Transcript for:
Pendekatan Life-Span dalam Psikologi

Title: Makalah Kelompok 1 Life-Span Perspective URL Source: blob://pdf/220c2cd8-0bea-42ce-afdc-3416933457fa Markdown Content: KELAS D # THE LIFE-SPAN PERSPECTIVE # Dosen Pengampu : Eka Ervika, M.Si., # Disusun oleh : No. Nama NIM Nilai Presentasi Nilai Makalah 1. Graceia Clarencia BR Sianturi 241301123 2. Raihana Lutfia 241301124 3. Afinna Zahra Nasution 241301126 4. Shafwa Davina 241301127 5. Tengku Amelia Zhafirah 241301128 # DEPARTEMEN PERKEMBANGAN # FAKULTAS PSIKOLOGI # UNIVERSITAS SUMATERA UTARA # 2025 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesehatan serta kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "The Life-Span Perspective " ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini disusun sebagai bagian dari tugas mata kuliah Psikologi Perkembangan yang sedang kami tempuh. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Eka Ervika S.Psi., M. Psi. sebagai dosen pengampu mata kuliah Psikologi Perkembangan yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan makalah ini. Ucapan terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah memberikan kontribusinya dalam penyelesaian makalah ini. Kami sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini kami masih memiliki banyak kekurangan, baik dalam segi isi maupun penyajiannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun sebagai perbaikan kami di masa mendatang. Semoga makalah yang ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Medan, 17 Februari 2025 Kelompok 4 iDAFTAR ISI KATA PENGANTAR................................................................................................................ i DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang............................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................... 1 1.3 Tujuan.............................................................................................................................1 BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................... 2 2.1 The Importance Of Studying Life-Span Development.................................................. 2 2.1.1 Karakteristik dari Life-Span Perspective.............................................................. 2 2.2 Theories of Development............................................................................................... 5 2.2.1 Psychoanalytic Theories........................................................................................5 2.2.2 Cognitive Theories................................................................................................ 8 2.2.3 Behavioral and Social Cognitive Theories.......................................................... 11 2.2.4 Ethological Theory.............................................................................................. 12 2.2.5 Ecological Theory............................................................................................... 13 2.2.6 Orientasi Teori Eklektik...................................................................................... 14 2.3 Research on Life-Span Development...........................................................................14 2.3.1 Methods for Collecting Data............................................................................... 14 2.3.2 Research Design.................................................................................................. 17 2.3.3 Time Span of Research........................................................................................19 2.3.4 Conducting Ethical Research.............................................................................. 21 2.3.5 Minimizing Bias.................................................................................................. 22 BAB III PENUTUP................................................................................................................ 25 DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................26 LAMPIRAN............................................................................................................................ 27 ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Life Span Development ataupun perkembangan sepanjang hidup adalah sebuah konsep yang merujuk pada perubahan dan perkembangan manusia di sepanjang kehidupannya. Perkembangan adalah pola perubahan yang dimulai dari pembuahan dan berlanjut sepanjang rentang hidup. Sebagian besar perkembangan melibatkan pertumbuhan, meskipun juga termasuk penurunan yang disebabkan oleh penuaan dan kematian. Dalam memahami konsep dan proses perkembangan, diperlukan banyak teori dan pendapat para ahli agar sebuah kasus dapat dipandang dari berbagai perspektif. Penting untuk memahami ada banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan seorang individu, baik faktor dari lingkungan sekitar maupun faktor kognitif individu itu sendiri. Pentingnya mempelajari life-span perspective adalah agar kita dapat memperoleh informasi tentang perkembangan manusia, sehingga kita dapat melihat diri kita sebagai bayi atau sebagai remaja dan membayangkan apa yang mempengaruhi individu di usia tersebut. Hal ini juga menyadarkan manusia, bahwa perkembangan tidak hanya berlangsung di masa kanak-kanak atau remaja, tetapi di sepanjang hidup manusia. Semakin dalam mempelajarinya, maka kita akan semakin mengerti tentang diri sendiri dan lingkungan di sekitar kita. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan life-span development dalam konteks perkembangan manusia? 2. Bagaimana karakteristik-karakteristik yang ada pada konsep life-span perspective? 3. Teori-teori apa saja yang menciptakan perbedaan perspektif terhadap teori perkembangan? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian dan konsep dari life-span development dan life-span perspective. 2. Mengetahui karakteristik apa saja yang ada dalam konsep life-span perspective. 3. Mengetahui teori-teori yang membahas perkembangan seumur hidup dan perbedaan perspektif dari setiap teori terhadap teori perkembangan. 1BAB II PEMBAHASAN 2.1 The Importance Of Studying Life-Span Development Life Span Development ataupun perkembangan sepanjang hidup adalah sebuah konsep yang merujuk pada perubahan dan perkembangan manusia di sepanjang kehidupannya. Sebagian besar perkembangan melibatkan pertumbuhan, tetapi juga mencakup penurunan (contohnya kematian). Dalam mengeksplorasi perkembangan ini, kita akan memeriksa rentang hidup kita dari masa fertilisasi hingga ke masa dimana kehidupan kita berakhir. Anda akan melihat diri anda sebagai bayi, sebagai anak-anak, dan sebagai remaja. Kemudian akan berpikir tentang bagaimana masa-masa di atas memengaruhi terbentuknya diri anda yang saat ini. 2.1.1 Karakteristik dari Life-Span Perspective "Meskipun pertumbuhan dan perkembangan sangat dramatis selama dua dekade pertama kehidupan, perkembangan bukanlah sesuatu yang hanya terjadi pada anak-anak dan remaja (Kennedy & Raz, 2015). Pendekatan tradisional dalam studi perkembangan menekankan perubahan yang signifikan dari lahir hingga remaja (terutama selama masa bayi), sedikit atau tidak ada perubahan pada usia dewasa, dan penurunan pada usia lanjut. Namun, banyak perubahan yang terjadi dalam lima atau enam dekade setelah masa remaja. Life Span Approach juga menekankan perubahan perkembangan sepanjang masa dewasa serta masa kanak-kanak (Park & Festini, 2018; Schaie & Willis, 2016)." Life Expectancy ataupun harapan hidup adalah angka rata-rata atau jumlah tahun yang diperkirakan dapat dijalani oleh seseorang yang lahir di tahun tertentu. Semisal seorang bayi baru saja di lahirkan di Amerika Serikat pada tahun 2016, di mana pada masa itu harapan hidup di Amerika Serikat adalah 79 tahun. Yang artinya bayi yang baru lahir tersebut diperkirakan akan hidup selama 79 tahun. Harapan hidup di setiap daerah berbeda, hal ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti akses terhadap layanan medis, sanitasi, gizi, serta faktor sosial lainnya. Sebagai contoh, Amerika Serikat telah meningkatkan harapan hidupnya sebanyak 32 tahun pada abad ke-20. Hal ini dikarenakan adanya perbaikan dalam sanitasi, gizi dan juga pengobatan. 2Life-Span Perspective atau Perspektif Sepanjang Hayat. Inti dari perspektif ini adalah keyakinan bahwa perkembangan terjadi di sepanjang hidup manusia. Namun, perspektif ini juga memiliki karakteristik lainnya. Menurut ahli Life-Span Development, Paul Baltes (1939-2006), Life-Span Perspective melihat perkembangan sebagai suatu proses yang berlangsung seumur hidup, multidimensi, multidireksional, plastis, multidisipliner, dan kontekstual, serta sebagai proses yang melibatkan pertumbuhan, pemeliharaan, dan regulasi kehilangan. Dalam pandangan Baltes, penting untuk memahami bahwa perkembangan dibangun melalui faktor biologis, sosiokultural, dan individu yang bekerja sama. Berikut penjabaran mengenai karakteristik dari Life-Span Perspective Perkembangan Berlangsung Seumur Hidup. Dalam perspektif sepanjang hayat, awal kedewasaan bukanlah titik akhir dari perkembangan, dalam perspektif ini, tidak ada periode usia yang mendominasi perkembangan. Perkembangan Bersifat Multidimensi . Perkembangan bersifat multidimensi berarti bahwa perkembangan manusia melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Tidak peduli berapa usia, tubuh, pikiran, dan emosi anda, semua aspek ini akan tetap saling terkait dan berkembang secara bersamaan. Perkembangan juga memiliki berbagai macam dimensi seperti dimensi biologis, kognitif, dan sosioemosional. Sebagai contohnya: perhatian, ingatan, pemikiran abstrak, kecepatan mengolah informasi, dan kecerdasan sosial. Perkembangan Bersifat Multidireksional. Perkembangan bersifat multidireksional sepanjang hidup, beberapa dimensinya berkembang sementara yang lainnya mengecil. Sebagai contoh: ketika satu bahasa (seperti bahasa Inggris) dikuasai sejak dini, kemampuan untuk menguasai bahasa kedua dan ketiga (contohnya bahasa Mandarin dan Spanyol) akan menurun seiring perkembangan, terutama setelah masa awal kanak-kanak lewat (Levelt, 1989). Pada masa dewasa akhir, orang dewasa yang lebih tua akan lebih bijak dalam mengambil keputusan karena memiliki lebih banyak pengalaman dibandingkan orang dewasa yang lebih muda untuk dijadikan panduan dalam pengambilan keputusan (Rakoczy & lainnya, 2018; Thomas & lainnya, 2018). Namun mereka lebih buruk dalam tugas-tugas yang membutuhkan kecepatan dalam memproses informasi. (Salthouse, 2017 Perkembangan Bersifat Plastis (Fleksibel). Plastisitas memiliki arti sebagai kapasitas untuk berubah. Semisal ketika seseorang ingin meningkatkan kemampuannya di usia tujuh puluhan atau delapan puluhan. Apakah perbaikan di usia ini sudah tidak mungkin? Peneliti telah menemukan bahwa keterampilan kognitif orang dewasa yang lebih tua dapat 3ditingkatkan melalui pelatihan dan perolehan strategi yang efektif. Namun, kita mungkin akan memiliki kapasitas perubahan yang semakin rendah seiring dengan bertambahnya usia. Perkembangan Bersifat Multidisipliner. Studi atau penelitian mengenai perkembangan manusia melibatkan berbagai disiplin ilmu yang berbeda, seperti psikologi, sosiologi, antropologi, ilmu saraf dan juga kedokteran. Masing-masing disiplin di atas memberikan perspektif yang berbeda dalam memahami proses perkembangan sepanjang hidup seseorang. Perkembangan Bersifat Kontekstual. Semua perkembangan terjadi dalam suatu konteks ataupun setting. Konteks tersebut meliputi keluarga, sekolah, kelompok sebaya, kota, dan lingkungan sekitar. Masing-masing setting ini dipengaruhi oleh budaya, sejarah, ekonomi, dan sosial. (Lubetkin & Jia, 2017; Nair; Roche, & White,2018). Konteks seperti individu juga berubah. Oleh karena itu, individu adalah makhluk yang berubah dalam dunia yang terus berubah. Dalam hal ini, konteks memberikan 3 jenis pengaruh, yakni: (1) Pengaruh yang terkait dengan usia secara normatif (2) Pengaruh yang terkait dengan sejarah secara normatif, dan (3) Peristiwa hidup yang non-normatif atau sangat individual. 1. Pengaruh yang Terkait Dengan Usia Secara Normatif Pengaruh ini meliputi proses biologis seperti pubertas dan manopause. Hal ini juga mencakup faktor sosio-kultural dan proses lingkungan seperti memulai pendidikan formal dan pensiun dari dunia kerja. 2. Pengaruh yang Terkait Dengan Sejarah Secara Normatif Pengaruh ini merupakan pengaruh yang umum bagi orang-orang dari generasi tertentu karena keadaan sejarah. Sebagai contoh, para baby boomer di Ameriks berbagi pengalaman krisis rudal Kuba, pembunuhan John F. Kennedy, dan invasi The Beatles. Contoh lain dari pengaruh sejarah secara normatif yaitu depresi besar pada tahun 1930-an dan Perang Dunia II pada tahun 1940-an. 3. Peristiwa Hidup Non-Normatif Peristiwa hidup non-normatif adalah kejadian tidak biasa yang memiliki dampak besar terhadap kehidupan individu. Peristiwa ini dapat terjadi pada semua orang dengan cara mempengaruhi yang berbeda terhadap tiap individunya.Contohnya 4adalah kehamilan pada masa awal remaja, kebakaran yang menghancurkan rumah, ataupun mendapatkan kesempatan karir yang tak terduga. Perkembangan Melibatkan Pertumbuhan, Pemeliharaan, dan Regulasi Kehilangan. Baltes dan rekan-rekannya (2006) berpendapat bahwa penguasaan kehidupan sering melibatkan konflik dan persaingan di antara tiga tujuan perkembangan manusia: pertumbuhan, pemeliharaan, dan regulasi kehilangan. Seiring individu memasuki usia paruh baya dan usia lanjut, pemeliharaan dan regulasi kehilangan akan menjadi fokus utama dalam kapasitas mereka. Perkembangan Adalah Konstruksi Bersama antara Biologi, Budaya, dan Individu. Sebagai contoh, otak membentuk budaya dan pengalaman yang dimiliki atau dikejar individu. Dalam hal faktor individu, kita dapat menulis jalur perkembangan yang unik dengan secara aktif memilih lingkungan yang dapat mengoptimalkan hidup kita. 2.2 Theories of Development 2.2.1 Psychoanalytic Theories Teori psikoanalisis menggambarkan perkembangan sebagai sesuatu yang tidak disadari (di luar kesadaran) dan sangat diwarnai oleh emosi. Para ahli teori psikoanalitik menekankan bahwa perilaku hanyalah karakteristik permukaan dan pemahaman yang benar tentang perkembangan membutuhkan analisis makna simbolis dari perilaku dan cara kerja pikiran yang mendalam. Para ahli teori psikoanalitik juga menekankan bahwa pengalaman awal dengan orang tua secara ekstensif membentuk perkembangan. Karakteristik ini disoroti dalam teori psikoanalisis utama, yaitu teori Sigmund Freud (1856-1939). a. Freuds Theory Ketika Freud mendengarkan, menyelidiki, dan menganalisis pasiennya, ia menjadi yakin bahwa masalah mereka adalah hasil dari pengalaman di awal kehidupan. Dia berpikir bahwa ketika anak-anak tumbuh dewasa, fokus kesenangan dan dorongan seksual mereka bergeser dari mulut ke anus dan akhirnya ke alat kelamin. Sebagai hasilnya, kita melewati lima tahap perkembangan psikoseksual: oral, anal, phallic, latency, dan genital. Kepribadian orang dewasa kita, menurut Freud (1917), ditentukan oleh cara kita menyelesaikan konflik antara sumber-sumber kenikmatan pada setiap tahap dan tuntutan realitas. Tahap - tahap Freud. Karena Freud menekankan motivasi seksual, tahapan perkembangannya dikenal sebagai tahapan psikoseksual. Dalam pandangannya, jika 5kebutuhan akan kesenangan pada tahap mana pun kurang atau terlalu dipuaskan, seseorang dapat menjadi terpaku, atau terkunci, pada tahap perkembangan 1. Fase Oral. Tahap Pertama berlangsung pada saat baru lahir hingga usia 1,5 Tahun. Pada fase ini kesenangan bayi berpusat pada mulut. 2. Fase Anal. Tahap Kedua berlangsung pada usia 1,5 Tahun hingga 3 Tahun. Pada fase ini kesenangan anak berpusat pada anus. 3. Fase Phalic. Tahap Ketiga berlangsung pada usia 3 hingga 6 Tahun. Pada fase ini kesenangan anak berpusat pada alat kelamin. 4. Fase Latency. Tahap keempat ini berlangsung pada usia 6 hingga usia pubertas. Pada fase ini anak mengekspresikan ketertarikan seksual dan perkembangan sosial serta kemampuan intelektual. 5. Fase Genital. Tahap Kelima ini berlangsung pada saat pubertas dan seterusnya. Pada fase ini kebangkitan kembali masa seksual; sumber dari kesenangan seksual ini datang dari seseorang diluar anggota keluarga. b. Eriksons Psychosocial Theory Menurut Freud, motivasi utama perilaku manusia bersifat seksual; sedangkan menurut Erikson, motivasi tersebut bersifat sosial dan mencerminkan keinginan untuk berafiliasi dengan orang lain. Menurut Freud, kepribadian dasar kita dibentuk selama lima tahun pertama kehidupan; menurut Erikson, perubahan perkembangan terjadi sepanjang rentang kehidupan. Freud memandang pengalaman awal jauh lebih penting daripada pengalaman yang datang kemudian, sedangkan Erikson menekankan pentingnya pengalaman awal dan akhir. Dalam teori Erikson, delapan tahap perkembangan terjadi saat kita menjalani kehidupan. Pada setiap tahap, tugas perkembangan yang unik menghadapkan individu pada krisis yang harus diselesaikan. Menurut Erikson, krisis ini bukanlah sebuah bencana, melainkan sebuah titik balik yang ditandai dengan meningkatnya kerentanan dan meningkatnya potensi. Semakin berhasil seseorang menyelesaikan setiap krisis, semakin sehat perkembangannya. Trust versus mistrust Tahap psikososial pertama Erikson, yang dialami pada tahun pertama kehidupan. Perkembangan rasa percaya selama masa bayi menjadi dasar harapan 6seumur hidup bahwa dunia akan menjadi tempat yang baik dan menyenangkan untuk ditinggali. Autonomy versus shame and doubt Tahap kedua dari Erikson. Tahap ini terjadi pada akhir masa bayi dan masa balita (1 hingga 3 tahun). Setelah mendapatkan kepercayaan dari pengasuhnya, bayi mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah perilaku mereka sendiri. Mereka mulai menegaskan rasa kemandirian atau otonomi mereka. Mereka menyadari keinginan mereka. Jika bayi dan balita terlalu banyak dikekang atau dihukum terlalu keras, mereka cenderung mengembangkan rasa malu dan keraguan. Inisiatif versus guilt Tahap ketiga perkembangan Erikson, terjadi selama tahun-tahun prasekolah. Ketika anak-anak prasekolah menghadapi dunia sosial yang semakin luas, mereka menghadapi tantangan baru yang membutuhkan perilaku yang aktif, terarah, dan bertanggung jawab. Perasaan bersalah dapat muncul, jika anak tidak bertanggung jawab dan dibuat merasa terlalu cemas. Industry versus inferiority Tahap keempat ini terjadi kira-kira selama tahun-tahun sekolah dasar. Anak-anak sekarang perlu mengarahkan energi mereka untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan intelektual. Dampak negatifnya adalah anak dapat mengembangkan rasa rendah diri-merasa tidak kompeten dan tidak produktif. Identity versus identity confusion Pada tahap kelima, remaja akan berusaha menemukan jati diri dan tujuan hidup mereka, mereka akan mencoba hal baru. Jika remaja dapat menemukan identitas yang positif untuk diri mereka, remaja akan menemukan jalan yang baik untuk menjalani kehidupan mereka; jika tidak, kebingungan terhadap identitas diri akan menguasai mereka. Intimacy versus isolation Tahap keenam akan terjadi pada masa awal dewasa. Di tahap ini individu memiliki tugas untuk memiliki hubungan yang intim dengan orang lain. Jika individu membentuk hubungan persahabatan yang sehat dan hubungan akrab dengan orang lain, keintiman akan dicapai; jika tidak, mereka mungkin akan merasa kesepian dan terisolasi. Generativity versus stagnation 7Pada tahap ketujuh yang terjadi di masa pertengahan dewasa. Pada tahap ini individu akan memiliki keinginan untuk berkontribusi dan membantu generasi muda dan dunia. Jika berhasil memberi kontribusi, mereka akan merasa mampu, berguna, dan dihargai. Jika tidak, mereka akan mengembangkan stagnan atau perasaan tidak mampu memberikan apapun dan merasa tidak dihargai. Integrity vs despair Merupakan tahap terakhir dari teori psikososial milik Erikson. Tahap ini dialami individu pada akhir dari dewasa sampai kematian. Pada tahap ini, individu akan merenungi dan mengevaluasi kehidupan mereka. Jika mereka memaknai kehidupan dengan baik dan merasa puas dengan kehidupannya. Jika tidak, individu aka. merasa kehidupannya sia-sia dan merasa putus asa. Teori psikoanalitik berfokus pada pikiran bawah sadar dan pengaruhnya terhadap perilaku. Teori ini menekankan pada kerangka perkembangan, hubungan keluarga, dan pikiran bawah sadar. Kritik untuk teori ini adalah kurangnya dukungan ilmiah, terlalu menekankan aspek seksual pada perkembangan psikologis seseorang, dan pandangan terlalu negatif pada manusia. 2.2.2 Cognitive Theories Teori kognitif menegaskan pada pikiran sadar. Tiga teori kognitif yang penting adalah: A. Piagets Cognitive Developmental Theory Teori Piaget memandang bahwa anak-anak harus melewati empat tahap perkembangan kognitif saat mereka secara aktif berusaha memahami dunia. Terdapat dua proses yang mendasari pembentukan pemahaman mengenai dunia, yaitu organisasi dan adaptasi. Untuk memahami dunia, kita mengatur pengalaman kita dengan memisahkan pemikiran penting dengan yang kurang penting, dan menghubungkan ide yang satu dengan yang lain. Selain mengatur pengamatan dan pengalaman, individu juga beradaptasi dengan lingkungan baru (Miller, 2015). Piaget (1954) menyatakan empat tahap dalam memahami dunia. Tiap tahap terkait dengan usia dan cara yang berbeda dalam berpikir dan memahami dunia. Piaget (1896-1980) berpendapat bahwa kognisi anak berbeda secara kualitatif pada tiap tahapnya. 1. Tahap sensorimotor 8Tahap pertama berlangsung dari lahir hingga sekitar usia 2 tahun. Pada tahap ini, bayi berusaha memahami dunia melalui pengalaman sensorik (seperti melihat dan mendengar) dan dengan tindakan fisik (motorik). 2. Tahap Pra-operasional Tahap yang terjadi dari usia 2 sampai 7 tahun. Anak-anak mulai menggambarkan objek dan peristiwa melalui kata-kata dan gambar. Namun, piaget berpendapat bahwa pemikiran anak-anak pra-sekolah masih terbatas pada pengalaman atau perilaku konkret mereka. 3. Tahap operasional konkret Terjadi pada usia 7 hingga 11 tahun. Di tahap ini, anak-anak dapat melakukan tindakan yang melibatkan objek, dan mereka dapat berpikir secara logis dan sistematis mengenai objek dan peristiwa. Penalaran ini dapat diterapkan pada contoh yang jelas dan konkret. 4. Tahap operasional formal Terjadi di antara usia 11 dan 15 tahun dan berlanjut hingga dewasa. Pada tahap ini, individu mulai mampu untuk berpikir secara abstrak, lebih logis dan sistematis. Karena pemikiran abstrak, remaja memikirkan gambaran ideal akan sesuatu, mempertimbangkan kemungkinan masa depan dan terpesona dengan apa yang dapat mereka lakukan. Mereka juga lebih sistematis dalam memecahkan masalah dan paham terhadap konsep yang kompleks. B. Vygotskys Sociocultural Cognitive Theory Lev Vygotsky (1896-1934) berpendapat bahwa anak-anak secara aktif membangun pengetahuan mereka. Vygotsky (1962) berpendapat bahwa interaksi sosial dan budaya lebih penting dalam perkembangan kognitif. Teori Vygotsky merupakan teori kognitif sosiokultural yang memberi penekanan pada hubungan antara budaya dan interaksi sosial dengan perkembangan kognisi. Proses perkembangan anak dianggap tidak dapat dipisahkan dari kegiatan sosial dan budaya. (Daniels, 2017). Ia berpendapat bahwa perkembangan kognitif melibatkan interaksi sosial anak-anak dengan orang dewasa dan teman-temannya . Anak-anak juga berkembang melalui bahasa, sistem matematika, serta kebiasaan masyarakat. Melalui interaksi ini, mereka dapat menggunakan alat-alat yang akan membantu mereka menyesuaikan diri dan berhasil dalam masyarakat. (Holzman, 2017). 9C. The Information-Processing Theory Teori pemrosesan informasi berfokus pada cara individu memanipulasi informasi, mencermati, dan membuat strategi mengenai hal tersebut. Teori pemrosesan informasi tidak menggambarkan perkembangan sebagai tahap. Menurut teori ini, individu mengembangkan kemampuan yang secara bertahap meningkat untuk memproses informasi, yang membantu mereka untuk mendapatkan pengetahuan dan menguasai keterampilan yang lebih kompleks. (Knapp & Morton, 2017). Robert Siegler (2006, 2017) yang merupakan ahli terkemuka dalam pemrosesan informasi anak-anak, menyatakan bahwa berpikir adalah pemrosesan informasi. Ketika individu merasakan, memproses, merepresentasikan, menyimpan, dan mengambil informasi, mereka sedang berpikir. Siegler menegaskan aspek penting dalam proses perkembangan adalah belajar strategi yang baik untuk memproses informasi. Siegler (2006, 2017) percaya bahwa bahwa cara terbaik untuk memahami bagaimana anak belajar adalah dengan melakukan pengamatan saat mereka belajar. Dia menekankan pentingnya metode mikro-genetik untuk mendapatkan informasi secara lengkap mengenai mekanisme pemrosesan informasi anak-anak dari waktu ke waktu. Metode mikrogenetik bertujuan untuk menemukan apa yang anak-anak dan juga proses kognitif yang terkait dalam mendapatkan pengetahuan. Sejumlah studi mikrogenetik telah berfokus pada beberapa aspek pembelajaran akademis, seperti proses pembelajaran aritmatika. (Braithwaite & Siegler, 2018; Braithwaite, Tian, & Siegel, 2018). Studi mikrogenetik juga telah digunakan untuk mengetahui proses anak-anak mempelajari konsep tertentu dalam ilmu pengetahuan. Pendekatan pemrosesan informasi kerap menjadikan komputer sebagai analogi untuk mengetahui korelasi antara kognisi dan otak. (Radvansky & Ashcraft, 2018). Otak fisik digambarkan dengan perangkat keras komputer, dan kognisi sebagai perangkat lunak. Sistem sensorik dan persepsi menyiapkan kanal input, seperti cara data dimasukkan ke komputer. Saat input (informasi) masuk ke dalam pikiran, proses mental, atau operasi akan bertindak, seperti perangkat lunak komputer yang memproses data. Input yang diubah menghasilkan informasi yang akan disimpan dalam memori. Akhirnya, informasi diambil dari memori dan ditampilkan (untuk berbicara) sebagai respons yang dapat dilihat. Namun, komputer dan otak manusia berbeda dalam beberapa hal. Komputer dapat mengerjakan beberapa hal lebih baik, misalnya, komputer dapat 10 mengerjakan penghitungan numerik yang kompleks lebih cepat dan akurat dibanding manusia. Komputer juga dapat menjalankan aturan lebih konsisten dan melakukan sedikit kesalahan daripada manusia. Namun, kemampuan otak tidak dapat sepenuhnya disamakan dengan komputer. (Sternberg, 2017). Teori kognitif adalah pandangan positif mengenai perkembangan yang berfokus pada proses aktif pemahaman. Kritik terhadap teori ini adalah mengenai bagaimana Piaget dan terlalu kaku dan tidak berfokus pada perbedaan individu dalam perkembangan kognitif. 2.2.3 Behavioral and Social Cognitive Theories Behaviorisme menjelaskan bahwa sesuatu dapat dipelajari secara ilmiah hanya berdasarkan apa yang dapat diamati dan diukur secara langsung. Dari tradisi perilaku, tumbuh keyakinan bahwa perkembangan adalah perilaku yang dapat diamati yang dapat dipelajari melalui pengalaman dengan lingkungan (Maag, 2018). a. Skinners Operant Conditioning Pengkondisian operan menurut B.F Skinner menjelaskan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh akibat yang diterima setelah perilaku terjadi. Perilaku yang menghasilkan reaksi positif lebih mungkin diulang seseorang daripada perilaku yang menghasilkan reaksi negatif (misalnya hukuman). Menurut Skinner, penghargaan dan hukuman sebagai hasil dari perilaku tertentu, berperan dalam perkembangan seseorang. Menurutnya, perkembangan terdiri dari pola perilaku yang ditimbulkan oleh penghargaan dan hukuman. Misalnya, seorang pemalu belajar menjadi pemalu sebagai hasil dari peristiwa-peristiwa yang dialami sepanjang hidup. Oleh karena itu, melalui modifikasi lingkungan berupa dukungan dan penghargaan dapat membantu seorang pemalu menjadi lebih berorientasi sosial. b. Banduras Social Cognitive Theory Bandura (1986, 2004, 2010a, b, 2012, 2015) menekankan bahwa proses kognitif memiliki hubungan penting dengan lingkungan dan perilaku. Program 11 penelitian awal Bandura sangat berfokus pada pembelajaran observasional (juga disebut peniruan atau pemodelan), yaitu pembelajaran yang terjadi melalui pengamatan terhadap apa yang dilakukan orang lain lakukan. Para ahli teori kognitif sosial menekankan bahwa orang memperoleh berbagai macam perilaku, pikiran, dan perasaan melalui pengamatan perilaku orang lain dan bahwa pengamatan ini memainkan peran sentral dalam kehidupan perkembangan rentang hidup. Pembelajaran observasional menurut Bandura artinya individu secara kognitif merepresentasikan perilaku orang lain dan kemudian terkadang mengadopsi perilaku ini sendiri. Model pembelajaran Bandura (2004 a, b, 2012, 2015) terbaru mencakup tiga elemen, yaitu : perilaku, kognisi, dan lingkungan. Contoh perilaku dipengaruhi oleh kognitif adalah ketika kepercayaan diri dapat mempengaruhi kesuksesan. Teori kognitif dan perilaku berperan dalam penelitian ilmiah dan penentu perilaku lingkungan. Kekurangan atau kritik terhadap teori ini adalah terlalu sedikit penekanan kognisi pada teori skinner dan tidak cukup memberi perhatian terhadap perubahan perkembangan. 2.2.4 Ethological Theory Etologi menekankan bahwa perilaku sangat dipengaruhi oleh faktor biologis, dalam konteks evolusi, dan ditandai dengan periode kritis atau sensitif. Teori etologi dikenalkan oleh ahli zoologi eropa Konrad Lorenz (1903-1989). Dalam penelitiannya, Lorenz menggunakan angsa sebagai objek. Lorenz mengambil telur dari satu angsa, kemudian membaginya menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, telur angsa dibiarkan menetas bersama induknya dan kelompok kedua menetas di inkubator. Seperti prediksi, anak angsa dari kelompok pertama mengikuti induknya segera setelah menetas dan kelompok kedua mengikuti Lorenz sebagai objek pertama yang dilihat setelah menetas. Kemudian Lorenz menggabungkan kedua kelompok anak angsa di sebuah kotak. Lalu induk angsa dan Lorenz berdiri diluar kotak. Saat anak angsa dikeluarkan, mereka langsung pergi ke ibunya. Lorenz menyebut proses ini sebagai imprinting, yaitu pembelajaran bawaan yang cepat yang melibatkan keterikatan pada objek bergerak yang pertama kali dilihat. John Bowlby (1969,1989), mengilustrasikan penerapan penting teori etologis dalam perkembangan manusia. Bowlby menekankan keterikatan dengan pengasuh selama tahun awal kehidupan akan berdampak sepanjang rentang hidup. Jika keterikatan ini bersifat positif dan aman, individu berkemungkinan berkembang secara positif di masa kanak-kanak dan 12 dewasa, begitupun sebaliknya. Bowlby berpendapat, proses imprinting hanya terjadi pada masa terawal kehidupan dan tidak akan terulang, yang disebut periode sensitif. Kontribusi teori etologi meliputi fokus dasar biologis dan evolusioner perkembangan, serta pengamatan dalam pengaturan naturalistik. Evaluasi ataupun kritik terhadap teori ini adalah terlalu banyak penekanan pada fondasi biologis dan keyakinan bahwa konsep periode sensitif cenderung terlalu kaku. 2.2.5 Ecological Theory Teori ekologi dikemukakan oleh Urie Bronfenbrenner (Bronfenbrenner, 1986, 2004; Bronfenbrenner & Morris, 1998, 2006). Urie Bronfenbrenner berpendapat bahwa perkembangan mencerminkan pengaruh beberapa sistem lingkungan yang terdiri dari : a. Mikrosistem, meliputi lingkungan tempat individu hidup yang meliputi keluarga, teman sebaya, sekolah, dan lingkungan sekitar. Individu bukanlah penerima pasif dari pengalaman dalam lingkungan ini, tetapi seseorang yang membantu membangun lingkungan tersebut. b. Mesosistem, melibatkan hubungan antara sistem mikro atau hubungan antar konteks. Contohnya adalah hubungan pengalaman keluarga dengan pengalaman sekolah. Sebagai contoh, anak-anak yang ditolak oleh orang tuanya mungkin akan mengalami kesulitan dalam mengembangkan hubungan yang positif c. Ekosistem, terdiri dari hubungan antara lingkungan sosial di mana individu tidak memiliki peran aktif dan konteks langsung individu tersebut. Sebagai contoh, pengalaman suami atau anak di rumah dapat dipengaruhi oleh pengalaman ibu di tempat kerja. Sang ibu mungkin menerima promosi yang membutuhkan lebih banyak perjalanan, yang dapat meningkatkan konflik dengan suami dan mengubah pola interaksi dengan anak. d. Makrosistem, melibatkan budaya tempat individu hidup. Budaya dapat mempengaruhi pola perilaku ataupun kepercayaan yang dibentuk secara turun temurun e. Kronosistem, meliputi pola peristiwa lingkungan, transisi kehidupan, dan keadaan sosiohistoris. Contoh transisi kehidupan adalah perceraian yang akan berdampak besar kepada interaksi anak dan orangtua, terutama di tahun pertama perceraian. Contoh keadaan sosio historis adalah peluang karir perempuan yang terus berkembang seiring zaman. 13 Bronfenbrenner (2004; Bronfenbrenner & Morris, 2006) kemudian menambahkan pengaruh biologis pada teorinya, dan menggambarkannya sebagai teori bioekologi. Meskipun demikian, teori ini masih didominasi oleh didominasi oleh konteks ekologi dan lingkungan. Kontribusi teori ekologi meliputi pemeriksaan sistematis terhadap dimensi makro dan mikro, dimensi sistem lingkungan, dan perhatian terhadap hubungan antara sistem lingkungan. Kontribusi lebih lanjut dari teori Bronfenbrenner adalah penekanan pada berbagai konteks sosial di luar keluarga, seperti lingkungan, agama, sekolah, dan tempat kerja, sebagai faktor penting dalam perkembangan anak (Shelton, 2018). Kritik terhadap pendekatan ini antara lain adalah kurangnya perhatian terhadap faktor biologis, serta terlalu sedikit penekanan pada faktor kognitif. 2.2.6 Orientasi Teori Eklektik Orientasi teori eklektik adalah orientasi yang tidak mengikuti satu pendekatan teoritis melainkan memilih dari setiap teori apapun yang dianggap terbaik di dalamnya. Dengan cara Orientasi Teori Eklektik, kita dapat melihat studi perkembangan berdasarkan ahli teori yang berbeda, sehingga menghasilkan asumsi, masalah empiris, dan strategi yang berbeda untuk memecahkan suatu kasus. 2.3 Research on Life-Span Development Penelitian tentang perkembangan rentang hidup biasanya bertujuan untuk menguji hipotesis yang berasal dari teori tertentu. Hasil penelitian ini dapat membuat teori-teori tersebut lebih baik atau lebih buruk, dan kadang-kadang dapat menghasilkan teori baru yang lebih sesuai dengan data yang ada. 2.3.1 Methods for Collecting Data Ada berbagai metode pengumpulan data yang dapat digunakan untuk menyelidiki berbagai aspek perkembangan manusia, seperti kelekatan pada bayi, keterampilan kognitif pada anak-anak, atau hubungan sosial pada orang dewasa yang lebih tua. 1. Observasi 14 Pengamatan ilmiah harus dilakukan secara sistematis dan memerlukan keterampilan khusus. Peneliti harus tahu apa yang akan diamati, siapa yang akan diamati, kapan, di mana, dan dengan cara apa pengamatan dilakukan. Untuk mendapatkan data yang akurat, pengamatan harus dicatat dengan jelas. Laboratorium dan dunia sehari-hari adalah dua tempat utama untuk melakukan pengamatan. Di laboratorium, peneliti dapat mengendalikan faktor-faktor yang dapat memengaruhi perilaku, yang membuat hasil pengamatan lebih terkontrol. Namun, penelitian laboratorium memiliki beberapa kekurangan, beberapa diantaranya seperti: 1) Penelitian dilakukan dengan partisipan mengetahui bahwa mereka sedang diteliti, yang mana dapat mempengaruhi perilaku mereka. 2) Pengaturan laboratorium yang tidak alami, sehingga partisipan mungkin berperilaku tidak wajar. 3) Partisipan yang bersedia datang ke laboratorium universitas mungkin saja tidak mewakili kelompok dengan latar belakang budaya yang beragam. 4) Orang yang tidak terbiasa dengan lingkungan universitas atau yang tidak familiar dengan konsep "membantu ilmu pengetahuan" bisa merasa terintimidasi oleh suasana laboratorium. Karena dilakukan di dunia nyata tanpa upaya untuk mengontrol keadaan, pengamatan naturalistik memberikan wawasan yang sulit didapat di laboratorium. Peneliti dapat mengamati perilaku di tempat-tempat seperti acara olahraga, pusat penitipan anak, tempat kerja, mal, dan tempat lain yang sering dikunjungi orang. 2. Survei dan Wawancara Terkadang cara terbaik dan tercepat untuk mendapatkan informasi tentang seseorang adalah dengan bertanya kepada mereka. Survei dan wawancara (kuesioner) adalah dua teknik yang paling umum untuk mendapatkan informasi langsung dari seseorang. Wawancara dilakukan secara langsung, sementara survei biasanya digunakan untuk mengumpulkan data dari banyak orang dengan pertanyaan standar yang bertujuan untuk mengetahui pendapat atau keyakinan mereka tentang topik tertentu. Wawancara dan survei dapat dilakukan secara langsung, melalui telepon, atau melalui Internet. 15 Namun, ada masalah yang dapat muncul, seperti respon sosial yang diinginkan, di mana peserta cenderung memberikan jawaban yang dianggap lebih diterima atau diinginkan oleh masyarakat, daripada yang sebenarnya mereka pikirkan atau rasakan. 3. Tes Standar Tes terstandarisasi memiliki prosedur yang seragam untuk administrasi dan penilaian, memungkinkan kinerja seseorang dibandingkan dengan individu lain. Oleh karena itu, tes ini memberikan informasi tentang perbedaan individu di antara orang-orang. Salah satu contoh tes terstandarisasi adalah tes kecerdasan Stanford-Binet, yang menunjukkan bagaimana kinerja seseorang dibandingkan dengan banyak orang lain yang telah melewati tes tersebut. Namun, kritik terhadap tes standar adalah bahwa tes ini mengasumsikan bahwa perilaku seseorang konsisten dan stabil, padahal kepribadian dan kecerdasan yang mana merupakan dua target utama tes bisa saja bervariasi tergantung situasi. 4. Studi Kasus Studi kasus adalah pengamatan mendalam terhadap satu individu, yang sering kali dilakukan oleh profesional kesehatan mental ketika aspek kehidupan seseorang sulit atau tidak dapat diuji pada orang lain. Studi kasus memberikan wawasan tentang pengalaman seseorang, baik itu pikiran, perilaku, atau atribut lainnya, dan dapat mencakup data dari wawancara atau rekam medis. Meskipun studi kasus memberikan gambaran yang sangat mendalam tentang kehidupan individu, kesimpulan yang diambil harus hati-hati, karena subjeknya sangat unik dengan latar belakang dan pengalaman pribadi yang tidak dapat diterapkan pada orang lain. Selain itu, studi kasus sering kali tidak memeriksa apakah temuan yang diperoleh disetujui oleh profesional lain, yang dapat mempengaruhi keandalan temuan tersebut. 5. Tindakan Fisiologis Para peneliti kini semakin banyak menggunakan ukuran fisiologis untuk mempelajari perkembangan manusia sepanjang rentang kehidupan. Beberapa metode yang digunakan antara lain: 16 1) Kadar Hormon: Misalnya, kortisol, hormon yang dihasilkan saat tubuh mengalami stres, digunakan untuk mempelajari temperamen, reaktivitas emosional, dan hubungan sosial. Selain itu, kadar hormon tertentu meningkat selama masa pubertas, yang dapat dipelajari dengan mengambil sampel darah dari remaja untuk memahami perubahan hormon ini. 2) Neuroimaging: Teknik seperti Functional magnetic resonance imaging (fMRI) digunakan untuk mengamati aktivitas otak dan jaringan biokimia, memberikan gambaran lebih detail tentang otak, misalnya membandingkan aktivitas otak remaja yang tidak minum alkohol dengan yang mengonsumsi alkohol. 3) Elektroensefalografi (EEG): Digunakan untuk memantau aktivitas listrik secara keseluruhan di otak, misalnya untuk mempelajari perhatian dan memori pada bayi. 4) Denyut Jantung: Dapat mengindikasikan perkembangan persepsi, perhatian, memori, serta aspek perkembangan emosional seperti stres dan kecemasan pada bayi dan anak-anak. 5) Gerakan Mata: Digunakan untuk mempelajari perkembangan perseptual, perhatian, autisme, dan dampak kelahiran prematur pada perkembangan bahasa. Peneliti mendapatkan informasi yang lebih rinci dengan bantuan teknologi pelacak mata yang canggih. 6) Genetik: Kemajuan dalam penilaian gen memungkinkan peneliti untuk mengidentifikasi gen spesifik yang berhubungan dengan kondisi seperti obesitas pada anak-anak. 2.3.2 Research Design Dalam penelitian tentang perkembangan rentang hidup, selain memilih metode untuk mengumpulkan data, diperlukan juga memilih desain penelitian. Ada tiga jenis utama desain penelitian: 1. Penelitian Deskriptif Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk mengamati dan mencatat perilaku tanpa berusaha untuk mengubah atau mempengaruhi keadaan. Misalnya, seorang peneliti dapat melihat seberapa altruistik atau agresif seseorang terhadap orang lain. Meskipun penelitian deskriptif memberikan wawasan tentang perilaku orang, ia tidak 17 dapat membuktikan sebab-akibat dari fenomena yang diamati. Artinya, meskipun penelitian ini memberikan informasi penting, ia tidak menjelaskan faktor-faktor yang mendorong perilaku tersebut. 2. Penelitian Korelasional Penelitian korelasional bertujuan untuk menggambarkan hubungan antara dua atau lebih peristiwa atau karakteristik, dan membantu kita memprediksi perilaku berdasarkan hubungan tersebut. Semakin kuat hubungan antara dua peristiwa, semakin akurat prediksi tentang satu peristiwa dari peristiwa yang lainnya. Hubungan antara dua variabel semakin kuat jika koefisien korelasinya lebih tinggi, baik itu positif atau negatif. Korelasi 0 berarti tidak ada hubungan. Sebagai contoh, korelasi -0.40 lebih kuat daripada +0.20, meskipun satu negatif dan satu positif, karena kekuatan korelasi diukur berdasarkan nilai absolutnya. Namun, penting untuk diingat bahwa korelasi tidak menunjukkan sebab-akibat. Misalnya, korelasi antara pola asuh permisif dan rendahnya kontrol diri anak tidak selalu berarti bahwa pola asuh permisif langsung menyebabkan rendahnya kontrol diri. Bisa jadi faktor lain yang mempengaruhi hubungan ini, seperti genetik atau kondisi sosial-ekonomi, atau bahkan kontrol diri anak yang buruk yang mempengaruhi perilaku orang tua. 3. Penelitian Eksperimental Penelitian eksperimental digunakan untuk mempelajari hubungan sebab-akibat. Peneliti melakukan eksperimen dengan mengubah satu atau lebih faktor yang dianggap mempengaruhi perilaku yang dipelajari, sementara faktor lainnya tetap ada. Kita dapat mengatakan bahwa jika perilaku yang diteliti berubah setelah dimanipulasi, maka faktor yang dimanipulasi telah menyebabkan perubahan tersebut. A. Variabel Independen dan Dependen Dalam eksperimen, ada dua jenis variabel yang bisa diubah: 1. Variabel independen adalah faktor yang dimanipulasi oleh peneliti untuk melihat pengaruhnya terhadap perilaku. Ini adalah penyebab potensial. 18 Misalnya, dalam eksperimen meditasi, variabel independen adalah apakah wanita bermeditasi atau tidak selama kehamilan. 2. Variabel dependen adalah faktor yang berubah sebagai tanggapan terhadap perubahan dalam variabel independen. Ini adalah efek yang diukur. Dalam contoh meditasi, pola pernapasan dan tidur bayi setelah lahir adalah variabel dependen, karena perubahan ini diukur setelah wanita bermeditasi atau tidak. B. Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Dalam eksperimen, ada dua jenis kelompok: 1. Kelompok eksperimen: Kelompok ini menerima perlakuan atau manipulasi yang sedang diuji (misalnya, meditasi selama kehamilan). 2. Kelompok kontrol: Kelompok ini tidak menerima perlakuan yang sama, tetapi diperlakukan seperti kelompok eksperimen, kecuali faktor yang dimanipulasi (variabel independen). Kelompok kontrol berfungsi sebagai pembanding untuk melihat efek dari perubahan yang dilakukan. Penugasan acak adalah proses penting di mana peserta ditempatkan secara acak ke dalam kelompok eksperimen atau kontrol. Ini mengurangi kemungkinan bahwa hasil eksperimen dipengaruhi oleh perbedaan antara kelompok-kelompok sebelumnya. Sebagai contoh, dalam eksperimen meditasi ibu hamil, peneliti akan secara acak menugaskan ibu hamil untuk bermeditasi (kelompok eksperimen) atau tidak bermeditasi (kelompok kontrol). 2.3.3 Time Span of Research Para peneliti di bidang perkembangan rentang hidup memiliki perhatian khusus terhadap penelitian yang berfokus pada hubungan antara usia dan berbagai variabel lainnya. Untuk meneliti hal ini, terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan. Pertama, membandingkan individu dari berbagai kelompok usia untuk melihat perbedaan yang muncul. Kedua, mengamati individu yang sama dalam jangka waktu tertentu guna memahami perubahan yang terjadi seiring bertambahnya usia. Berikut adalah penjelasan tentang dua pendekatan tersebut. 1. Pendekatan cross-sectional adalah strategi penelitian yang membandingkan individu dari berbagai usia dalam satu waktu. Misalnya, sebuah studi dapat melibatkan anak 19 usia 5, 8, dan 11 tahun atau kelompok usia 15, 25, dan 45 tahun. Penelitian ini mengukur berbagai variabel seperti IQ, daya ingat, hubungan sosial, dan perubahan hormon. Keunggulan utama metode ini adalah efisiensinyadata dapat dikumpulkan dalam waktu singkat, bahkan hanya dalam satu hari atau beberapa bulan untuk studi berskala besar. Namun, kelemahannya adalah tidak memberikan informasi tentang perubahan individu seiring waktu. Metode ini hanya menunjukkan perbedaan antar kelompok usia, bukan bagaimana seseorang berkembang dari waktu ke waktu. Misalnya, studi tentang kepuasan hidup mungkin menunjukkan tren naik-turun di berbagai usia, tetapi tidak menjelaskan bagaimana kepuasan hidup seseorang berubah dari masa muda hingga tua. 2. Pendekatan longitudinal adalah strategi penelitian yang melibatkan studi terhadap individu yang sama selama periode waktu tertentu, biasanya bertahun-tahun. Misalnya, studi tentang kepuasan hidup dapat menilai individu yang sama pada usia 20, 35, 45, 65, dan 90 tahun. Keunggulan metode ini adalah memberikan wawasan tentang stabilitas, perubahan perkembangan, dan pengaruh pengalaman awal terhadap kehidupan selanjutnya. Namun, pendekatan ini mahal dan memakan waktu. Selain itu, semakin Panjang penelitian berlangsung, semakin besar kemungkinan partisipan untuk keluar dari studi seiring berjalannya waktu karena berbagai alasan, seperti pindah, sakit, atau kehilangan minat. Hal ini dapat menyebabkan bias, karena individu yang tetap berpartisipasi mungkin memiliki karakteristik tertentu, seperti lebih bertanggung jawab atau menjalani kehidupan yang lebih stabil. Efek Kohort. Kohort adalah sekelompok individu yang lahir pada periode yang sama dan mengalami peristiwa sejarah yang serupa, seperti Perang Vietnam atau pertumbuhan ekonomi tertentu. Pengalaman bersama ini dapat menyebabkan perbedaan antar generasi. Misalnya, remaja yang hidup di era Depresi Besar kemungkinan memiliki kondisi pendidikan, ekonomi, serta pandangan terhadap seks dan agama yang berbeda dibandingkan dengan remaja di era 1990-an. Para peneliti menekankan pentingnya mempertimbangkan efek kohort dalam menilai kecerdasan orang dewasa (Schaie, 2016a, b). Individu yang lahir pada periode berbeda, seperti tahun 1920, 1940, dan 1960, memiliki akses pendidikan yang berbeda. Mereka yang lahir lebih awal cenderung memiliki kesempatan pendidikan yang lebih terbatas, yang 20 memengaruhi hasil tes kecerdasan mereka. Penelitian menunjukkan bahwa studi cross-sectional mengaitkan lebih dari 90 persen penurunan kognitif pada penuaan dengan melambatnya kecepatan pemrosesan, sementara studi longitudinal menemukan hanya sekitar 20 persen penurunan kognitif disebabkan oleh faktor tersebut (MacDonald et al., 2003; MacDonald & Stawski, 2015, 2016; Stawski, Sliwinski, & Hofer, 2013). Contoh efek kohort dapat dilihat pada penelitian yang menunjukkan bahwa orang dewasa yang lebih tua yang dinilai pada tahun 20132014 memiliki tingkat penalaran abstrak yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang dinilai pada tahun 19901993 (Gerstorf et al., 2015). Penelitian lain juga menemukan bahwa perbedaan waktu kelahiran selama 10 tahun dapat memengaruhi hasil kognitif dan kesehatan seseorang (Christensen et al., 2013). Dalam studi tersebut, kelompok yang lahir pada tahun 1905 dan 1915 di Denmark dibandingkan saat mencapai usia sembilan puluhan, dan kelompok yang lahir pada 1915 menunjukkan profil kognitif dan kesehatan yang lebih baik. Studi cross-sectional bisa menunjukkan perbedaan respons antar kelompok, tetapi berisiko mencampur perbedaan akibat perubahan usia dan efek kohort. Studi longitudinal lebih efektif untuk mempelajari perubahan usia, meskipun terbatas pada satu kelompok. 2.3.4 Conducting Ethical Research Etika dalam penelitian sangat penting, baik bagi partisipan maupun peneliti. Sebagai partisipan, penting untuk memahami hak-hak yang dimiliki serta tanggung jawab peneliti dalam menjaganya. Sementara itu, bagi peneliti yang mengkaji perkembangan rentang hidup, pemahaman yang lebih mendalam tentang etika penelitian menjadi suatu keharusan. Bahkan dalam proyek eksperimental di mata kuliah psikologi, hak-hak partisipan tetap harus diperhatikan (Salkind, 2017).Misalnya, seorang mahasiswa yang menjadi sukarelawan di panti untuk individu dengan disabilitas intelektual mungkin berpikir untuk meneliti pengaruh suatu perawatan terhadap daya ingat penghuni panti. Namun, tanpa izin yang tepat, penelitian tersebut tetap melanggar hak-hak partisipan, meskipun dilakukan dengan niat baik. Oleh karena itu, sebelum penelitian dapat dimulai, diperlukan persetujuan dari komite etika penelitian (Kazdin, 2017; Leary, 2017). American Psychological Association (APA) juga telah menetapkan pedoman etika yang mewajibkan psikolog untuk melindungi partisipan dari bahaya mental maupun fisik. Dalam setiap penelitian, kepentingan terbaik partisipan harus selalu menjadi prioritas utama 21 peneliti. Pedoman etika penelitian yang ditetapkan oleh American Psychological Association (APA) mencakup empat isu utama,yaitu: 1. Persetujuan berdasarkan informasi , di mana setiap partisipan harus memahami prosedur penelitian serta potensi risiko yang mungkin terjadi sebelum memberikan persetujuan. Meskipun telah menyetujui untuk berpartisipasi, mereka tetap memiliki hak untuk mengundurkan diri kapan saja dan dengan alasan apa pun. 2. Kerahasiaan , yang mengharuskan peneliti menjaga keamanan data partisipan. Informasi yang dikumpulkan harus dirahasiakan, dan jika memungkinkan, identitas partisipan harus sepenuhnya anonim. 3. Pembekalan , yang dilakukan setelah penelitian selesai. Partisipan perlu diberi penjelasan mengenai tujuan penelitian dan metode yang digunakan. Dalam beberapa kasus, peneliti dapat memberikan gambaran umum tentang tujuan penelitian tanpa memengaruhi cara partisipan berperilaku selama penelitian berlangsung. 4. Penipuan , dalam penelitian kadang diperlukan penipuan, terutama jika mengungkap tujuan studi di awal dapat mengubah perilaku partisipan dan memengaruhi validitas data. Namun, peneliti harus memastikan bahwa bentuk penipuan yang digunakan tidak membahayakan partisipan. Selain itu, partisipan harus segera mendapatkan penjelasan lengkap mengenai penelitian setelah studi selesai. 2.3.5 Minimizing Bias Studi tentang perkembangan rentang hidup akan memberikan hasil yang lebih bermanfaat jika dilakukan tanpa adanya bias atau prasangka terhadap kelompok tertentu. Dua jenis bias yang perlu mendapat perhatian khusus dalam penelitian ini adalah bias berdasarkan jenis kelamin serta bias budaya atau etnis. A. Bias Gender Masyarakat kita telah lama memiliki bias gender yang kuat, yaitu pandangan yang telah terbentuk sebelumnya mengenai kemampuan perempuan dan laki-laki, yang sering kali menghalangi individu untuk mengejar minat dan mencapai potensi mereka (Brannon, 2017; Helgeson, 2017). Bias gender ini juga dapat memiliki dampak yang tidak terlalu jelas dalam studi perkembangan rentang hidup. Sebagai contoh, tidak jarang penelitian yang hanya melibatkan laki-laki sebagai partisipan menghasilkan kesimpulan yang tidak representatif tentang sikap dan perilaku perempuan. Ketika perbedaan gender ditemukan, laporan 22 penelitian kadang-kadang membesar-besarkan perbedaan tersebut (Denmark & lainnya, 1988). Misalnya, seorang peneliti mungkin melaporkan bahwa 74 persen pria dalam sebuah penelitian memiliki ekspektasi pencapaian tinggi dibandingkan dengan hanya 67 persen wanita, lalu mendalami perbedaan tersebut. Padahal, perbedaan ini sebenarnya kecil dan bisa saja hilang jika penelitian diulang, atau bahkan disebabkan oleh masalah metodologis yang mengurangi validitas hasil penelitian. Pam Reid adalah salah satu peneliti terkemuka yang mempelajari dampak bias gender dan etnis terhadap perkembangan, individu. B. Bias Budaya dan Etnis Saat ini, semakin banyak kesadaran bahwa penelitian tentang perkembangan rentang hidup perlu melibatkan individu dari berbagai kelompok etnis (Nieto & Bode, 2018). Secara historis, kelompok etnis minoritas seperti Afrika-Amerika, Latin, Asia-Amerika, dan penduduk asli Amerika seringkali tidak diikutsertakan dalam sebagian besar penelitian di Amerika Serikat dan hanya dianggap sebagai variasi dari norma atau rata-rata. Ketika individu dari kelompok minoritas dimasukkan dalam sampel dan hasilnya tidak sesuai dengan norma, mereka sering dianggap sebagai gangguan atau "noise" dalam data dan diabaikan. Hal ini menunjukkan bahwa data penelitian di masa lalu mungkin tidak mencerminkan variasi kehidupan nyata yang lebih luas, karena kelompok etnis minoritas tidak dilibatkan secara memadai. Peneliti juga sering kali melakukan generalisasi yang berlebihan mengenai kelompok etnis (Schaefer, 2015), dengan menggunakan label etnis secara dangkal yang menggambarkan kelompok-kelompok ini lebih homogen daripada kenyataannya (Trimble, 1988). Sebagai contoh, deskripsi seperti "Partisipan terdiri dari 60 orang Latin" tidak memberikan gambaran yang akurat tentang keragaman dalam kelompok tersebut. Deskripsi yang lebih mendalam, seperti mengidentifikasi asal-usul, bahasa yang digunakan, dan identitas diri, akan memberikan gambaran yang lebih lengkap dan menggambarkan keragaman yang sebenarnya. Jika tidak, glosifikasi etnis seperti ini dapat menyebabkan penelitian yang tidak mewakili keragaman nyata dalam kelompok tersebut, yang akhirnya memperkuat stereotip dan generalisasi yang berlebihan. Ross Parke dan Raymond Buriel (2006) juga menekankan bahwa penelitian tentang anak-anak dan keluarga dari kelompok etnis minoritas belum mendapat perhatian yang memadai, meskipun mereka menunjukkan tingkat pertumbuhan yang signifikan. Selama ini, 23 keluarga dari kelompok etnis minoritas sering digabungkan dalam kategori umum "minoritas," yang mengabaikan perbedaan penting antar kelompok etnis serta keragaman dalam kelompok tersebut. Selain itu, ketika penelitian dilakukan pada kelompok etnis, sering kali mereka dibandingkan dengan kelompok kulit putih non-Latino untuk mengidentifikasi perbedaan, yang dapat mengarah pada pengabaian kompleksitas dan keunikan masing-masing kelompok etnis. Dalam penelitian dua kelompok, sering diasumsikan bahwa anak-anak dari etnis minoritas mengalami keterlambatan perkembangan dibandingkan dengan anak-anak kulit putih non-Latino, yang kemudian dianggap berkontribusi pada berbagai permasalahan yang mereka hadapi. Namun, pendekatan ini mulai digantikan oleh penelitian yang lebih mendalam terhadap variasi dalam satu kelompok etnis tertentu. Misalnya, seorang peneliti dapat meneliti bagaimana orang tua dalam suatu kelompok etnis beradaptasi dengan tantangan sebagai minoritas di Amerika Serikat serta bagaimana pengalaman tersebut memengaruhi tujuan yang mereka miliki untuk anak-anaknya. Pertumbuhan populasi keluarga minoritas di Amerika Serikat terus meningkat dalam beberapa dekade terakhir, terutama akibat imigrasi keluarga Latino dan Asia (Bas-Sarmiento et al., 2017; Lo et al., 2017). Oleh karena itu, para peneliti perlu mempertimbangkan tingkat akulturasi serta status generasi orang tua dan anak, karena faktor-faktor ini dapat memengaruhi dinamika keluarga dan perkembangan anak (Parke & Buriel, 2006). Selain itu, perhatian lebih juga perlu diberikan pada bikulturalisme, mengingat keragaman yang kompleks menyebabkan beberapa anak kulit berwarna mengidentifikasi diri mereka dengan dua atau lebih kelompok etnis (Coard, 2017; Nieto & Bode, 2018). Di samping itu, penelitian mengenai pengembangan bahasa perlu lebih fokus pada pemerolehan bahasa keduabiasanya bahasa Inggrisdan bilingualisme, serta bagaimana kedua aspek ini berhubungan dengan pencapaian akademik anak di sekolah (Echevarria, Vogt, & Short, 2017). 24 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Studi tentang perkembangan hidup memberikan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana seseorang berkembang dari masa bayi hingga usia lanjut, serta tentang bagaimana interaksi antara komponen biologis, psikologis, dan sosial mempengaruhi perkembangan. Kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih luas tentang perubahan yang terjadi sepanjang hidup melalui penggunaan teori perkembangan seperti psikoanalisis, perkembangan kognitif, pembelajaran sosial, dan teori ekologi. Selain itu, penelitian tentang perkembangan sepanjang hayat memberi kita pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana orang berkembang seiring waktu dan bagaimana kita dapat membuat kebijakan dan intervensi yang lebih baik untuk membantu orang di setiap fase kehidupan mereka. 25 DAFTAR PUSTAKA Santrock, John W. 2019. Life-Span Development . Edisi ke-17. New York: McGraw-Hill. 26 LAMPIRAN No Nama NIM Kontribusi Persentase 1 Graceia Clarencia BR Sianturi 241301123 Mengerjakan Bab II materi Psychoanalytic Theories dan Cognitive Theories, Membuat Daftar Isi 20% 2 Raihana Lutfia 241301124 Mengerjakan Bab II materi Time Span of Research, Conducting Ethical Research dan Minimizing Bias, membuat kata pengantar 20% 3 Afinna Zahra Nasution 241301126 Mengerjakan Bab I Rumusan masalah dan tujuan, Mengerjakan Bab II materi The importance of Life span Development dan Karakteristik Life-Span Perspective 20% 4 Shafwa Davina 241301127 Mengerjakan Bab I Latar belakang dan Bab II materi Behavioral and Social Cognitive Theories, Ethological Theory, 20% 27 Ecological Theor y, dan Orientasi Teori Eklektik 5 Tengku Amelia Zhafirah 241301128 Mengerjakan Bab II materi Methods for Collecting Data dan Research Design , Mengerjakan Bab III 20% 28 29 30 31 32 33 34 35 36