Transcript for:
Sejarah Pendudukan Belanda di Indonesia

Sebagai warga negara Indonesia tentunya kita semua tahu bahwa negara Indonesia merdeka dan menjadi sebuah bangsa yang berdaulat pada tahun 1945. Tepatnya setelah Bung Karno dan Bung Hatta dengan atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan negara ini pada tanggal 17 Agustus tahun 1945. Sebelum era tersebut, wilayah yang kita kenal saat ini dengan nama Indonesia dikenal juga dengan nama Hindia Belanda. yang menunjukkan bahwa wilayah Indonesia saat itu merupakan wilayah otonomi yang diakui sebagai bagian dari kerajaan Belanda. Tentu saja pendudukan Belanda di wilayah yang dikenal juga dengan nama Nusantara ini tidaklah tanpa mengalami perlawanan. Sejak upaya pendudukannya, bangsa asing tersebut sering menghadapi perlawanan dari pasukan kerajaan-kerajaan di wilayah Nusantara. Pada video kali ini kita akan sedikit membahas sejarah tentang pendudukan bangsa Belanda di wilayah Indonesia dan beberapa perjanjian-perjanjian bersejarah antara bangsa Belanda dan kerajaan-kerajaan di wilayah Nusantara atau Indonesia sebelum masa kemerdekaan. Kembali lagi di channel Infois Indonesia, channel yang mungkin bisa menambah wawasan dan informasi yang belum kalian ketahui. Bangsa Belanda pertama kali datang ke wilayah Nusantara adalah sekitar tahun 1596. Saat itu sekitar 4 kapal ekspedisi Belanda merapat di pelabuhan Banten. Pada awalnya 4 kapal ekspedisi yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman datang ke wilayah Nusantara. wilayah nusantara dengan tujuan untuk berdagang namun rombongan kapal ini mendapat penolakan dari penguasa Banten saat itu karena The Hoodmen dianggap arogan dua tahun setelahnya tepatnya pada tahun 1598 ekspedisi Belanda lainnya tiba di Banten ekspedisi itu dipimpin oleh Jakob van Eyck van heemskrik dan van werjee karena berhasil mengambil simpati dari penguasa Banten saat itu rombongan Belanda itupun kemudian diizinkan untuk berdagang di wilayah tersebut Saat itu kedatangan bangsa Belanda ke wilayah nusantara adalah semata-mata untuk hubungan perdagangan. Tahun-tahun berikutnya karena meningkatnya persaingan perdagangan antara bangsa Eropa, kemudian dibentuklah perusahaan Hindia Timur Belanda pada tahun 1602, yang dikenal juga dengan nama Verindice-Austindice Company, atau lebih akrab kita kenal dengan istilah VOC. VOC adalah perusahaan dagang yang diberikan hak otoy oleh pemerintah Belanda untuk menjalankan diplomasi hingga perang, jika diperlukan di wilayah Asia untuk merebut wilayah-wilayah yang dianggap strategis bagi perdagangannya. Pada tahun 1619, perusahaan Hindia Timur Belanda atau VOC, kemudian mendirikan markas mereka di Jayakarta, dan merubahnya menjadi Batavia yang saat ini menjadi Jakarta. Setelah mereka berhasil menguasai wilayah tersebut dari Kesultanan Banten, pada pertengahan abad ke-17, Batavia merupakan markas terbesar VOC di Asia. Pada masa tersebut, VOC juga berhasil menangkal serangan dari Kerajaan Mataram. Lalu pada tahun 1641, Belanda berhasil merebut Malaka dari tangan Portugis Hal itu melemahkan posisi Portugis di wilayah Asia Di tahun 1660, Belanda melalui VOC juga berhasil menguasai pelabuhan Sumatera Dan mengusir Portugis dari wilayah tersebut 7 tahun berikutnya yaitu pada tahun 1677 Belanda berhasil menduduki wilayah Makassar di Sulawesi Dan mengambil alih monopoli perdagangannya di bawah VOC Pada abad ke-18, VOC telah berdiri kokoh di kepulauan Indonesia. VOC telah membangun basis penting mereka di beberapa pelabuhan di Jawa, Maluku, dan sebagian Sulawesi, Sumatera, dan semenanjung Malaya. VOC mengendalikan perdagangan antar pulau sebagai bagian dari bisnis Asia mereka yang meliputi wilayah India dan Selen, yaitu wilayah Formosa dan Jepang. Antara tahun 1799 dan tahun 1800, akibat dari korupsi yang parah dari kalangan jenderal hingga kebawahan, VOC akhirnya dibubarkan dan pemerintah belanda kemudian menyita semua aset VOC untuk membayar utangnya yang mencapai 219 juta gulden, termasuk dengan mengambil alih wilayah-wilayah yang dikuasai VOC di nusantara. Setelah dibubarkan pada tahun 1800, pemerintah belanda kemudian merubah sistem di wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh VOC dan menjadikan wilayah nusantara sebagai daerah otonomi yang dikenal sebagai netherlands hindi atau dutch east hindi yang dalam istilah sila bahasa Indonesia dikenal dengan nama Hindia Belanda. Pemerintahan Hindia Belanda kemudian berusaha melebarkan kekuasaannya di Nusantara melalui penjajahan. Meskipun mengalami berbagai perlawanan di daerah-daerah di Nusantara, pada tahun 1912, akhirnya Belanda bisa menguasai seluruh wilayah yang kemudian menjadi wilayah Indonesia saat ini. Itulah tadi sedikit ringkasan sejarah dan awal mula kedatangan bangsa Belanda ke wilayah Indonesia. Dan selama beberapa periode waktu tersebut, didapati peristiwa bersejarah seperti perjanjian-perjanjian besar yang terjadi di wilayah Nusantara sebelum era kemerdekaan di tahun 1945. Dan inilah beberapa perjanjian bersejarah yang kami dapat dari beberapa sumber. Perjanjian Bungaya Tahun 1667 Perjanjian Bungaya adalah suatu perjanjian antara Kerajaan Goa di Sulawesi dengan VOC Belanda. Perjanjian ini dilakukan pada tanggal 18 November tahun 1667. Isi dari perjanjian ini adalah untuk mengatur hubungan antara Kerajaan Goa dengan VOC. Namun hasil dari perjanjian ini dinilai hanya menguntukkan satu pihak yaitu VOC dan merugikan kerajaan Goa. Latar belakang dari perjanjian Bung Ngaia adalah adanya peperangan yang diprakarsahi oleh perlawanan kerajaan Goa terhadap Belanda sejak tahun 1660 yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin. Puncaknya pada tahun 1667, setelah mengalami beberapa kali kekalahan, Sultan Hasanuddin secara terpaksa menandatangani perjanjian dengan pihak Belanda yang dibantu oleh sekutunya yaitu Arupalaka. Perjanjian ini kemudian disebut dengan Perjanjian Bungaya karena mengacu pada tempat penandatangannya perjanjian tersebut. Namun secara umum terdapat enam poin utama dari isi Perjanjian Bungaya, yaitu Makassar harus mengakui monopoli VOC, Wilayah Makassar harus dipersempit sehingga tinggal Goa saja. Makassar harus membayar ganti rugi perang, Hasanuddin harus mengakui bahwa Arupalaka sebagai Raja Bone, Goa tertutup bagi orang asing kecuali VOC, dan benteng-benteng pertahanan yang ada harus dihancurkan kecuali benteng Rotterdam. Merasa sangat dirugikan atas hasil perjanjian ini, Sultan Hasanuddin kemudian melakukan perlawanan. Namun upayanya digagalkan setelah pada tahun 1669 Pasukannya dikalahkan oleh VOC yang mengerahkan seluruh pasukan gabungan termasuk Bone, Ambon, dan Batavia Perjanjian Jepara tahun 1676 Perjanjian Jepara merupakan sebuah perundingan kesepakatan yang dilakukan oleh Sultan Amangkurat II dari Kerajaan Mataram dengan VOC yang bertujuan untuk memerangi pemberontakan yang dilakukan oleh Pangeran Trunojoyo. Latar belakang dari perjanjian Jepara adalah Jepara disebabkan karena adanya sebuah pemberontakan yang dilakukan oleh bangsawan dari Mataram. Pemberontakan tersebut dilakukan oleh Raden Trunojoyo. Pemberontakan yang dilakukan oleh Raden Trunojoyo sendiri disebabkan karena ketidakpuasan terhadap pada pada masa amangkurat I dan amangkurat II pemerintahan kerajaan Mataram dianggap bersifat keras dan melakukan kerjasama dengan VOC anggapan tersebut menyebabkan pertentangan hebat antara amangkurat I dan para ulama yang kemudian berujung pada banyaknya ulama dan santri yang ditangkap dan dihukum di wilayah Mataram hal ini kemudian membuat pangeran Mojo semakin geram dan kemudian melakukan pemberontakan Setelah kekalahan Amangkurat I yang kemudian membuatnya melarikan diri, Adipati Anom yang kemudian dilantik sebagai Amangkurat II menggantikan posisinya. Meminta bantuan pada VOC, keduanya kemudian melakukan perjanjian yang dikenal dengan Perjanjian Jepara. Isi dari perjanjian tersebut adalah, bahwa apabila pemerintahan tersebut dapat dihentikan, maka Sultan Amangkurat II harus menyerahkan wilayah pantai utara Jawa kepada pihak VOC atau Belanda. Mendapat bantuan dari VOC, akhirnya pemberontakan yang dilakukan oleh Turunojoyo berhasil dikalahkan pada penghujung tahun 1679. Perjanjian Giyanti Tahun 1755 Perjanjian atau perundingan Giyanti adalah perjanjian yang dilakukan antara Kerajaan Mataram dengan pihak VOC atau Belanda di daerah Giyanti pada tahun 1755. Hal yang dibahas dalam perundingan tersebut adalah pembagian kekuasaan Kesultanan Mataram. Latar belakang dari perjanjian Giyanti salah satunya adalah keinginan dari Pangeran Mangku Bumi untuk melawan pemberontakan terhadap Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Pangeran Sambernyawa. Pangeran Sambernyawa sendiri melakukan pemberontakan terhadap Mataram karena menilai adanya intervensi dari pihak Belanda terhadap Kerajaan Mataram. terutama setelah wafatnya sultan agung. Pangeran Sambernyawa menilai bahwa intervensi yang dilakukan oleh Belanda sudah terlalu berlebihan. Bahkan penggantian pemimpin kerajaan harus disetujui oleh pihak Belanda. Pemberontakan yang terjadi dianggap sebagai ancaman terhadap kekuasaan mangku bumi. Dan pada akhirnya dia bernegosiasi dengan pihak VOC atau Belanda untuk memberantas pemberontakan tersebut. Isi dari perjanjian Giyanti antara lain, adanya kerjasama antara rakyat kesultanan dengan rakyat yang berada di bawah kekuasaan VOC atau Belanda. Sri Sultan akan mengampuni bupati yang memihak Belanda selama perang sebelumnya. Sri Sultan tidak akan mengangkat atau memberhentikan pepati dalam dan bupati sebelum mendapat persekutuan. tujuan dari VOC atau Belanda. Pangeran Mangkubumi akan segera diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwono atas separuh wilayah Kerajaan Mataram yang diberikan kepadanya. Seri Sultan tidak akan menuntut hak atas wilayah daerah pesisiran, termasuk Madura yang telah diserahkan oleh Seri Sunan Pakubuwono II kepada VOC dalam kontraknya pada tanggal 18 Mei tahun 1746. Para bupati dan pepati dalam harus melakukan sumpah setia terhadap VOC atau Belanda sebelum menjelaskan. menjalankan tugasnya Sri Sultan berjanji akan menjual hasil makanan kepada VOC dengan harga yang ditentukan Sri Sultan berjanji akan membantu Paku Buwono 3 apabila sewaktu-waktu dibutuhkan Sri Sultan berjanji akan mematuhi segala perjanjian yang telah dibuat pada masa penguasa Mataram terdahulu Hasil dari perjanjian Giyanti ini mengakibatkan wilayah Mataram dibagi menjadi dua bagian. Sebelah barat diberikan kepada Pangeran Mangkubumi dengan pusatnya Yogyakarta. Sementara sebelah timur Sungai Opak dikuasai oleh Sunan Pakubuwono III. Perjanjian Salatiga Tahun 1757 Perjanjian Salatiga yang dilakukan pada tanggal 17 Maret tahun 1757 di kota Salatiga, ditanda tangani oleh empat kelompok, yaitu dari Kesultanan Surakarta, Kesultanan Yogyakarta, Belanda atau VOC dan pihak Pangeran Sambernyawa. Isi dari Perjanjian Salatiga adalah bahwa Sunan Pakubuwono III dan Sri Sultan Hamengkubuwono I melepas beberapa wilayah untuk kemudian diserahkan kepada Pangeran Sambernyawa. Wilayah tersebut meliputi separuh wilayah Surakarta, yaitu Kabupaten Wonogiri dan Karanganyar, dan wilayah Ngawen di Yogyakarta. Wilayah ini kemudian menjadi Kadipaten, yang memiliki gelar Mangkunegaran dan bergelar Pangeran Adipati. Setelah dilaksanakannya perjanjian Giyanti yang membagi wilayah Mataram menjadi dua, ternyata pihak Pangeran Sambernyawa tetap melakukan perlawanan di bekas wilayah Mataram. Raden Mas Said yang dikenal dengan julukan Pangeran Sambernyawa, kemudian melawan tiga pihak yang bersekutu, yaitu Sunan Pakubuwono III, Sri Sultan Hamengkubuwono I, dan Belanda atau VOC. Perlawanan ini mendesak agar wilayah bekas Mataram dibagi menjadi tiga bagian. Pangeran Sambernyawa tidak mau menyerah kepada tiga pihak yang bersangkutan. Sementara gabungan dari ketiga kekuatan tersebut tidak mampu mengalahkan perlawanan dari Pangeran Sambernyawa. Akhirnya dibuatlah perjanjian salah tiga sebagai upaya untuk menengahi masalah tersebut. Perjanjian Kalijati tahun 1942 Perjanjian Kalijati merupakan salah satu bentuk hegemoni Jepang. Setelah kemenangannya atas sekutu selama masa Perang Dunia Kedua, Jepang yang memiliki ambisi untuk menjadi pemimpin di kawasan Asia dan ingin mewujudkan negara Asia Timur Raya dengan memperluas daerah jajahannya, mulai dari Cina sampai wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia. Kekalahan beruntun yang dialami oleh pihak sekutu dan juga Belanda yang hancur oleh serangan Nazi, mengakibatkan krisis pada pemerintahan Belanda termasuk pemerintah kolonialnya di Indonesia. Melemahnya kekuatan Belanda di Indonesia, membuat pasukan Jepang dengan mudah merebut dan menaklukkan benteng pertahanan Belanda di Indonesia. Terhitung hanya dalam waktu kurang dari 7 hari setelah kedatangan angkatan laut Jepang di Teluk Banten, pantai deretan di Indramayu dan di Keragan Jawa Tengah pada tanggal 1 Maret tahun 1942, Jepang sudah berhasil menduduki benteng pertahanan utama Belanda di Indonesia. Merasa dirinya tidak dapat memenangkan peperangan dengan pihak Jepang, membuat pemerintah Belanda terpaksa menadatangani perjanjian dengan pihak Jepang pada tanggal 8 Maret tahun 1942, yang dilakukan di wilayah Kalijati di kota Subang, Jawa Barat. Isi dari perjanjian singkat tersebut adalah mengenai Belanda menyerahkan wilayah jajahan Belanda atas Hindia Belanda atau Indonesia kepada pihak Jepang tanpa syarat. Keesokan harinya pada tanggal 9 Maret tahun 1942, Belanda menyerahkan. dan menyiarkan penyerahan dirinya melalui radio. Itulah sedikit ringkasan sejarah tentang pendudukan bangsa Belanda di wilayah Nusantara, dan beberapa perjanjian-perjanjian bersejarah yang pernah terjadi sebelum era kemerdekaan Indonesia. Semoga video ini bisa memberikan manfaat untuk kita semua. Terima kasih sudah menonton dan tunggu video dari kami selanjutnya.