Menjadi pionir bukanlah hal yang mudah, bahkan ide kamu bisa dianggap gila. Halo semuanya, nama saya Michael. Selamat datang di channel saya, Sikutu Buku. Kali ini saya tidak membahas buku, tapi membahas soal kisah inspiratif dari almarhum Tirta Utomo yang merupakan pendiri dari Aqua.
Sebelum kita mulai... buat kalian yang mau support channel ini agar terus berkarya. Caranya gampang banget.
Kalian cukup klik subscribe dan nyalakan loncengnya. Dukungan kalian membantu banget, supaya kita bisa rutin posting dan bersama-sama belajar di channel ini. Tirta Utomo lahir pada tahun 1930 di Wonosobo, Jawa Tengah. Setelah lulus sekolah, dia melanjutkan kuliah di program ekstensi fakultas hukum. Universitas Gajah Mada Surabaya.
Sambil kuliah, Tirto juga bekerja sebagai wartawan di Jawa Post. Walaupun begitu, dia berhasil lulus dalam waktu kurang dari 4 tahun pada tahun 1954. Setelah lulus, Tirto pun melanjutkan pendidikannya lagi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia di Jakarta. Tirto adalah seorang pekerja keras dan karakter itu sudah tercermin ketika dia muda. Dengan sepeda ontel, Tirto berkeliling kota Surabaya untuk mewawancari berbagai narasumber. Karir jurnalistik Tirto pun terus berlanjut setelah lulus kuliah.
Dia kemudian pindah ke Sinpo, media masa nasional yang cukup berpengaruh pada masa itu. Di sana, karirnya cukup gemilang, hingga Tirto mampu menjadi pemimpin redaksi selama 5 tahun dari tahun 1955 hingga tahun 1959. Tirto pun punya pemikiran lain atas tujuan hidupnya di masa depan. Setelah lulus dari fakultas hukum di Universitas Indonesia, Tirto ingin bekerja sesuai pendidikannya, yaitu sebagai ahli hukum. Itulah yang membuat Tirto akhirnya memutuskan untuk pindah profesi.
Dia pun direkomendasikan oleh dosennya dan berhasil masuk ke Permina, perusahaan minyak negara yang kemudian menjadi Pertamina. Karirnya di Permina cukup bagus. Dalam waktu 5 tahun, Tirto berhasil menjadi kepala divisi hukum dan penjualan luar negeri. Jabatan ini membuat Tirto jadi sering berhubungan dengan klien dari luar negeri. Banyak pengalaman yang didapat oleh Tirto ketika berkeliling ke luar negeri.
Karena dalam setahun, kira-kira hampir 9 bulan dia berada di luar negeri atas tugas dari perusahaannya. Tirto juga memiliki observasi yang tinggi terhadap suasana dan keadaan. di mana dia berada.
Setelah sampai di Indonesia, ada kebutuhan air minum yang berkualitas dari tamu perusahaan yang dia terima. Pada tahun 1971, Tirto akan mengadakan rapat dengan wakil perusahaan Amerika Serikat di Jakarta. Pertemuan itu hampir gagal, karena istri ketua delegasi pada masa itu tiba-tiba mengalami sakit perut.
Setelah diperiksa, Ternyata istri ketua delegasi tersebut mengalami gangguan pencernaan cukup serius akibat minum air yang kurang bersih. Itu yang membuat Tirto punya ide untuk menciptakan sebuah produk di mana dia menjual air dalam kemasan untuk siap minum dan sehat. Ide ini tidak dibiarkan begitu saja.
Tirto yakin kalau industri air mineral ini akan booming di Indonesia, karena pada saat itu belum ada produk sejenis. Dari situ, Tirto mulai belajar bagaimana cara memproses air dalam kemasan. Bahkan dia mengirimkan adiknya yaitu Selamat Utomo untuk magang di Polaris, perusahaan air minum dalam kemasan yang sudah beroperasi 16 tahun pada masa itu di Bangkok. Hal ini dia lakukan demi belajar cara memproduksi air minum dalam kemasan, karena pada saat itu belum ada teknologinya di Indonesia.
Pada tahun 1973, Tirtau mendirikan perusahaannya dengan nama PT Aqua Golden Mississippi. Awalnya, Tirtau sempat ragu, karena nama perusahaannya terdengar asing. Namun, setelah dipikir berulang-ulang, akhirnya Tirtau memilih nama tersebut karena pasar awalnya yaitu kalangan ekspatriat.
Sedangkan untuk produk yang dia jual, awalnya juga bukan bernama Aqua, tapi Puritas. Logonya juga berupa daun semanggi. Namun, ada masukan dari konsultan logonya, Kalau nama Puritas itu sulit disebut dan disarankan untuk dirubah nama menjadi Akua, karena arti dari Akua adalah air dalam bahasa Latin. Mendengar nama Akua, Tirto pun setuju dan jadilah nama dan logo Akua.
Saat Akua berubah menjadi Akua, Awal produksi dan berjualan aqua pada tahun 1974, penjualannya kurang baik. Kondisi ini terus berlanjut hingga 3 tahun. Bahkan, di tahun ketiga, hampir setiap bulan Tirto harus merogok uang pribadinya untuk menutupi biaya operasional perusahaan. Padahal, segala cara sudah dilakukan Tirto dan timnya.
Kondisi penjualan yang sulit membuat kepala produksinya sampai turun ke jalan untuk berjualan aqua. Pada masa itu, produk aqua diberikan gratis saja tidak ada yang mau. Hingga akhirnya, Tirta memberikan ultimatum. Kalau aqua masih rugi terus setiap bulan, maka terpaksa kita harus tutup. Saat itu, penjualan aqua yang sulit karena pasar belum teredukasi soal air minum dalam kemasan.
Bahkan, ketika menjual aqua ke konsumen secara door-to-door, banyak orang merasa aneh. Kok berjualan air? Hal ini bisa dimaklumi. karena masyarakat pada masa itu terbiasa memasak airnya sendiri di rumah.
Tidak jarang juga sampai ada yang berpikir ini merupakan ide aneh karena menjual air. Maklum saja, pada masa itu kondisi air sumur masih bagus dan belum ada kepercayaan kalau air akua berbeda dengan air yang mereka masak di rumah. Hingga pada suatu rapat, ada sebuah ide yang nyeleneh.
Ada usaha untuk menaikkan harga akua menjadi produk premium agar bisa menutupi kerugiannya selama ini. Usulannya tidak tanggung-tanggung, yaitu menaikkan harga aqua menjadi 3 kali lipat dari harga semula. Anehnya, ketika dinaikkan harganya, penjualannya bukannya turun, malah naik pesat. Setelah dianalisa, barang kalau dijual terlalu murah, konsumen malah tidak percaya.
Dengan harga yang tinggi, kepercayaan konsumen mulai tumbuh. Itulah titik balik pertumbuhan Aqua. Saat itu, fokus utamanya yaitu menjual kepada orang kaya dan ekspatriat yang tinggal di Indonesia. Ada cerita unik lain ketika menjual Aqua. Pada tahun 1984, Aqua menganggap soft drink adalah kompetitornya.
Karena tidak ada merek air dalam kemasan, soft drink dengan warna merah dengan merek Coca-Cola mendominasi di Jakarta. Tirta saat itu berpikir, bagaimana caranya? agar Aqua bisa bersaing.
Dia lalu memberikan produk Aqua secara gratis kepada warung-warung kecil, pedagang rokok, dan sebagainya. Uniknya, Tirto hanya memberikan produk gratis sebanyak 3 botol. Ternyata ini ada alasannya.
Ketika 2 botol laku, maka akan tersisa 1 botol. Itu akan memberikan kesan kalau produk Aqua laku di pasaran. Strategi ini ternyata berhasil untuk mengubah persepsi soal aqua. Dari yang awalnya mencibir, hingga konsumennya pernah disebut sebagai anak botolan bagi masyarakat pada masa itu.
Aqua juga konsisten memposisikan mereknya sebagai air minum sehat sejak pertama dijual. Apabila mau sehat, maka minum aqua daripada minum air yang dimasak sendiri. Pelan-pelan kesadaran masyarakat soal kesehatan meningkat. Inilah yang membuat produk Aqua menjadi laku.
Bukan hanya bagi kelas premium, tapi juga masuk ke kelas masyarakat biasa. Popularitas Aqua kemudian membuat banyak kompetitor juga ikut memproduksi air dalam kemasan. Timnya kemudian panik, tapi Tirto tidak.
Malah dia ingin merangkul kompetitor. Bagi Tirto, dengan adanya kompetitor, maka industri air dalam kemasan akan semakin maju. akan membuat masyarakat jadi bisa menilai mana air minum yang bersih dan sehat.
Hingga akhirnya produk Aqua semakin berkembang dan nama Aqua sudah menjadi nama barang dari air minum dalam kemasan. Dari kisah Tirta Utomo, ada beberapa pelajaran yang menarik. Pertama, jadi pionir tidak mudah. Menjadi yang pertama bukan berarti langsung sukses. Perjuangannya sangat berat untuk meyakinkan konsumen kalau produknya merupakan air sehat.
Bahkan, idinya juga sempat dianggap aneh oleh beberapa orang. Namun, semua jari payahnya akan terbayar ketika konsumen sudah mulai paham. Kedua, kompetisi bukan hal buruk.
Ketika ada kompetitor baru, bukan berarti kita harus takut tersaingi. Tapi, kita harus melihatnya seperti cara pandang Tirto. Kalau ada kompetitor, maka industri air minum dalam kemasan pasti akan semakin besar. Ketiga, jangan jual produk terlalu murah.
Ini pelajaran menarik dari kisah Tirto. Bayangkan, ketika harga produknya dinaikkan 3 kali lipat, aqua malah laris di pasaran. Ketika barang dijual terlalu murah, konsumen pasti kurang percaya dengan kualitas produknya.
Namun, ketika harga produknya lebih mahal, maka secara tidak sadar akan timbul kepercayaan dari konsumen. Kalau barang tersebut memiliki kualitas yang tinggi, menjadi pionir bukan hal yang mudah. Bahkan, idemu bisa dianggap gila oleh sebagian orang.
Namun, ketika kamu bisa terus fokus dan yakin dengan ide yang kamu miliki, maka ceripayahmu akan terbayar tuntas. Silahkan komen di kolom komentar, pelajaran apa yang kalian dapat ketika tahu informasi ini. Selain itu, komen juga. Mau tahu informasi apa lagi yang saya review di video berikutnya? Saya undur diri, jangan lupa subscribe channel youtube Sikutu Buku.
Bye-bye.