Terus kalau pawang hujan gimana? Berarti gak bisa dijelaskan, berarti kita harus percaya Maksudnya gini lah, saya tidak dalam bisnis untuk mendikte Indonesia harus liberal atau marxist atau segala macam Inkompetensi membunuh lebih banyak orang daripada kejahatan sekalipun Oke mas Bagus Mulyadi bener kan? Betul Ada tambahan lagi gak namanya mas atau dua ke satu? Bagus Putra Mulyadi Oh berarti ada nama tengah Kukiranya kita sama gitu, aku cuma dua nama tengah Ferry Irwandi Tapi Irwandi itu nama belakang? Nama bapak memang betul Ferry itu dari besi, ferum Terus Irwandi nama bapak Bapak saya Irwan Oh iya Soalnya kemarin ada Irwan lain yang lagi rame untuk bahas PPN terus tak diskusikan.
Ya udahlah, udahlah nanti lagi aku bahas itu. Oke Mas Bagus, pertama aku penggemar berat dan aku senang ketika Mas Bagus saat beredar di Youtube Indonesia dan melihat itu sesuatu yang sangat menyenangkan sekali, sangat membahagiakan sekali. Karena selama itu ini jadi concernku Mas. Jadi aku di mentoring orang-orang yang hebat. Bu Sri Mulyani, Mas Dede gitu.
dan akademis untuk touch the grass itu adalah hal yang sulit banget karena kan kebanyakan hidup di dalam menara gading aku maaf nih, kebanyakan akademisi itu kan hidup di dalam menara gading dengan lingkungan dan cluster yang kayak gitu nah, sementara itu aku melihat mas memang benar-benar berusaha buat channel Youtube sendiri kronik.. eh kronik.. ya, kronik Endgame dan lain sebagainya beredar di beberapa podcast menjelaskan beberapa hal dan aku melihat effort yang luar biasa untuk memanusiakan bahasa-bahasa yang mas bagus berusaha keluarkan di media sosial itu kan bukan sesuatu yang mudah. Nah apa sih dorongan mas untuk melakukan ini semua padahal mas sudah jadi asisten profesor di Nottingham terus juga punya prestasi punya banyak segudang prestasi punya banyak achievement dan lain sebagainya yang kupikir mas.
tidak harus di lakukan ya sama mungkin orang-orang belum tau sih background mas Bagus itu seperti apa kurang lebih itu dulu deh ya, nomor satu permasalahan bahwa akademik itu biasanya gak mengisi ruang-ruang sosial apalagi Youtube gitu-gitu memang bukan unik hanya di Indonesia bahkan di Universitas Amerika Anggola, di UK, di Amerika mereka gak terlalu diberikan insentif untuk melakukan itu mengenai akademik karir di UK misalnya ya Di UK itu selain melakukan jenjang S1, S2, S3 sampai doktoral gitu ya Untuk punya tenor position Biasanya mereka harus melakukan karir sebagai postdoc gitu dulu Postdoc dulu beberapa tahun Jadi betul-betul pilihan karir yang sangat riskan gitu ya Dan begitu mereka dapat Nah biasanya langsung fokus melakukan riset, melakukan pengajaran Tanpa ada dorongan, insentif untuk ke Twitter kah Jadi biasanya mereka tuh hanya Di laboratorium aja Walaupun bisa ada Brian Cox Ada Sir Martin Poliakoff Di UK tuh banyak tuh kayak gitu-gitu ya David Attenborough Nah mereka itu dihargai Nah di Indonesia Ini saya perhatikan karena bukan Karena saya bergaul sama dosen-dosen Indonesia tuh banyak Dan mereka juga banyak vokal Tapi di Indonesia tuh sistemnya membuat mereka Tidak leluasa untuk melakukan hal-hal seperti ini Jadi kalau di UK Oke Mau naik pangkat kah atau mau jadi rektor, mau punya jabatan struktural, jadi di luar jenjang profesorial gitu ya. Misalnya dean atau provise chancellor. Semuanya prerogatif universitas.
Dan universitas itu walaupun dia royal charter, tapi sebenarnya private gitu kan. Jadi terserah universitasnya, kalau nggak melanggar sesuatu ya boleh-boleh aja gitu kan. Di Indonesia kan nggak begitu.
Di Indonesia sebagian besar universitas itu kan ya diatur, bahkan diatur secara mikro. Mikro oleh pemerintah. Jadi untuk leluasa berbicara itu privilege gitu. Jadi justru kalau bisa lihat akademisi Indonesia yang berbicara lantang. Itu mereka fighting the current.
Iya, iya, iya. Jadi hal-hal seperti itu. Nah saya masuk ke dalam dunia apa nih?
Maya. Dunia digital. Digital kayak gitu. Itu sebenarnya gak terlalu, bukan gak terlalu, gak sengaja. Jadi tahun 2018 kira-kira.
Saya dan 40-an, 50-an akademisi diaspora yang jauh lebih senior juga itu diundang oleh kementerian Ristek Dikti pada waktu itu namanya sebelum nomenklaturnya berubah. Untuk datang memberikan masukan buat kebijakan. Pada waktu itu diundang oleh Pak Direktur Jenderal Sumberdaya Kalau boleh sebut nama Pak Profesor Ali Gufron Mukti pada waktu itu Nah dari situlah saya tuh belum pernah kerja di Indonesia Saya lulusan S1 di Bandung memang di ITB Tapi S2, S3, post doktoral, karir akademik semuanya tuh di luar negeri Jadi tahun 2006 itu saya pergi ke luar negeri dan belum pernah kembali Dan pada waktu itu dipanggil baru mulai terbuka matanya Akan keresahan-keresahan dosen-dosen Indonesia gitu mereka yang jumlahnya sangat banyak kesulitan melakukan riset dan pada hal yang bersamaan harus melakukan diseminasi risetnya ke publik country dharma itu ya pada suatu saat yang lain harus melakukan admin yang begitu prihatin nah pada waktu itulah makanya diaspora-diaspora yang datang itu dikirim ke daerah-daerah ke Kalimantan ada yang pergi sampai ke Papua, ke Cendrawasi, segala macam, baru lihat gitu ya, bahwa dunia nggak seindah tempat-tempat kami di US, di UK gitu, bahwa di Indonesia tuh tantangan para dosen itu sangat-sangat besar.
Nah dari situlah sebenarnya kecil-kecil kita sudah mulai ngobrol sama teman-teman gitu, oh masalah ini sebenarnya riset di Indonesia tuh pendanaannya agak sedikit problematik kah, menyusahkan orang kah, jadi diseminasi publik. tentang membahas masalah-masalah ini lahir dari keresahan bersama. Saya lihat kalau mereka yang dari IPB, ITB, UGM, mohon maaf karena Indonesia kan kualitasnya jomplang-jomplang universitasnya.
Tapi dosen-dosen dari universitas 10 besar di Indonesia itu kualitasnya sebenarnya nggak sama dari segi bahkan produktivitas paper. Cuma mereka belum berada di dalam iklim yang membuat mereka punya insentif untuk mengedukasi publik. Di UK ada insentifnya, gitu loh. Di UK itu ada beberapa framework yang digunakan pemerintah untuk menilai kinerja universitas.
Reset, knowledge exchange, dan pengajaran. Jadi dosen-dosen yang misalnya mau berpunya appetite untuk mengajari pihak ketiga seperti industri atau publik, itu masuk dalam knowledge exchange. Oh masuk dalam poin dua, misalnya kita bikin channel YouTube. Terus ngejelasin ke ilmuwan kita Itu masuk ke Betul Contohnya Martin Poliakoff Itu dosen Nottingham Profesor Dia dapet warga kehormatan lah namanya Sir Martin Poliakoff Karena servisnya atau Servis dia ke Society Jadi hal-hal seperti itu Ini menarik nih Karena ini diskusiku terakhir dengan Bapakku sendiri mas Jadi Bapakku kan dosen Dosen Universitas Negeri juga Dan dosen itu kan biasanya Kalau dalam tata birokrasi Masuknya itu kan fungsi Struktur fungsional.
Jadi struktur fungsional itu jenjangkannya ditentukan sama angka kredit. Iya. Ya kan angka kredit. Yang mana bapakku baru pensiun, umur 65 tahun, jadi 30 tahun something jadi dosen hukum tata negara. Dan yang dia bentuk protes dia akhirnya kepada sistem administrasi yang ribet dan birokrasi yang ribet ini adalah dia tidak mau naik pangkat di 4A.
Udah sampai 4A aja. Karena segitu repotnya. Sementara fokus bakti dosen, maksudnya kontribusi seorang pengajar ke masyarakat itu, dia rasa itu yang lebih perlu nih ketimbang tata kelola administrasi.
Karena dia banyak ngeluhin, banyak orang-orang yang sebenarnya bahkan dia nggak ngerti apa yang dia ajarkan. Tapi dia punya privilege lebih dan dia punya posisi yang lebih karena secara administrasi dia tertib gitu. Apakah itu sinkron dengan apa yang mas bagus temukan setelah balik lagi ke Indonesia? Ini banyak faktor ya.
Nomor satu. Indonesia itu kekurangan resource. Jadi saya bisa memahami mengapa semua orang pakai sistem poin atau kredit seperti itu. Karena bayangkan Mas Ferry juga dulu birokrat pemerintah kan, tahu bahwa kita paling gampang mengakses atau menilai kinerja begitu banyaknya dosen kalau mereka punya poin sistem.
Tinggal lihat aja yang poinnya berapa, yang naik pangkat, oke centang begitu kan. Ya wajarlah, pemerintah tidak punya terlalu banyak risiko untuk menilai satu-satu dosen dari 4.000 universitas. Mana yang kekuatannya lebih ke riset Mana yang kekuatannya lebih ke pengajaran Gak ada resource gitu ya Dan Indonesia universitasnya kebanyakan 4 ribu gitu 4 ribuan gak tau saya udah Kemenak itu termasuk atau enggak Universitas di UK hanya 100 Di China hanya 2 ribuan Ini masalah klasik lah semua orang udah pada tau Bayangkan pemerintah harus menilai Kinerja dosen dari 4 ribu universitas itu Udah gak mungkin bisa Dan mereka nomor Tiga faktor yang ketiga itu diseragamkan semua Jadi tridharma itu Diaplikasikan sebagai metrik Penilaian kinerja dosen Lepas dari universitasnya itu Kuatnya di riset sajakah Atau di pengajaran sajakah Atau di bahkan diseminasi publik doang Begitu kan Jadi seperti itu Nah mereka diberikan metrik yang sama mas bro Pantes aja dosen-dosen seperti ayah Mas Ferry gitu kan Frustrasi Diberikan metrik yang sama Padahal kekuatannya bukan itu Oke Jadi gak peduli sekarang kalau di UK ya ada universitas seperti Imperial College misalnya.
jumlah muridnya itu cuma 15 ribu bahkan kurang gitu ya dibandingkan Nottingham, Manchester yang di atas 30 ribu universitasnya kekuatan imperial itu hanya riset bukan hanya riset, tapi lebih banyak di riset jadi kontrak dia tuh banyak dengan industri dari Qatar segala macem mainnya disitu dosen-dosennya didorong hunjuk melakukan riset pengajaran ya oke nomor 2 universitas-universitas seperti post 1992 universities kayak Coventry, Nottingham Trent University Itu mengajar Mengajar, riset nomor 2 Nottingham mungkin blend Di Indonesia semua dipaksakan Untuk melakukan hal itu Resource gak ada, agak sulit Untuk riset misalnya Saya bisa ada disini walaupun sekarang lagi libur semester Tapi saya punya mahasiswa PhD, saya punya Orang yang melakukan post doktoral Riset yang bekerja untuk saya Riset jalan terus Dan mereka adalah orang-orang terbaik karena orang dari seluruh dunia semuanya mau ke UK gitu. UK atau US gitu kan. Jadi saya bisa disini tapi prihatin sama dosen-dosen Indonesia itu.
Nah makanya sekarang belum kita belum ngomong ke masalah pendanaan riset. Karena riset gak mungkin cuma butuh postdoc doang. Pasti ada yang bayar duitnya.
Untuk melakukan riset misalnya. Di UK dana riset tuh jauh lebih besar. 3% dari APBN nya.
3% APBN nya juga lebih besar. Kita itu persentasenya lebih kecil. Ini dibandingkan negara ASEAN ya. 0,25 cuma mas. Iya.
Dibanding negara ASEAN pun lebih kecil. Nggak usah ngomong UK lah. Singapura aja lah yang dekat.
Atau Vietnam bahkan kita di bawah itu. Oke. Tapi kalau mau lihat.
Because the devil is in the details. Bagaimana dana riset ini dipakai. Riset Indonesia dipakai. Mohon maaf mungkin teman-teman saya nggak berani ngomong gitu ya.
Itu seperti beli barang. Procurement jadinya. Kan.
Dari LPDP misalnya Jadi riset itu dananya dipakai Seperti orang memakai beli Barang, nanti BPK terlibat Disitu segala macam Gimana nih riset duit negara udah keluar Hasilnya mana Padahal riset secara natural itu kan resikonya tinggi Waktu saya misalnya Oke saya mau detail disini Supaya orang pada tau Saya misalnya mau mengajukan proposal Untuk dihibahkan dana riset Pada waktu saya nulis proposal Sampai sampai ditentukan mendapat dana hibah itu, riset frontier sudah berubah. Tadinya saya mau riset masalah A. Dalam hitungan bulan, masalah A itu sudah tidak relevan. Saya harus berubah. Itu dalam hitungan bulan.
Jadi biasanya ada fleksibilitas dalam penggunaan anggaran untuk melakukan riset. Papernya tadinya dijanjiin satu, bisa tidak ada, atau bisa dua bahkan sekaligus. Spending dana risetnya, tadinya mau beli komputer jadi nggak jadi beli yang lain.
Hal-hal detail mikro kayak begini itu di Indonesia jadi masalah. Contoh yang agak konyol nih mas ya. Tulis di proposal dana riset LPDP saya mau riset bidang ini.
Kemudian dicek dananya dari BPK. Kemudian BPK melihat sebagai birokrat dan melihat riset sebagai procurement. Dananya udah segini kok papernya... Udah ada sebelum dihibahkan dananya Orang di UK pasti bangga Kalau begitu, berarti gue hebat dong Bingung lakuin Itu bisa jadi masalah di Indonesia Ada konsekuensi hukum Oh iya dong, mesti balikin duitnya Dosen-dosen suruh balikin duitnya Karena temuan BPK ini?
Karena temuan BPK Jadi permasalahannya disitu, riset di Indonesia Danah hibahnya, saya sih berharap sekarang karena Pak Menteri, Wakil Menteri semuanya diaspora dan akademik ya Mereka harusnya tahu persis tentang masalah seperti ini Gitu mas bro, itu belum ngomongin beli barang kah? Barang setelah 3 bulan atau setelah 3 tahun itu harus dikembalikan nilai jualnya seperti apa? Karena seharusnya pemberlakuan riset itu gak boleh Jadi kayak pengadaan barang dan jasa yang diauditnya kayak gitu Kalau kayak gitu ya kapan berkembang risetnya ya mas?
Maksudnya kayak yang namanya hilirisasi itu kan Core utamanya itu inovasi. Iya, dan riset itu salah satu elemen pendanaan dana riset itu juga honor loh. Jadi orang dapat honor. Nah di UK itu orang nggak dapat honor untuk riset ya. Jadi duitnya masuk ke universitas.
Universitas membuat projek code, kita bisa spending dari situ. Di Indonesia itu salah satu komponen dana hibah itu honor. Nah honor itu biang kerok.
Susah, nanti banyak masalah dosen-dosen itu pada waktu di audit. banyak masalah dan bukan hanya itu misalnya dia pendanaan risetnya itu per tahun jadi per tahun itu udah harus ada hasilnya Gak bisa riset kayak begitu mas Gitu ada riset yang Terutama bidangnya kalau beda-beda juga beda-beda Matematik itu secara kumulatif Jumlah papernya jauh lebih sedikit daripada biologi Apalagi theoretical physics Keluar terus dia karena Makukan experimental physics Karena dia eksperimen keluar terus Matematik papernya sedikit Jadi kalau dilihat dari jumlah paper tahun pertamanya Gak sesuai dengan apa yang dijanjikan Bisa bermasalah dia Padahal gak bisa diprediksi seperti itu Misalnya kita mau submit Paper ke jurnal yang prestigius misalnya. Kan terserah dosen yang nge-review kan.
Mau kapan dia nge-reviewnya gitu. Telat-telat juga paling diingetin seperti itu. Sangat-sangat tidak bisa diprediksi.
Nah cara kita menanggulangi sistem pendanaan riset dengan cara membeli barang itulah yang membuat dosen-dosen Indonesia pusing. Karena kalau dalam tata birokrasi pemerintah itu ya anggaran berbasis kinerja kan. Jadi itu yang jadi problem soalnya yang dihitung itu Ah. Per itemnya berapa dan dianggap Tercapai outcome-nya segitu Metode kontrolnya itu buruk sekali Memang Dan itu yang dirasakan dan bukan cuma di riset itu mas Kebetulan aku ahli pengadaan balanjanya Aku ahli expertise procurement Jadi sedikit banyak ngerti Di scoop yang lebih besar Sekalipun kita ngomong procurement-nya Secara as is lah ya Itu banyak orang yang akhirnya di penjara Bahkan gak ngambil uang Tapi di penjara karena tata-tata birokrasi hal-hal kayak gini nih.
Dan emang benar kata Mas Bagus, kalau kita mau berkembang ini harus diubah total. Pemerintah harus fokus untuk riset terutama ya. Outcome loh, bukan output. Iya, bukan output base, harusnya outcome base.
Karena riset pasti mahal, inovasi. Pasti masalah, pasti riski. Nah permasalahannya begitu, apakah riset itu sekarang penting, apakah itu termasuk komoditas, mohon maaf pakai kata komoditas, penting untuk... dijadikan investasi yang high risk high gain saya rasa penting jadi jangan memicromanage para preset di lingkup yang sangat pendek orang benar-benar discouraged seperti itu oke karena ini aku izin elaborate sedikit mas ya karena ini aku pernah ngisi orasi ilmiah di salah satu universitas jadi ini yang aku bawa ini indikator ICOR I-C-O-R ICOR terus masalah produktivitas dan lain sebagainya Emang salah satu kelemahan terbesar Indonesia Karena diversifikasi ekspor kita itu kan rendah sekali Kita masih sangat bergantung sama komoditas raw material yang volatile sekali Yang gak akan bisa diukur harganya Dan bahkan di beberapa hal itu menimbulkan banyak masalah sekali Sama sustainability ekonomi kita Nah ketika mas ngomong kayak gini aku juga sadar gak ada satupun, bahkan jangan-jangan kita ngomong konsul pemerintah ya konsul publik aja tuh belum gede loh mas karena dianggap ya ngapain sih kayak gitu kayak kita bisa bim salabim jadi gitu inovasi dan produk segala macem nah menurut mas gimana sih upaya kita supaya oke kita gak jauh-jauh deh government realize supaya publik sadar aja urgensinya apa sih yang harus kita lakukan sebenarnya Ini bisa panjang nih, saya ngomong di tataran. Gak apa-apa.
Oke ya, ini saya ngomong di tataran ini aja, filosofikal dulu gitu ya. Universitas yang tempat di mana riset itu diadakan, itu sebenarnya fungsinya apa di dalam negara? Fungsinya banyak orang mensederhanakannya menjadi penghasil tenaga kerja. Menurut saya bukan itu, tapi mencetak warga negara yang mampu berpikir.
Belajar matematik, biologi, itu di dalamnya inherent cara orang berpikir secara objektif dan... Saya angkat topi buat itu ya budaya ilmiah yang disodorkan oleh Malaka Project misalnya. Tapi itu adalah salah satu elemen warga negara yang baik bisa berpikir. Mereka bisa berpikir kritis bahkan.
Universitas bisa menjadi tempat di mana ide-ide itu diadu, bahkan yang kontroversial pun. Sekarang bukan itu yang kita lihat. Ketika ada event-event yang kontroversial di masyarakat, orang turun ke jalan. Dia nggak ke dalam ruang kelas berdebat. Dia langsung turun ke jalan.
Mahasiswanya pun langsung turun ke jalan. Itu tandanya nggak sehat. Jadi seperti itu.
Dan nomor dua, universitas harus memberikan jawaban kepada masyarakat kalau sedang menghadapi masalah praktis. Supaya masyarakat sadar. Kan tadi kan pertanyaannya, kenapa masyarakat nggak ambil bagian? Atau kenapa masyarakat belum tahu? Belum tahu.
Keduli ngapain sih riset? Karena pada waktu ada situasi krisis, universitas tidak berada di situ untuk memberikan jawaban. Tidak hadir ya Kenapa kita harus peduli Kenapa kita harus peduli Mesti pada saat dimana ada krisis Seperti pandemi Segala macam ada krisis Kenegaraan atau masalah-masalah politis Universitas harus ada disitu Berada paling depan Untuk bilang kepada masyarakat Kami ada disini Untuk memberikan kepada mereka yang tidak privileged Maksudnya privilege itu mereka yang tidak mampu buka jurnal paper, baca buku segala macam. Bahwa kami hadir di sini, kaum akademik yang meritnya tidak bisa dibeli untuk memberikan penyederhanaan bahasa-bahasa yang sulit.
Supaya teman-teman bisa berpikir, bisa mengambil tindakan. Saya nggak melihat itu ada di situ. Nah, jadi kalau saya sebagai, mohon maaf, jadi...
Misalnya ibu saya atau bapak saya Yang tidak seberuntung saya bisa mengecap pendidikan tinggi Nah mereka akan tanya Bukan universitas Mereka akan tanya mungkin pemuka agamanya Mungkin dukunnya Masuklah itu logika mistika Ya kan begitu Menurut dukun saya ini Karena universitas gak hadir Nah kita ini privilege sekali lagi Ya paham betul bahwa Indonesia itu sedang kekurangan kognisi kita banyak bilang Indonesia itu IP, apa bukan IP apa? IQ IQ nya itu mirip-mirip simpanse segala macem ya saya sudah tahu orang Indonesia menderita secara kolektif kemampuan kognitifnya tidak mumpuni terus mau diapain gitu? kita harus menggoda mereka selama-lamanya?
tidak, itu saatnya orang yang privilege seperti kita itu mulai tampil di dalam digital world seperti itu. Supaya mereka, karena begini, orang itu saya percaya tidak mengambil tindakan berdasarkan logika. Bahkan saya sendiri pun kalau sakit nggak logis jadinya gitu. Saya ambil dah obatnya gitu. Walaupun saya orang-orang yang hidupnya dari universitas.
Saya tahu bahwa masyarakat itu mengambil tindakan berdasarkan narasi. Narasi bukan logika. Bukan berarti logika nggak penting.
Tapi logika itu ranahnya kaum-kaum privilege yang berada di dalam ruang kelas untuk diterjemahkan menjadi narasi yang gampang dicerna. Apa itu yang baik? Apa itu yang jahat?
Siapa yang harus saya pilih? Itu mereka harus disederhkanakan bahasanya. Makanya kita nggak punya direct democracy. Semua orang nggak langsung milih.
Ada representatif. Nah seperti itu. Nah jadi ya saya berharap agar universitas itu memberikan ruang bagi para akademisi untuk bisa punya peran. Untuk bisa lebih fleksibel. Di ruang-ruang kayak begini.
Saya gak tau berapa banyak dari tamu-tamu Mas Ferry yang hidupnya bergulat dalam ruang akademik. Lumayan-lumayan banyak. Salah satunya tuh mungkin belum jadi tamu cuman saya cukup dekat dengan Bang Ferry Amsari.
Iya, Andalas. Kebetulan hubungannya juga cukup dekat Karena dia kakak dari teman sekamar saya di SMA Wah baru sadar juga Dan beberapa kali itu Ya support juga dia Akhirnya build channel dia sendiri dan grow Terus juga mas Dede juga Sekali kesini Maroki segala macam Cuman ya masalahnya sama persis Dengan teman-teman akademisi Mereka udah lebih repot lagi ngurus Dup Kepupatnya, ngurus administrasinya, kalau nggak bisa dapat sertifikasi dan lain sebagainya. Nah balik lagi ke pertanyaan awal nih Mas, sorry. Jadi sebenarnya yang ngedrive Mas Bagus untuk muncul itu apa sebenarnya? Apakah karena ada amanat dari atau ada penugasan, bahasa simpelnya penugasan dari Nottingham?
Atau emang kesadaran individu dari Mas Bagus sendiri? Kayaknya gue bisa ngambil peran deh di sini. Nggak ada insentif formal ya, universitas di UK nggak pernah. Mendorong orang-orang untuk melakukan ini Kalau dia gak mau gak ada urusan Saya bisa ngomong lebih banyak Dan lebih leluasa karena saya gak digaji Oleh institusi Indonesia Jadi lebih bebas sedikit Dan saya banyak merasakan dukungan Dari rekan-rekan di universitas-universitas Di Indonesia untuk terus menyuarakan Hal-hal yang menjadi keresahan mereka Bagi saya itu sangat rewarding Bagi saya itu Apa yang saya katakan punya Impact bagi orang itu sangat-sangat rewarding. Ada yang tulis di Twitter, dibilang, tadinya gue pengen pindah warga negara aja.
Sekarang dengar podcastnya, nggak jadi. Hal-hal seperti itu. Cuma satu sih yang ngomong. Itu saya simpan tuh, saya repost segala macam. Chronicles, itu punya misi.
Chronicles punya misi untuk memberikan narasi baru buat Indonesia. Di dunia ini tidak ada binding morality. I don't believe there's a binding morality.
People... Orang-orang bahkan negara itu bertindak berdasarkan national interest, nasionalisme. Walaupun di tataran filosofis mereka bisa bilang bahwa liberalisme atau sosialisme oke.
Tapi begitu ada konflik, national interest. Dan saya percaya bahwa apapun yang berada di dalam negeri, permasalahan ekonomi, permasalahan sosial sangat dipengaruhi oleh apa yang terjadi di luar Indonesia. Sangat.
kemerdekaan kita pun juga sangat dipengaruhi oleh perang Napoleon itu dari dulu itu apalagi dari sekarang jadi kita tidak sendirian semuanya yang terjadi di luar memiliki implikasi yang besar di Indonesia jadi untuknya bisa relevan di tengah ketiadaan moral absolut Indonesia harus punya narasi yang kuat karena rakyat digerakkan oleh narasi bukan dengan logika walaupun logika itu penting gitu tapi mereka bergerak dengan cerita, dengan narasi ah Apa yang baik, apa yang buruk, anak kecil tidak baca jurnal paper. Mereka baca cerita. Indonesia itu misinya apa?
Saya sebagai orang Indonesia misinya apa di dunia? Apakah kita penjaga lingkungan hidup? Apakah kita poros maritim? Pick one.
Dan saya merasa ada kekosongan seperti itu. Di Indonesia ketika bicara di kancah internasional tidak punya narasi. Chronicles percaya bahwa narasi itu datangnya dari identitas. Kita nggak bisa ke luar negeri pakai baju militer bergagah-gagahan bilang kita negara besar. No, no.
Nggak ada yang percaya. Nggak ada yang percaya. Negara besar itu lahir dari identitas. Dan dari track record tindakannya.
Jadi seperti itu. Saya percaya identitas itu ada di level lokal. Makanya Chronicles mencoba untuk mengeluarkan, to unearth, apa yang menjadi local identity of the boogies. Padang orang, atau Javanese, Sunda. Mereka sudah punya cerita-cerita itu sendiri.
Dan mereka sangat setia kepada suku-sukunya, bahasanya, dan warisan dari leluhurnya. Tapi tidak pernah diangkat di level internasional. Sedemikian hingga mereka merasa bahwa mereka itu warisan leluhurnya punya signifikansi di dunia akademik.
Bisa menyelesaikan masalah-masalah praktis. Bahwa orang Bali yang katanya sistem irigasinya itu... Berdasarkan hal-hal mistis seperti itu.
Itu sebenarnya punya efekasi yang jauh lebih tinggi daripada sistem irigasi yang lain. Mereka bisa secara natural menghentikan hama, segala macam. Itu hal-hal seperti itu yang kita mau angkat.
Nah ketika Indonesia sadar akan identitasnya, punya narasi global, baru tindakannya sinkron. Seperti itu. Dan saya melihat sekarang belum seperti itu. Jadi kita melihat ketika... Representasi dari Indonesia pergi ke luar negeri, menyampaikan pesannya, tidak didukung oleh orangnya sendiri.
Tidak didukung oleh orangnya sendiri. Indonesia pesannya apa? Kita penjaga lingkungan hidup. Bagaimana dengan sawit?
Bagaimana dengan lahan gambut? Hal-hal seperti itulah. Ada ketidaksinkronan.
Kalau kita tanya mahasiswa-mahasiswa tingkat 1 atau anak SMA, apa narasi Indonesia? Narasi itu harus punya Basis untuk melakukan tindakan. Hal-hal yang seperti kita dengar, seperti poros maritim, atau lumbung pangan internasional, atau negara besar, paru-paru dunia, itu belum komplit. Negara besar terus mau diapain? Maksudnya negara besar jangan kritik diri kita sendiri.
Maksudnya itu. Atau kita paru-paru dunia. Jadi apa maksudnya? Jadi kita harus...
Nanam sawit. nanam sawit atau kalau baru-baru dunia kok nanam sawit no no no people buy authenticity oke pesan kita harus sesuai dengan pola hidup dan tindakan yang authentic dan autentisitas itu lahir dari identitas gitu kita gak mengenal orang Jawa kita gak mengenal orang Bugis di level pusat kita gak mengenal mereka Contohnya, Yogyakarta itu punya pepatahnya sendiri. Hamemayu Hayuning Bawono. Manusia itu untuk mempercantik alam semesta yang sudah cantik.
Ada semacam etos lingkungan hidup di situ. Mereka sangat menghormati sumbu kosmologikal dari Gunung Merapi sampai ke Laut Selatan. Nah sekarang...
dengan omnibus law misalnya izin-izin untuk melakukan eksplorasi pasir Di Gunung Merapi. Itu langsung dari pusat. Bukan dari mereka.
Hal-hal detail seperti itu harus menghormati kebudayaan lokal. Karena pada dasarnya saya nggak akan menikmati ilmu bumi di Imperial College atau di UK. Tanpa ketika pada jaman 1800-an, 1900-an. Itu para naturalis belajar tentang vulkanologi. Tentang the earth crust.
Itu dari masyarakat Jawa. Narasi-narasi seperti itulah yang kita... Mungkin malu kali mas Mungkin malu untuk keluarkan gitu Bahwa sebenarnya kita punya jawaban akan masalah-masalah praktis Kenapa malu mas? Kalau menurut saya si knee jerk reaction saya itu karena Century long feudalism Take Malaka Tan Malaka Historical materialism historical materialism ide dia bicara banyak tentang feudalisme dia mengadopsi materialisme Marxist dari tadinya kelas karena kapitalisme tapi diaplikasikan dalam konteks feudalisme dan ide tentang dimana lokasi Indonesia dalam conversation global itu lahirnya dari kekuatan kelas selama berusia berusia antara yang menjajah dengan yang dijajah itu kita tidak bisa singkirkan dalam semalam itu oh penjajahnya pergi, idenya hilang gitu tidak, tidak, tidak jadi ratusan tahun kekuatan kelas itu membekas di dalam diri kita sampai sekarang termanifestasi dari cara kita berdiri kalau mengambil foto cara kita memposisikan diri ketika ngomong dengan orang luar negeri itu tidak hilang serta merta Mental inlander.
Mental seperti itu. Nggak hilang dalam semalam. Oke ini menarik nih mas.
Aku sepakat dengan bagian. Oh kita kekurangan narasi sebagai sebuah bangsa. Kurang lebih seperti itu kan. Dan banyak hambatan obstacle-nya.
Seperti rasa malu tadi. Ratusan tahun feudalisme dan lain sebagainya. Nah di beberapa aspek. Ketika kita membicarakan sesuatu. Apalagi membicarakan budaya lokal ini kan.
Sentuhannya banyak sekali kan. Iya. Termasuk. yang belakangan aku bahas itu hal-hal yang berurusan sama klinik, mistik dan segala macam betul aku against sama hal kayak gitu tapi orang sering salah memahami oh berarti lu mau membunuh budaya lokal no, gak seperti itu nah cuman aku mau nanya ke mas Bagus yang memang lebih mendalami hal-hal seperti ini kan lebih memang into lah dengan budaya lokal which is aku orang Minang yang emang udah hidup dengan budaya seperti itu juga nah ada hal-hal yang emang Ketika kita mau ngambil hal baiknya ini mas, gimana kita memitigasi hal-hal buruk yang bisa terjadi atas itu, misalnya miskonsepsi ilmiah. Nah kayak gimana caranya, apa solusi yang bisa kita ambil ketika kita tidak melukai ini tapi di satu sisi, kayak aku pernah dengar mas Bagus cerita soal laut adalah nyerorokidul itu sendiri, which is itu sebuah statement yang luar biasa dan bagus sekali gitu.
Dan aku yakin orang into sama engine sama itu. Tapi bagaimana mitigasi yang harus kita lakukan Supaya orang memahami itu sebagai bentuk preventif Atas kerusakan alaf dan lain sebagainya Bukan memahami itu dengan Oh berarti gue harus menumbalkan sapi di laut Ini sangat sulit dipahami karena layer-layernya beda-beda Ada yang paham bahwa yang saya maksud itu adalah Epistemological utility Bukan berarti saya bilang bahwa nyari roh kidul itu Pada waktu itu betul ada Seperti itu ya nomor satu ini karena para akademisi tidak mendidik masyarakat dengan seharusnya saya tahu persis dan saya ngikutin tuh mas Ferry itu saya suka, saya suka itu banyak itu juga saya merupakan korban waktu kecil juga banyak orang kesurupan segala macam orang percaya itu kita tahu kita paham dan kerugian bahkan kerugian nyawa oleh orang-orang Indonesia yang percayakan hal itu akhirnya kehilangan nyawanya banyak sekali jadi begini Bisakah kita, nomor satu sebelum saya jawab ke solusinya, bisakah kita menghilangkan 100% spiritualitas dalam Indonesia? Tidak mungkin. Universitas lahirnya dari mana? Maksud saya begini, ketika kita bicara tentang masalah real seperti climate change, ilmu pengetahuan tidak bisa berdiri sendiri.
Ilmu pengetahuan dalam hal ini fisika, biologi, matematik, tidak pernah masuk ke dalam domain etis. gak mau kesitu ya saya tapi poinnya adalah untuk mereka bisa menjadi potent force harus ada ethical underlying disitu bahwa oke kita tahu caranya menyerap karbon dan kita punya tanggung jawab dan kita punya tanggung jawab kata siapa gimana caranya membuktikan kita punya tanggung jawab di dalam laboratorium no we cannot do that itu lahir dari ethos, etik spiritualitas itu gak bisa dibuktikan dalam laboratorium gak bisa dijelaskan dalam empiris gak bisa dijelaskan dalam empiris gitu terus kalau pawang hujan gimana Berarti tidak bisa dijelaskan, berarti kita harus percaya. Nah ini begini, bagaimana cara kita menentukan probabilitas sebuah klaim supernatural? Mana yang harus dipercaya, mana yang tidak bisa dipercaya? Sebagai seorang matematik, kawan, salah satu yang saya jadikan rujukan itu yang disebut Bayesian Theory.
Bayesian Theory bukan orang matematik sih, mungkin orang ekonomi juga tahu ya. Bayesian Theory itu kan landasannya Turing Machine. Waktu Alan Turing mecahin enigma itu Dia pakai Bayesian Theory Ini agak teknis Tapi saya ngomong begini Dalam konteks seperti pawang hujan Pertanyaannya adalah Berapa besar kemungkinan Hipotesa sang pawang hujan itu benar Melihat bukti-bukti yang ada Oke Fair question Gimana cara ngukurnya Kemungkinan adanya hujan itu Harus dikalikan dengan probabilitas adanya hujan karena hipotesanya benar Dibagi probabilitas adanya hujan walaupun hipotesanya salah Itu baru menurut odds form of Bayesian theory Hasilnya probabilitas hujan karena hipotesa sang pawang hujan itu betul Ini agak kompleks mungkin nanti bisa ditulis persamaannya begitu ya Nah yang orang lihat di lapangan adalah Sang pawang hujan menaruh pasak atau naruh apa, kemudian hujan, maka dia benar.
Yang tidak pernah dimasukkan dalam persamaan itu adalah nomor satu, apakah hari itu toh akan hujan? Apakah hujan walaupun hipotesanya salah? Dua pembanding ini nggak pernah dimasukkan. Dan secara saintifik kita bisa uji klaim-klaim seperti itu. Nggak cuma sekali, tapi bisa diuji misalnya dia bikin klaim sekali, hujan atau tidak.
Dia bikin klaim sekali ternyata hujan Probabilitasnya naik di atas 20% Tapi kedua kali dia klaim Dan tidak hujan probabilitasnya turun Dari 20 bisa jadi Di bawah 1% seperti itu Nah hal-hal seperti itu Mestinya di komunikasikan Kepada masyarakat itulah yang Membedakan mengapa Pawang hujan itu tidak kredibel Secara saintifik tapi klaim-klaim Supernatural seperti adanya Tuhan Atau Kalau di dunia Kristen kebangkitan Yesus segala macam Berbeda dari segi probabilitas itu Dan itu agak kompleks Poin saya adalah Dari segi matematis Orang harusnya bisa punya alat Untuk berpikir Menganalisa apakah ini masuk akal atau tidak Ketika di dunia hukum misalnya Um Kamu membunuh A, karena apa argumennya? Karena pada waktu jam 9 malam, kamu ada di situ, sidik jari kamu ada di dalam pisau yang masuk ke dalam badan dia yang menyebabkannya mati, dan kamu stay di situ selama 10 menit, ya kan? Oke, sebenarnya bukan begitu mas.
Waktu itu saya memang pegang-pegang pisaunya, tapi tiba-tiba alam semesta bergetar, terus kemudian hujan lebat. turun, ada petir menyambar-nyambar kemudian ada suara aneh dari langit yang kemudian mengambil pisau dari tangan saya, kemudian dengan sendirinya dia masuk ke dalam si A itu sebenarnya penjelasannya kemudian, jadi oh itu tidak bisa dibuktikan di dalam laboratorium, tidak untuk dipercaya bukan begitu dunia hukum mengerti bahwa itu tidak bisa dipercaya, bukan karena tidak ada spiritualitas, tapi karena penjelasannya miskin dengan rasional ad hoc, contrived mengada-ada, dan kalau kita lihat persamaan Bayesian itu terlihat disitu loh, berapa besar kemungkinan bahwa pada waktu itu ada hujan menyambar segala macam, anything can be explained logically, tapi akademisi tidak mendidik orang untuk percaya seperti itu untuk bisa menganalisa secara real, betapa besar kemungkinannya jadi hal-hal seperti itulah Nah mengenai Nyai Rorokidul Saya gak pernah punya argumen bahwa Nyai Rorokidul itu betul-betul ada Oke Poinnya bukan di situ. Tapi ketika ada orang yang nangkap argumen masih bagus kayak gitu, apa yang harus kita lakukan gitu? Bagaimana memitigasi hal seperti itu?
Orang harus mengerti apa yang disebut ontologi, apa yang disebut epistemologi, seperti itu. Bahwa, oke, kita lihat India misalnya. Dan Tan Malka nulis tentang India juga.
Kenapa dia bisa keluar dengan angka 0? pada waktu itu yang kemudian diadopsi oleh orang Arab dan dibawa ke Eropa kita semua bisa belajar kalkulus kalau nggak bisa gitu kan itu semua dari spiritualitas gitu loh bahwa mereka percaya bahwa nol itu punya makna kekosongan itu punya makna maka diberikanlah angka nol seperti itu nah Nyai Rorokidul itu sebenarnya fungsinya seperti itu memberikan narasi untuknya bisa bertindak bukan untuk dipercayai sebagai entitas yang objektif Real seperti itu. Nah seperti itu. Nyanyi Rocky itu jelas-jelas tidak bisa dibuktikan secara historis. Betul-betul ada gitu loh.
Tapi poinnya bukan di situ. Poinnya adalah dia membuat orang pada waktu itu mengerti caranya bertindak. Dengan eksistensi dia dalam narasi. Akhirnya orang tahu apa yang mau dilakukan di zaman itu. Di zaman itu dia bisa melakukan.
Dia bisa memitigasi bencana alam. Karena dipandang bahwa nyari roh kidul dengan penunggu gunung merapi itu berhubungan, beraliansi dibilangnya. Ketika ada gemuruh dari laut, maka sebentar lagi akan disusul oleh gunung merapi.
Dan kemudian tahun 1960-an kapal ekspedisi sains dari Amerika menemukan bahwa di sekitaran sungai Opak di situ, yang di antara sumbu aksis kosmologi dari Yogyakarta, ada jalur magmatik di situ. Kita mesti sadar. scientific enterprise yang kita mengerti sekarang itu umurnya belum lama mas iya tapi yang hal-hal kayak gini nih 200 tahun dibandingkan 300 juta sejarah manusia 200 tahun itu hanya penuh penuh 0,000 sekian pada waktu itu orang mengerti alam semesta itu bukan dengan metode yang kita pelajari sekarang ada zamannya dulu orang mengerti alam semesta dengan memberikan entitas humanis humanoid gitu ya diberikan nama gitu ya tapi mereka mengerti tentang gerakan-gerakan tektonik dengan mengambil sampel di tempat-tempat yang ada sesajiannya di situ.
Namanya nyai rorok hidul. Lantas kita mau buang itu semua. Kita mau buang itu semua dan mereduksinya menjadi semacam hal yang tidak berguna. Dan saya percaya bukan itu poinnya. Saya percaya bahwa itu harus dikemas oleh birokrat-birokrat yang paham tentang kekuatan epistemologis dari cerita-ceritanya sendiri.
Untuk diangkat menjadi landasan bukan hanya ilmu pengetahuan tapi bertindak Sultan Hamengkubwono ke sembilan itu lulusan Leiden loh mas Dia bukan Bukan orang yang tidak terbuka Dia bukan orang yang terbuka Dia bukan sesajenan Dia mengerti bedanya narasi mistis dengan dunia modern orang Jawa tidak bingung sebenarnya bedanya antara sesajenan dengan hal-hal praktis mereka gak bingung nah kalau mereka sekarang yang masih berada di tataran tidak teredukasi kemudian termakan para dukun segala macam itu sebenarnya refleksi yang lebih besar dari ketidak efektifan pendidikan Indonesia berarti bottom line sama benang merahnya nyambung nih mas dan lu melakukan pekerjaan yang bagus lu mencoba itu, siapa yang mau santet saya, silahkan itu, itu sangat mengagumkan, itu sangat bagus karena aku nonton konten-kontennya mas Bagus juga karena aku menganalisis ya mas, menganalisis market viewer dan dari narasumbernya sendiri apa yang dimasukkan sama mas Bagus tadi kan udah dijelasin secara jelas tuh, kayak gimana narasi itu dibungkus, bukan dimatikan total, bukan direduksi total ini kan udah ratusan juta tahun Dan itu juga jadi basis-basis orang yang tidak sekolah untuk bertindak. Yang terbaik dalam semua pilihan tindakan dan lain sebagainya. Aku paham sekali itu. Terus ketika aku melihat, sama kayak gini mas.
Oke, aku kasih penjelasan yang lebih enak mungkin. Ada satu channel di Youtube itu namanya Rumah Editor. Tapi yang dia bahas itu fisika.
Fisika lanjutan bahkan kuantum. Mekanika kuantum. Dan dia udah paham tuh. Ketika gue mau ngejelasin mekanika kuantum dengan enak dan bisa enjoy sama orang.
Gue bahas santai. Iya banyak Jadi Spooky Spooky distance nya Einstein Sama ya beberapa Teori-teori kuantum lainnya Kita yang belajar kuantum kan ngerti Gak kayak gitu sih Akhirnya dia menjelaskan Secara fisik itu mungkin Mungkin kok antara satu atom sama satu atom Lainnya itu terkoneksi Bukan mungkin Terlihat tuh sama tuh kalau penjelasan via kuantum lah. Ternyata di Indonesia video itu rame mas.
Bayangin kita bahas fisika kuantum bisa dapat 4 juta views. Tapi aku safe to say lah 90% orang yang ngomongin di video tuh. Akhirnya nangkapnya melakukan simplifikasi.
Akhirnya nangkap tuh kan santet ada. Nah dari situ aku ngeliat kayaknya memang metode paling benar ya narasi kontra narasi gitu. Betul. Jadi narasi konten narasi Kalau aku menjelaskan pakai pendekatan antrop Ini gak akan selesai gitu Dengan society yang segede ini kan ya Dengan society yang kayak gini Ya secara Si Solomon udah ngomong kayak gini Ngomong kayak gini akhirnya orang Udah lah skip aja ada gitu Betul, radikalisme itu tidak Dilawan dengan memberikan akses Informasi sebesar-besarnya Justru malah makin radikal Gitu loh Hahaha Radikalisme itu dilawan seperti yang Mas Ferry bilang Counter narrative Counter narrative Narasi dilawan narasi Justru inilah misi dari Yang saya lakukan di Indonesia bersama teman-teman dosen yang lain Oke Nyaira Rukidul Apa yang kita akan lakukan? Ini adalah tempat di mana ilmu bumi pertama Ini ada Ada landasan yang elegan dari situ Ilmu bumi yang modern itu tumbuh dari situ Supaya masyarakat mengerti Jadi Narasi-narasi seperti inilah yang harus mengimbangi Bahwa ada santet, Tuhan, segala macem Mereka harus dididik untuk memahami budaya mereka sendiri Bukan diberikan semata-mata walaupun baik ya Akses ini semuanya punya internet Semuanya punya akses ke Twitter Tidak, Twitter adalah dunia yang sangat luar biasa Narasi-narasi di situ makin riwah Kalau misalnya di UK ada radikalisme Ada juga di UK radio Masalah-masalah yang garis keras segala macam gitu ya Nomor satu kata pertama yang berada di dalam Saya punya anak Jadi dia di dalam sekolah publik disitu ya Disitu ditulis kita akan melawannya dengan counter narrative Dan UK itu punya counter narrative karena identitasnya kuat sekali Bagaimana dia punya etos tentang apa yang baik dan benar Oke dari Hamlet misalnya Perjuangan seorang Pangeran yang dikhianati oleh pamannya Kemudian dia melakukan perjalanan Laiknya seorang pahlawan Dia melakukan hal-hal yang mulia Akhirnya dia mendapatkan glory Itu Hamlet karya Shakespeare Diturunkan menjadi Lion King Buat anak-anak Lion King itu Hamlet Oh itu basisnya Hamlet Cuman dirubah aja dari orang jadi singa Itu sama persis ya Iya gak sama persis ya Ada romantisnya Ada babinya segala macam Itu Cerita-cerita itu dikultivasi Anak-anak tau misalnya pada waktu itu Inggris punya kegelapan dimana Jutaan orang gak tau jutaan atau ribuan Meninggal karena black plague Black death Nyanyian anak-anak itu Itu ada yang berdasarkan hal itu Kalau si Mary Melakukan Udah Memulai tanda-tanda seperti ini sebentar lagi dia akan mati segala macam.
Itu loh. Nah Indonesia kekurangan cerita-cerita kayak gitu mas. Makanya saya bicara dengan Profesor Nur Hayati Rahman dari Makassar. Seumur hidupnya didedikasikan untuk menerjemahkan, mendigitalisasikan kitab laga ligo. Di situ dia pakai hidupnya untuk meng-unearth gitu ya.
Sebuah kitab yang panjangnya 1,5 kali lipat dari Mahabharata. Di dalamnya ada etos orang Bugis. Di dalamnya ada jawaban tentang apa yang harus orang Bugis lakukan terhadap masalah klimat. Sebenarnya bahwa manusia itu diciptakan sebagai produk dari menikahnya penunggu atau dewa dari langit dengan dewa dari bawah laut. Permasalahannya bukan apakah benar demikian.
Yaudah lah. Yaudah lah. Kita udah.
Poinnya adalah orang tahu fungsinya adalah untuk menjaga keseimbangan laut dan langit bahkan untuk buang air kecil pun di laut dia gak berani, apalagi mencemarinya dengan minyak gitu loh oke, sorry-sorry Kupo yang menarik itu di Indonesia itu mas ketika kita bikin di tong sampah tuh di tempat pembuangan sampah di hutan lah misalnya, jangan buang sampah disini jaga kebersihan, orang masih buang sampah tapi kalau ditulis jangan buang sampah disini banyak kuntilanak, bersih itu tempat Nah itu refleksi lagi Jadi saya juga masih belajar gitu Apa sih yang membuat orang melakukan sesuatu Apa sih basis dari tindakannya Dan waktu saya pertama kali Belajar matematik segala macam Saya juga melalui fase dimana Oh orang harus tahu tentang ilmu pengetahuan segala macam Ujung-ujungnya ilmu pengetahuan itu Satu dari berbagai variable dalam persamaan Yang membuat orang melakukan tindakan Variable yang lebih besar itu adalah narasinya Oke. Sebenarnya landasan etisnya. Jadi narasi itu adalah tools supaya kita semua ini growth, berkembang, dan lain sebagainya.
Tapi di satu sisi untuk memitigasi resiko-resiko buruk, ya maka pendidikan kita harus kuat. Kurang lebih seperti itu ya mas. Supaya orang, oke narasinya diambil nih.
Cerita-cerita tadi ngangkat, orang-orang udah ngerti ini asensi segala macam. Tapi untuk bikin orang supaya tidak miss konsep, berarti pendidikan kita harus benar-benar. Punya kualitas yang baik ya, tapi gimana? Pertama, gimana bisa bikin pendidikan ini berkualitas lebih baik?
Punya kualitas yang lebih baik. Kedua, bagaimana sebenarnya kondisi pendidikan kita sekarang? Nomor satu, bukan semata-mata kualitas pendidikan baik sebenarnya.
Karena kalau dikejar lagi gitu, apa yang disebut baik? Ranking? Atau output paper? Atau lulusannya dapat kerja dengan gaji sekian? Kita bingung sendiri nanti itu.
instrumennya, indikatornya nggak jelas. Indikator pendidikan baik itu sulit. Tapi di mana universitas harus menjadi ladang di mana orang bebas mengumpulkan pendapat tanpa harus takut dipersekusi, itu mutlak.
Ya, absolut. Itu. Dan gampang diukurnya gitu. Ada yang di penjara apa nggak? Begitu kan?
Itu nomor satu. Universitas harus menjadi medan artikulasi pikiran dan orang harus bebas untuk bicara di situ. Karena saya nggak tahu ide yang terbaik untuk Indonesia itu apa. Ini perjalanan untuk mencari. Saya nggak tahu.
Teman-teman di dalam universitas bisa tahu. Tapi kalau mereka tidak diberikan kebebasan, tidak akan pernah tahu. Nah nomor satu di situ. Nah mengenai kualitas, ini kita bicara masalah teknis.
Nomor satu, Universitas Indonesia tadi saya bilang kebanyakan. Kalau bicara tentang kualitas, ITB, UI, UGM, itu udah ranking 200-an. 200an kalau gak salah Mungkin IPB masih 300an pas 400an Banyak universitas di UK Yang uang sekolahnya itu 10 kali lipat, 20 kali lipat lebih besar Rankingnya 2000an Oke jadi di tengah-tengah keterbatasan Alma mater saya, gak tau kalau alma mater mas bro Gimana, tapi alma mater saya Supaya dilihat bu rektor Pak rektor sekarang Jadi mereka punching Above their weight Nah tapi 15% kurang dosen-dosen Indonesia punya gelar PhD. Saya sih nggak mutlak bahwa gelar PhD itu artinya Anda teriluminasi oleh Tuhan.
Poinnya bukan itu. Tapi gelar PhD itu penting sebagai penanda Anda pernah melakukan riset. Seperti itu.
Nah, hanya 15% kurang perguruan tinggi Indonesia yang dosennya pernah melakukan riset. Wow. Oke. Nah, terus mau diapain? Dan bagaimana dia bisa tahu mata rantai yang nyambung antara riset, kurikulum, inovasi akhirnya Dosennya nggak pernah melakukan riset Makanya sekarang universitas dan industri tidak berhubungan risetnya Industri jalan riset sendiri, universitas jalan riset sendiri Seperti itu Dan kurikulum tidak terupdate hal seperti itu Jadi mereka hanya membahas hal-hal yang bygone generation sebenarnya Dan masalah kurikulum itu gak bisa di micromanage oleh pemerintah Karena pasar yang mendiktat Riset apa yang diperlukan Saya pernah kuliah di Taiwan Di Taiwan the best students study semiconductor Karena demandnya ada disitu Nah Indonesia dimana?
Gak ada Gak ada more riset apa Lokomotif industri nya aja gak ada Ini di tataran pragmatis ya Universitas harus dikecilin Gimana maksudnya mau ditutup gitu dari alfalt Enggak, biarkan mekanisme pasar yang menutupnya Saya ada Solusi radikal bisa dites Mungkin ada yang gak setuju Kalau Indonesia Sekarang pertanyaan pertamanya Pendidikan itu komoditas Ekonomi itu bukan You know more about this Komoditas itu maksudnya harganya Ditentukan pasar atau dikontrol Dikep oleh pemerintah Apapun itu Kualitas kontrol kan perlu Iya kan? Kalau di pasar bebas ya kualitas kontrolnya ya ada yang mau beli atau enggak kan? Iya, superman aja mekanisme Superman gitu kan? Kalau di pemerintah yang kontrol dan negara-negara yang pemerintah ambil alih sebagai kontroler itu Ada yang sukses, Jerman, Perancis, saya pernah kerja di Perancis Sukses-sukses aja gitu Yang penting kualitas kontrolnya Tapi kalau di Indonesia misalnya universitasnya bayar SUKT-nya naik Kualitas kontrolnya apa? Saran saya, coba aja begini Saya lulusan Universitas A. Selama 5 tahun saya tidak bisa dapat kerja.
Boleh tidak saya nuntut Universitasnya? Pasti yang gak berprestasi tutup semua itu universitasnya. Aku kira radikal tapi gak seradikal ini juga. Oke, baiklah.
Jadi kita lihat bapak yang gak tahu sebenarnya. Dia buta akan hirarki universitas mana yang lebih bagus. Tapi dia uang sekolahnya tuh dia tabung sumur hidup kerja dia untuk bayarin anaknya uang sekolah.
Ternyata universitasnya abal-abal. sembarangan segala macam bapaknya gak tau kan nah anaknya sekarang bukan hanya mengorbankan uang bapaknya tapi 5 tahun waktunya untuk keluar dan gelarnya gak bisa dipake kejahatan atau bukan itu itu kalau kita jualan barang, kita bisa balikin barangnya kalau kita ke dokter dokternya ngasih obat salah kita bisa tuntut dia karena malpraktik kalau kita beli jasa dari universitas jasanya gak bisa dipake apa yang kita bisa lakukan Oke berarti dari penjelasan Mas Bagus ini yang paling ideal ya serahkan pada mekanisme pasar ya? Nggak demikian Mas, maksudnya gini lah saya tidak dalam bisnis untuk mendikte Indonesia harus liberal atau Marxist atau segala macam Nggak begitu tapi harus konsekuen Gitu loh, apa yang kamu inginkan?
Itu komoditas ekonomi atau bukan? Kalau iya Sekarang kalau menurut Mas Bagus sendiri di Indonesia melihat Universitas sebagai komunitas ekonomi kah? Atau government intervensinya lebih tinggi kah? Enggak, aku masuk Kita identifikasi itu bersama gitu Gini mas ya Di UK misalnya nih Saya mau naikin uang sekolah Universitas saya mau naikin uang sekolah Itu dinilai Bisakah dia menaikkan uang sekolahnya Sebanyak 1000 pound sterling itu Dari apa yang disebut Teaching Excellence Framework Ya selama bertahun-tahun Di ranking kualitas pengajarannya Dilihat dari survei mahasiswa Lulusannya dapat kerja gajinya seberapa Kualitas pengajarannya, fasilitas, segala macam Itu mumpuni atau enggak Di ranking bertahun-tahun Sebelum dia boleh naikin uang sekolahnya Dia harus mendisclose hasil assessment itu Kepada masyarakat Jadi masyarakat tahu Begitu dia lihat masuk ke gerbang Nottingham Ditulis di spanduk besar Lulusan Nottingham tahun 2023 Gajinya rata-rata sekian Orang tuanya mau bayar kan uang sekolah mahal Terus dia mau bayar dia lihat Kira-kira gue balik modal atau enggak nih Uang sekolahnya mahal Fair Setuju Di Indonesia terjadi semalam Masyarakat Indonesia gak bodoh Bukan berarti mereka gak tau pendidikan itu mahal Mereka tau Terus ada uproar dari masyarakat Protes dibatalin Sembarangan amat Gak ragu Berarti kan problemnya itu di konsistensinya Gagal gitu ya Permasalahannya saya gak pernah ngomong di tataran ideologi Yang bagus atau gak Pick one lah gitu ya Sosialis, liberal, oke fine Konsekuen Mungkin karena punya hasrat untuk menyenangkan semua orang kali mas Jadi kan government Sorry ya Itu secara historical kan Kita memang seperti itu ya Selama ini Masalahnya begini, jadi kita tuh pengen jadi orang baik Gitu ya Dan saya bilang begini mas Yang membunuh banyak orang itu bukan baik atau jahat loh Bodoh atau enggak Betul Inkompetensi membunuh lebih banyak orang daripada kejahatan sekalipun Iya saya tidak pernah berani ngomong itu di publik Tapi saya 100% percaya setuju sama mas Sembarangan mau naik pesawat safety ke situ jebret Mati semua kayak begitu Emangnya yang punya mas KP jahat?
Enggak, enggak kompeten aja Terus siapa yang mau disalahin? Sampai saya berpikir kalau gitu yang gak bermoral juga Urusan kedua mungkin gitu ya Soalnya di republik ini Aku punya konsep ya Kalau mungkin tadi kan gak ada moral absolut itu Aku bahkan bilang Biasanya dalam bahasa PR aku bilang moral itu universal gitu Tapi di Indonesia moralis itu dijadikan standar gitu loh Atas sesuatu Ini bermoral atau enggak Bukan ini benar atau enggak gitu Bodoh atau enggak itu Ya Itu sering jadi problem juga Dalam problem solving kita itu Basisnya apa? Kompetensi kah? Moralitas kah?
Itu kan sering banget Termasuk masalah universitas ini Masa aku to be honest Percaya kok, apapun yang mas Bagus ngomongin tadi In the same line gitu loh Karena ya pick one lah Pick one, lu mau intervensi Dengan semangat membuka pendidikan Seluas-luasnya kah? Atau membiarkan mekanisme pasar bekerja kah? Tapi at least jangan Tidak bergerak gitu loh Jangan tidak siding gitu Itu yang sulit gitu menurut gue Betul Gak konsekuen gitu loh Gak disertakannya rakyat Gak konsisten nanyain moral, moral itu vulgar saya bilang, gak boleh di muka publik itu nanya anda percaya Tuhan atau enggak agamanya apa, hal-hal seperti itu publik harus tahu, saya nanya Mas Ferry, Mas Ferry ngomong-ngomong agamanya apa di muka kamera, sama juga kayak saya tanya tadi malam tidur sama siapa Mas? gak ada bedanya sama vulgarnya itu orang harus tahu bedanya masalah private dengan masalah publik, seperti itu nah Orang gak tau bedanya nih ketika seseorang ngomong sebagai pejabat atau sebagai orang privat Orang gak tau bedanya gitu ya Kalau di UK kepala negara dan kepala pemerintahan itu dua entitas yang terpisah gitu Dan orang itu saya gak bilang harus dicontoh ya Itu mereka hadir dengan sistem seperti itu lewat ribuan tahun pertumpahan darah Iya susah juga lah ya Ketika Raja Charles ngusik-ngusik masalah legislatif dia bisa di Cemo'oh orang.
Ketika Keir Starmer, pendana menteri sebelumnya Rishi Sunak, dia ngomong tentang masalah, oh ini caranya masuk surga. Dia bisa dicemo'oh oleh orang banyak. Karena dia tahu itu bukan ranah dia. Itu ranah orang lain.
Tapi kadang-kadang kita bingung ketika seorang otoritas, bukan hanya pejabat, tapi otoritas publik, itu ngomong berdasarkan dia sebagai personal, atau dia sebagai pejabat. Tidak segala hal yang ilegal bisa dilegalkan hanya karena benar. Tidak semata-mata hal yang salah bisa dibenarkan hanya karena legal.
Bedanya ilegal, legal, benar, salah, orang nggak tahu bedanya. Maka itu moralitas dijadikan komoditas politik. Karena orang nggak tahu bedanya.
Jadi tinggal bisa cherry picking aja ya. Cherry picking. Tapi jangan lupa ketika kita pakai moralitas sebagai cara kita untuk merangsek ke atas hirarki politik. Penggaris yang sama akan dibebankan kepada kita Betul Makanya pemuka, saya gak mau nyebut nama Pemuka-pemuka agama yang karirnya jatuh Hanya karena dia punya istri lagi Sedangkan ada artis-artis yang bikin video porno Karisnya terus naik Karena dia pakai penggaris yang beda Begitu anda pakai penggaris moral Anda akan dinilai lewat penggaris itu Nah ini ada kasus yang terakhir yang kita tahu Agak rame gitu kan Oke Karena dia pakai penggaris moral Nah itulah seperti itu Oke menarik nih mas menarik Mungkin last topic deh ya Karena gak kerasa udah sejam ternyata Karena berulang-ulangnya seru sekali Tadi aku nangkap bagian dari Ada satu kalimat yang menarik banget Dari Bas bagus tadi ngomong soal Mencari ide untuk Indonesia Mas tadi sempat Belum tahu ide terbaik Tapi mencari ide itu Indonesia tadi mas sudah sempat sebut, bisa elaborate gak mas?
Jadi prosesnya bagaimana dan sudah sampai sejauh apa gitu? Apa sih yang memang dibutuhkan untuk republik yang kita cintai ini sebenarnya? Saya gambarkan seperti taman berpagar, the world garden.
Strong liberal values inside, very strong nationalism outside gitu ya. Jadi... Nilai-nilai liberal sebagai taman yang indah Darinya lahir meritokrasi Dibungkus oleh nasionalisme yang sangat kuat Tapi keluar nasionalisme Jangan ke dalam Mengancam orang sendiri Saya percaya Oke kita bisa ngomong panjang ini Karena urusannya ke arah orang liberal Atau orang Marx Tapi saya percaya bahwa salah satu Kalau bukan yang satu-satunya Driver terbesar yang membuat orang menciptakan produk dan jasa Adalah self interest Jadi, bagaimanapun juga, value liberal itu penting untuk membuat orang keluar dengan produk yang baik.
Tidak ada motor yang terbesar untuk membuat orang keluar dengan produk seperti ini, atau teori relatif Einstein, karena dia mau memenuhi kepentingan pribadinya. Dan kepentingan pribadi itu harus dilindungi, baik secara ekonomi maupun secara sosial, itu yang disebut liberalisme. Karena dari liberalisme lahir version yang sehat dari kapitalisme.
Tapi semuanya itu tidak bisa dibiarkan running havoc gitu ya. Terbesar. Karena ketika Anda mendirikan sistem ekonomi hanya berdasarkan nilai-nilai liberalisme orang akan cenderung tercerai berai.
Karena itu nature dari individualisme itu sendiri. Kebebasan itu harus dilindungi oleh strong nationalism. Virtues Outside Orang Indonesia harus nasionalis Seperti itu Supaya dia bisa melindungi dirinya dari tercerai berai Dan melindungi dirinya dari gangguan eksternal geopolitik Seperti itu Tapi nasionalisme yang saya lihat sekarang Itu dipakai untuk membungkam orang sendiri Malah ke dalam Malah ke dalam Nasionalisme itu harusnya di ejawantakan keluar Orang harus tahu bahwa Indonesia negara besar Segala macam Itu harus ngomongnya keluar Nah yang membuat Indonesia tanah liberalnya itu tidak subur itu karena kesenjangan kesenjangan apapun, ekonomi sosial, dimana segala hal yang mewah itu dinikmati hanya di pulau Jawa, segelintir orang dan hanya terkonsentrasi di pulau Jawa orang-orang di luar pulau Jawa itu tidak ada universitas yang bagus dia tidak bisa masuk, dapat beasiswa chevening, tadi kita ngomong gitu kan, karena untuk bikin nilai IELTSnya tinggi untuk masuk ke kuliah pun dia gak bisa apalagi bisa dapat beasiswanya gitu.
Akhirnya yang dapat beasiswa ke luar negeri orang Jawa terus. Seperti itu kan. Nah di tataran praktis saya mau agar Indonesia itu nomor satu pemilihan presiden itu tidak berdasarkan popular vote. Tapi berdasarkan electoral college seperti di Amerika. Supaya resource yang mengarah kepada kampanye politik segala macam itu tidak di Khususkan hanya di daerah-daerah yang padat penduduknya.
Membuat orang-orang yang lain tidak mendapatkan sesuatu. Unless and until mereka merasa dirinya bagian dari Indonesia, nilai liberalisme itu tidak akan keluar. Ngapain gue urusin Indonesia?
Kita nggak dapat sesuatu kok. Dan kalau demikian kita tidak akan mendapatkan bakat-bakat dari Sumatera Barat, dari... Makassar segala macam mereka gak bisa masuk ke dalam kompetisi yang sehat karena resource mereka terbatas disitu dan di tataran global interface kita dengan dunia asing itu diisi oleh mediokritas gitu ya kalau kita lihat di UK dia mau bicara tentang masalah geopolitik, climate change itu menlunya FCDO itu dia selalu punya chief scientific officer Kementerian apapun punya chief scientific officer. Kementerian perhubungan pun di sono, Ministry of Transport, itu punya chief scientific officer. Jadi segala hal-hal yang menyangkut urusan luar negeri, dia punya basis ilmiah di situ.
Makanya ketika dibicara tentang property rights, ketika mendiskusikan AI, atau dia bicara tentang carbon accumulation, ketika dia menentukan EUDR, segala macam, dia argumennya kuat karena berdasarkan ilmu pengetahuan. Bukan berdasarkan retorika dan posturing gitu ya. Jadi kita gagah besar, gak ada yang peduli.
Argumen geopolitik kita hanya bisa meyakinkan kalau berdasarkan sains. Sains itu masuk dalam ranah-ranah yang kontroversial. Maksudnya imigran Yahudi itu bisa dekat kembali hubungannya dengan Jerman yang mempersekusinya karena mereka bicara sains. Oh oke.
Oke, sains adalah bahasa. Dan dunia menanggung sains. Karena masalah eksistensial yang kita hadapi sekarang, semuanya masalah sains. Kalau kita mau bilang misalnya, Indonesia butuh argumen untuk terus menanam sawit. Baik.
Karena kita masih butuh untuk menaikkan nilai ekonomi segala macam. Tapi kan kita bisa nilai. Oke, kita tidak akan melakukan itu karena tanpa mengorbankan gambut.
Gambut itu akumulasi karbonnya sekian, maka rencana jangka panjang kita untuk supaya tetap bisa menanam sawit tanpa mengorbankan hal-hal yang krusial, maka target kita adalah seperti ini. Jurnal paper yang melandasi tindakan kita seperti ini. Kan bisa?
Kan bisa kan? Ilmuwan-ilmuwan disertakan untuk membuat argumen yang meyakinkan dunia global bahwa Indonesia tidak mengorbankan hal-hal yang mulia hanya untuk kenaikan ekonominya. Yang saya juga tidak naif untuk bilang bahwa itu tidak penting Penting Kita masih bertumpuk pada batu bara Segala macam Oke fine karena kita masih punya produk yang kita mau Hasilkan Indonesia hanya ter-elektrifikasi di sekitaran Seribuan kilowatt hour per person Negara-negara maju di tataran 6 ribu Energinya masih kurang Tapi Anda bisa memperkuat argumen itu Dengan sains Dan itulah veneer nasionalisme yang harus Indonesia punya.
Karena sains itu kan bahasa Dan pemerintah yang jarang memasukkan sains dalam bagian narasi itu seharusnya jadi evaluasi juga nih Seharusnya lu bisa nih ngejelasin by sains nih kenapa lu gak pake gitu Oke itu menarik sekali karena kan beberapa penjelasan dari tadi itu ya cukup membuka mata juga mas Lebih lagi soal bagaimana sistem di dalam negara kita bahkan secara geopolitik bahkan kayak gimana kita memilih orang yang akan memimpin kita nanti karena di Indonesia sendiri kan semuanya centris, Jawa centris nih kalau aku jadi seorang capres gitu daripada aku keliling Indonesia aku fokus aja di tiga provinsi popular vote dan isinya udah kayak gitu dan masalah sains ini gini kalau saya boleh, ngomong tentang sains itu gampang, melakukan sains itu susah Saya ingin agar anak-anak muda yang terinspirasi kadang ngeliat nonton program Malaka atau Chronicles yang menurut saya hal yang mulia gitu ya untuk ambil kertas dan pensil untuk melakukan sains. Unless and until you do that, you don't know. Nggak semua orang yang tulis paper di jurnal internasional itu harus terafiliasi dengan universitas.
Nggak harus. Gitu ya. Adopt.
personal responsibility sains itu ranai individual gitu you can do sains, I can do sains you have resources, do sains let's do sains gak semua masalah itu solusinya pemerintah kok ada seorang saya pakai contoh ini udah 3 kali Boyan Slat namanya gitu dia mau membersihkan planet membersihkan lautan dia drop out, dia bikin Boyan alat pelampung yang bisa membersihkan lautan, akhirnya dia jadi kaya karena banyak investor membiayainya dan lautnya pun bersih dia ambil personal responsibility talking about science is easy doing science is not easy semoga teman-teman mendengar itu ambil kertas atau ambil tablet atau ambil handphone ambil tablet, kertasnya tahun berapa hari mengerjakan sains oke, sampai jumpa di podcast selanjutnya thank you