Saya juga dapat kebagian materi yang berat juga. Materinya itu, apa tadi, Selamik Worldview, Landasan Pembentukan Pribadi Ulil Albab. Ini kalau diteliti bisa jadi satu disertasi sendiri.
Berat pertama, saya akan coba untuk memudahkan kita memahami karena ini tema penting pertama tentang ulil albab Allah mengingatkan pada kita dalam surat Ali Imran ya 10 ayat terakhir Audzubillahimnashaitonirrojim Bismillahirrohmanirrohim Inna fi khalqis samawati wal ard waqtilafi layli wa nnahari la ayatin li ulil albab Al-Fatihah Ayat ini adalah dari Allah Asbabun Nuzulnya itu Rasulullah SAW mendapat kabar beliau terlambat sholat subuh karena beliau kemudian menceritakan turun ayat surat al-imran 10 ayat terakhir ini dan kemudian Rasulullah mengatakan celakalah orang yang membaca ayat ini tapi tidak memikirkannya Alhamdulillah ayat ini mengajak kita Berfikir bahwa pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, itu ada ayat. Ayat itu tanda, signal, tanda-tanda. La'ayatin li'ulil albab, bagi orang yang berfikir, orang yang punya akal.
Jadi sebetulnya ulil albab ini artinya orang yang mampu berfikir, mampu menangkap tanda-tanda. Allah menunjukkan pada kita ini kan tanda-tanda. Tanda-tanda apa? Tanda-tanda keberadaan Allah, tanda-tanda kekuasaan Allah, tanda-tanda tentang kemahabijaksanaan Allah.
Jadi kalau seorang manusia melihat fenomena alam termasuk dirinya, wafil arti ayatun lilmukinin wafianfusikum afalatupsirun di dalam dirimu itu ada ayat. Kalau orang gagal menangkap tanda-tanda, maka dia... Tidak menjadi orang berakal, bahkan dalam surat Al-A'raf 179 Orang-orang yang punya akal, punya mata, punya telinga, tapi tidak mampu memahami ayat-ayat Allah Tidak menemukan Allah, tidak memahami tentang sifat-sifat Allah Maka, ulaika gal'an'am balhum adhan, mereka itu sama dengan binatang ternak Jadi kalau kita lihat ya Islam ini agama yang sangat mengajak manusia untuk berpikir. Gampangannya Islam ini ngajak orang pintar.
Maka kehadiran Islam dimanapun saja Islam itu berkembang. Pasti Islam itu membangun peradaban baru. Coba kita perhatikan Islam masuk Madinah. Madinah menjadi pusat peradaban.
Islam masuk ke Syria masuk ke Palestina tahun 636 Masehi, muncul peradaban baru yang sangat tinggi. Islam masuk Eropa tahun 711, muncul peradaban Islam sampai 800 tahun bertahan. Islam masuk ke Nusantara ini, sejak awal abad ke-7 Masehi, Islam sudah masuk ke negeri kita. Apa yang ditinggalkan Islam? Islam mengangkat derajat masyarakat Melayu menjadi masyarakat yang berpikir.
Jadi sebelum Islam masuk, yang dominan di wilayah Melayu ini klenik. Yang dominan itu klenik, kemudian mitos, mitologi-mitologi. Nah, ketika masuk Islam, apa yang diajak pada masyarakat Melayu? Mengajak Islam itu mengajak berfikir, maka warisan peradaban Islam di Melayu ini juga peninggalan umat Islam di wilayah Melayu ini bukan batu, tapi buku.
Sejak abad ke-15 kalau kita lihat kitab akidah tertua yang diterjemahkan dalam bahasa Melayu itu Akoid Nasafiyah. Sampai sekarang kita masih menemukan warisan Wali Songo yang ditemukan itu adalah kitabnya Sunan Bonang. Headbook Van Bonang itu ditranskrip, dianalisis oleh.
orientalis Belanda dulu. Jadi dulu yang dihadirin oleh Bapak Bapak di mana saja, di wilayah Asia Tengah sampai ke Cina sekalipun. Islam selalu membawa kebangkitan peradaban baru karena Islam itu hakikatnya mengajak berpikir.
Jadi kalau kita misalnya ya kita nulis disertasi dengan metode kualitatif. Itu kan seorang peneliti disuruh mengamati, mengamati gejala-gejala, mengamati fenomena-fenomena. Kemudian seorang peneliti itu dia berhasil, dianggap punya tesis, punya teori, kalau dia berhasil istilah ilmiahnya kan mengkonseptualisasikan.
Jadi yang nyata kemudian di abstrakan, nah baru dia dikatakan hebat. Makanya kalau di luar disebut PhD, Doctor of Philosophy. Kenapa dia disebut Doctor of Philosophy?
Karena dia mampu merumuskan. Jadi merumuskan sesuatu yang dia lihat menjadi sebuah teori. Nah tugas ilmuwan kan itu.
Supaya temuan dia itu bisa dipakai di mana-mana. Digeneralisasikan, dikonseptualisasikan. Itu ulil albab, orang yang cerdas. Orang yang cerdas itu orang yang mampu menangkap apa yang dia lihat, apa yang dia dengar, kemudian dia masukkan dalam pikirannya, dia simpulkan.
Kalau kita lihat di sini, al-fatihah saja, itu kan sebetulnya penuh dengan teori. Alhamdulillahi, itu sudah satu teori. Segala puji bagi Allah. artinya, gak ada yang lain yang berhak dipuji nah bagaimana ureannya? itu satu kesimpulan sebenarnya Rabbil Alamin, Allah Rabbil Alamin, itu juga satu kalau orang berpikir itu sangat mendalam sekali, maknanya itu misalnya kita, iyaka na'budu wa iyaka nasta'in hanya kepadamu ya Allah aku menyembah, hanya kepadamu ya Allah aku minta tolong kan itu satu kesimpulan Jadi kalau kita membaca satu penelitian itu, kadang-kadang kita enggak usah baca semuanya.
Saya kalau waktunya mepet, baca aja rumusan masalah sama kesimpulannya. Kesimpulannya apa? Udah, kita udah tahu isinya. Nanti baca ini. Al-Fatihah itu kesimpulan.
Inti kehidupan kita, panduan hidup kita selama dunia akhirat itu Al-Fatihah itu. Allah mengabarkan pada kita bahwa orang-orang yang di dunianya males mikir itu nanti masuk neraka. Para ahli neraka dalam surat Al-Muluk itu Ayat 10, waqolu laukunna nasma'u au na'qilu ma'kunna fi ashabi sa'ir.
Mereka penghuni neraka sa'ir itu mengatakan laukunna nasma'u andekan kami dulu di dunia mau mendengar au na'qilu atau kami mau berpikir ma'kunna fi ashabi sa'ir maka kami gak akan masuk neraka ini. Kami gak akan jadi penghuni neraka. Bukan selalu afalaya tafakkarun, afalataqilun, itu banyak sekali dalam Al-Quran.
Jadi oleh kami itu salah satu ya kalau kita lihat dalam makos itu syariah. Tujuan syariah itu apa? Lima kan?
Imam Masyadibi merumuskan makos itu syariah. Khifduddin, melindungi agama. Khifdul akal, salah satunya khifdul akal.
Syariat Islam ini melindungi akal. Kenapa orang pemabuk minum Khomer dihukum berat? Dicambuk 40 kali, itu berat.
Karena merusak akal. Jadi semua yang merusak akal itu masuk minal kabair, dosa besar. Jadi kemudian misalnya khidu nasl, zina kan dihukum berat.
Karena dia merusak keturunan, merusak nasab. Iya Khifzuddin, Khifzul Akhl, Khifzul Nasl, Khifzul Mal, termasuk Khifzul Mal juga. Jadi ini Saya ikannya tema kita tentang ulil albab. Kalau di Gurindam 12 itu indah sekali. Raja Ali Haji mengubah satu kalimat yang sangat indah.
Di antara tanda orang berakal, di dalam dunia ia mengambil bekal. Singkat tapi indah. Coba kita rendahkan, diantara tanda orang berakal, di dalam dunia ia mengambil bekal. Artinya apa? Bodoh banget.
Dia enggak berakal kalau waktunya di dunia disiasiakan. Apalagi di bulan Ramadan kan kita dijanjikan oleh Allah pahala yang berlipat ganda, ampunan dibuka seluas-luasnya. Ini kalau gak dimanfaatkan rugi banget gitu. Karena Ramadan ini ibaratnya itu tempat kita menghimpun bekal.
Kita diberi kesempatan, kenapa dua bulan sebelumnya kita sudah berdoa Allahumma barik lana fi rajab wa sya'ban wa balikna Ramadan Itu menunjukkan pentingnya, mulianya dan agungnya bulan Ramadan ini Makanya di dalam dunia, dia mengambil bekal Nah kalau orang buang-buang waktu dalam hidupnya mengerjakan sesuatu yang tidak banyak manfaatnya, bahkan yang mubah saja. Itu kan sabda Rasulullah SAW kan, Min husni islamil mar'i tarkuhu mala ya'ni. Di antara tanda orang yang baik agamanya, Tarkuhu mala ya'ni. Dia meninggalkan sesuatu yang gak patut. Jadi ada hal-hal yang lebih penting.
Saya mohon maaf misalnya ya, sudah di umur saya yang 57 tahun lebih, ini hampir 58 tahun, saya dari kecil itu ya sudah mendengarkan perdebatan tentang rokaat sholat raweh. Dari kecil, dari dulu saya di kampung ya itu, karena bapak saya Muhammadiyah, ibu saya NU. Nah itu beda masjidnya, orang tua saya sendiri, bapak saya masjidnya Muhammadiyah 8 rokat, ibu saya 20 rokat.
Dari kecil saya sudah mengikuti perdebatan di rumah ini, sampai sekarang itu. Hal yang sama, perdebatan yang udah puluhan tahun, ya itu juga. Saya perhatikan dalilnya ya sama.
Yang 20 rokat ya dalilnya itu, yang 11 ya dalilnya sama. Hadisnya sama. Yang dikutip ya hadis Aisyah itu, hadis Bukhari, yang ini nanti Ijman.
20 rok, dari kecil saya dengerin itu, sampai sekarang masih sama. Nah menurut saya dikurangi, ini kalau saran saya, ini sudah lah yang mau 11, kalau disini 11 ya. 11 ya, 11 gak apa-apa.
100 rokaat aja gak apa-apa. Saya setuju sama Ustaz Adi Hidayat. Mau 400 rokaat aja, karena begitu banyak perbedaan di situ, gak masalah.
Kenapa? Kita ini sekarang menghadapi masalah yang serius. Masalah umat kita ini bukan sekedar jumlah apa namanya, rok atrawa.
Ini masalah akidah kita. Anak-anak kita ini sekarang ini, itu serius banget. Masa depan mereka ini gimana? Saya juga punya anak kan, ngalami begitu kuliah.
Bagaimana anak ini kita jaga sampai kuliahnya? Sekarang ini nyelamatkan akidah saja gak gampang. Jadi kalau saya ingin sekarang tema worldview ini, Wolfview ini dasar. Kenapa bangsa Arab ini?
Dari bangsa yang gak dikenal di peta peradaban, diremehkan. Dulu bangsa Arab itu diremehkan. Diremehkan oleh kaum Yahudi, kaum Nasrani, bangsa Mesir, bangsa peradaban Syria, Cina, India, apalagi Romawi.
Mereka memandang remeh bangsa Arab. Bahkan orang Romawi dulu menganggap orang Arab ini perampok, hurun pasir. ketika pasukan dalam perang Yarmouk yang dipimpin Khalid bin Walid menghadapi pasukan Romawi yang jumlahnya berkali-kali lipat komandan pasukan Romawi ngeremehin banget udah kalau kamu kesini mau cari duit, cari harta, nih kami kasih emas, kamu balik nanti tahun depan balik lagi, kami kasih lagi karena persepsi mereka bangsa Arab itu bangsa rendahan Padahal mereka tidak tahu bahwa bangsa Arab dalam waktu 23 tahun dididik oleh Rasulullah SAW telah menjadi bangsa yang terbaik.
Bukan hanya kekuatan fisiknya, tapi peradabannya, cara berpikirnya. Saya pernah cerita tentang seorang penulis Inggris namanya Karen Armstrong. Dia menulis buku judulnya A History of Jerusalem. Sudah terjemahkan dalam bahasa Indonesia. Di dalam buku itu, Karen Armstrong ini mantan biarawati.
Sampai sekarang belum masuk Islam. Padahal buku-bukunya banyak membela Islam. bahkan beliau menulis buku khusus tentang Nabi Muhammad SAW dan membela Rasulullah SAW itu dari tuduhan-tuduhan orang barat betapa mulianya Nabi Muhammad SAW itu dia dibela oleh orang mantan biarawati yang belum muslim di dalam buku A History of Jerusalem itu karena Amsang menggambarkan Bagaimana seorang Khalifah Umar bin Khattab ketika menaklukkan kota Yerusalem tahun 636 Masehi tidak melakukan pembunuhan.
Dia bilang disitu there was no killing, disitu gak ada pembunuhan. No destruction of properties, gak ada penghancuran bangunan-bangunan. Tidak ada pengusiran orang berbeda agama.
Tidak ada penghancuran simbol-simbol agama lain. Tidak ada pemaksaan orang untuk masuk Islam. Jadi kata Karen Armstrong, enggak pernah terjadi dalam sejarah kota Yerusalem selama ribuan tahun.
Ya baru itu terjadi, baru di zaman Umar bin Khotob itu. Jadi kalau orang bicara toleransi beragama, menghormati agama lain, itu Islam. Di Madinah Rasulullah sudah membangun negara dengan piagam Madinah.
Dalam Al-Quran pun sudah seperti itu. Menghormati orang beda agama itu bukan bagi umat Islam, bukan masalah politik. Itu masalah akidah, itu masalah syariah.
Wajib umat Islam itu menghormati agama lain. Jelas sekali dalam surat Luqman. Kalau orang tua kita, ma'a'zubillah misalnya ada orang tua lah, yang dia agamanya beda, anaknya muslim, orang tuanya bukan muslim. Wajib anak itu menghormati orang tuanya. Ajaran mana yang menyadarkan bahwa kita ini berbeda, ini kan satu peradaban tinggi.
Tapi Islam itu... Dihadirkan bukan hanya untuk orang Islam, ini kadang orang sering salah sekarang. Oh dia eksklusif, kalau Islam hanya untuk orang Islam.
Maka kan kadang-kadang ada istilahnya sekarang ini, local wisdom. Local wisdom. Local wisdom itu berarti lokal, kebijakan lokal. Seolah-olah gini, kalau kita ini ya bangsa kita, masyarakat kita punya satu yang baik, dibilang itu lokal. Tapi kalau barat punya wisdom dibilang universal.
Jadi universal wisdom. Nah kalau Islam local wisdom. Nah ini gak benar. Jadi kalau sekularisme dibilang itu universal. Sekarang gitu, sektarian.
Oh dia sektarian. Sama sebetulnya dengan istilah, mohon maaf saya sebut, politik identitas. Ini kalau kita kupas secara ilmiah susah. Sebab akhirnya identitas itu yang ditunjuk kalau identitas agama. Tapi kalau dia beridentitas sekuler.
Sepertinya identitas juga, beridentitas sekuler artinya dia tidak mau negara itu masyarakat diatur oleh agama. Itu sepertinya sekuler, identitas juga. Apa sekuler bukan identitas?
Tapi kalau sekuler, itu universal. Nah kalau agama apalagi Islam dibilang itu sektarian. Ini tidak fair.
Cara berpikir itu jangan kemudian kalau orang saya ingin menegakkan Islam, oh anda sektarian. Tapi kalau anda berpikir tidak berdasarkan agama, nah baru hebat anda. Anda universal.
Nah ini kita sudah secara istilah sudah keliru. Nah ini worldview sebenarnya. Worldview ini cara pandang.
Ruyatul Islam lil wujud. Pandangan Islam terhadap realitas. Bagaimana kita menjadi muslim, melihat sesuatu itu, cara berpikir kita itu islami.
Meskipun dia muslim, tapi cara berpikirnya tidak islami. Saya akan berulang kali, kasih contoh. Bagaimana kita melihat covid, virus.
Seorang ilmuwan yang tidak punya worldview Islam, pandangan hidupnya bukan Islam, dia Muslim. Tapi ketika dia melihat virus, semata-mata itu sebagai fenomena alam saja. Ya virus itu makhluk yang menyebabkan satu penyakit, udah gitu aja.
Menanggulangi virus sebatas bagaimana mengobati penyakit dan mencegah virus itu gak masuk ke kita. Udah sebatas itu. Nah itu worldview-nya bukan Islam.
Kalau seorang muslim, muslimin, memahami virus bukan semata-mata indrawi atau akli. Dia masuk ke alam ilahiyah. Ya maksudnya ada dimensi ilahiyah.
Bagaimana kita yakin virus ini gak datang dengan sendirinya. Jadi cara berpikir kita ketika virus datang kita tahu ini dari Allah. Tapi kita juga harus memahami virus itu. Harus juga kita melakukan riset, kemudian secara indrawi, itu nanti secara akli, kita rumuskan, oh virus itu seperti ini, dengan mikroskop elektron bisa dilihat, bentuknya seperti ini, dia sifatnya begini menyebabkan penyakit ini.
Nah itu dia rasional dan akli. Sebatas itu. Tapi kalau dia muslim, enggak segitu. Kita yakin gini, virus ini datang dari Allah. Dan Allah ngirim virus ini ada maksudnya, ada tujuannya.
Semua musibah yang menimpa kita, itu pasti tujuannya supaya kita semakin dekat dengan Allah. Rumusnya itu saja. Apakah itu ujian, apakah itu teguran, apakah itu hukuman dari Allah, itu tujuannya yang penting kita diuji oleh Allah dengan penyakit supaya kita ini sadar. banyak salah.
Kita ini banyak kezaliman supaya kita dekat dengan Allah. Maka kalau kita mau mengobati, menanggulangi, misalnya ada komisi penanggulangan COVID-19, apa namanya badan penanggulangan COVID-19 atau badan penanggulangan bencana, itu yang kita sebut bencana musibah itu bukan hanya fisik tapi jiwa. Saya menulis kalau di pesantren itu kan memberantas COVID itu dengan 4M ya menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan, menghindari kerumunan.
Ya misalnya gitu. Nah nomor satu itu saya tambah. Nomor satunya justru yang penting itu meminta perlindungan dan pertolongan kepada Allah.
Jadi gak hanya mencuci tangan, memakai masker, gak hanya itu. Yang paling penting justru meminta pertolongan dan perlindungan kepada Allah. Itu terpenting. Kenapa? Karena kita tahu virus ini bukan datang dengan sendirinya.
Gak ada ceritanya virus itu. Mengadakan kongres virus sedunia, membuat planning, nyerang manusia, enggak ada. Yang ngirim virus itu Allah, dan virus itu dikirim oleh Allah ke kita, menyadarkan kita.
Maka tujuan penanggulangan virus yang terpenting, bukan fisiknya saja yang sembuh, tapi yang terpenting takwanya meningkat. Kan orang itu kalau dikasih musibah biasanya, biasanya itu cenderung mendekat kepada Allah. Banyak sudah itu ya.
Setelah gempa bumi terjadi, masjid penuh. Nanti setahun makin berkurang, dua tahun. 3 tahun, 4 tahun, 5 tahun, balik lagi ke sepi.
Ini manusia biasanya. Memang manusia itu kebangetan kalau sudah dikasih musibah, masih durhaka juga, itu memang luar biasa. Itu kelasnya sudah di atas iblis.
Kalau sudah biasanya orang dikasih musibah itu mendekat pada Allah. Ini sudah dikasih musibah, tambah nekat, tambah durhaka. Ini memang sudah khotamallahu ala kulubihim, hatinya sudah tertutup. Ini worldview, cara memandang kita. Kalau kita memandangnya beda, ya beda juga perilakunya.
Kita melihat sekarang ini. Contohnya, orang memahami kekuasaan. Dapat kekuasaannya.
Nah itu tergantung worldview. Kalau dia worldview-nya Islam, dia memahami kekuasaannya dia dapat. bukan sebab akibat dari usaha dia.
Saya kan sudah ngelontorkan dana. Untuk anggota, jadi anggota DPR, saya dengar dari kalangan teman-teman yang di partai, kalau mau jadi ya minimal 10M lah. Untuk DPR Pusat ya, itu persiapannya sudah 2 tahun yang lalu. Pemilunya 2024, kalau mau jadi, karena saya diskusi dengan konsultan Medsos. Ada sendiri itu, luar biasa.
Mau jadi anggota DPR itu khusus ada konsultan Medsos. Itu biayanya miliaran. Itu disetting mulai dari keluar rumah, naik motor, semua udah ada video-videonya ditata betul. Ya 10M lah. Katanya ini kata lembaga survei, kalau mau jadi 10M.
Cukup mahal juga, 10M. Ketika dia berusaha, terus dapat dia jadi anggota DPR. Nah disini worldview-nya gimana? Dia memandang kekuasaan yang dia dapat itu apa? Kalau dia pandang kekuasaan itu adalah hasil dari usahanya, maka dia enggak mau diatur oleh Allah.
Nanti dia akan menggunakan kekuasaannya semau dia. Enak aja diatur. Ini kan kekuasaanku, aku capek-capek ngeluarkan biaya miliaran, terus diatur.
Suruh ikut agama, enggak mau dia. Aku mau gunakan kekuasaan, dia semau aku. Wang itu kekuasaanku, aku yang dapatkan gitu. Ini enggak benar.
Oleh karena ini coba lihat ya. Lima ayat pertama yang turun Al-Quran. Ikra'ismi robbikal lazi khalaq. Kalaqal insana min alaq. Ikra'warobbikal akram.
Alladhi allama bilqalam. Allamal insana malam ya'lam. Allamal insana malam ya'lam.
Coba, bangsa Arab ini disebut ummi, tidak punya tradisi tulis. Dikasih wahyu yang memahamkan bahwa Tuhan itu mengajar kita apa yang kita tidak tahu. Jadi artinya ketika kita dapat ilmu, itu bukan karena usaha kita. Ilmu itu pemberian dari Allah.
Ini Al-Quran kan mengatakan, Nabi Ibrahim wa idha maritu fahuwa yashfin. Ketika aku sakit, Allah yang menyembuhkanku. Meskipun kita berubat ke dokter, kita sembuh. Kita kan gak membaca Alhamdulillah dokter.
Kita ucapkan terima kasih kepada dokter, tapi tetap ucapan kita apa? Alhamdulillah, artinya pujian untuk Allah. Karena yang menyembuhkan aku bukan dokter, yang menyembuhkan aku Allah.
Begitu juga sekarang kalau kita belajar, ini anak-anak kita perlu kita ajarin konsep ini. Karena yang ngasih ilmu itu Allah. Makanya kalau kita mau dapat ilmu yang bermanfaat, anak kita... Niat dan tata cara cari ilmunya ikuti cara yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Adab mencari ilmunya harus benar.
Supaya dapat ilmu itu. Profesor Setnakib Alatas mengartikan ilmu. Itu apa?
Hadirnya makna. dalam diri seseorang dan sampenya seseorang, sampenya jiwa seseorang pada makna. Jadi ilmu itu sebetulnya adalah sampenya jiwa kita pada makna dan hadirnya makna ke jiwa kita. Maksudnya kita ada usaha mencari ilmu itu wajib, karena mencari ilmu itu wajib. Tapi ketika kita usaha, yang ngasih ilmu pada kita itu bukan usaha kita, itu pemberian Allah.
Sama dengan risiko. Kita berusaha keras, bekerja pagi, siang, malam dengan segala macam teori yang keahlian yang kita punya supaya riski datang kan. Tapi datangnya riski ke kita bukan karena usaha kita, bukan sebab akibat yang pasti, enggak. Itu kehendak Allah, itu anugerah Allah. Maka disini indahnya juga konstitusi kita.
Itu akidah halusunah waljamah atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur. Nah, ada panduan kan? Jadi kita merdeka itu karena rahmat dari Allah. Maka jangan sombong, jangan gunakan kemerdekaan, jangan isi kemerdekaan dengan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran-ajaran Allah. Karena itu pengakuan yang luar biasa, kita merdeka rahmat dari Allah.
Tapi ada usaha kita dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur. Ini yang merumuskan ini hebat. Dugaan saya Haji Agus Salim. Karena ada empat tokoh Islam waktu itu kan dari Panitia IX itu Haji Agus Salim, Kiai Wakil Hashim, Abdul Kahar Muzakir, dan Abikusno Cokro Suyoso. Dari tokoh-tokoh ini yang paling senior, yang dianggap paling alim waktu itu Haji Agus Salim.
Haji Agus Salim itu kan ponakan Syeikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi. Saya Mahathir, Guru dari G.H.Hasim Ash'ari dan G.H. Ahmad Dahlan di Mekah. Jadi Haji Agus Salim memang sangat cerdas.
Waktu itu umur Haji Agus Salim 61 tahun. Bung Karno dan lain-lain waktu itu 40-an tahun. Jadi Haji Agus Salim itu satu generasi di atas mereka.
Makanya Bung Karno sangat segan dengan Haji Agus Salim. Bung Karno itu muridnya Cokro Aminoto. Nah, Sokro Aminoto itu kagumnya sama Haji Agus Salim, nanti kisah tersendiri.
Jadi itu worldview. Jadi kalau kita mau jadi orang cerdas, yang diubah memang pertama pikirannya. Kalau kita mau didik, anak kita jadi orang hebat, worldview-nya benerin.
Saya ngajar worldview itu anak dari SMA sampai S3. Kalau mengajar anak SMA ya pelan-pelan. Karena yang harus kita ubah, bagaimana dia memahami dirinya. Kamu hidup itu untuk apa? Coba ikhrok, bismillahirrahmanirrahim, itu apa sih yang diajarkan pertama pada orang Arab?
Kan cara berpikir tentang Tuhannya. Tuhan kamu itu bukan yang disembah-sembah itu loh oleh mereka, bukan patung-patung itu. Coba, ikro, bacalah. Semua membaca, Yahudi membaca, orang Nasrani baca waktu itu.
Tapi ikro, bismi, robbi, kalle. kita baca dengan nama Tuhan, itu yang enggak ada. Sama sekarang, kalau tradisi literasi sekarang kita akui lah orang barat itu tinggi, kalau kita ke negara-negara barat ya itu mereka emang disiplin.
Saya terus terang yang mengunjungi beberapa negara ya, Inggris, Itali, Australia gitu. Ya kalau di kereta api mereka itu ya jarang mereka ngobrol atau begini. Mereka rata-rata baca. Ini tradisi mereka, budaya literasinya tinggi.
Orang Jepang, orang Korea, orang Cina sekarang ini, apalagi Yahudi. Orang Israel itu dengan segala macam kebrutalannya sekarang ini, dulu waktu masih koran jaya, belum ada internet, itu tiras koran di Israel. Oplah korannya itu lebih besar daripada jumlah penduduknya.
Orang Yahudi memang dikenal, punya budaya literasi yang sangat tinggi. Seperti dulu orang Yunani, orang Barat ini kan akar sejarahnya dari Yunani. Peradaban Yunani itu peradaban pintar. Maka kenapa Aristotle, kemudian Plato, sampai sekarang masih dipelajari terus. Tapi, nah ini, masyarakat Yunani itu pintar, filosofnya hebat, tapi mereka juga suka kelenik.
Dan itu menurun sama masyarakat barat sekarang. Ada seorang pendeta di Cipubur, dia tahun 1995 berkunjung ke Eropa, terus nulis satu buku, judulnya Gereja Modern Mau Kemana. Dilihat di internet bukunya ada, Gereja Modern Mau Kemana.
Dia teliti, si pendeta ini seorang insinyur, ahli planologi lulusan ITB. Dia tulis, fenomena yang aneh di Eropa. Mengapa gereja-gereja itu menurun di sana.
Ternyata bukan hanya karena sekulerisme, liberalisme, ateisme, juga karena klenik. Jumlah dukun di Perancis itu lebih besar daripada jumlah pastor. Ada angkanya dia sebut, jumlah pastor kalau gak salah sekitar 24.000, jumlah dukun, fortune teller, peramal itu mencapai 90.000.
Saya baca data itu menarik juga ya, masyarakat barat ini kan. Dia senang klinik juga. Kalau kita enggak usah ditanya.
Jadi di sana sainisnya juga berkembang, kliniknya berkembang. Sama kayak masyarakat Yunani dulu, lihat aja cerita dewa, berkembang. Tapi mereka juga pinter.
Pengobatan kitab Gana. Jalan itu diterjemahkan dalam bahasa Arab oleh Ibnu Hazm. Bisika, pinter mereka.
Tapi kliniknya jalan di Yunani. Satu lagi masyarakat Yunani, masyarakatnya gak bermoral. Akhlaknya rusak. Jadi ini budaya literasi, ini yang gak diinginkan dalam Islam. Islam membangun budaya literasi yang tinggi, tapi akhlak harus baik.
Kalau masyarakat Yunani itu kalau laki-lakinya kalau sudah kawin, itu bebas pergi kemana saja, termasuk bebas ke tempat-tempat pelacuran. Di Yunani dulu namanya hetairia, jadi disana itu sudah biasa, ada lokalisasi pelacuran itu legal maksudnya gitu, kayak di Thailand sekarang. Yang pernah ke Thailand tau bagaimana kita sangat terganggu kadangkala ya.
Saya pernah bangkok itu berapa kali, sopir taksi, tunawari, macem-macem. Sampai nungguin, di hotel mana ditungguin. Jadi masyarakat Thailand itu ya berkembang sainsnya, tapi... Apa namanya istilahnya itu? Pelacuran apa?
Prostitusinya itu legal disana. Nah Yunani begitu dulu. Sedangkan perempuannya itu gak boleh keluar rumah.
Jadi kalau di masyarakat Yunani dulu. perempuan itu gak punya hak pilih. Dulu kan mereka sudah menerapkan demokrasi, tapi perempuannya gak punya hak pilih, sama dengan budak.
Budak dulu gak punya hak pilih. Nah perempuan itu kalau sudah nikah di masyarakat Yunani dulu tugasnya ya cuma melahirkan dan mengasuh anak, gak boleh keluar rumah. Nah itu ekstrim itu. Jadi yang keluar rumah laki-lakinya, di luar laki-lakinya bebas, main ke tempat pelacuran juga bebas. Coba lihat bagaimana antara penguasa, intrik-intrik di kalangan penguasa Romawi itu kan tinggi, itu masalah akhlak.
Nah kita coba bayangkan ya, Rasulullah SAW itu membangun masyarakat yang punya budaya literasi yang sangat tinggi. Sehingga masyarakat Mekah dan Madinah nanti yang sebelumnya gak punya budaya tulis Menjadi masyarakat yang haus menulis Sampai Rasulullah itu pernah melarang Jangan tulis dariku selain Al-Quran Jadi sahabat Nabi itu dulu semua ditulis Waktu itu kan sangat terbatas alat tulis belum pakai kertas Bagaimana mereka menjadi orang-orang yang cinta? Salah satu ciri budaya literasi tinggi itu senang menulis. Saya diperkunjung ke tempatnya Raja Ali Haji itu di Pulau Penyengat, Tanjung Pinang. Itu ada kitabnya Raja Ali Haji, namanya Bustanul Katibin.
Kami diajak masuk ke bekas istana. Istana yang masih ada, istana Raja Ahmad, kakeknya ayahnya Raja Ali Haji, kakeknya juga Raja, itu masih ada, semua sudah rusak istananya. Hanya waktu kami masuk, ini Ustadz dulu disebut dengan Bustanul Qatib.
Di kampung itu semua orang penulis. Sampai disebut taman para penulis. Bustanul Katibin.
Jadi kalau kami diajak masuk ke yayasan keturunan Raja Ali Haji. Karya para ulama kita itu banyak sekali. Ratusan.
Banyak yang masih tulisan tangan. Jadi dulu ulama-ulama kita di Nusantara ini aktif menulis. Saya kecil itu ya, sudah ngaji kitab tafsir Al-Ibris.
Waktu saya SMP lah itu di kampung. Al-Ibris itu kitab tafsir bahasa Jawa, 30 juz. Karangan dari Kiai Haji Bisri Mustafa, kakeknya menteri agama yang sekarang. Kiyaji Bisri Mustafa itu punya kitab tafsir 30 juz dalam bahasa Jawa. Itu dulu kita anak-anak di kampung ngaji itu.
Jadi saya kalau bayangkan ya, paman saya itu sopir, tapi kerjaannya ngajar ngaji. Saya punya paman lagi kakak ibu saya itu pedagang pasar. Hari-hari di pasar, habis subuh ini sudah berangkat ke pasar.
Pulang sore, malam mengajar ngaji, sampai mati ya begitu. Kakek saya sama, kakek saya itu pedagang pasar juga. Pagi ke pasar, sore, habis maghrib, saya tiap maghrib dulu ngaji sama kakek saya, ngaji Quran itu. Yang saya kagum, orang-orang dulu di kampung itu punya literasi yang tinggi.
Bapak saya itu guru SD, guru gambar. Di kampung, bacaan bapak saya itu gak main-main, majalahnya Al-Muslimun, apa namanya, panci masyarakat, itu rutin langganan itu. Terus tahun 90-an, langganan Hidayatullah, buku-buku.
Jadi saya dari SMP itu sudah baca tulisan HAMKA, kolom dari hati ke hati. Yang saya kagum begini, ini hebat dulu ya, guru SD, orang kampung, tapi bacaannya tinggi. Nah coba sekarang, ini yang mengkhawatirkan.
Banyak sekali sekarang ya anak-anak itu enggak punya bidaya literasi. Kenapa? Karena terlalu pragmatis. Ini mohon catat betul nih, hati-hati betul.
Karena sekarang banyak orang tua yang kesulitan ketika anaknya kuliah, terlalu pragmatis pikirannya. Karena dia digiring cara berpikirnya. Terlalu pragmatis itu gini, kamu sekolah disini, sekolah favorit, nanti supaya bisa masuk ke sini, masuk ke kampus favorit, supaya kamu bisa cari makan, duit kamu banyak, terus kamu membahagiakan orang tua, mengangkat derajat orang tua, udah simple.
Yang terjadi akhirnya banyak yang stress. Karena begitu dia menjalani mulai semester 6, semester 7, dia tahu. apa yang dia bayangkan waktu masuk ke kampus itu lapangan pekerjaan yang diharapkan gak ada lagi ini ada beberapa orang tua bilang, waduh anak saya sekarang apa namanya, sudah menurun motivasinya saya bilang, karena salah motivasinya jangan begitu didik anak itu berfikir besar Kamu jadi pemimpin, kamu harus mengubah masyarakat. Jadi jadilah pejuang, itu dia diajak berpikir besar.
Ada seorang pengelola pendidikan, sekolah Islam terkenal saya, saya sebut nama. Karena gurunya aja sampai 600 waktu saya ngisi sekolahnya. Dia S3-nya di Amerika. Ini dokter pendidikan dari Amerika ini cerita.
Dia bilang ke saya begini, saya memang heran Ustaz, sejak saya kuliah di Amerika. Kenapa ya? Kok seperti berbeda?
Anak-anak Amerika itu dilatih berpikir besar. Bapak Soehan Muhammad Nur, Wan Daud ketika kuliah di Chicago University, dia cerita ke saya, ketemu anak-anak SMA di Chicago kan ada semacam lab school yang sekarang didirikan di kita juga, lab school. Di Chicago itu ada pak, lab school dia sekolah SMA tapi di kampus. Itu kata Prof. Sorawan waktu di kantin, anak-anak SMA itu diskusinya sudah tentang Plato, Aristotle, mereka berpikir tentang etika, diajak berpikir konseptual, diajak berpikir besar. Coba sekarang anak SMA, kalau kita ajak diskusi apa yang mereka, Bung Karno 15 tahun sama ayahnya dititipkan ke Cokro Aminoto.
Apa kata ayah Bung Karno, Raden Sukemi, kamu nanti akan banyak menjalani pendidikan Belanda dan kamu saya titipkan pada teman saya yang orang Belanda mengatakan dia itu Raja Jawa tanpa mahkota. Orang Belanda itu nyebut Cokro Aminoto itu Raja Jawa tanpa mahkota. Dan ayahnya Bung Karno menitipkan anaknya kepada Cokro Aminoto. Supaya dia belajar langsung kepada Raja Jawa ini. Itu cara berpikir besar.
Maka 15 tahun Bung Karno bilang, saya sudah baca banyak buku dalam berbagai bahasa. 15 tahun. Sampai cerita Bung Karno dia dengarkan ceramah Kiai Ahmad Dahlan di Surabaya ketika beliau umur 15 tahun.
Apa kata Bung Karno? Sejak itu saya ngintil Kiai Dahlan. Sejak itu saya ngintil Kiai Dahlan. Ikut Kiai Dahlan pergi, Bung Karno ikut. Makanya Bung Karno sebelum meninggal, Bung Karno pesannya apa?
Minta disolatkan oleh Buya Hamka, ulama Muhammadiyah. Jadi dulu tokoh-tokoh kita berpikir besar. Lihat Bung Hatta umur 15 tahun sudah belajar sama Haji Agus Salim di Jakarta. Padahal Bung Hatta sekolahnya ekonomi. Kalau sekarang semea dulu istilahnya gitu ya.
Bung Hatta itu sekolahnya ekonomi, sekolah menengah atasnya itu. Maka beliau melanjutkan ke Rotterdam belajar ekonomi. Tapi kan beliau bukan hanya bisa ekonomi.
Beliau juga menulis tentang filsafat Yunani. Pak Nasir itu SMA-nya sastra. Tapi lihat pemikiran Pak Nasir, kata Pak Nasir begini, saya jadi anggota perpustakaan nasional di Bandung, bayar 3 ringgit, beli dapat biaya siswa, kata Pak Nasir begini, sebuku apa saja yang masuk perpustakaan itu saya tahu. Maka sekarang kalau lihat perdebatan Muhammad Nasir dengan Soekarno, itu perdebatannya buku.
Zaman itu, tokoh-tokoh kita itu kalau berdebat mengutip buku ini. Itu luar biasa. Ada seorang tokoh namanya Master Yusuf Ibisono. Dia sarjana hukum, kuliahnya Rekhugeskul. Ada satu buku beliau tentang poligami, bukunya saya kutip, karena beliau menulis tentang poligami itu dalam bahasa Belanda.
Karena sebelum merdeka terjadi perdebatan, ada seorang tokoh perempuan yang menghujat poligami. Dan Mr. Yusof Ibisono itu, meskipun beliau kuliahnya... hukum menulis tentang buku poligami, itu dasyat sekali. Diberi kata pengantar Haji Agus Salim.
Yang saya kagum itu referensinya. Dari bahasa Inggris ada, bahasa Perancis ada. Jadi tokoh-tokoh kita dulu sekali lagi, itu dididik berpikir besar.
Nah ini kan kalau orang muslim udah biasa, itu namanya worldview. Jadi, didik untuk mengenal dirinya, siapa kamu sebenarnya, dari mana kamu berasal, untuk apa kamu hidup, mau kemana setelah kamu hidup. Nah itu dulu yang mengubah, kalau orang ini sudah berubah worldview-nya. berubah, dia akan menjadi orang pembelajar nah ini sekarang sangat mendesak, kita coba nanti kalau kita punya anak atau punya ponakan, ajak diskusi ajak diskusi supaya dia berpikir yang besar.
Bahwa dia nanti menjadi seorang profesional itu harus. Tapi jangan yang kecil, yang parsial itu mengalahkan yang besar. Karena basicnya itu adalah basic tadi itu, worldview-nya itu.
Bung Karno waktu 1 Juni pidatonya di BPUBK kan menyebut namanya Well Done Song. Pancasila kata Bung Karno itu kan disebut dengan world view, itu well-tansion, pandangan hidup bangsa kita itu apa, itu yang diperdapatkan tokoh kita dulu. Jadi tokoh-tokoh kita dulu sebelum merdeka sudah berdebat, nanti kalau negara kita merdeka, apa world view-nya, apa well-tansion-nya, apa pandangan hidupnya itu apa.
Ini yang tadi judul yang kira-kira begitu ya bahwa bagaimana kita mendidik ya anak-anak kita menjadi orang cerdas, orang berakal, suka berpikir, suka ilmu, cinta ilmu, dan Islam punya tradisi. tradisi yang berbeda dengan yang lain. Bukan sekedar dia pembelajar tapi dia juga berakhlak mulia.
Karena Islam tidak menerima orang pintar tapi akhlaknya bejat. Ini salah satu ciri kekhasan ilmu Islam itu disatukan dengan akhlak. Ini beda dengan ibarat. Ibarat itu orang diakui ilmuwan besar sementara akhlaknya bejat. Ada buku ditulis oleh Paul Johnson judulnya Intellectuals.
Itu menggambarkan banyak tokoh-tokoh ilmuwan besar di barat. Ernest Hemingway, Karl Marx, kemudian Rousseau. Jadi banyak ilmuwan-ilmuwan itu digambarkan mereka orang-orang hebat yang dibuja oleh masyarakat barat, tapi kelakuan pribadinya itu buruk.
Kalau gak salah Russo itu ditulis judulnya Interesting Madman. Judulnya itu, manusia gila yang menarik. Jadi kenapa dia itu gontak anti agama, ada yang nanti menghamili anak temennya sendiri.
Karena bagi mereka yang penting pinter. Soal akhlak gak dibahas. Saya pernah tidur di nginep semalam di Oxford itu di college, itu mirip pesantren.
Jadi kita tidur di ruang college Oxford University itu, depan itu kamar profesor, jadi rupanya di sana antara profesor dengan mahasiswa itu juga taruhlah satu seperti pesantren, oh satu tempat, hanya saya tanya mahasiswanya, Anda tahu gak aktivitas profesor itu? Enggak, kami hanya ketemu di laboratorium, di ruang kuliah. Aktivitas sehari-harinya profesor Anda itu Anda tahu gak? Enggak. Itu bedanya dengan kiai sebenarnya.
Kalau di pesantren, santri tahu kehidupan pribadi kiainya. Sebetulnya harusnya begitu. Karena kiai itu menjadi contoh.
Itu kan yang diidam-idamkan oleh Ki Hajar Dewantoro. 1928 Ki Hajar Dewantoro nulis artikel. Ki Hajar sudah mengatakan model ideal pendidikan nasional Indonesia itu pesantren.
Kenapa? Karena di pesantren itu terjadi interaksi yang intensif antara Ki Hajar yaitu guru, maksudnya Ki Hajar itu guru dengan... santrinya itu.
Itu ciri khas pendidikan yang ideal. Makanya saya sebut enam rukun pesantren yang pertama adalah harus kiai dan guru harus jadi contoh, harus jadi uswah. Kalau itu bukan pesantren, itu asrama.
Jadi kalau ada kiai, ada guru, tapi enggak menjadi teladan bagi muridnya, bagi santrinya, itu bukan pesantren. Karena tradisi pesantren dari dulu yang dicontoh dari guru itu bukan hanya ilmunya. Iya.
tradisinya justru yang pertama diambil, ditiru oleh muridnya adalah akhlaknya. Jadi saya simbolkan bahwa kita umat Islam ini sekali lagi, kita punya budaya ilmu yang sangat tinggi, tradisi literasi yang sangat tinggi, tetapi keunikannya kita disatukan dengan akhlakul karimah. Ini yang tugas besar kita sekarang untuk.
membangun kembali budaya ilmu menjadi ulil albab, orang yang berakal itu dari rumah-rumah kita, dari masjid kita, dari sekolah kita, dan seterusnya. mengusulkan mungkin kalau ada teman-teman dari Fajar Hidayah karena saya berpikir sekarang ini sekolahnya harus disatukan dengan masjid saya tidak maksat, tapi saya di Dewan Dawah baru saya usulkan untuk SMA supaya jam pelajaran pertama itu subuh berjamaah Jadi jangan masjid kita subuh sepi anak-anak, jam 7 rame anak-anak di sekolah. Pada di masjid ini penting harusnya jam pertama itu, ya subuh itu. Itu Masya Allah kalau bisa kita laksanakan. Jakarta itu tidak macet Gubernur NTT kan jam 5 Mulai sekolah Tapi itu tidak ada kaitannya dengan Islam Kita sudah dikasih Solat subuh Pahalanya dunia seisinya Masya Allah Kenapa tidak anak-anak kita yang sekolah Sekolahnya di sini Ya mulai Kobliah subuh Itulah mulai sekolah pertama Nah gak perlu pulangnya terlalu sore, zuhur selesai.
Misalnya, tapi terserah. Tapi saya sudah usulkan di beberapa sekolah, coba kita satukan. Karena di mana-mana masjid kita sepi, kok sekolah rame? Kenapa gak disatukan aja di sini? Jam subuh berjamah, Masya Allah, diantar orang tuanya kan.
Rame masjid kita. Nah setelah itu zikir, baca Al-Quran. Nah mungkin dengan pelajaran yang...
memotivasi mereka mencintai ilmu dan seterusnya. Saya kira demikian. Dan mudah sekali lagi Allah memberikan rahmat pada kita semua, kesempatan pada kita semua untuk melimpurakan ibadah kita di bulan yang mulia ini. Bila itu, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya kira gak usah tanya-jawab ya.
Ada yang tanya? Oh ada juga. Tapi silahkan kalau ada yang mau meninggalkan majelis, kita persilahkan.
Silahkan. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Waalaikumsalam.
Saya kira semua tidak akan menyangkal bahwa Islam itu Maju karena lebih baik akhlaknya dan budaya Nyawatu itu. Budaya ini adalah kemajuan manusia. Sedangkan akhlak saya kira semua sudah tahu. Budaya itu orang Islam waktu itu maju juga.
Sampai ilmu pengetahuan, aljabar, kedokteran dan lain sebagainya, orang Islam maju. Tapi sekarang kita sepertinya mundur. Mundurnya sudah kita lihat bahwa budaya kita kalau dibanding dengan negara-negara lain, budaya itu adalah pengetahuan. Ilmu pengetahuan kalah jauh, dia sudah memikir di bulan, kita masih memikir tanggung bulan.
Sedangkan akhlak pun mulai ada degradasi. Yang dulunya kita, kalau gak salah di Al-Quran itu ada disebutkan bahwasannya jangan seperti ahli kitab. Ahli kitab itu tidak bisa bersatu, mereka membangga-mbagakan golongannya sendiri. Sekarang kita mulai ke situ pertanyaannya.
Apakah kesalahan ini adalah kita menomroduakan da'i, da'i-da'i kita itu? Kita serahkan kepada orang-orang yang nomor dua, bukan nomor satu. Orang nomor satu yang harusnya tidak hanya akhlak saja, tapi dia punya budaya. Saya kira itu mohon penjelasan. Terima kasih.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kalau kita merujuk kepada misi Rasulullah SAW kan Bu'ithu li'utamimah maka rimal akhlak Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia Memang harusnya pendidikan kita Kalau saya sebut pendidikan bukan sekolah, maksudnya sejak di rumah itu karena فَأَبَّا وَهُوُ يُحَوِّدَنِهِ أَوْ يُنَسِرَنِهِ أَوْ يُمَجِّسَنِهِ Peran orangtua ini sentral. Itu memang seharusnya yang ditanamkan pertama di rumah itu akhlak. Bahkan ulama kita dulu enggak melepas anaknya untuk belajar ke tempat lain sebelum akhlaknya itu baik. Sebelum akhlak itu mencakup ibadah juga, jadi adab.
Jadi anak dulu sampai 10 tahun, 12 tahun orang tuanya di rumah, mendidik anaknya dia jadi orang jujur, bekerja keras, orang yang tidak penakut, juben, orang yang tidak lemah, ajis. Ini kan sifat-sifat yang melemahkan. Dan semua bangsa mana saja itu bangkit setelah akhlaknya berubah. Misalnya bangsa barat, bangsa barat ini abad ke 10, 11, 12, 13 itu jauh dengan peradaban Islam, tertinggal sekitar 500 tahun. Mengapa bangsa barat cepat sekali kemudian mengambil alih kejayaan sain teknologi umat Islam ke barat?
Nah salah satu karakter bangsa barat itu mereka satu, mereka cepat belajar. Kedua mereka pekerja keras. Dan untuk kebangkitan barat itu bukan hanya individu, sebab untuk kebangkitan sains dan teknologi tidak cukup individual.
Banyak orang pinter, tapi juga kepemimpinan, leadership. manajerial orang Eropa sistemnya itu kerajaan. Sistem kerajaan itu cepat kalau pas rajanya bagus gitu ya itu cepat dia konsolidasi.
Jadi makanya kalau kita lihat misalnya mengapa 1596 Belanda sudah disini, 1492 Andalusia jatuh. Itu karena cepatnya konsolidasi politik di Eropa itu. Mereka akhirnya membayari orang Muslim, ilmuwan Muslim.
Sama dengan Amerika. Apa sih, kenapa Amerika menjadi super power? Karena Amerika kemampuannya menghimpun potensi-potensi terbaik di dunia.
Amerika itu enggak semuanya, yang ahli nuklir itu bangsa Amerika enggak. Mereka tahu siapa yang paling pinter nuklir. nuklir, itu yang mereka ambil. Sampai studi Islam, Amerika itu tahu. Siapa profesor muslim yang hebat.
Dia ambil misalnya Fazlur Rahman ke Cikaku, dibayar mahal. Jadi sekarang, untuk tadi Pak, sebetulnya kita sebenarnya orang Indonesia itu gak kalah. Dan Pak Habibie sudah membuktikan itu.
Ya SDM kita di PTN dulu sempat 25 ribu. Itu sebetulnya kelas 1 di dunia itu. Maka begitu IPTN dikebiri, diamputasi kan dari 25 ribu jadi 5 ribu. Kemana coba orang-orang IPTN?
Itu ke Brazil, saya ke Bristol ketemu yang karyawan Airbus itu dari Jebolani PTN dibawa ke Brazil buat pesawat, kalau gak salah N250 yang mendekati pesawat tempur itu ada. Waktu itu Pak Ilham Habibi kepala proyeknya. Akhirnya itu diambil alih oleh Brazil. Jadi kalau secara perorangan kita gak kalah.
Dengan kualitas ilmuwan kita, dengan juara desain pertahanan di Inggris, itu pernah dosen kita dari Indonesia. Bangsa Palestina termasuk orang yang ilmuwannya dimana-mana hebat. Cuma sekarang siapa nih yang mau menghimpun potensi-potensi?
Yang terjadi sekarang kan brain drain. Potensi-potensi terbaik kita ini gak mau pulang, itu kan sekarang Menteri Keuangan teriak-teriak udah dikasih piasiswa LBDP kan suruh pulang pulang pulang, lah pulang mau ngapain disini kan gitu nah ini pentingnya konsolidasi jadi SDM individu kita punya banyak Kenapa kalau dilihat saudara-saudara kita yang di Qatar, saya tanya mereka yang bekerja di Qatar, di gas. Anda perlu ilmu baru gak kerja di Qatar? Enggak.
Dia bilang malah seperempat ilmu kami di Indonesia. Tapi bagaimana orang Qatar bisa memanage SDM kita? Sehingga dia justru membantu perekonomian Qatar. Sama dengan Petronas.
Itu kalau saya ketemu, ya Allah orang Indonesia itu. Penasihat Petronas itu orang Indonesia. Kita akhirnya, jadi bukan sekadar kalau tadi soal kehebatan ilmuwan kita banyak, tapi manajemennya, leadershipnya, menghimpun mereka, nah disinilah perlu namanya clean and strong government. Kita ini butuh sebetulnya, kalau mau itu bukan hanya strong government tapi clean and strong. Itu yang dilakukan Lee Kuan Yew di Singapura.
Lee Kuan Yew kan pernah ngomong begitu, we don't need democracy. What we need is a clean and strong government. Kata Lee Kuan Yew, kami gak butuh demokrasi. Yang kami butuh adalah pemerintah yang bersih dan kuat. Nah kita kan sering dihibur ya, demokrasi oke, demokrasi ini ada keuntungannya, karena kalau rusak lama.
Di demokrasi ini yang berkuasa banyak, kekuasaan dibagi-bagi, akibatnya kalau rusak lama, karena kalau satu orang rusak cepat. Cuma demokrasi kalau mau baik juga lama Karena banyak ngobrolnya Jadi itu kelemahan demokrasi Kelebihannya disitu Jadi kalau kita mau baik Maka yang diperlukan bukan demokrasi demokrasi sebenarnya kalau kita cepet nih negara meroket kalau nggak bisa misalnya Pak Jokowi mau bikin kebijakan pilih harus nangkat kapolri aja harus konsultasi DPR kalau orang Saudi bebasnya satu orang kan dia pas dapat penguasa yang bagus kalau khalifah dulu cepet itu tentang budaya budaya itu kan hasil cipta rasa karsa manusia itu budaya tradisi nilai-nilai yang hidup di tengah masyarakat kita itu pembiasaan sifatnya Jadi kalau kita mau budaya kita bagus itu perlu waktu. Nilai-nilai yang baik misalnya kejujuran. Ini saya baru tadi malam saya sampai jam 2 saya masih ngetik artikel.
Yang menarik bagi saya itu Finlandia tadi malam saya cari berbagai sumber di internet ya. Kenapa Finlandia ini 6 tahun berturut-turut dinobatkan oleh PBB menjadi negara paling bahagia di dunia. Yang saya gak terima ini angka drug ini, apa namanya, narkoba di Finlandia itu paling tinggi di Eropa.
Jadi angka religiositasnya, keagamanya rendah. Jadi bangsa Finlandia ini tingkat religiositasnya rendah, kemudian ketergantungan obatnya tinggi, tapi kenapa di obat kan negara paling bahagia di dunia, 6 tahun berturut-turut ini. Nah ini yang agak aneh, sampai ada yang nyindir gini, jangan-jangan waktu disurvey dia minum obat dulu. Jadi makanya dia bilang bahagia, karena sekarang pemajuan bangsa gak ditentukan oleh...
Berapa income per capita nya, tapi ditanya kamu bahagia gak? Nah bahagia itu ada ukurannya termasuk rendahnya angka korupsi, harapan hidup, itu bahagia disitu. Jadi itu sebetulnya kalau kita tradisi Islam ini, tadi betul, budaya ilmu kita harus tinggi dan akhlak harus tinggi.
Kalau budaya ilmunya tinggi, akhlak gak tinggi, kita nanti kalah. Bayangkan, kan saya pernah cerita ya, semalam saya baca lagi cerita kenapa Finlandia itu, jadi ada seorang Finlandia menceritakan mengapa kami ini bahagia. Satu, kami ini gak suka banding-bandingkan. Orang Finlandia itu dia ngukur dirinya itu gak dibanding-bandingkan.
Ojo dibanding-bandingke ya wajahnya. lagu itu ya. Jadi itu membuat orang Finlandia itu bahagia karena dia gak suka banding-bandingan dengan yang lain.
Ukuran kebahagiaan itu dia gak mau banding-bandingan dengan yang lain. Satu lagi apa? Yang ketiga saya ingat, kejujuran.
Rasa trust yang tinggi karena kejujuran. Diceritakan itu, ada 12 dompet ditaruh di tempat umum di Finlandia. Dompet pribadi ada isinya ditaruh di tempat umum.
Nah sampai begitu orang Finlandia itu naruh dompet di tempat umum aja gak takut itu hilang. Dari 12 dompet itu 11 kembali ke pemiliknya. Silahkan kita dicek. Taruh dompet isi 5 juta aja lah, gak usah banyak-banyak ya.
Satu dompet taruh di pasar silengsi, taruh di mana gitu ya. Nanti dari 12 dompet itu yang balik ke pemiliknya berapa orang. Nah di Finlandia dari 12, 11 yang balik. Ini kan harusnya orang Islam nih harusnya yang begini gitu kan.
Nah ini menunjukkan parahnya kondisi akhlak kita. Makanya menurut saya sekarang nih pendidikan kita itu all out sekarang akhlak. Udah jangan kemana-mana. Pemerintah ini Finlandia itu gitu 25 tahun fokus kejujuran.
Yang penting jujur, jujur, jujur, jujur. Nah kalau jujur, orang nyaman. Bayar pajak juga senang di Finlandia itu.
Karena dia percaya pajaknya untuk kebaikan. Masalahnya kita gak percaya sekarang. Banyak kan kalau anak gak percaya orang tua, orang tua gak percaya sama anak, repot.
Saya pernah minta kepada asisten khusus Mendikbud, tolonglah jangan ketat-ketat, ngasih bantuan ke guru bikin laporannya lebih susah daripada. Saya dibantu kepada Pak Wakil Menteri Agama, saya sampaikan waktu kami jumpa, udah Pak, gak usah dibantu lagi pesantren saya deh, bikin laporannya ribet. Harus difoto barangnya, kan intinya kita gak percaya, kan itu aja sebetulnya. Kalau percaya sudah lah, bikin laporan gak usah terlalu susah. Kita lebih susah laporan yang kita buat.
Nah ini contoh bagaimana, kalau kita saling gak percaya. akhirnya dibikin aturan yang begitu njelimet. Kan menunjukkan bahwa banyaknya aturan itu menunjukkan semakin lemahnya integritas pribadi kita, trustnya semakin rendah. Ini bahaya ini lama-lama kalau begini.
Bayangkan, antara guru dengan orang tua murid, tidak percaya. Protes, kenapa naik SPP-nya tidak turun padahal pandemi. Itu intinya sudah saling tidak percaya. Sebetulnya trust ini antara kita dengan pemerintah harus saling percaya.
Sekarang ini kalau sudah tidak percaya kan susah. Bahkan baik pun kalau kita sudah curiga, itu kita lihat dalam kacamata yang hitam. hitam kan akhirnya enggak bener karena kita itu berlaku tidak adil kepada karena bencinan dilarang Alquran itu walaiat sirimanakum shana'anu qawmin ala ala ta'dilu i'diluhu akrabul itaqwa jangan kebencian pada satu kaum menyebabkan kamu berlaku tidak adil begitu ya Insyaallah terakhir mungkin ya langsung aja Kemampuan baca buku dan beli buku sekarang dikalahkan dengan beli paket HP.
Kita melihat kekhawatiran diantara pelajar SMP, SMA, mahasiswa itu lebih senang membaca dari HP-nya daripada dari buku. Bagaimana kita melihatnya? Assalamualaikum. Rasulullah menyebut bahwa generasi khairunnas korni thumal ladhina yalunahum, thumal ladhina yalunahum.
Jadi kata Rasulullah manusia-manusia terbaik, generasi terbaik itu generasi, maksudnya sahabat, thumal ladhina yalunahum, kemudian sesudahnya yaitu tabiin, thumal ladhina yalunahum, yaitu tabi'ut tabiin. Jadi generasi sahabat, tabiin, tabi-tabi'in itu disebut dengan salafus soleh. Nah di tiga generasi inilah kodifikasi ulumudin selesai.
Al-Quran Rasulullah itu sebetulnya bukan hanya meninggalkan Al-Quran dan Sunnah. Taroktu fikum amro ini, langtadilu matama saktum bihima. Aku tinggalkan kamu dua perkara. Kamu gak akan sesat kalau kamu berbekang teguh pada keduanya. Tapi ingat.
Rasulullah juga meninggalkan dua yang lain Satu, beliau meninggalkan Generasi terkuat Yang mampu mengawal Al-Quran dan Sunnah Ketika menerapkan Al-Quran dan Sunnah, pasti banyak yang ganggu Nah Rasulullah meninggalkan Generasi yang kekuatannya 10 kali lipatnya bangsa Romawi. Secara fisik ya. Jadi kalau sekarang umat Islam ya gak punya kekuatan seperti itu ya kalah.
Yang kedua Rasulullah meninggalkan ulama. Al-ulama warathatul ambia. Nah ulama-ulama ini yang generasi 3 tadi itulah yang merumuskan ulamuddin.
Disitulah lahirnya nanti ilmu kiroat, ilmu tafsir, ilmu... ilmu hadith, ilmu usul fiqh, ilmu nahu, ilmu sorof itu lahir di situ tiga generasi ini generasi sesudah itu, itu enggak melahirkan ilmu ulumuddin tadi sudah selesai kalau sekarang kita memahami Quran dan sunnah tidak melalui ilmu ini enggak bisa Makanya kalau orang mau jadi mufassir Al-Quran, dia harus paham bahasa Arab, harus paham bahasa Arab itu pun macam-macam, nahwusorof, i'rop, harus paham ilmu hadith, harus paham usul fiqh, harus paham. Nah itu jasa dari tiga.
generasi ini. Maka mereka disebut salafus soleh. Mengapa mereka yang terbaik?
Karena mereka memang dididik sahabat terbaik. Karena dididik langsung oleh guru terbaik. Begitu juga tapi dididik didik langsung oleh sahabat. Nanti kalau kita mau memperbaiki pendidikan kita, ya gurunya diperbaiki dulu.
Kuncinya di situ. Jadi kalau kita mau perbaiki ini, bukan kurikulumnya dulu. Saya sering ingatkan teman-teman, kalau mau bikin sekolah, bukan bangunannya dulu. Siapkan dulu gurunya. Ibaratnya gini, saya mau bikin sekolah nih 5 tahun lagi, dari sekarang kita siapkan gurunya dulu.
Kepala sekolahnya kita didik dulu. Nah setelah siap, ini baru kalau tempat itu bisa numpang, bisa sewa. Asal gurunya sudah siap. Itu yang tadi kedua apa tadi lupa saya.
Oh iya betul yang baca. Ini tantangan baru memang. Tapi Alhamdulillah ya, dari... Saya baru rapat Islamic Book Fair, memang terjadi penurunan di satu toko buku besar itu rata-rata sebulan.
Biasanya terbit buku sekitar 2.500 dulu ya, sekarang ini rata-rata tinggal separuh. Perbulan itu 1.200, dulu sampai 2.500 yang masuk ke toko buku itu, 2.500 judul maksudnya. Sekarang turun separuhnya.
Nah ini juga disinyalir, pertama banyak penerbit-penerbit yang sekarang tidak melalui toko buku. Saya juga punya penerbitan, itu saya enggak pakai toko buku, sekarang semua online. Tapi Alhamdulillah sekarang rencana Islamic Book Fair nanti bulan September nanti di Istora itu sudah sambutannya cukup bagus. Jadi tantangan digital ini memang berpengaruh terhadap penerbitan.
Mudah-mudahan ini enggak terlalu berpengaruh, enggak terlalu ada pengaruhnya jelas. Enggak terlalu berpengaruh terhadap daya baca, minat baca. Kalau menurut saya minat baca bukan sekedar bentuk, karena worldview. Jadi anak-anak ini kalau kita didik dari awal agar mereka menjadi pencinta ilmu, insyaallah mau digital mau buku sama, bahkan digital itu bisa membantu. yang menurut saya serius bukan bentuknya karena itu gak bisa kita hindarkan itu sudah itu bagian dari kehidupan kita sekarang ya kita nggak mungkin menjauhkan anak-anak dari apa digital sekarang nggak mungkin yang bisa kita lakukan sekarang meningkatkan daya baca dia itu kecintaan dia pada membaca dan itu harus melalui kecintaan pada ilmu Hai ya jadi gampangnya begini kalau yang kami terapkan ya anak SD itu kami ajar pertama kitab adab-adab ilmu itu sejak SD kitab Adabul Insan kita perisalah dua ilmu itu SD nanti masuk SMP ajar kitab Ta'limul Muta'lim Adabul Alim Bal Muta'lim SMA itu paling enggak kitab ilmi kitab ilmi nya ihya'ullohum adzim hai hai Nah itu anak SMA, itu yang kami ajar.
Sehingga anak-anak itu lulus SMA, dia sudah menguasai berbagai pemahaman tentang ilmu. Jadi ilmu tentang ilmu, nah itu harus diajarkan serius. Ini yang menurut saya saya perhatikan masih agak kurang.
Jadi Rasulullah wajibkan mencari ilmu, kan harus didefinisikan ilmu itu apa. Nah kita di sekolah ini gak diajar, di sekolah-sekolah kita ini gak diajar apa itu ilmu. Baru di tingkat pasca sarjana diajarkan filsafat ilmu. Saya tulis buku filsafat ilmu perspektif Islam dan Barat. Waktu bedah buku saya di UNPAD, waktu itu ada dosen fisika yang nanya.
Apakah ini bisa diberikan untuk S1 mata kuliah filsafat ilmu? Saya bilang bukan untuk S1, dari SD harusnya. Dari SD anak itu sudah harus diajarin apa itu ilmu, bagaimana cara mencari ilmu.
Adab-adab mencari ilmu Apa ilmu yang bermanfaat Apa ilmu yang mundurot Itu dari kecil, tentu dengan bahasa yang Sederhana Nah ini coba kalian perhatikan, anak-anak kita di rumah Tahu gak kamu tentang ilmu? Apa itu ilmu? Gimana cara mencarinya?
Apa itu ilmu Fardu Ain? Apa itu ilmu Fardu Kifaya? Anak saya waktu lulus pesantren tingkat SMA, saya tanya, kamu tahu gak ilmu Fardu Kifayah? Gak tahu, saya kaget.
Akhirnya saya cek kurikulum di pesantren itu. Oh memang gak ada dia. Gak diajari apa itu ilmu Fardu Ain, apa ilmu Fardu Kifayah, itu fatal pak. Karena nanti anak ini ketika dia SMA misalnya, dia sudah akil balik.
Dia sudah harus tahu yang Fardu Ain itu yang mana, yang Fardu Kifayah yang mana. Itu contoh ya Pak, jadi bukan pada bentuk digitalnya, tapi guru sekarang memang harus bijak, harus pandai untuk bagaimana menanamkan murid itu cinta ilmu. Jadi itu yang harus kita tanamkan, makanya jangan pragmatis, jangan terlalu pragmatis. Saya cerita praktis saja, kalau saya anak saya tujuh, nomor satu, dua, tiga, empat itu kuliahnya di negeri, satu di Mesir, tiga di negeri.
Mulai anak saya nomor lima, karena anak saya pinter, dia sudah nulis tiga buku, saya enggak masukkan ke PTN bahkan. Saya masukkan ke kampus Dewan Da'wah, kamu masuk jadi da'i. Kenapa?
Karena kamu harus bisa nulis, ruh da'wahnya harus terjaga. Terus anak saya nanya, kenapa, gimana? Karena kamu bukan untuk S1, kamu untuk S3.
Jadi saya ajak anak ini untuk berpikir bahwa kamu itu harus jadi dokter, bukan untuk S1. S1 ini kamu harus punya basic ini nanti ke sini. Nah itu saya berikan, waktu anak saya lulus dari satu pesantren ya, pulang saya bawa ke perpustakaan saya, saya tunjukkan.
Kamu ini, coba kamu kuasai ilmu ini. Saya punya buku banyak sekali tentang komparatif religion, tentang Yahudi, tentang Kristen, tentang Hindu, tentang aliran-aliran modern. Saya punya satu lemari. Nah kamu, karena saya tahu anak saya pinter, maka saya arahkan dia jadi ilmuwan. Dan kamu gak usah khawatir kerja dimana sebenarnya, kalau kamu pinter, kamu pejuang di jalan Allah, insya Allah dijamin rezekinya.
Nah itu jadi kita didik pak, anak itu supaya fokusnya ke ilmu. Tapi kalau anak memang gak terlalu pinter pak, jangan tinggi-tinggi ini ya. Ya anak kalau gak terlalu pinter apalagi gak pinter, ya sudah amanahnya ringan.
Didik jadi orang soleh, fardu'ainya kuatkan, plus satu life skill. Yang penting dia jadi orang bermanfaat. Nah itu cara mendidiknya begitu.
Insyaallah ya mudah-mudahan Allah meridohi kita semua. Terima kasih.