Transcript for:
Sejarah dan Dinasti Mataram Kuno

Sejarah Kerajaan Mataram Kuno Kerajaan Mataram Kuno atau yang juga dikenal dengan nama Kerajaan Medang adalah kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang berkuasa sekitar abad ke-8 sampai ke-11 Masehi. Kerajaan ini berpusat di sekitar Jawa Tengah, tetapi kemudian berpindah ke Jawa Timur. Kerajaan Mataram Kuno dikenal dengan peninggalan candi megah yang membanggakan Indonesia di mata dunia, seperti Borobudur dan Prambanan. Era Mataram Kuno sering disebut sebagai periode peradaban Jawa kuno, di mana budaya, kesenian, dan arsitektur Jawa mencapai masa keemasannya. Gaya kesenian Jawa saat itu menyebar ke wilayah kekuasaan Sriwijaya di Sumatra hingga daerah selatan Thailand dan Angkor di Kamboja. Pengaruh kekuasaannya juga terasa hingga di Bali, Filipina, dan Khmer di Kamboja. Catatan sejarah mengindikasikan kalau Mataram Kuno pernah mengirim pasukan ke Champa di Vietnam, serta Tanganyika dan Mozambik di Afrika. Namun, hubungannya dengan Kerajaan Sriwijaya lah yang paling erat, terikat tali persaudaraan tetapi juga persaingan sengit yang akhirnya menyebabkan keruntuhannya. Kerajaan Mataram Kuno didirikan pada tahun 732 Masehi oleh Raja Sanjaya dari Dinasti Sanjaya. Sepanjang sejarahnya, kerajaan ini diperintah oleh tiga dinasti atau wangsa. Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu Siwa mendirikan kerajaan, tetapi kemudian ditantang oleh dinasti Syailendra yang beragama Buddha Mahayana. Kerajaan Mataram Kuno berakhir dengan dinasti Isyana, yang terputus akibat pemberontakan daerah yang didukung oleh Sriwijaya. Banyak yang tidak kita ketahui dengan pasti mengenai Kerajaan Mataram Kuno yang berada lebih dari 1000 tahun yang lalu. Riwayat yang kita ketahui direka oleh sejarawan melalui berbagai sumber seperti candi, relik kuno, prasasti, bas di dinding candi, naskah daun lontar, dan berita atau kronik dari negara lain, terutama China, India, dan Arab. Dari rekaman-rekaman ini, diketahui kalau perekonomian masyarakat Mataram Kuno sangat bergantung pada pertanian, terutama padi. Namun, perdagangan laut juga berkembang menjadi penting di kemudian hari. Mata uangnya disebut masa dan tahil, yang berupa koin perak dan emas. Saat itu, belum ada perkotaan. Yang ada hanyalah istana yang dikelilingi desa-desa yang berpenduduk padat serta sawah ladang. Masyarakat terbagi jadi bangsawan, pelayan istana, rohaniwan, dan rakyat biasa. Rekaman tertua mengenai kerajaan ini tercantum di Prasasti Canggal yang didirikan tahun 732 Masehi. Prasasti ditulis dalam bahasa Sansekerta dengan huruf Pallawa. Dari prasasti ini diketahui kalau Sang Ratu Sanjaya, seorang Rakai Mataram, memerintahkan pendirian lingga di atas Gunung Wukir. Sanjaya adalah keponakan Raja Sanna, penguasa Jawa yang dikalahkan oleh Purbasora dari Kerajaan Galuh. Setelah Sanjaya wafat, ia digantikan oleh Rakai Panangkaran yang beragama Buddha. Panangkaran dikenal sebagai pembangun keraton yang mendirikan banyak sekali bangunan megah, termasuk candi Kalasan, Sari, dan Ratu Boko. Masa antara kekuasaan Rakai Panangkaran dan Dyah Balitung, yaitu antara 760 hingga 910 Masehi, dianggap sebagai puncak peradaban Jawa kuno. Di periode inilah didirikan banyak candi dan monumen yang memadati dataran Kedu dan dataran Kewu. Yang paling terkenal di antaranya adalah candi Borobudur, Prambanan, dan Sewu. Pengganti Panangkaran adalah Dharanindra atau Raja Indra. Ia meneruskan tradisi pembangunan arsitektur megah. Selain itu, Raja Indra dikenal dengan gelar “Sang Penakluk Musuh yang Berani” karena banyak mengirim pasukan militer untuk menaklukkan banyak kerajaan lainnya. Ia berasal dari Dinasti Syailendra dan juga memerintah Sriwijaya selain Mataram Kuno. Kedua raja berikutnya, yaitu Samaragrawira dan Samaratungga, tidak banyak mengirim pasukan militer ke luar negeri. Mereka memilih untuk menjaga perdamaian dan kesejahteraan rakyatnya sendiri, sekaligus meneruskan pembangunan candi-candi bercorak Buddha. Samaratungga menyelesaikan pembangunan candi Borobudur pada tahun 825 Masehi. Penerusnya, Putri Pramodhawardhani, menikah dengan Rakai Pikatan yang beragama Hindu. Pernikahan beda agama ini mungkin dilangsungkan untuk meningkatkan toleransi dan persaudaraan antara masyarakat beragama Buddha dan Hindu. Namun, ternyata tidak semua pihak setuju dengan pernikahan ini. Ibukota Mataram sempat diserang dan dikuasai oleh pasukan yang mungkin dipimpin oleh Balaputra dari Sriwijaya. Walaupun berhasil mengusir musuh, istana dianggap kurang bertanda baik sehingga kemudian dipindah ke Amrati, arah barat laut dari lokasi aslinya. Setelah itu, Rakai Pikatan turun takhta dan menjadi petapa. Penggantinya adalah Dyah Lokapala, putra bungsunya yang berhasil mengusir musuh dari ibukota. Lokapala meneruskan pembangunan candi-candi bercorak Hindu, seperti candi Sambisari, Barong, dan Ijo. Sepeninggal Lokapala di tahun 885 Masehi, raja-raja silih berganti bertempur merebut kekuasaan hingga akhirnya Mataram berhasil disatukan kembali oleh Raja Balitung di tahun 898 Masehi. Ia memindahkan ibukota ke Poh Pitu dan berhasil menciptakan pemerintahan yang stabil selama 12 tahun. Balitung mengadakan reformasi administrasi, membatasi kekuasaan rakai atau penguasa daerah, mendukung agama Hindu dan Buddha, serta melebarkan daerah kekuasaan ke Jawa Timur untuk pertama kalinya. Beberapa raja memerintah dari Poh Pitu sebelum ibukota dipindah lagi ke Mataram oleh Raja Wawa. Raja Wawa mengadakan transmigrasi ke pemukiman di sekitar Sungai Bengawan Solo dan Brantas di Jawa Timur. Jawa Timur menjadi lebih penting lagi ketika Mpu Sindok memindahkan ibukota ke sini dari Jawa Tengah. Pemindahan ini mungkin disebabkan oleh letusan Gunung Merapi, wabah penyakit, perebutan kekuasaan, atau faktor kepercayaan. Namun, banyak ahli sejarah berpendapat kalau alasan yang terkuat adalah pergeseran ke arah perekonomian maritim. Sungai Brantas dianggap lokasi yang lebih ideal dari dataran Kedu dan Kewu karena menyediakan akses ke pelabuhan yang dilewati jalur perdagangan rempah dari Maluku. Perubahan ini juga menandai akhir masa kejayaan Mataram Kuno, karena setelah itu tidak lagi ditemui pembangunan arsitektur Jawa yang semegah generasi sebelumnya. Dinasti Isyana yang didirikan Mpu Sindok berakhir dengan cicitnya Dharmawangsa Teguh yang naik takhta di tahun 990 Masehi. Saat itu, terjadi permusuhan sengit yang ingin mengklaim daerah Mataram Kuno di bawah Dinasti Syailendra. Dharmawangsa mengirim pasukan ke Palembang, tetapi serangan ini gagal. Sriwijaya berhasil mengusir pasukan Dharmawangsa, kemungkinan dengan bantuan Raja Dinasti Song dari China. Alih-alih mengalahkan Sriwijaya, Dharmawangsa beserta keluarga kerajaan malah terbunuh ketika Haji Wurawari yang didukung Sriwijaya menyerang istana saat pernikahan anak perempuan Dharmawangsa. Dengan peristiwa yang dikenal sebagai pralaya Mataram ini, berakhirlah Kerajaan Sriwijaya. Namun, garis keturunan Isyana terus berlanjut melalui Airlangga, yaitu keponakan Dharmawangsa yang mendirikan Kerajaan Medang Kahuripan di tahun 1019 Masehi. Wah menarik ya penjelasannya, teman kece. Sekarang, yuk coba jawab pertanyaan-pertanyaan berikut! Coba tulis jawabanmu di kolom komentar ya. Kalau mau latihan soal topik ‘Sejarah Kerajaan Mataram Kuno’, yuk kunjungi website kejarcita.id atau download aplikasi kejarcita di playstore. Like and share juga video ini ke teman kece lainnya ya. Kejarcita Kejar ilmu, raih cita