Unjuk Rasa Tritura di Jakarta (10-13 Januari 1966)
Latar Belakang
Terjadi setelah tragedi Gerakan 30 September (G30S) 1965.
Pemerintahan Orde Lama di bawah Presiden Soekarno dianggap gagal setelah 21 tahun.
Gerakan mahasiswa muncul sebagai protes dengan tiga tuntutan rakyat (Tritura).
Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura)
Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI).
Perombakan Kabinet Dwikora.
Penurunan harga kebutuhan pokok.
Masalah yang Dihadapi
Masyarakat menginginkan tindakan tegas pemerintah terhadap PKI.
Ketidakstabilan sosial ekonomi yang parah; harga barang pokok naik drastis.
Kabinet Dwikora dianggap tidak mampu dan terdapat orang PKI di dalamnya.
Peristiwa Demonstrasi
Pada 10 Januari 1966, ribuan mahasiswa turun ke jalan menuju gedung Sekretariat Negara.
Demonstrasi disertai berbagai organisasi mahasiswa dan pelajar.
Tindakan pemerintah: demonstrasi dibalas dengan panser bayonet dan gas air mata.
Presiden Soekarno tidak merespon tuntutan mahasiswa.
Tuntutan Berubah
Desakan dari demonstran meningkat hingga muncul tuntutan agar Presiden Soekarno turun dari jabatan.
Pada 21 Februari 1966, Soekarno merombak kabinet, tetapi tetap ada orang-orang loyalis di dalamnya.
Bentrokan dan Pembubaran Aksi
Unjuk rasa besar kedua terjadi pada 24 Februari 1966.
Bentrokan antara mahasiswa dan Pasukan Pengawal Presiden (Cakra Birawa).
Seorang mahasiswa, Arif Rahman Hakim, tewas dalam insiden tersebut.
Presiden Soekarno membubarkan organisasi mahasiswa sebagai konsekuensi bentrokan.
Penurunan Soekarno
Tekanan dari demonstran dan Angkatan Darat semakin meningkat.
Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar), yang kemudian dimanfaatkan oleh Jenderal Soeharto.
Soeharto mengambil alih kekuasaan dan menjadi Presiden Republik Indonesia kedua.
Kesimpulan
Gerakan protes mahasiswa dan pelajar di tahun 1966 memberikan pelajaran sejarah tentang pentingnya kekuasaan untuk mengatasi krisis dan aspirasi rakyat.
Peringatan akan adanya gerakan anti-kekuasaan jika pemerintah tidak responsif.