Transcript for:
Materi Transaksi Jual Beli

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Hamdan wa syukranillah Salatan wa salam ala rasulillah wa ala alihi wa sahbihi wa mawadah wa la hawla wa la quwwata illa billah rabbis surahli swadri wa sirri amri wa ahlul ukudatamil lisan yafqahu qawli amma ba'ad Apa kabar semuanya hari ini? Mudah-mudahan Allah memberikan kesehatan dohir batin kepada kita semuanya sehingga kita bisa melaksanakan tugas-tugas kita dan kita bisa diberikan kekuatan Iman dan Islam oleh Allah SWT Baik adik-adik hari ini kita akan belajar bersama tentang transaksi jual beli Kalau kita membincang tentang transaksi jual beli Secara otomatis kan kita pasti mikirnya Oh ada penjual, ada pembeli begitu Transaksi jual beli ini merupakan transaksi yang lebih sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari Ini sebagai bukti bahwa manusia ini adalah makhluk sosial yang ini membutuhkan antara satu dan yang lainnya. Nah tentunya tidak mungkin kan bisa memenuhi kebutuhan tanpa ada bantuan dari orang lain. Entah itu bantuannya berupa komersil maupun bantuan yang berupa non-komersil. Nah jadi kalau misalnya kita membincang tentang jual beli secara otomatis nanti kita akan belajar makna dari jual beli itu sendiri. Oke. Nah sebelum menuju ke sana saya akan membahas dulu yang ini kompetensi dasar kita seperti yang sudah tertera di layar kalian kita akan menganalisis tentang ketentuan jual beli, khiyar, salam, dan hajar. Nah bagaimana dalil yang difirmankan oleh Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 275 Ya yang berbunyi gambarnya hanya ilustrasi disana disebutkan yang artinya dalam firman Allah itu Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba nah selanjutnya tentang jual beli itu kita akan bahas bersama-sama nah ini peta konsep yang akan kita pelajari berikutnya transaksi jual beli kita ada tiga jenis Nanti yang akan kita pelajari ya, ada ba'i musyahadah, ada ba'i mausufi zimah, ada ba'i goib. Nanti di sana akan menuju ke khiyar, salam, apakah nanti ba'i goib ini sah atau tidak sah, terus salam ini tadi ada khiyar dan sebagainya. Nah, nanti akan kita bahas bersama-sama. Kita menuju ke pengertian dari jual-beli sendiri. Nah, jual-beli sendiri itu apa sih sebenarnya? Nah kita sebelum menuju dari pengertian dari jual beli sendiri, kita akan menuju kepada dalilnya. Dalil yang mendasari legalitas transaksi jual beli, ini sebagaimana surat Al-Baqarah 275 yang sudah saya bacakan di awal tadi, bahwa Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Ini sangat jelas sekali, tidak ada penutup apa-apa, sudah sangat tertulis jelas bahwa Allah itu menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Nah, kita langsung saja sabda Rasulullah SAW An-Nabi SAW Su'ila ayyul gasbi atyabu kola amalur rajuli biyatihi wa kullu bayim mabrur Nah, di sini disebutkan sesungguhnya Nabi SAW ditanya mengenai penghasilan apa yang paling baik. Maka Nabi SAW bersabda, pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan jual beli berdagang yang baik. Nah ini sudah jelas ya. Nah kemudian kita akan menuju kepada pengertian dari jual beli. Secara bahasa jual beli ini berasal dari bangsa Ba'i. Baik, saya ulangi lagi. Secara bahasa, baik berarti tukar-menukar sesuatu, sedangkan secara istilah, baik atau jual-beli adalah tukar-menukar materi atau maliah. Yang memberikan konsekuensi kepemilikan barang atau ainnya tadi atau jasa manfaatnya itu secara permanen. Nah, ini kalau misalnya kita membincang di sini pengertian jual-beli. Nah, al-ba'i at-tijaroh al-mubadalah. Jadi, jual-beli ini dalam bahasa Arab bisa disebutkan di sini ini tadi ya. Istilahnya, secara istilah pengertiannya itu adalah menukar barang dengan barang atau barang dengan uang atau jalan melepas hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan. Ya artinya misalnya saya punya buku, buku saya saya jual ke kalian, kalian membayarnya dengan uang. Nah ini adalah proses jual beli itu. Kemudian pemilikan harta benda dengan jalan tukar menukar yang sesuai dengan aturan syara. Kemudian saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola atau ditasaruf dengan ijab kobul dengan cara yang sesuai dengan syarah. Atau penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang dibolehkan. Jadi kalau misalnya kita mengingat orang dulu itu menggunakan sistem barter ya, jadi tidak seperti sekarang misalnya ada nilai tukar yang berubah. Kalau di Indonesia kita menggunakan rupiah, nilai tukar berupa uang ini tadi. Kalau dulu barang dengan barang, kayak gitu. Nah, kemudian saya lanjutkan praktek jual-beli. Nah, kalau membincang tentang praktek jual-beli, praktek jual-beli ini ada tiga tadi, seperti yang saya sampaikan di awal. Praktek jual-beli baik musyahadah, yang kedua adalah baik mausofizimah. Yang ketiga adalah baik goib Yang baik musyahadah ini apa sih? Jual-beli komoditi yang dilihat secara langsung oleh pelaku transaksi Ya misalnya kita pergi ke pasar Kita melihat langsung barang yang akan kita beli Kemudian ada beberapa barang dan sebagainya itu Kita melihat langsung itu namanya baik musyahadah Nah, batasan musyahadah ini bersifat relatif sesuai karakteristik komoditinya Nah, setiap bentuk musyahadah yang bisa menghasilkan emak pada komoditi maka dianggap cukup. Baik dengan cara melihat secara keseluruhan atau secara hukuman. Nah, melihat sebagian komoditi dianggap cukup jika telah mewakili keseluruhan kondisi komoditi. Jadi misalnya gini, jual-beli mengacu pada sampel. Jadi kalau misalnya kita mau beli beras, nah kita mau beli beras kan secara otomatis tidak mungkin kan misalnya beli berasnya itu. itu 80 kilo. Kita kan biasanya cuma sampel beberapa, kita ngambilnya sedikit begitu, orang bilang sacaro gitu ya. Nah, kita cek, oh ini barangnya bagus, kayak gitu. Nah, jadi kayak sampel gitu loh. Terus kemudian, melihat secara hukumannya dianggap cukup jika bagian luar komoditi berfungsi sebagai pelindung komoditi. Makanya dulu Rasulullah itu tidak pernah menutup-nutupi kecacatan dari, apa ya, barang yang dijual beliau. Ya, makanya ini yang disebut bahwa beliau dikenal pada saat berdagang itu dengan sebutan Al-Amin begitu. Nah, yang kedua, Baik Mausuf Vizimah. Baik Mausuf Vizimah ini adalah transaksi jual-beli dengan sistem tanggungan dan metode maklumnya melalui spesifikasi kriteria dan ukuran. Nah, secara substansi, Baik Mausuf Vizimah ini hampir mirip dengan transaksi salam, namun berbeda dalam beberapa hal. Ini nanti akan kita bahas berikutnya ya. Yang ketiga adalah baik goib. Baik goib ini adalah jual-beli komoditi yang tidak terlihat oleh kedua pelaku transaksi atau oleh salah satunya. Menurut Koul Azhar dalam Madhab Safi'i, praktek demikian hukumnya tidak sah karena termasuk baik al-horor atau jual-beli yang mengandung unsur penipuan. Sedangkan menurut Mukabil Azhar, dan imam salah sah atau tiga imam madhab selain imam syafi'i, baik goib ini sah jika menyebutkan spesifikasi ciri-ciri dari komoditi sifat, jenis, dan macamnya kalau sekarang mungkin baik goib ini kayak transaksi online ya, kayak misalnya sekarang nah, selanjutnya kita akan menuju ke hukum jual beli hukum jual beli ini ada lima hukum dalam jual beli yang pertama Jual beli ini adalah wajib hukumnya dalam kondisi bagaimana? Yang pertama misalnya menjual makanan kepada orang yang akan mati jika tidak makan, ini wajib. Yang kedua hukumnya sunnah, saya menjual sesuatu yang bermanfaat jika dibaringin niat yang baik. Yang ketiga, hukumnya akan makro seperti menjual setelah adhan pertama sholat jumat. Menjual kain kafan karena ia akan selalu berharap pada kematian. Nah ini, ini ya, poin makronya di sini. Yang keempat, bersifat mubah. Seperti menjual peralatan rumah jika tidak dibaringin niat yang baik. Ini ya, mubah sih boleh gitu. Yang kelima, jual beli ini hukumnya akan menjadi haram. Kalau kapan? Kalau menjual setelah adhan kedua sholat jumat. Menjual pedang kepada pembunuh. Menjual anggur kepada orang yang diakini akan menjadikannya khomer. Nah, namun praktek-praktek ini tetap sah secara hukum. Cuman hukumnya kalau misalnya dibaringin niat yang tadi itu ya akan menjadi haram lah. Nah, kita akan menuju berikutnya struktur akut. jual beli atau rukun jual beli rukun jual beli ini ada tiga, yang pertama akidain, jadi penjual dan pembeli, ya namanya rukunnya berarti penjual dan pembeli harus ada yang kedua makut alay, barang dagangan dan juga alat pembayarannya yang ketiga adalah sigotnya ijab dan kobulnya jadi seterah terima, kayak gitu nah, ya ini Yang kalau misalnya dijabarkan kayak gini. Jadi rukun jual-beli itu ada penjual, ada pembeli, ada barang, ada harga, ada ijab, ada kobolnya. Kemudian kita akan bahas satu persatu akidain. Akidain ini adalah pelaku transaksi yang meliputi penjual dan pembeli. Nah, secara hukum transaksi jual-beli bisa sah jika pelaku transaksi memiliki kriteria muhtar. dan tidak termasuk dalam kategori mahjur alai. Muhtar itu siapa sih? Muhtar adalah seorang yang melakukan transaksi atas dasar inisiatif sendiri tanpa ada unsur paksaan dari orang lain. Transaksi atas dasar paksaan hukumnya tidak sah karena transaksi tersebut dilaksana tanpa ada kerelaan dari pelaku transaksi. Ya kayak kalau misalnya kita mau menjual, kita tidak ingin menjual. Tapi kita dipaksa menjual Kalau kamu tidak menjual barang itu Kamu akan di ancam apa Nah ini yang tidak boleh Nah sesuai dengan firman Allah Quran Surat An-Nisa ayat 29 Yang berbunyi Bismillahirrahmanirrahim Yang artinya Hai orang-orang yang beriman Janganlah kamu saling memakan harta bersamamu dengan jalan yang batil kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Kemudian Mahjur Alayh ini adalah orang yang dibekukan tasaruf atas hartanya karena sebab-sebab tertentu. Dalam fikir terdapat delapan orang yang dibekukan tasaruf atas hartanya anak kecil, orang gila orang yang menghamburkan harta orang yang bangkrut Orang sakit dalam keadaan kritis, buddha, orang murtad, dan orang yang menggadaikan barang. Ini disebut sebagai mahjur alaih. Nah ini tadi kan di awal disampaikan. Akidain itu kategorinya adalah kriteria muhtar dan tidak termasuk mahjur alaih. Jadi orang-orang yang masuk kriteria muhtar ini bisa melakukan transaksinya. Tetapi mahjur alaih tidak melakukan transaksinya. Terus bagaimana kalau misalnya anak kecil beli jajan ini beda lagi? Dalam skala berapa sih? Kalau misalnya dalam skala yang lebih besar lagi kan harus juga dipertimbangkan. Maksudnya anak kecil tidak punya ini. Kalau misalnya hijab kobolnya itu kan akan dia belum. Kalau dalam Islam kan ada sisi-sisi yang namanya dia bisa memindahkan yang hak dan yang batil. Selain dua syarat di atas, pelaku transaksi atau pembeli harus muslim jika komoditi berupa. mushaf, yaitu setiap sesuatu yang mengandung tulisan Al-Quran disamakan dengan Al-Quran yaitu kitab hadis dan kitab yang mengandung ilmu syariat, maka pembeli komoditi ini disyaratkan harus muslim. Yang kedua budak muslim, jika komoditi berupa budak muslim, maka pembeli juga harus muslim karena kepemilikan non-muslim terhadap budak muslim mengandung unsur penghinaan kalau sekarang kan sudah tidak ada perbudakan lagi Jadi kalau misalnya dibincang ini budak, ini di semua negara kayaknya sudah penghapusan tentang budak ini. Apalagi di Indonesia nggak ada. Indonesia kan sudah ada hak asasi manusia ini, lembaga HAM, komisi HAM. Yang ketiga, budak murtad. Nah ini lagi ya, cuma kita bahas sedikit saja. Budak murtad ini juga tidak sah dijual kepada non-muslim karena orang murtad masih terikat dengan Islam, dengan adanya tuntutan untuk kewajiban pada agama Islam. Yang selanjutnya, kita membincang makut alaih. Rukun yang kedua adalah makut alaih. Ma'akut alayh di sini adalah komoditi dalam transaksi jual-beli yang meliputi barang dagangan dan alat pembayaran. Syaratnya ma'akut alayh itu ada lima, yaitu li al-akid wilayah, yang kedua adalah maklum, yang ketiga muntafa'bih, yang keempat makdur ala taslim, dan yang kelima adalah tohir atau suci. Kita bahas dulu yang pertama, li al-akid wilayah, yaitu pelaku transaksi harus memiliki wilayah atau otoritas atau kewenangan atas makkut alay. Makkut alay tadi apa? Barangnya atau alat pembayaran tadi. Jadi, otoritas atau kewenangan atas komoditi bisa dihasilkan melalui salah satu dari empat hal. Yang pertama adalah kepemilikan, yang kedua adalah perwakilan atau wakalah, Yang ketiga kekuasaan atau wilayah seperti wali anak kecil, wali anak yatim, penerima wasiat. Yang keempat izin dari syariat seperti penemu barang hilang dengan ketentuannya. Pelaku transaksi yang tidak memiliki salah satu dari empat otoritas ini, maka jual beli yang dilakukan tidak sah secara hukum. Sesuai dengan sabdanya Rasulullah SAW, tidak boleh menjual kecuali barang yang kamu miliki jadi kalau misalnya hari ini kan kayak musim ya, motor curian kemudian motor curian itu dijual ke orang lain, ini hukumnya tidak sah, karena orang yang mencuri atau yang menjual tadi tidak punya hak atas motor tersebut makanya ini penjualan Sebuah tindakan kriminal yang jelas dalam Islam ya sangat-sangat tidak sah sekali penjualannya kayak begini. Yang kedua tentang syarat maklum alaih tadi, yang kedua adalah maklum. Adalah keberadaan komoditi diketahui oleh pelaku transaksi secara transparan. Pengetahuan terhadap komoditi bisa dihasilkan melalui salah satu dari dua metode. Yang pertama secara langsung. Misalnya kita pergi ke toko, kita ke sualayan, kita ke pasar, kita membeli secara langsung, di sana kita lihat barangnya, maka ini metode melihat secara langsung. Yang kedua, ini spesifikasi dengan cara menyebutkan ciri-ciri komoditi baik sifat dan ukurannya. Ini kayak pembelian secara online, kan kalau kita pembelian secara online itu kita tidak melihat barangnya, tetapi di sana dituliskan spesifikasinya. Ukurannya berapa, panjangnya berapa, lebarnya berapa, beratnya berapa, terus kemudian warnanya apa, jenis bahannya apa, ini semuanya tertuliskan di sana. Kemudian yang ketiga adalah mungtafa'bih. Mungtafa'bih ini adalah barang yang memiliki nilai kemanfaatan. Ada pun tinjauan mungtafa'bih ini sebuah komoditi melalui dua penilaian, yaitu syar'i dan urfi. Barang yang memiliki nilai manfaat secara syariah maksudnya adalah barang yang pemanfaatannya legal secara syariat. Maka tidak sah menjual alat musik karena pemanfaatnya tidak legal secara syariat. Ada pun barang yang memiliki nilai manfaat secara urfi adalah barang yang diakui publik memiliki nilai manfaat. Sehingga tidak sah menjual dua biji beras karena secara publik tidak memiliki nilai manfaat. Membincang tentang barang yang bernilai manfaat tadi. Jadi secara sari, kalau misalnya menjual alat musik tanpa ada sisi kemanfaatnya yang tidak legal ini ya tidak sah. Artinya menjual alat musik untuk hura-hura dan sebagainya. Kecuali pada sisi poin hadrah ini juga termasuk alat musik di sini. Jadi kalau misalnya membincang tentang hadrah, nilai manfaatnya adalah untuk membaca sholawat, menyemangati dan sebagainya. Ini ada lagi sisi manfaatnya. Dan misalnya alat musik, misalnya gambus, kemudian gitar. Ini bisa akan menimbulkan sisi-sisi manfaat kalau dimanfaatkan untuk sisi dakwahnya tadi. Yang selanjutnya adalah maktur alat taslim. Maktur alat taslim ini adalah keadaan komoditi yang mampu diserah terimakan oleh kedua pelaku transaksi. Jika keadaan komoditi tidak mungkin diserah terimakan seperti menjual burung yang ada di udara atau ikan yang ada di laut, maka transaksi tidak sah. Taruh misalnya, saya akan menjual ini. Saya menjual ini, yang saya jual adalah burung itu. Nah, itu burungnya ada di udara. Ini tidak bisa, karena tidak langsung dipegang secara langsung. Jadi, artinya... Dia kayak gak mungkin diserah terimakan Dia misalnya di tempatnya Itu yang akan saya jual burung itu Oh itu ikan itu yang akan saya jual Ini kayak hal yang mustahil gitu loh Dilaksanakan gitu Kecuali kalau sudah ditangkap itu beda lagi ya Kemudian yang kelima adalah tohir atau suci Nah suci ini tersendiri Keadaan komoditi yang suci ini Maka tidak sah menjual komoditi Nah ini seperti kulit bangkai, anjing, dan babi. Juga yang merupakan hal yang tidak sah ini kotoran ya. Kotoran hewan. Misalnya ini tidak sah. Kalau misalnya kan ini sering terjadi di masyarakat ini praktek kayak apa ya, kotoran hewan dijual kayak gitu. Nah, ini adalah menjual barang najis. Kecuali begini transaksinya, hijau kobolnya. Jadi kita... Kita mengambil kotoran hewan, misalnya kotoran kambing di rumahnya si A. Nah ini niatnya bukan untuk membeli kotoran kambingnya, tapi untuk tenaga pengangkutan kayak gitu tidak apa-apa. Nah ini sesuai dengan sabda Rasulullah. Sesungguhnya Allah dan Rasulnya mengharamkan penjualan homer, bangkai, babi, dan berhala. Nah ada pun komoditi yang terkena najis atau mutan najis hukumnya diperinci. Jika memungkinkan disucikan seperti baju yang terkena najis maka sah dijual. Dan jika tidak memungkinkan seperti air sedikit yang terkena najis maka ya tidak sah dijualnya. Selanjutnya kita akan membahas tentang sigohnya. Rukun yang selanjutnya adalah sigoh. Sigoh ini adalah dalam bahasa interaktif dalam sebuah transaksi yang meliputi penawaran dan persetujuan. Ya ibaratnya ini saya jual. ini saya beli, kayak gitu loh transaksi jual beli tanpa menggunakan ijab dan kobol dikenal dengan istilah baik mu'atah baik mu'atah ini ijab dan kobol dalam transaksi jual beli cukup organ ya, sehingga ada tiga pendapat tentang baik mu'atah yang pertama menurut Koul Mashhur tidak sah secara mutlak yang kedua menurut Ibn Suraich dan Arroyani Arroyani Baimu Atta sah hanya pada komoditi dalam skala kecil Yang ketiga, menurut Imam Malik dan An-Nawawi Baimu Atta sah dalam praktek yang secara urf atau secara umum Sudah dikatakan sebagai praktik jual-beli Syarat-syarat siroh ini adalah sebagai berikut Antara ijab dan kobol tidak ada pembicaraan lain Yang tidak ada hubungannya dengan transaksi jual-beli Yang kedua, antara ijab dan kobol tidak ada jeda waktu yang lama Yang ketiga, adanya kesesuaian makna antara ijab dan kobol. Semisal dalam ijab disebutkan harga barang yang dijual adalah Rp10.000, lalu dalam kobolnya disebutkan Rp20.000, maka ijab kobolnya ini tidak sah. Jadi harus sesuai di situ. Saya beli harga sekian, kamu jualnya harus dengan harga yang sekian. Tidak ada penambahan harga dan sebagainya, tidak ada. Jadi harus benar-benar transparan dalam bahasanya. Yang keempat, tidak digantungkan pada suatu syarat. yang tidak sesuai dengan ketentuan akot. Semisal memberikan syarat kepada pembeli untuk tidak menjual kembali barang yang dibelinya kecuali pada penjual pertama. Syarat seperti ini bertentangan dengan ketentuan akot baik, yakni setelah transaksi jual-beli selesai, maka barang sepenuhnya menjadi milik pembeli. Adalah hak pembeli menjual barang yang dimiliknya kepada siapa saja. Yang kelima, tidak ada pembatasan waktu. Selanjutnya, Ucapan pertama tidak berubah dengan ucapan kedua. Misal begini, apabila penjual berkata, saya jual dengan harga Rp10.000, lalu ia mengubah kalimatnya, saya jual dengan harga Rp20.000, maka ijabnya tidak sah. Sebab apabila pembeli menjawab, ya saya beli, maka tidak dapat diketahui harga mana yang disetujui. Jadi harus satu harga, kecuali misalnya gini, nanti ada istilah sendiri, penawaran. Jadi kalau misalnya ditawarkan, oh yaudah, Oke saya jual sekian Nah itu kayak misalnya deal Ditawar sekian dan setempat lain Disepakati kedua belah pihak Oke saya jual sekian, oke saya beli Kayak gitu Nah selanjutnya ijab dan kobol diucapkan sampai terdengar oleh orang yang berada di dekatnya. Ada pun isyarat orang bisu, jika isyaratnya bisa dipahami oleh semua orang, maka dianggap siloh yang sore dan tidak butuh niat. Namun jika isyarahnya hanya bisa dipahami oleh beberapa orang saja, maka dianggap siloh kinayah dan butuh niat. Selanjutnya tetap wujudnya syarat-syarat akibdain sampai ijab dan kobol selesai. Orang yang memulai ijab dan kobul harus menyebutkan harga, memaksudkan kalimat ijab dan kobul pada maknanya syarat ini mengecualikan kalimat yang diucapkan orang yang lupa, tidur, tidak sadar, dan sebagainya. Nah, selanjutnya kita akan membahas tentang etika dalam transaksi jual-beli. Nah, yang pertama tidak terlalu banyak mengambil laba. Yang kedua jujur dalam bertransaksi, menjelaskan keadaan komuniti baik, kelebihan atau kekurangannya. Tanpa adanya kebohongan. Jadi ya disampaikan apa adanya. Jangan kayak ditutup-tutupi. Kayak gitu. Nah cara Rasulullah berdagang sehingga Rasulullah disebut sebagai Al-Amin. Ini adalah Rasulullah ini adalah orang yang paling jujur ketika berdagang. Dan dalam keadaan apapun lah. Jadi Rasulullah itu berdagang itu kalau misalnya ada yang jelek. Jadi katakan kejelekannya. Kebaikannya. Apanya dikatakan sesuai dengan barang yang memang ada di situ. Nah, ini tadi sabdanya Rasulullah SAW. Sesungguhnya para pedagang dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan durhaka, kecuali orang yang takwa kepada Allah, berbuat baik dan jujur. Yang ketiga, dermawan dalam bertransaksi baik penjual dengan cara mengurangi harga barang atau pembeli dengan cara menambah harga barang. Itu seperti dalam hadisnya Rasulullah. Allah SWT mengasihi seseorang yang dermawan ketika menjual, membeli, dan menagih hutang. Sekarang kalau menagih hutang harus bawa ini ya. Biasanya kalau sekarang itu orang yang menagih hutang itu lebih menakutkan daripada yang menagih hutang. Selanjutnya sunnah menjauhi sumpah walaupun jujur. Ini kalau misalnya menyangkut, misalnya wallahi barang ini adalah gini-gini. Jadi ini dijauhilah, disampaikan apa adanya sesuai dengan. Yang di atas tadi saya sampaikan. Kemudian yang kelima, disunahkan memperbanyak sedekah sebagai pelebur dosa yang terjadi ketika transaksi. Jadi ini jelas ya, sedekah itu adalah salah satu pelebur dosa, salah satu penolak bala. Di antara hasil yang kita peroleh dari harta kita itu ya sebagian adalah miliknya orang miskin. Jadi bagaimana kita menyedekahkan, memberikan hak mereka itu. Yang keenam, sunnah mencatat transaksi yang dilakukan dengan jumlah biutang. Berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Baqarah 282. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, tidaklah kamu menuliskannya. Selanjutnya, transaksi jual-beli yang dilarang. Ada ikhtikar, menimbun. Jadi menimbun makanan pokok yang dibeli ketika waktu mahal untuk dijual kembali dengan harga yang lebih mahal. Setelah masyarakat sangat membutuhkan ikhtikar, hukumnya haram. Jelas menimbun barang, padahal orang butuh banget, maka ini hukumnya haram. Itu sabdanya Rasulullah. Tidak menimbun kecuali orang yang dulhaka. barang siapa yang menimbun makanan orang-orang Islam, maka Allah akan membuatnya berpenyakit kusah dan bangkrut ikhtikar haram jika memenuhi lima hal makanan yang ditimbun adalah makanan pokok, yang kedua makanan pokok yang ditimbun didapatkan dengan cara membeli jika tidak dibelikan dengan cara membeli seperti hasil panan, maka tidak haram jadi kayak misalnya pada saat itu harganya murah, dibeli semuanya ditimbun, nanti dijual lagi pada saat harganya mahal. Kecuali pandangan sendiri itu beda lagi. Yang ketiga, pembelian dilakukan ketika harga makanan pokok mahal. maka tidak haram jika pembelian dilakukan ketika harga murah. Setelah ditimbun, dijual kembali dengan harga yang lebih mahal jika penimbunan atas dasar untuk konsumsi pribadi atau keluarga sendiri. Atau untuk dijual lagi namun tidak dengan harga yang lebih mahal. Yang asalnya adalah penjualan setelah penimbunan dilakukan ketika keadaan masyarakat sangat membutuhkan. Jika tidak demikian, maka tidak haram. Yang selanjutnya kita akan membahas transaksi jual beli yang dilarang adalah Najisi. Najisi ini adalah menawar barang dengan cara meninggikan harga bukan karena ingin membeli tapi untuk menipu orang lain. Yang ketiga, Saum ala Asaum, yaitu menawar dari tawaran orang lain. Jadi ya, La Yasum, eh sorry, saya ulangi, Saum ala Saum, yaitu menawar atas tawaran orang lain. La Yasum. seorang laki-laki tidak boleh menawar atas tawaran saudaranya. Saum ala saum bisa terjadi dari pihak pembeli atau pihak penjual. Kemudian kalau misalnya dari pihak pembeli, ini yang kayak bagaimana? Nah, menawar barang dengan harga yang lebih tinggi atas barang yang telah disepakati harganya dengan penjual atau pembeli pertama. Seperti, Seorang pembeli kedua dengan penjual, ambillah kembali barangmu karena aku akan membeli darimu dengan harga yang lebih tinggi. Itu tidak boleh, karena sudah dibeli oleh orang lain atau sudah ditawar oleh orang lain. Pihak penjual menawarkan barang dengan harga yang lebih murah daripada harga yang telah disepakati pembeli dengan penjual pertama. Seperti perkataan seorang penjual kepada pembeli, kembalikan barang yang sudah kamu beli karena aku akan menjual kepadamu barang yang lebih bagus dengan harga yang sama. Atau barang yang sama dengan harga yang lebih rendah Itu tidak boleh Kemudian Yang selanjutnya adalah Mengandung unsur membantu kemaksiatan Ini tadi jadi Transaksi jual beli yang dilarang Mengandung unsur kemaksiatan Yang selanjutnya adalah Memisahkan antara ibu dan anak Termasuk transaksi jual beli yang dilarang Adalah memisahkan antara budak perempuan dan anaknya Yang belum tamyes Seperti itu ini tidak boleh Nah, kita akan menuju yang selanjutnya adalah khiyar. Apa sih sebenarnya khiyar itu? Khiyar itu adalah hak memilih pelaku transaksi untuk memilih antara melanjutkan atau mengurungkan transaksinya. Jadi kayak misalnya tak terus-terus nggak sih jual-beli ini, gimana, dan sebagainya gitu. Nah, dalilnya sudah jelas sekali dalam hadisnya Rasulullah. Disana disebutkan, Al-bayyi'ani pilkhiyari malam yaftariko, awyaku lu'ahaduhuma lil'akhari iftar. Penjual dan pembeli memiliki pilihan sebelum keduanya berpisah, atau salah satunya mengatakan pada yang lain, pilihlah. Dan itu hadis yang kedua yang artinya, aku mendengar seorang sahabat ansar yang lugu mengatakan kepada Rasulullah, bahwa ia selalu diribukan dalam jual-beli. Lalu Rasulullah bersabda, Apabila kamu jual beli, maka katakan tidak ada penipuan. Selanjutnya, kamu berhak menentukan pilihan pada setiap barang yang kamu beli selama 3 malam. Jika kamu berminat ambil, jika tidak ya kembalikan. Nah, selanjutnya macam-macam khayar. Khayar yang pertama adalah khayar majelis. Yang kedua adalah khayar syarat. Yang ketiga adalah khayar aib. Kita akan bahas satu per satu. Apa itu khiar majelis? Khiar majelis itu adalah hak atau wawonan pelaku transaksi untuk menentukan pilihan antara melangsungkan atau mengurungkan transaksi ketika kedua pelaku transaksi masih berada dalam masa khiar majelis. Artinya dalam majelis itu, di tempat itu pada saat itu juga, itu apakah dilanjutkan atau tidak. Maka ini dinamakan khiar majelis. Nah, khiar majelis ini bisa sah dengan lima syarat. Terjadi pada akot yang bersifat murni, tukar-menukar barang. mengecualikan akad nikah, maka dalam akad nikah tidak terjadi khiar majelis. Ini beda lagi. Kemudian yang kedua, masa khiar majelis akan berakhir dengan salah satu antara saling memilih atau berpisah. Kalau yang takhayur atau memilih ini adalah keputusan pelaku transaksi antara memilih melangsungkan atau mengurungkan transaksi ketika keduanya masih berada dalam majelis akot. Jika pelaku transaksi telah menjatuhkan salah satu pilihan, maka hak kiarnya telah berakhir walaupun keduanya belum berpisah dari majelis akad tersebut. Nah apabila ada perbedaan pilihan antara kedua pelaku transaksi seperti satu pihak memilih melangsungkan transaksi sedangkan yang lain memilih mengurungkannya maka yang dimenangkan adalah pihak yang mengurungkan transaksi. Yang kedua adalah Tafar Rok. Tafaruk ini adalah terjadinya perpisahan antara kedua atau salah satu pelaku transaksi dari majelis akad. Batasan Tafaruk merujuk pada Urf karena tidak ada batasan secara syari maupun Lungowi. Jika salah satu pelaku transaksi keluar dari majelis akad, maka masa khiar telah berakhir, walaupun keduanya belum saling memilih. Yang kedua adalah khiar syarat. Khiar syarat ini adalah hak pelaku. Aku transaksi untuk memilih antara melangsungkan atau mengurungkan transaksi sesuai kesepakatan kedua belah pihak atas waktu yang telah ditentukan. Eksistensi khiar syarat ini bersifat opsional. Dalam khiar syarat boleh diadakan jika kedua belah pihak tidak menginginkan. Berbeda dengan khiar majelis yang bersifat otoritatif sehingga tidak bisa dinafikan dari akut. Jika pelaku transaksi menafikan khiar majelis dari sebuah transaksi, maka ada tiga pendapat dalam madhab syafi'i. Yang pertama, menurut Qawla sah, transaksi tidak sah. Menurut pendapat kedua, transaksi sah tanpa ada hak khiar. Yang ketiga, menurut pendapat ketiga, transaksi sah dan tetap ada hak khiar. Kemudian fungsi khiar syarat adalah perpanjangan dari khiar majelis. Jika hak memilih dalam khiar majelis hanya terbatas ketika pelaku transaksi berada dalam majelis akad, dan akan berakhir ketika keduanya telah berpisah, maka khiar syarat ini, hak memilih tersebut masih berlangsung walaupun kedua pelaku transaksi telah berpisah dengan batas waktu yang disepakati. Misalnya, dipertimbangkan mau pulang dulu, kira-kira nanti keluarga di rumah, ini kira-kira setuju enggak, kira-kira ada pertimbangan-pertimbangan khusus kayak gitu. Nah, ini ... Tapi harus disepakati, yaudah dua hari lagi saya ke sini. Jadi ini ada sisi-sisi kesepakatan dari kedua belah pihak. Nah, masa khiar syarat telah ditentukan oleh syariat, yakni tidak boleh melebihi tiga hari, tiga malam. Pendapat ini adalah madhab Safi'i dan madhab Hanafi. Menurut madhab Hambali, masa khiar syarat sesuai dengan kesepakatan kedua pelaku transaksi, walaupun melebihi tiga hari. Sedangkan menurut madhab Maliki, masa khiar syarat bersifat relatif sesuai dengan komoditinya. Artinya boleh kurang dari 3 hari, boleh 3 hari, dan boleh melebihi 3 hari jika komoditinya seperti rumah atau sejenisnya. Yang selanjutnya, khiar syarat bisa sah jika memenuhi 6 syarat. Yang pertama menyebutkan tempo, yang kedua waktu yang ditentukan diketahui kedua pelaku transaksi, yang ketiga tidak melebihi 3 hari 3 malam, yang keempat waktu 3 hari 3 malam dihitung sejak persyaratan. Di waktu itu, misalnya jam 3 sore ya. Berikutnya nanti jam 3 sore lagi Tiga hari kemudian Yang keempat, waktu tiga hari Yang kelima, komoditi harus tidak berpotensi mengalami perubahan Selama waktu yang telah ditentukan Misalnya membeli nasi, kemudian nasi Tiga hari kemudian basi, ya itu beda lagi Yang keenam, berkesinambungan Artinya waktu yang ditentukan tidak terpisah Kemudian yang ketiga adalah khiar aib Khiar aib adalah hak pelaku Transaksi untuk memilih antara melangsungkan transaksi dengan menerima komoditi apa adanya atau mengurungkan transaksi dengan mengembalikan komoditi kepada penjual setelah komoditi didapati tidak sesuai dengan salah satu dari tiga hal. Yang pertama, tidak sesuai dengan janji syarat yang disebutkan ketika transaksi. Saya membeli kambing dengan syarat kambing hamil. Jika setelah kambing diterima tidak sesuai dengan kriteria, maka pembeli ini memiliki hak khiar aib. untuk memilih atau menerima kambing apa adanya atau mengembalikan kambing kepada penjual. Yang kedua, tidak sesuai dengan standar umum, artinya komoditi yang diminati pembeli adalah komoditi yang sesuai dengan standar umum dan terbebas dari cacat. Jika dalam komoditi terdapat aib yang tidak umum ditemukan pada jenis barang tersebut, misalnya pembelian buku yang beberapa halamannya hilang, maka pembeli memiliki hak khiar aib, sebagaimana dalam contoh pertama. Oleh karena itu, jika dalam komoditi terdapat aib, maka penjual wajib memberitahu secara detail kepada pembeli dan tidak boleh menyembunyikannya. Yang ketiga, tidak sesuai dengan harapan pembeli karena ada tindakan penipuan dari pihak penjual. Seperti sengaja tidak memerah susu hewan sebelum dijual agar pembeli mengira bahwa hewan tersebut memiliki banyak susu. Dalam praktek ini, pembeli memiliki hak khiar aib antara memilih antara menerima hewan tersebut sesuai dengan kondisi yang diterima atau mengembalikan kepada penjual. Nah, dalam khiar Aib ini ada empat kriteria Aib yang bisa menetapkan hak khiar Aib. Yang pertama adalah Aib Kodim, Aib yang wujud sebelum transaksi dilaksanakan atau setelah transaksi namun sebelum serah terima barang atau setelah serah terima barang namun merupakan akibat dari sebab yang terjadi sebelumnya. Kriteria aib demikian bisa menetapkan hak khiar aib karena barang masih menjadi tanggung jawab penjual. Berbeda dengan aib-aib yang wujud setelah serah terima barang dan bukan merupakan akibat dari sebab yang terjadi sebelumnya. Aib ini tidak dapat menetapkan hak khiar aib karena barang sudah menjadi tanggung jawab pembeli. Jadi sudah pindah ke pemilikan. Yang kedua, aib yang mengurangi fisik. Yang ketiga, aib yang mengurangi harga pasaran. Kemudian yang keempat adalah aib yang tidak umum ditemukan pada jenis barang tersebut. Nah, selanjutnya hak khiar aib bersifat otoritatif atau kohri, sebagaimana khiar majelis. Artinya khiar aib ada secara otomatis jika komoditi didapati tidak sesuai dengan tiga hal di atas. Bukan atas dasar keinginan pribadi atau kesepakatan pelaku transaksi seperti khiar syarat. Hak hiyar aib akan berakhir, yakni pelaku transaksi tidak memiliki hak untuk mengembalikan komoditi dan dianggap menerima rela dengan kondisi komoditi apa adanya jika pelaku transaksi tidak segera mengembalikan komoditi dan komoditi telah dimanfaatkan seperti dijual, disewakan, atau dipakai. Nah demikian, terima kasih. Kita akan lanjutkan kembali di pertemuan berikutnya. Mudah-mudahan bermanfaat. Saya akhiri. Wallahul muafiq. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.