Transcript for:
Pandangan Ibn Taymiyah dalam Akidah

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Alhamdulillah Allah subhanahu wa ta'ala masih memberikan kesehatan untuk kita semuanya Saya ingin melanjutkan video sebelumnya terkait pandangan Ibn Taymiyah seputar penyimpangan-penyimpangannya dalam masalah akidah Kita mengklaim sebelumnya bahwa Ibn Taymiyah memiliki beberapa pandangan yang bermasalah dalam akidah Islam Kalau kita tidak membuktikan itu, maka itu hanya akan menjadi omong kosong belaka tentunya. Tapi kalau Anda bicara bukti, bukti itu sudah banyak sebetulnya dibaparkan oleh para ulama muslim. Sebelumnya saya sudah menampilkan satu buku, bukunya ini. Ibn Taymiyah alaihissalafiyan. Ini cocok untuk orang-orang yang tidak ingin urayan yang begitu detail dan panjang lebar. Ini sudah cukup. memberikan bukti bahwa Ibn Taymiyah itu bukan seorang salafi bukan seorang sosok yang konsisten mengikuti ajaran salafus soleh karena terbukti pemikirannya itu memiliki penyimpangan dalam masalah akidah secara spesifik buku ini mengulas tentang masalah akidah ya, baik yang berkaitan dengan ketuhanan maupun sedikit tentang kenabian, tapi ada satu lagi saudara, kitab yang tidak kalah tebal ini Al-Kashifus Saghir An-Aqsa Al-Maqaid ibn Taymiyah. Kalau Anda tidak puas dengan ini, kita punya salah seorang ulama besar, Ahlus Sunnah wal Jamaah, Sheikh Said Fauda, Kashifus Seghir, Al-Maqaid ibn Taymiyah. Ini tebalnya sekitar mungkin 700-an halaman ya. 751 halaman dengan daftar isi. Oh lihat, ini beliau memaparkan bukti-bukti penyimpangan Ibn Taymiyah dalam persoalan akidah. Sekali lagi. Kalau kita mengajukan kritik atas pandangan Ibn Taymiyah itu, itu tidak serta-merta menafikan jasanya terkait bidang keilmuan Islam yang lain. Kritik itu tetap perlu disampaikan karena kita menjumpai pengikut-pengikutnya, seperti ini misalnya, Sheikh Uthaymin, ulamanya orang-orang Wahhabi. Nanti mungkin akan kita ulas juga, syarah al-aqidah al-wasitiyah. Syekh Usaimin juga mengikuti akidahnya Ibn Taymiyah dan ya Allah, kalau kita baca itu akidah menjurus pada tajisin seolah-olah Allah itu punya anggota tubuh tapi anggota tubuhnya tidak seperti anggota tubuh kita Allah punya kedua tangan tapi tangannya katanya beda dengan tangan kita ya sama aja, sama-sama punya tangan dong kalau begitu jadi orang salafi wahabi itu ketika berjumpa dengan ayat-ayat yang mutasyabihat ini perlu anda tahu Seperti kata yad misalnya. Kita ambil satu contoh aja sebagai sampel ya. Iyadullah fokka aidihim. Tangan Allah, kalau di terjemahan secara literat itu kan tangan. Tangan Allah di atas tangan mereka. Mereka memahami bahwa Allah itu punya tangan beneran. Cuma tangannya beda dengan tangan kita. Lillah yad la ka'idina. Allah itu punya tangan, tapi tangannya tidak seperti tangan kita. Kalau begitu sama aja dong. Tangan itu kan makna hakikinya adalah anggota tubuh. Dan mereka menyatakan ketika Allah punya tangan itu maknanya makna hakiki. Makna zohirnya itu mereka terima. Dan itulah pandangan Ibn Taymiyah. Ketika berjumpa dengan ayat Mursyabihat, Ibn Taymiyah itu menolak ta'wil. Sebagaimana salafi wahabi sekarang menolak ta'wil. Padahal sudah kita buktikan sebelumnya bahwa ta'wil juga itu adalah mazhab salaf. Karena banyak riwayat-riwayat dari salafus soleh yang membolehkan ta'wil. Kemudian ketika menjumpai ayat semacam itu, mereka memaknai bunyi lahiriahnya. Kalau sekarang ada hadis menyebutkan, Yanzilurabbuna, Allah turun. Bagi Ibn Taymiyah dan para pengikutnya, Allah turun dalam arti yang hakiki. Turun dalam arti yang hakiki, cuma katanya turunnya nggak seperti turunnya mahluk. Tapi kan meskipun Anda mengatakan turunnya tidak seperti turunnya mahluk, tangannya tidak seperti tangan mahluk, tapi kan sama-sama terkat. tangannya Allah dengan tangannya Allah sama-sama sebagai tangan gitu loh kalau Anda menyebut mana hakiki tangan itu yang Anda amini, ya berarti sama-sama Allah itu punya anggota tubuh dong kalau begitu Allah punya anggota tubuh, kita punya anggota tubuh, cuman anggota tubuhnya beda tapi kan sama-sama jisim kalau begitu lihat, bagaimana akidah semacam ini berkonsekuensi pada tajisim, berkonsekuensi pada keyakinan bahwa Allah itu adalah sosok yang memiliki anggota tubuh cuma dibilang setelah itu anggota tubuhnya beda dengan anggota tubuh kita nah makanya ini ditolak oleh para ulama muslim ya nah silahkan nanti anda baca detailnya di buku ini saya akan mengulas isi buku ini Mungkin juga sebagian dari Al-Kasif As-Saghir, Sheikh Sa'id Faudah ini mungkin di beberapa video yang akan datang. Mudah-mudahan ini bisa memberikan penjelasan untuk saudara-saudara kita dari kaum Salafi. Baik, sebelum kita menjelaskan bagaimana pandangan Ibn Taymiyah, penulis buku ini, Sheikh Mansur Muhammad Muhammad Awais, menjelaskan bagaimana pandangan ulama Salaf. yang dijelaskan dalam kitab-kitab para ulama terkait ayat-ayat semacam itu. Harusnya bagaimana kita memahaminya, begitu loh. Nah, di sini beliau memaparkan banyak sekali pendapat ulama dan semuanya beda dengan Ibn Taymiyah. Terserah Anda memilih yang mana, Anda memilih Ibn Taymiyah, alhamdulillah, saya hanya menjelaskan dan memaparkan bahwa inilah pandangan ulama muslim, mayoritas dari kalangan mereka. Jadi bagi orang awam, tahu ya apa yang dimaksud dengan mutasyabihat. yaitu ayat-ayat yang zuhirnya itu seolah-olah menunjukkan keserupaan Tuhan dengan makhluk. وَيَبْقَوَى وَجْهُ رَبِّكَ Dan kekalah wajah Tuhanmu. Wajah itu maksudnya apa? Dalam aliran Ibn Taymiyah dan para pengikutnya, wajah itu maksudnya wajah dalam arti hakiki. Allah punya wajah, tapi wajahnya nggak seperti wajah kita. Cara mereka lari dari tajsim itu begitu. Allah punya wajah, tapi wajahnya nggak seperti wajah kita. Maknanya mana hakiki atau mana wajah sih? Kalau mereka bilang ma'na majazi, berarti mereka bertawil. Mereka akan bilang ma'na hakiki. Ma'na hakiki dari wajah itu apa? Jariha. Fisik. Anggota tubuh. Nanti kalau gitu secara sidat-sidat, anda ingin mengatakan Allah punya anggota tubuh namanya wajah, tapi anggota tubuhnya itu beda dengan anggota tubuh kita. Berarti kan sama-sama punya anggota tubuh gitu loh. Itu yang dilarang dalam makhidat Islam. Paham? Nah, terus bagaimana madhab salaf? Lihat, ayo kita pamerkan satu-satu. Sebelum kita memaparkan pada Ibn Taymiyah ya, untuk membuktikan bahwa Ibn Taymiyah itu bukan seorang salafi, bukan orang yang mengikuti ajaran salafus salih dalam masalah akidah. Yusuf beliau datang dengan bid'ah. Rahimahullah ta'ala. Taswir ma'adhabis salam indagair Ibn Taymiyah. Pertama beliau mengutip Imam Fakhruddin al-Razi, yang suka dimusuhi sama Ibn Taymiyah, tapi itu dalam ajaran al-Sunnah wal-Jamal, seorang imam besar yang sangat kita hormati. Kata Imam Fakhruddin al-Razi, silahkan nanti anda cek ini referensi-referensi ini ya, karena beberapa diantaranya, referensi ini bisa diakses di internet dalam kitab asasut takdis hasilu hadhal madhab anna hadhil mutashabihat yajibul qat'u fiha bianna muradallahi ta'ala minha shay'un ghairu duwahiriha jadi menyangkut ayat-ayat mutashabihat itu, kata Iyumar Razie kita harus memastikan bahwa yang Allah maksud itu pasti bukan makna zuhirnya kalau menurut alirannya Ibn Taymiyah dan Salafi Wahabi itu Yang harus dipastikan adalah makna zuhirnya justru. Yang diamin itu makna zuhirnya. Waya buqawajuhu rabbika artinya wajah dalam arti hakiki. Dalam mazhab al-sunnah wal-jamaah, enggak. Ada dua mazhab. Mazhab tafwid menyatakan bahwa wajah dalam ayat itu hanya Allah yang tahu maknanya. Tetapi dipastikan bahwa maksudnya itu bukan makna zuhirnya. Bukan wajah dalam arti anggota tubuh. Kalau disebut kata, يَدُ اللَّهُ فَوْقَ عَيْدِهِمْ Apakah itu artinya tangan dalam arti anggota tubuh? Mazhab al-Sunnah menjawab, tidak. Terus mananya apa? Menurut mazhab tafwid, kita menyerahkan mananya kepada Allah SWT. Mazhab yang kedua, mazhab ta'wil, menta'wil ayat itu, berdasarkan kaedah-kaedah kebahasaan, dan itu juga mazhab para ulama, mazhab salafus soleh, ada yang mengertikan dia sebagai kudroh atau kekuasaan. Secara kebahasaan juga itu diperbolehkan. Itu mazhab Imam Al-Razi. ثُمَّ يَجِبْ تَفْوِيدُ مَعْنَهَا إِلَى اللَّهِ تَعَالَى وَلَيَجُزُ الْخَوْتِ فِي تَفْسِرِهَا Ini mazhab tafwid. Jadi kalau pengen tahu maknanya, kata Imam Al-Razi, serahkan saja maknanya kepada Allah dan tidak boleh kita masuk ke dalam penafsirannya. Ini cocok untuk orang awam. Mazhab Ahlus Sunnah yang cocok untuk orang awam. Anda sekarang bisa membedakan apa bedanya mazhab Ahlus Sunnah wal-Jama'ah dengan mazhabnya Ibn Taymiyyah dan para pengikutnya. Mazhab Ahlus Sunnah wal-Jama'ah memalingkan makna zuhir makna zuhirnya gak kita amini makna zuhir dari ian adalah tangan makna zuhir dari wajah adalah wajah makna zuhir dari ian zil turun artinya perpindahan, itu kita nafikan maknanya yang hakikinya hanya Allah yang tahu mazhab tafid, cocok untuk orang awam mazhab utimnya gak begitu, turun dalam arti sesungguhnya, punya tangan dalam arti sesungguhnya punya wajah dalam arti sesungguhnya tapi wajahnya gak seperti wajah kita tangan seperti wajah kita, dan seterusnya gitu ya Sekarang pandangan Ibn Khaldun. Lihat, ulama itu saling menguatkan sesama lain. Ibn Khaldun yang punya kitab Al-Muqaddimah, yang diterima secara luas di timur dan di barat. ثُمَّ وَرَدَتْ فِي الْقُرْآنِ آيٍّ أُخْرَىٰ قَلِيلَهْ تُوْهِمْ أَتَّشْبِيحٍ Ada beberapa ayat Al-Quran kata Ibn Khaldun yang dapat menimbulkan penyerupaan. مَرَّطَنْ فِي ذَاتٍ وَأُخْرَىٰ فِي السِّفَاتِ فَأَمَّا السَّلَفِ Ada pun madhabas salaf. Madhab salaf dalam ayat mutasyabihat. Bagaimana kata Ibn Khaldun? فَغَلَبُوا أَلْدِلَّ تَتَّنْزِيحْ لِكَثْرَتِهَا Mereka lebih mendahulukan dalil-dalil penyucian. Karena saking banyaknya dalil-dalil penyucian itu. Jadi kalau dibilang, Ya Dulla Fawqa Edihim, Tangan Allah, Generasi Salafus Saleh akan menyucikan Allah dari tangan, Dalam arti yang makna zuhir itu. Wa'alimu istihalat tashbih. Dan mereka tahu bahwa Allah itu mustahil serupa dengan makhluk. Ngomong-ngomong, Wahabi Salafi juga tidak menyerupakan Allah dengan makhluk secara soreh ya. Kata mereka, La'isakamit lihishaya. Allah itu tidak disubuhi oleh makhluk. Cuma pandangan mereka ini, Ketika mengatakan, Ya Dulla Fawqa Edihim. Tangan Allah seperti tangan, Ah, tangan-tangan mereka, mereka itu mengartikan kata tangan, kata iad itu dengan makna zohirnya, makna hakikinya. Ya otomatis konsekuensi logisnya dong, ketika Anda memaknai kata iad dengan makna hakiki, berarti kalau begitu Anda mengatakan Tuhan punya anggota tubuh. Cuma anggota tubuhnya Anda bilang beda dengan anggota tubuhnya manusia. Sama-sama punya anggota tubuh kalau begitu. Jadi konsekuensinya adalah tajisim juga pada akhirnya. Kemudian, وَقَضَوْا بِأَنَّ الْأَيَدِ مِنْ كَلَمِ اللَّهِ فَآمَنُوا بِهَا وَلَمْ يَتَرُوا لِمَعْنَهَا بِبَحْثٍ وَلَا تَعْوِيلٍ Jadi mazhab salaf, mazhab yang tidak menjelaskan makna dari ayat mutasyabihat. Itu mereka menyerahkan. Sepertinya kepada mazhab tafwid. Sama-sama mazhab salafus salih. Bacalah dia sebagaimana adanya. Jadi kalau ar-Rahman, al-Arshistawa, Yadullah, faqa'i dihim. wa ibuqawajuhu rabbik, berimanlah sebagaimana adanya tanpa diizbat atau diafirmasi makna zuhirnya ya jadi mazhab salaf yang ori itu beriman kepada semua ayat-ayat itu tanpa mengizbat makna zuhirnya justru makna zuhirnya itu harus dipalingkan karena itu berkonsekuensi pada penyerupaan Tuhan dengan makhluk itu mazhab asli yang benar mazhab salaf yang benar وَلَا تَعْرُّدُ تَعْوِلُ وَلَا تَفْسِرُ جَوْزُ أَيَدَكُونَ إِبْتِنَا فَيَجِبُ الْوَقْفَ وَالْإِعْذَانِ لَهُ Mazhab Ibn Khaldun itu. Tidak ada. Tidak ada mazhab ulama yang lurus, yang menyebutkan bahwa kalau kita bertemu dengan ayat mutasyabihar, maka kita harus mengisbat makna zuhirnya, kecuali di kalangan salafi wahabi, Shay'u Saimin, Shay'Ibn Bas, dan ulama-ulama yang mengikuti aliran mereka itu. Dan tentunya imamnya Ibn Taymiyah. Rayyib Ahmad Ibn Dardir, Ahmad Ahmad Ad-Dardir, Syekh Ahmad Dardir yang punya khairi da'bahiyya. Beliau menyebutkan disini, saya kutipan yang singkat aja. Ammas salaf fafawwadu ma'ani hadihil asya. Generalis salafusulah itu menyerahkan makna dari ayat-ayat ini kepada Allah SWT. Kalau salafi wahabi bukan menyerahkan maknanya, mereka mengifbat dulu maknanya. Mereka mengatakan bahwa maknanya adalah makna zuhirnya. Ma'na zuhir dari kata yad adalah tangan, ma'na zuhir dari kata wajah adalah wajah. Diakui dulu ma'na zuhir yang sama mereka. Baru setelah itu mereka serahkan ma'na haqqiyahnya kepada Allah. Nah ini yang pandangan kayak begini. Nggak dikenal saudara dalam ajaran salafus soleh. Ajaran salafus soleh itu menyerahkan ma'na seutuhnya kepada Allah SWT. Kalau mau selamat. Bukan mengisbat ma'na zuhirnya. Ilahi ta'ala ma'atiqad tanazuhihi anqiyah haqqa ikihil lughawiyah bihi ta'ala. Dengan keyakinan bahwa Allah tersucikan dari makna-makna kebahasaan dari ayat-ayat itu. Jadi wajah itu maknanya bukan arti anggota tubuh. Itu harus kita sucikan dari kusti Allah subhanahu wa ta'ala. Kemudian ada lagi di sini banyak sekali. Imam Sa'adun Taftazani halaman 10. Fayajib ayyufawad ilmen nusus ilallahi alamahu wada'bus salaf. Maka setelah beliau menjelaskan itu penjelasan seputar ayat-ayat yang muntah syabihat, maka wajib diserahkan pengetahuan tentang teks-teks semacam itu kepada Allah SWT sebagaimana kebiasaan generasi salaf. Alamahu wadakbus salaf. Ifaron litoriqil aslam. Mencari jalan yang lebih selamat, kata Imam Tabtazani. Autu awal atau ditakwil. Tuh lihat tuh. Ta'wilat sahihah dengan ta'wil yang tepat Alamakhtaruhul muta'akhirun Sebagaimana yang dipilih oleh ulama Yang datang generasi belakangan Oke, saya kira jelas itu ya. Kemudian, al-imam Izzuddin Ibn Amir Salam, Uyahya Ibn Mu'adh, al-imam Ahmad. Kemudian ada lagi di sini kutipan-kutipan banyak sekali. Nah, imam Ahmad. Lihat, imam Ahmad. Imamnya orang-orang Saudi Arabia. Dalam mazhab fikih, mazhab hambali. Wasuila al-imam Ahmad anil istiwa. Imam Ahmad pernah ditanya tentang makna istiwa. Apa jawaban imam Ahmad? Allah istawa sebagaimana dia kabarkan Tidak seperti yang terbetik dalam pikiran manusia Bukan duduk itu Imam Ahwad gak pernah bilang istawa itu maknanya duduk Beliau termasuk mazhab Mengikuti mazhab tafwid Yang menyerahkan makna istawa itu Kepada Allah SWT Kalau mazhab salafi wahab yang ada sekarang Yang begitu Ibn Taymiyyah mengatakan Istawa dimana? Istakara Saya sudah baca disini nih Akidawasetia, istawa Dalam aliran wahabi itu artinya istakara Allah itu menetap Rahman aris istawa artinya Allah menetap di aras Tapi katanya menetapnya tidak seperti menetapnya kita Ya meskipun ada mengatakan Begitu, namanya menetap ya berarti ada Hakikat yang sama dong antara mahluk menetapnya mahluk Dengan menetapnya Allah Ada kesamaan hakikat dalam Kemenetapan Ada persentuhan dong kalau begitu. Cuma persentuhan yang beda dari persentuhan mahluk. Tapi sangat ada persentuhan di sana. Ada kebertempatan di sana. Itu yang menjurus pada tajzim itu. Itu yang ditolak oleh generasi salafus soleh. Oleh para ulama banyak muslim ya. Imam Ibn... Imam Ibn... Imam Abu Hanifah juga mengatakan kurang lebih demikian. Kemudian ada lagi banyak di sini. Imam Al-Laqoni sudah saya sertakan sebelumnya. Sama pandangannya kayak begitu. Kemudian Imam Ghazali sudah saya sertakan pandangannya. Imam Syed Ahmad Al-Rifa'i. Kemudian ada lagi yang tidak kalah menarik. Ini pandangannya Syed Abdul Halim Mahmud. Grand Sheikh Al-Azhar. Grand Sheikh Al-Azhar. Yang tahu pandangannya. Qala fadilatuhu. Zibli mengutip penangan Syabda Ali Mahmud وَنَفْيُ الْجِسْمِيَةَ وَنَفْيُ الْوَزِمِيَةَ مَعْلُمٌ لِلْمُسْلِمِينَ عَلَى الْقَطَةِ menafikan kejisiman, menafikan konsekuensi dari kejisiman contohnya seperti apa konsekuensi kejisiman itu? yaitu tadi kebertempatan, perpindahan, ketersusunan itu diketahui oleh bagi semua umat muslim عَلَى الْقَطَةِ secara pasti وَالضَّرُورَ بِعْلَامِ رَسُولِ اللَّهِ Sallallahu alaihi wasallam al-mubaligh fit tanzi bil-Quranil adhim Bi alami rasulullah s.a.w. al-mubaligh fit tanzi bil-Quranil adhim Karena Rasulullah s.a.w. sudah mengabarkan melalui Al-Quran Tentang bagaimana penyucian Allah yang sangat agung dalam Al-Quran itu Jadi dalam keyakinan umat muslim Secara pasti Allah itu tidak menetap, tidak duduk Tidak punya tangan dalam arti anggota tubuh. Itu kata beliau harusnya itu diakini secara pasti oleh orang-orang muslim. Kemudian, فَإِذَا سُئِلَ الْإِنسَانَ عَنِ الْإِسْتِوَى وَالْفَوْقِ وَالْيَادِ وَالْإِسْبَعِ Misalnya, فَالْجَوَبُ أَن يُقَالُ أَلْحَقُّ فِهِ مَا قَالَهُ الرَّسُولُ صلى الله عليه وسلم فَيُعْلَمْ قَطْعًا أَنَّهُمْ مَا أَرَادَ الْجُلُوسُ وَالْإِسْتِقْرَارِ مَا أَرَادَ الْجُلُوسُ وَالْإِسْتِقْرَارِ Yang jelas Allah itu tidak bermaksud dengan Al-Quran itu artinya istawa itu artinya julus, duduk, wal-istikrar. Jadi nggak ada ulama itu yang mengatakan bahwa ajaran salaf adalah mengisbat atau mengakui makna zuhirnya bahwa istawa artinya duduk, tapi duduknya nggak seperti kita. Itu nggak ada. Itu hanya ada dalam adanya salafi wahabi. Yang benar kita harus menafikan makna zuhir dari ayat-ayat itu. Maknanya bukan julus, bukan istikrar. Itulah mazhab ahlus sunnah Wal jamaah Imam Abdul Azim Az-Zarqani Punya manahil al-ifan Dua jelit di ulami Al-Quran Kitab yang sangat masyur dalam ulami Al-Quran Semuanya sepakat Baik dengan salaf maupun khalaf Ala anna zahiral istiwa alal arsh Wahual julus Alaihi ma'at tamakun wa tahayyuz Mustahiyil Duhir dari kata istiwa yang Zohar menunjukkan makna duduk, ma'at tamakun, dan bertempat itu, wa tahayyus, dan menempati ruang, itu mustahil. Semuanya sepakat nih. Mau salaf, mau kholaf, generasi terdahulu, generasi belakang, semuanya sepakat bahwa itu mustahil. Terus yang bilang istiwa artinya duduk. Allah duduk tapi duduknya nggak seperti kita, itu siapa? Sheikh Uthaymin Ibn Taymiyah dan ulama-ulama Salafi Wahabi. Beda sendiri itu, agak lain ya. وَكَذَلِكَ اِتَّفَقْ السَّلَفُ وَالْخَلَفُ عَلَىٰ هَذَا ظَاهِرُ غَيْرُ مُرَادِ اللَّهِ قَطْعًا Jadi generasi Salafus Saleh, generasi belakangan, ulama, semuanya sepakat yang lurus ini. Bahwa zahir dari ayat-ayat tersebut itu tidak dimaksudkan. Gair murad lillahi qat'an Secara pasti Karena Allah sudah menafikan dari dirinya Keserupaan dengan makhluk Likhalqihi Tidak ada yang serupa dengan Allah itu Kalau Anda mengatakan Allah punya tangan Tidak seperti tangan kita Sadar atau tidak Ketika Anda mengatakan Coba kita lihat nih Allah punya tangan Tapi tidak seperti tangan kita Tapi sama-sama punya hakikat ketanganan kan, punya hakikat tangan kan dan tangan itu kalau Anda sebut makna zohirnya adalah anggota tubuh jadi ketika Anda mengatakan Allah punya tangan dalam arti hakiki itu seolah-olah Anda ingin mengatakan Allah itu punya anggota tubuh, cuma bedanya anggota tubuhnya itu beda dengan anggota tubuh kita, itu akidah nggak pernah dikenal dalam ajaran salafus soleh, itu akidah yang menyimpan saudara-saudaraku sekalian, lihat di ulama sepanjang zaman banyak sekali kutipan-kutipan... Walhasil, kesimpulan saudara-saudara sekalian. Mazhab Salaf yang digambarkan dalam buku ini, berdasarkan kutipan-kutipan yang tadi saya sebutkan, itu tidak ada yang mengatakan bahwa kita itu harus mengakui makna zuhir dari ayat-ayat yang mutasyabihat itu. Allah punya tangan, punya wajah, punya kaki, turun. Tidak ada yang mengatakan demikian. Mazhab Salaf yang asli itu justru Ketika berjumpa dengan ayat-ayat semacam itu menyerahkan makna yang sesungguhnya kepada Allah SWT dengan menafikan makna zohirnya. Itulah yang membedakan salafi wahabi dengan generasi salafus soleh yang bertafwid sementara salafi wahabi itu mengafirmasi makna zohir baru setelah itu mereka bertafwid. Artinya menyerahkan kaifiyah yang sesungguhnya kepada Allah SWT. dan ajaran itu tidak pernah dikenal dengan ajaran salafus salafus salafus salaya itu adalah ajaran yang diwariskan oleh Ibnu Taimiyah dan kita akan jelaskan di pertemuan yang akan datang bukti-bukti penyimpangan Ibnu Taimiyah yang lain sekian Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh