Transcript for:
Taktik Penyelamatan Brahma dan Mantili

Terima kasih. Kanjang untuk mengunggah nikah. Kanjang, celaka. Celaka. Apa yang celaka? Lima orang iblis dari gunung tungkul itu semuanya tewas. Hah? Regu penyelidik menemukan mayat mereka di tepi tapal batas luar kota. Sebelah utara semuanya hangus seperti dibakar api. Hei, tahan. Lima orang iblis dari gunung tungkul itu bukan tokoh sembarangan. Tapi lima orang tokoh berilmu tinggi yang ditakuti. Tapi oleh beramah semuanya dibikin mampus. Terhadap sesamanya, maksud saya menghadapi orang-orang dari rimba persilatan, Brahma sangat berani. Tapi terhadap pasukan keraton, kelihatannya dia takut. Ah, mana bisa begitu. Buktinya, dia selalu menghindar kalau diserbuk oleh pasukan kita. Dulu di gedung penjara, Ketika dia digempur oleh dua regu pasukan keraton, dia melarikan diri. Juga tadi malam, dengan berani, tanpa takut sedikit pun, dia melayani lima orang iblis itu di atas genting pendopo agung. Tapi begitu dia tahu di sekitar pendopo agung, telah siaga. Tiap regu pasukan keraton, wajahnya langsung berubah. Nampak gugup dan panik. Selanjutnya Kanjeng tahu sendiri. Dia mengeluarkan asap hitam, lalu kabur. Pikiranmu mungkin benar, dan mungkin juga tidak. Maksud Kanjeng? Dia mungkin tidak takut pada pasukan keraton, tapi tidak mau bentrok sebab dia datang ke sini bukan untuk tujuan perang, untuk merebut kekuasaan, melainkan urusan pribadi, membebaskan kedua orang tuanya yang dipenjara. Kalau begitu, untung kita, kerahkan terus pasukan keraton. Karena Brahma tidak mau bentrok dengan pasukan keraton, maka usahanya untuk membebaskan kedua orang tuanya terhambat terus dan gagal. Iya, aku akan membuat permohonan. untuk menambah jumlah kekuatan pasukan bagus, saya sangat setuju Hai kenapa berhenti tanda bukankah kita sudah sampai di wilayah kerajaan kuntala nanti aku tahu sebab aku pun sudah melihat kapurat tapal batas di bawah sana kita sudah harus ganti pakaian sebab kita berdua sudah terlalu dikenal oleh orang-orang kuntala terutama di kalangan orang-orang yang terdapat aku setuju nah Ini pakaian untukmu, dan ini untukku. Lalu, pedang bagaimana? Semua senjata. Pedang, pisau, trisula, dimasukkan ke kantong. Senjata rahasia tidak usah kan? Ya, paku-paku besi itu sih bisa diselipkan di dalam baju. Untung kita membawa pakaian jelek-jelek. Jadi sudah siap untuk menyamar. Aku ke sana dulu. Mau kemana? Mau salin. Ganti pakaian di sini saja. Oh, enak saja. Kenapa? Kalau cuma ganti sarung sih tidak apa-apa, bisa di sini. Tapi pakaianku yang ini kan harus dibuka semuanya. Ya buka sahajalah. Diganti dengan pakaian gembel itu. Bukan tiba-tiba saja bersembunyi di balik semak-semak. Malu ya? Aku sih tidak apa-apa membuka pakaian di depanmu. Ya sudah buka. Tapi ya, kasihan kamu. Kok? Kok kasihan? Nanti tidak tahan. Kita sudah sampai di tembok benteng antar bagian timur. Untung kita ini pernah jadi orang dalam. Sehingga tahu bagian mana dari benteng keraton yang penjagaannya paling lemah. Mantili, aku dulu yang melompati tembok benteng itu. Untuk memancing apakah di dalam sana ada penjaga atau tidak. Iya, hati-hati. Beres. Sebentar ya. Suanyi! Apa? Tidak ada penjaga. Cepatlah kau naik. Iya. Nah, itu gedung penjara. Bagus. Hanya ada dua orang penjaga di muka pintu gedung penjara itu. Kita totok jalan darahnya, supaya tidak menimbulkan suara gaduh. Iya. Beres. Dua orang penjaga ini sudah lumpuh. Tapi, mereka tidak pegang kunci. Halah gampang. Kembok itu dicungkil saja pakai trisula. Iya. Beres, Mami. Cepat, buka. Oh, berhemat tidur ini Bikin orang tidur bisa bangun Oh, kosong. Iya. Oh, kenapa penjara ini kosong? Lompong. Kamar-kamar sel yang berjejer itu tidak ada isinya. Semuanya kosong. Padahal penjara ini penjara terbesar di Kraton. Seharusnya tiap kamar sel penuh. Penuh dengan orang tahanan. Tapi ini kok... Mungkin semua tahanan dipindahkan. Untuk apa dipindahkan? Karena untuk ditempati ayah dan ibuku. Hah, di mana ayah dan ibumu dikurung. Semuanya kosong. Ya, di kamar rahasia barangkali. Hah. Ketika aku jadi penjabat di keraton ini, aku sering mengunjungi penjara ini. Dan setauku, tidak ada kamar rahasia yang ada hanya 20 buah kamar sel berderep di sebelah kiri. 10 kamar dan di kanan juga 10 kamar. Nah, kau lihat sendiri. Ke 20 kamar sel itu kosong. Hahaha. Apa kabar, Mantili dan Raden Samba? Lupanya kau belum mampus, Kendala. Sengaja aku tidak mati dulu, sebab ingin meringkus kalian berdua di sini. Pejebak, kau menjebak kami rupanya. Dulu pemimpin kalian juga terkecoh. Dikira di penjara ini bapak dan ibunya dikurung. Tapi tidak, sekarang kalian juga sama memasuki gedung penjara ini. Tapi tunggung-menggung Arda Lepa dan istrinya tidak ada, bukan? Iya, jadi kakang Brahma sudah ke sini? Iya, tapi dia licin. Berhasil meloloskan diri. Tapi sekarang kalian berdua jangan harap bisa keluar hidup-hidup dari... di sini kendala sudah jangan banyak omong di mana tuh menggung Arda lepas dan istrinya dikurung setelah leher kalian putus baru nanti aku beritahu bangsa jahat Hai mudur-mudur Hai Ya Allah! Setan, rupanya kalian benar-benar anjiwa. Kalian tidak akan bisa keluar dari gedung penjara ini. Gilbur terus! Mantili, bertahan dulu mantili. Mau main-main. Iya! Hilang, kaget tambah, urus-urus. Hah? Hilang? Dan sama kemana? Kok tiba-tiba tidak ada? Kelihatannya tadi dia masuk ke dalam tanah. Ah, tidak mungkin. Mana ada manusia bisa ngurus bumi. Kendala! Meskipun kau tutup semua pintu dan jendela, dan kami dikepung dengan rapat, tapi kami tetap bisa lolos dengan cara mengurus bumi. Masuk ke dalam tanah! Jangan berikan kesempatan perempuan itu masuk ke dalam tanah! Serangku! Hah? Seorang anggota pasukan keraton tiba-tiba takinya melesak ke dalam tanah? Hah? Satu persatu pasukan kuamblas ke dalam tanah? Seperti ada yang membetot dari dalam tanah? lihat kendala anak buah bersatu-bersatu diperlakukan oleh adil sambar mereka hidup-hidup Karena takut akan kesakian Raden Samba dan Mantili, Senopati Kendala dan pasukannya melarikan dirinya. Tadi malam aku dengar ada keributan di gedung penjara. Pasukan keraton bertarung dengan dua orang asing. Dua orang asing itu pasti Mantili dan Raden Samba. Iya, sebab siapa lagi? Malam-malam menyatroni gedung penjara, dan untuk apa? Kalau bukan ke tujuan istimewa, kalau begitu mereka juga berada di sini. Sebenarnya aku lebih suka bekerja sendiri, tapi aku tidak bisa menyalahkan Manpili. Sebab itu mengunggah Arda Lepah, ayah kandungnya. Yang tentunya dia marah sekali mendengar ayahnya di penjara. Kalau Raden Samba bisa dimengerti, kenapa dia juga ke sini. Sebab tentu diajak oleh Manpili, karena mereka berdua tidak bisa dipisahkan. Aku tahu, apakah dia juga kesini? Mudah-mudahan tidak. Itu dia, di bawah dataran yang luas itu, terhampar kerajaan Guntala. Ya, mudah-mudahan Pramadan Mantili serta Raden Samba sudah pulang sampai di sini. Bedebah, ada serangan gelap. Sebuah pedang meluncur ke leherku. Untung aku bisa menangkapnya Hei! Keluar! Jangan cuma bisa menyerang sambil bersembunyi Keluar! Gua tau ah Hah? Brahma? Kenapa kau ada disini? Aku mencemaskan keselamatannya. Kau tidak percaya padaku? Bukan begitu, Bram. Tapi yang namanya masuk ke tenang macang. Lalu kerajaan kita bagaimana? Aku serahkan kepada Mangkubuni Gajah Depa. Dia mampu memimpin kerajaan dan rakyat menghormatinya. Maaf, Bram. Bukannya aku tidak patuh terhadap perintahmu. Tapi aku tidak mau sahabat sejatiku menemui kesulitan di negeri orang. Iya, apa boleh buat? Kau sudah ada di sini. Masa aku harus menyuruh kau kembali ke Madangkara? Nah, bantuanmu aku terima. Terima kasih, Tuhan. Mari, kita berangkat. Tidak bisa aku tawa. Tidak bisa? Aku jelas bisa, karena aku berpakaian gembel. Tapi kau, kau berpakaian mewah seperti itu. Penampilanmu pasti akan menarik perhatian orang. Sebab kau nampak sebagai seorang bangsawan, berpakaian mahal, menunggang kuda putih yang bersih, dengan memakai pelana yang mahal. Ah, aku tergesa-gesa, sehingga tidak sempat ganti pakaian dengan pakaian biasa. Gampang. Aku punya kenalan seorang petani. Kudamu bisa dititipkan pada dia. Dan kau akan mendapat pakaian petani yang sederhana. Ah, bagus. Mari kita pergi ke rumah petani itu. Hai itu tembok benteng kereta enteng tembok setinggi itu sih kali lompat beres aku dulu yang lompati tembok benteng itu untuk memancing Apakah dibalik benteng itu ada penjaga atau tidak iya hai hai bagaimana aman bagus kita sudah berada di dalam keraton kau hafal beluk-beluk di dalam kompleks katon ini beres suara itu seperti pertarungan Iya benar hai hai Pada pertarungan, suaranya di sebelah sana. Ayo kita lihat, ayo. Lewat atas. Kita bergerak di atap-atap rumah, supaya lebih jelas melihat ke sekeliling. Iya. Ketika Brahma dan Gotawa tiba di rumah Tumenggung Raksa, mereka dikejutkan oleh pertarungan yang seru di sisi sebelah kiri dari bangunan gedung. Setelah mereka dekati, ternyata Mantili dan Samba yang bertarung melawan tiga tokoh dari Rimba Persilatan dan sejumlah prajurit keraton. Segera Brahma dan Gotawa turun membantu mereka. Bantuan Tiri dan Raden Samba menghadapi tiba-tiba pokok jemaat di Durcana. Aku akan mengacaukan pasukan beratnya. Siapa? Kau tahu? Kau tahu berapa? Tiri, Raden! Kalian akan dibantu Gotawa menghadapi tiga orang siruman sungai Tambarakan itu. Aku sendiri akan main-main dengan pasukan keraton itu. Terima kasih, Rakan Brahma. Hei, setan! Pasti ingat sama aku, enggak? Hah? Kau? Kau jikus busuk pengacau sungai Tambarakan? Jangan pengacau itu kalian. Kalian! bertiga tiga cemeter ayo kita teruskan urusan kita yang belum-belum selesai ah berdebah apa hubunganmu dengan pemberontak itu? karena akulah pemberontak hahahaha ah bangsat hiiii kades kau hadapi cemeter kedua mantili kau hadapi cemeter ketiga Aku akan hajar si cemeti kesanmu Siaga Sekarang kalian tidak bisa main proyek lagi Tiga lawan tiga Kepalanya sendiri, enggak, jadi kepalanya pecah, karena aku pukul. Jemaat tiga satu, lihat, temanmu di jemaat tiga tiga sudah mampu. Jahat, Em, kau harus menerima. balasannya sendiri kenapa sih cemati ketiga diberikan padaku tentu saja dalam waktu sebentar dia sudah mampus hahaha sekarang kau tinggal berdua bentar lagi juga kau akan sendiri pasti mati ayo mati lewat bikin mampus cemati kedua jadi tidak punya lawan ini lebih baik aku bagi makan berat ia Hai mantili bisa mengatasi lawannya dengan mudahkan begitu kita harus bekerja cepat sebab pasukan kelihatan semakin banyak dia menopo agung itu sudah siap ratusan bala tentara ia pun untuk menggembur kita Oh iya benar tempatnya kau bantu mantili Dua orang cemeti setan itu harus cepat-cepat dibungkam. Baru kita leluasa menghadapi basukan keraton. Baik, kakang. Kakang Brahma. Nanti aku terangkan sebabnya. Sekarang cepat bikin bungkam si cemeti kedua ini. Si cemeti kedua sudah mampus. Sekarang hanya tinggal satu. Si Cemeti ke-1 Si Cemeti ke-2 sudah mampus Ayo, kau mau apa Cemeti ke-1? Apa berdebah? Kalian akan tahu balasannya nanti Mau kemana? Bereskan si Cemeti ke-1 itu disuruh oleh kakang Brahma sebab tugas lain yang lebih berat menunggu jadi si cemerti ke satu ini tidak berat? ya cukup lumayan lah kasihan kau cemerti ke satu di wilayah perairan sungai tambarakan dan sekitarnya namamu sangat terkenal menjadi penguasa yang berat tapi di hadapan kedua anak muda itu Kau tahu banyak seperti seekor cacu tanah yang tak ada artinya sama sekali. Bedebah! Kalian semuanya harus mati! Dia sudah mati sekarang. Jagoan di sungai, matinya di darat. Raja perompak yang paling ditakuti. Sudah tamat. Ayo, kita bantu Pak Tenggerama. Iya, kasihan dia. Sendirian menghadapi ratusan orang. Ayo, ayo! Hiya! Berhenti! Apa berhenti? Hati-hati. Mungkin mereka akan ganti siasat. Hai, orang-orang Madangkara! Menyerahlah! Bercuma saja kalian melawan kami. Kalian tidak mungkin bisa lolos. Kalian sudah dikepung. Mereka bagaikan semut. Bercuba-cuba. Inilah saatnya untuk mengadu jiwa. Sabar. Tenang. Kita harus melihat kenyataan. Keadaan kita sudah kritis. Lihat. Di depan kita berderet pasukan panah, di sebelah kiri berderet pasukan tombak, di sebelah kanan berderet pasukan pedang, dan di belakang kita, sudah siap ribuan pasukan berkuda, siap untuk mengkilas kita. Iya, benar. Bagaimanapun gagah beraninya kita. Tidak mungkin bisa menahan kempuran angkatan perang kerajaan Kuntala yang dikerahkan habis-habisan malam ini untuk memperencah kita. Aku tidak takut. Kau tahu, kau memang pemberani, tapi kami juga tidak gentar. Namun harus pakai perhitungan, jangan main hantam begitu saja. Kenapa aku jadi seperti prajurit yang baru belajar perang? Gampang marah. Maaf, Brahma. Aku lupa. Kenapa tidak pakai taktik Krilia? Syukurlah, Kutawa. Pikiranmu sudah jernih kembali. Dan memang tepat. Kita harus pakai taktik Krilia. Bagaimana caranya, kakak Brahma? Menyebar. Menyebar? Iya. Dan suatu keuntungan bagi kita. Sekarang malam hari. Pemandangan yang gelap akan membantu kita. Kita bertempur sendiri-sendiri, berpencar. Tapi jangan di bawah, melainkan di atas kinting. Bertempur sambil lari mundur ke arah tembok benteng. Bagus, meskipun bala tentara kerajaan Kuntala itu dahsyat, tapi aku yakin, hanya sebagian kecil saja yang sanggup bertempur di atap-atap rumah. Nah, siap semuanya. Siaga! Hei, kemunggung Gardika! Rupanya tawaranmu untuk menyerah, kali ini terpaksa kami tolak. Baik, kalian kali mati sendiri. jadi tidak dan berpindah-pindah sementara pertempuran berlangsung di luar pendopo Brahma Kumbhara sang jagoan kita dengan keahliannya Menyusup, langsung ke tempat kediaman Tumenggung Raksa. Raksa, siapa kau? Pandang wajahku baik-baik. Brahma? Iya, aku Brahma, putra Tumenggung Ardalepa. Mau apa kau? Mau apa? Kau masih tanya. Mestinya kau sudah tahu kenapa aku datang padamu. Kau cuma anak diri. Kenapa kau susah payah merepotkan dirimu sendiri? Betapa rendahnya ahlakmu, Tumenggung Raksa. Bagiku anak tiri atau anak kandung adalah sama. Apalagi ibu kandungku ikut di penjara. Gusti Ayudewi Kayatri, istri Tumenggung Ardalepa. Jangan salah paham, Brahma. Kedua orang tuamu tidak di penjara. Terserah kau mau pakai istilah apa. Di penjara, di bui, di kurung, di sekap, dan sebagainya. Yang jelas kedua orang tuaku tidak diberi kebebasan. Bukan hanya aku sendiri yang memutuskan untuk menyekap ayahmu. Tapi itu sudah merupakan keputusan Mahkamah Agung. Mau keputusan Mahkamah Agung, mau keputusan Sri Baginda Maharaja Kuntala, terserah. Yang aku inginkan kau menunjukkan di mana ayahku disekap. Hal itu harus dirapatkan dulu, di dalam sidang Mahkamah Agung. Tidak perlu resmi-resmian, sebab aku datang saat ini juga tidak resmi. Kau tidak bisa memaksakan kendakmu. Lehermu jaminannya. Pemperon kita! Lepaskan, lepaskan leherku. Aku patahkan patang lehermu ini. Katakan, di mana itu menggung ada lepadit sekap? Di rumah kuning. Di rumah kuning? Iya. Rupanya kau bisa juga main jurus. Berontak. Sebenarnya saat ini aku ingin sekali memecahkan kepalamu. Tapi perlu dihidupkan lebih lama lagi. Nanti akan datang saatnya aku membunuhmu. Selamat tinggal, Raksa. Hmm, akhirnya aku bisa meloloskan diri dari kepungan pakat. Tidak salah lagi, inilah dataran beringin kembar yang ditunjuk kakang Brahma sebagai tempat berkumpul. Nah, ada yang datang? Kalau tidak kakang Brahma, tentu Raden Samba atau Gotawa. Oh, manti ini. Kau ini bercanda melulu. Mana yang lain? Baru kita berdua. Oh iya? Iya. Hah, ada yang datang. Kalau bukan kakang Brahma pasti gue tawa. Kalian ini bikin kaget saja. Mana Brahma? Belum muncul. Paling sebentar lagi datang. Ah, tapi... Benar ini dataran beringin kembar? Betul, itu pohon beringinnya. Ada dua kembar. Iya, tempat inilah yang ditunjuk oleh Brahma. Sebagai tempat kita berkumpul. Kita saja yang tingkatannya di bawah kakang Brahma bisa meloloskan diri. Apalagi dia, pasti lebih dari bisa. Kalaupun belum muncul, mungkin ada acara lain. Acara lain? Ya, barangkali ke rumah. Tumenggung Raksa Tumenggung Raksa? Iya Tapi ini hanya perkiraan saya saja Kakang Brahma mempergunakan kesempatan dalam kesempitan Iya Perkiraan Raden benar Di saat semuanya sibuk Mencurahkan perhatian kepada pertempuran Rama menyelinap ke rumah Tumenggung Raksa. Wah, bahaya. Rumah Tumenggung Raksa dijaga ketat. Kau tahu? Pasti. Sebab dia merupakan tokoh penting dalam kasus ini. Buktinya kemarin. Waktu kita menyatroni rumahnya, kita dihadang beberapa orang tokoh sakti. Hmm, ayo. Kita kembali lagi ke Kraton. Jangan. Kenapa? Bahaya. Dan lagi pula hal itu belum tentu. Itu kan cuma perkiraan kita saja. Tunggu saja dulu barang beberapa saat. Ya, baiklah. Wah, sudah lama sekali kita menunggu, tapi kakang Brahma belum muncul juga. Hah, iya ya. Bagaimana ini? Kita kembali ke keraton. Selamat satu, selamat semua. Mati satu, mati semua. Jangan! Nah, itu kakang Brahma. Ramah. Ramah. Ramah. Maaf. Aku terlambat. Kemana saja sih, kakak? Bikin cemas saja. Seperti yang diperkirakan oleh Raden Samba. Iya. Aku ke rumah pemunggung raksa. Berhasil? Berhasil. Kakak berhasil bertemu dengan dia? Iya. Rumahnya memang dijaga ketat oleh beberapa orang prajurit pilihan. Tapi cukup mudah bagiku membuka mereka. Lalu, apa katanya? Di mana Ramah ada di penjara? Di Rumah Kuning Rumah Kuning? Rumah Kuning? Iya, tadinya Tumunggung Raksa tidak mau bicara Tapi setelah lehernya aku pelintir, maka dia mau bicara Katanya Ramandatu Tumunggung Arda Lepa dengan Ibu Ndaga Yatri disekap di Rumah Kuning Ayo kita ke sana Sabar Mantili, sabar Jangan gegabah, semuanya harus diperhitungkan dengan matang Mantili Rumah Kuning itu apa sih? Rumah Kuning adalah makam Raja-Raja Hah? Makam? Kuburan? Iya Rumah Kuning Di belakang istana ada sebuah area cukup luas. Tempat keluarga raja dimakamkan. Dan di tengahnya ada sebuah rumah kecil. Warnanya seluruhnya kuning. Itulah yang bernama rumah kuning. Gunanya untuk apa rumah kuning itu? Untuk tempat tinggal para penjaga makam. Sialan. Ayah dan ibuku disekap di tengah-tengah kuburan. Hal itu untuk mengelabui semua orang. Termasuk kita. Kalau begitu, tunggu apa lagi? Bukan kejadian. Jangan sekarang kita sudah tahu tempatnya. Jangan sekarang. Sebab saat ini keraton sedang dijaga benar-benar dengan kekuatan yang hebat. Lalu bagaimana kakak? Rumah kuning itu. Biarkan saja dulu. Sebab selain pas diri jaga ketat, ada kemungkinan besar sudah dipindahkan. Maksudku, Tumenggung Ardalepa dan istrinya sudah dipindahkan dari situ. Sebab sudah diketahui oleh kita. Dugaanmu betul, Kutawa. Kemudian, ini kalau menurut aku. Kita membuat teror. Pusat kota kerajaan Kuntala ini kita buat tidak aman. Persis waktu kita dulu mengacaukan pusat kota kerajaan Padangkara. Saya setuju, kita bakar tempat-tempat penting buat huru hara dimana-mana. Kita pancing pasukan keraton agar keluar dari keraton. Nah, dengan begitu agak mudah bagi kita untuk menyusup ke dalam keraton. Itu bisa saja dilakukan, tapi yang pokok kemana Tumenggung Arda Lepa dipindahkan. Kalau sudah tahu, dengan mudah kita menuju sasaran. Tapi, kau kan tidak tahu. Masa kita harus mengobrak hampir keraton? Tidak mungkin kan? Culik saja si Tumenggung Raksa. Tumenggung Raksa bukan anak kecil, Mantili. Setelah kejadian, dia dapat disatroni oleh kakang Brahma. Pasti dia tidak akan mau lagi tinggal di rumahnya, tapi bersembunyi di suatu tempat. Wah, jadi semakin susah urusan ini. Ah, aku punya akal. Bagaimana kakak? Aku harus cepatnya ke rumah kuning, sebelum mereka sempat memindahkan Ramanda dan Ibunda. Aku akan masuk ke dalam keraton dengan jalan menyamar menjadi seorang prajurit keraton. Iya, benar. Kau bisa membeku seorang prajurit keraton. Lalu pakainya dilucuti. Kemudian kau pakai. Iya. Cukup banyak regu-regu pasukan keraton yang sering melakukan patroli sampai ketapa batas. Nah, aku akan membekuk salah satu di antaranya. Nah, itu dia. Mana? Itu, masih jauh. Oh, iya, benar. Beberapa orang prajurit keraton sedang melakukan patroli dengan menunggang kuda. Biarkan mereka lebih dekat. Iya. Enteng, cuma 10 orang. Sergap sekaligus. Siada! Kurusnya sama dengan kakang. Iya. Nah, para pengacau itu membuat ruara lagi. Cepat kirim bala tentara. Jumlahnya dilipat gandakan. Supaya tidak terjadi seperti kemarin malam. Tiga regu pasukan kita gocar-kacir. Ya, kali ini mereka tidak boleh lolos. Pasukan! Tunggu sebentar lagi, sampai semua pasukan keraton keluar, baru kita masuk ke dalam keraton. Iya. Iya. Mari kita bergerak, masuk lewat tembok benteng bagian selatan. Siaga! Keraton dalam keadaan lenggang, berarti pasukan keraton hampir seluruhnya dikerahkan ke dalam kota. Hayuk, kita ke pendopo agung. Nah, itu dia pendopo agung. awal satu rukun jaga ya mantili mantili Mati liat anakku Mati liat anakku Raden tambah, apa kabar Raden? Raden Samba Daulat Kanjang Temenggung Arda Lepah Daulat Gusti Putri Dewi Gayatri Siapa ini? Inilah Gotawa Sahabat Sejati Hamba Ramada Betapa gagahnya engkau, Satria Muda Daulat Kanjang Temenggung