhirlana al-kutubah kullaha Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh