Ya ayyuhaladzina amanuttaqullaha haqqatuqatih, wa latamutunna illa wa antumuslimun. Fa'inna asdaqal hadithi kitabullah, wa khairal huda huda muhammadin s.a.w. wa sharrul umuri muhdathatuha, wa kulla muhdathatin bid'ah, wa kulla bid'atin dhalalah, wa kulla dhalalatin finnar. Ma'asharul muslimin, usikum wa nafsi bitakallah, faqadfa'azal muttaqun.
Sungguhnya, ilmu adalah, menuntut ilmu adalah ibadah yang sangat agung. Oleh karenanya Allah subhanahu wa ta'ala dalam Al-Quran tidak pernah memerintahkan kepada Namijah Muhammad s.a.w. untuk minta tambahan kecuali tambahan ilmu. وَكُلْ رَبِّ زِدِنِي إِلْمَةٍ Katakanlah wahai Muhammad, ya Rabbku tambahkanlah ilmu kepadaku.
Dan ketika Allah menjelaskan tentang karunia yang Allah berikan kepada manusia sebagai konsekuensi dari sifat rahmatnya, kasih sayangnya, Allah berfirman, Ar-Rahman. Allam al-Quran. Dialah ar-Rahman, yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Dan di antara bentuk kasih sayangnya, kata Allah, Allam al-Quran, dia mengajarkan al-Quran. Maka siapa yang mendapatkan ilmu tentang al-Quran, maka dia telah mendapatkan rahmat yang besar dari Allah subhanahu wa ta'ala. Demikian juga Allah berfirman, يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَدُ Allah mengangkat orang-orang beriman di antara kalian, Dan Allah mengangkat orang-orang yang berilmu beberapa derajat. Itu beberapa derajat di atas orang-orang yang beriman tanpa ilmu.
Dikarenanya Nabi SAW bersabda, من يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهُ فِي الدِّينِ Siapa yang ingin, Allah ingin kebaikan baginya, Allah akan buat dia faqih tentang agama. Yaitu Allah akan buat dia berilmu. Di sini kata para ulama, من يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا Siapa yang Allah ingin, Bagi dia khairan, yaitu kebaikan yang besar. Karena datang dalam nakirah li tafqim untuk menunjukkan kebaikan yang besar.
Yaitu diraih dengan ilmu. Ketika Nabi SAW ditanya tentang orang yang terbaik dari kalangan Arab, maka Nabi SAW berkata, خِيَارُكُمْ فِي الْجَهِلِيَّةِ خِيَارُكُمْ فِي الْإِسْلَامِ إِذَا فَقُهُ Sebaik-baik kalian ketika di zaman jahiliyah, sebelum mengenal Islam, akan menjadi terbaik pula. ketika Islam dengan syarat, إِذَا فَقُهُ, jika faham, fakih tentang agama.
Oleh karenanya agungnya ilmu disadari oleh para ulama, maka mereka mengerahkan segala kekuatan mereka semaksimal mungkin untuk bisa meraih ilmu sebanyak-banyaknya. Dan ilmu tidak bisa diraih, kecuali dengan pengorbanan. Makanya Yahya bin Abi Kathir berkata, لَا يُستَطَعُ الْعِلْمِ بِرَوْحَةِ الْجَسَدِ bahwasnya ilmu tidak akan diraih dengan berleha-leha dengan bermalas-malasan.
Sebagian salaf ditanya, Bima adraktal ilm? Bagaimana kau meraih ilmu? Maka dia berkata, Bissafari wassahar, dengan bersafar dan begadang. Yang lain ditanya, Bima adraktal ilm?
Dari mana kau bisa meraih ilmu? Maka dia berkata, Bilmisbahi waljulusi ilasobahi, dengan ditemani lantra, pelita, kemudian begadang hingga pagi hari. Kalau kita lihat bagaimana kisah para salat dan mutut ilmu, maka sungguh luar biasa.
Di antaranya pada kesempatan ini saya akan menyampaikan dua poin. Yang pertama adalah bagaimana mereka berkorban untuk rihlah tolabil ilm. Melakukan safar, perjalanan yang jauh untuk mutut ilmu. Dan tentunya zaman dahulu safar tidak seperti sekarang.
Safar zaman dahulu sangat berat. Kendaraan yang terbatas, kemudian terik matahari, cuaca kalau dingin sangat dingin. Dan perlu uang yang sangat banyak, bekal yang sangat banyak.
Makanya syu'bah berkata, Siapa yang mencari hadith, maka dia pasti bangkrut. Karena sejak zaman dahulu, para salaf telah mengajarkan kepada kita, berjuang, berkorban, dengan bersafar, meninggalkan kenyamanan tinggal di negeri sendiri, bahkan meninggalkan keluarga, meninggalkan tanah kelahiran, demi untuk mencari ilmu. Contoh yang pertama disimpan oleh para ulama. Adalah contoh yang diberikan oleh Nabi Musa AS. Ketika dia mendengar ada Nabi Khadir yang punya ilmu yang tidak dia miliki, maka dia semangat untuk menutup ilmu.
Maka dia berjalan dengan Fatah, dengan pembantunya Yusha bin Nun, untuk bersafar meskipun jauh, sebagaimana Allah abadikan dalam Al-Quran. وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَاهُ لَا أَبْرَهُ حَتَّىٰ أَبُلُقَ مَجَمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَهُ كُبَىٰ Ketika Musa berkata kepada pembantunya, Aku akan terus berjalan. mencari lokasi pertemuan dua lautan karena disitu ada khadir, aku akan berguru kepadanya.
Kalau aku tidak menemukannya, aku akan terus berjalan meskipun puluhan tahun. Bersafar untuk mencari ilmu. Inilah yang Allah sebutkan dalam Al-Quran.
Allah berfirman, وَمَكَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُ فِي الدِّينِ Tidak semua orang pergi berangkat menuju peperangan. Harus ada sekelompok orang berangkat juga, diantaranya bersafar, untuk menutup ilmu agar memberi peringatan bagi kaumnya jika mereka telah kembali kepada kaumnya. Allah mengisyaratkan harus ada orang yang keluar dari negerinya.
Sebagian berjihad, sebagian menutup ilmu. Kemudian, demikian kita baca dalam sirah Nabawiyah, betapa banyak para sahabat berhijrah. Menuju Madinah untuk menutup ilmu kepada Nabi SAW.
Setelah Nabi wafat, kita juga dapati bagaimana sebagian sahabat bersafar jauh untuk mendengar satu hadis saja. Di antaranya, kisah Jabir bin Abdullah RA. Ketika dia mendengar ada suatu hadis tentang perihal hari kiamat. Yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Unais.
Dan Abdullah bin Unais berada di negeri Syam. Sementara Jabir bin Abdullah berada di kota Madinah. Maka dia berkata, ... Aku pun membeli seekor onta.
Butuh duit, beli seekor onta. Kemudian aku berjalan menuju Abdullah bin Unais. Perjalanan dari Madinah menuju Syam sebulan.
Hanya untuk mendengar satu hadith. Maka dia mengentuk pintu rumah Abdullah bin Unais. Kemudian dia bertanya tentang satu hadith. Berjalan sebulan, dengar satu hadith.
Kemudian balik lagi sebulan. Demikian juga diriwayatkan dari Abu Ayyub al-Ansari radiyallahu anhu. Dan dia tinggal di Madinah.
Dia mendengar satu hadith. Siapa yang menutup aib seorang muslim Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat Dia mendengar hadis itu Dan dia mendengar ada sahabat lain mendengar hadis itu pula Maka dia ingin mengecek Maka dia pun berangkat dari Madinah Menuju ke Mesir Untuk bertemu dengan Uqbah bin Amir Sampai dia kepada Uqbah bin Amir Dia berkata, wahai Uqbah Aku mendengar hadis demikian dan demikian Tidak ada yang mendengar hadis yang masih hidup kecuali aku dan engkau. Apakah benar? Kata Uqba bin Amir, benar. Samiktuhu min rasulillahi sallallahu alaihi wasallam.
Hanya untuk mengecek satu hadis, dia bersafar dari Madinah menuju Mesir. Ini perjalanan yang sangat jauh. Demikian juga diwariskan oleh para tabiin.
Di antaranya, Abu'l-Alih berkata, Kuna nasma'u ahaditha ashabi rasulillahi sallallahu alaihi wasallam bilbasrah, palam nartho hatta narkab ilal Madinah. Penasma' min afwahihim. Kami mendengar hadis-hadis, sementara kami di Basrah, di Irak.
Hadis-hadis dari para sahabat Nabi SAW. Namun kami tidak tenteram, kami ingin dengar langsung. Maka kami bersafar dari Irak menuju Madinah untuk mendengar langsung dari para sahabat Nabi SAW.
Dan demikian kalau kita baca tentang biografi para ulama, para imam, mereka rata-rata bersafar di antara yang terkenal dengan Safra al-Imam al-Bukhari. Rahimahullah ta'ala. Maka beliau bersafar berbagai macam negeri, ke Hijaz, Mekah, Medina, ke Bagdad, ke Moro, ke banyak, ke Naisabur. Sampai dalam rangka mencari hadis, sampai beliau menulis hadis dari lebih seribu ulama.
Lebih dari seribu ulama. Bahkan diriwayatkan sempat beliau kehabisan nafkah, sampai beliau makan minal usbah, beliau makan di rumput-rumput. Karena tidak ada uang.
Bahkan pernah teman-temannya kehilangan dia dalam majlis ilmu beberapa hari. kok alimam al-bukhari tidak hadir maka dicari, dicek ternyata dia bilang dia tidak bisa hadir dia sudah tidak punya baju, bajunya dijual untuk memberi makanan bajunya dijual untuk memberi makanan, akhirnya mereka mengumpulkan uang untuk beliau rahimahullahu ta'ala maka demikianlah para salaf mereka berkorban bersafar menuju tempat yang jauh untuk belajar syariat Allah subhanahu wa ta'ala Dan sungguhnya perjalanan mereka adalah jihad fisabilillah. Mereka menjalankan hadis Nabi SAW, Siapa yang menemu perjalanan? dalam rangka untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan jalannya menuju surga. Mereka juga menjalankan hadis Nabi SAW, Siapa yang keluar dari rumahnya, untuk mencari ilmu, maka dia sedang berjihad di jalan Allah SWT, sampai dia kembali ke rumahnya.
Aku lukaulihadha astaghfirullah li walakum, walisal muslimin kulidhamin khati'a fastaghfiruhu, Alhamdulillah Di antara Bentuk pengorbanan para ulama dalam nuntut ilmu, mereka meninggalkan kelezatan tidur di malam hari dalam rangka nuntut ilmu. Oleh karena Imam Al-Bukhari dalam sahihnya membuat bab, bab as-samr fil-ilm, bab begadang karena nuntut ilmu. Karena kita tahu begadang kalau tidak ada keperluan adalah perkara yang dibenci. Wa kana yakrahun nauma qablahu wal haditha ba'dahu adalah Nabi s.a.w. tidak suka. atau membenci tidur sebelum isya' karena seorang bisa jadi kebablasan tidak sholat isya' wal haditha ba'dahu, yang Rasulullah s.a.w. tidak suka berbincang-bincang setelah sholat isya' tetapi kalau ada keperluan diantara nuntut ilmu maka dianjurkan, disunahkan makanya Imam Al-Bukhari membuat bab, as-samar fil ilm yaitu berbicara atau bergadang karena nuntut ilmu dan itu dipraktekan oleh para salaf oleh karya Imam Syafi'i berkata طَلَبُ الْعِلْمِ خَيْرٌ مِنْ صَلَاةٍ نَافِلًا Untuk ilmu lebih baik daripada salat sunnah.
Maka diriwayatkan dari beberapa ulama dikenal mereka bergadang. Di antaranya Muhammad bin Hasan al-Syaibani rahimahullahu ta'ala, muridnya al-imam Abu Hanifah dan gurunya al-imam Shafi'i. Dikenal beliau suka bergadang. Beliau salat dengan wudhu ketika salat isya' kemudian beliau bergadang. Kemudian sholat subuh dengan wudhu tersebut.
Dan beliau menyiapkan air dingin. Kalau beliau ngantuk, maka beliau menguyurkan air dingin tersebut di wajah beliau. Beliau berkata bahwasannya, annaum hararah, tidur itu ada ngantuk adalah ada panas. Adfa'uhu, maka aku pun menghilangkannya bil biru udah dengan air yang dingin. Maka beliau melawan rasa kantuk untuk bisa menuntut ilmu.
Di antara yang dikenal begadang karena nutut ilmu adalah Al-Imamalik rahimahullahu ta'ala Diriwatkan bahasanya Ibn al-Qasim, murid Al-Imamalik Datang ke Imam Malik nutut ilmu Sering dia datang ke Imam Malik di waktu sahur Dan dia bertanya kepada Imam Malik permasalahan-permasalahan Dari Ibn al-Qasim rahimahullahu ta'ala Al-Imamalik menjawabnya dengan insyarahis sadar Dengan senang menjawab pertanyaan-pertanyaannya di waktu sahur Sampai satu hari Dia menunggu Imam Malik, kemudian dia ketiduran di pintu rumah Imam Malik. Ternyata Imam Malik sudah keluar menuju sholat subuh ke masjid. Maka datanglah budak dari Imam Malik, kemudian membangunkannya dengan kakinya.
Dia berkata, Tuhanmu telah pergi, kau lalai. Sebentar Tuhanmu tidak, tidak lalai. Sungguhnya Tuhanmu sejak 49 tahun selalu sholat subuh dengan wudhu dari sholat isya'a. Begadang dalam rangka untuk menuntut.
ilmu. Demikian juga diruayatkan dari Imam Syafi. Imam Syafi juga berkadang putrinya Fatimah berkata, Kuntu Usriju liabi filailatin sabi'ina marrah pernah aku menyalakan pelita untuk ayahku.
Imam Syafi bangun, dinyalain, nanti tidur lagi, dinyalain lagi oleh putrinya. Karena Imam Syafi'i ada sesuatu yang ingin dia pelajari atau yang mau dia catat sampai 70 kali dalam semanang. Demikian yang direwatkan oleh Imam Ibn Kathir dan Imam Al-Bukhari. Imam Al-Bukhari terkadang dalam satu malam dia terbangun sampai 20 kali.
Ketika dia mau tidur tiba-tiba dia memikirkan ada faedah. Segera dia bangun, dia nyalakan lampu, dia tulis faedah. Kemudian dia mau tidur lagi, tiba-tiba Allah ilhamkan faedah lagi.
Dia bangun lagi, kemudian dia tulis lagi. Subhanallah, mereka tidur dengan ilmu. Bukan seperti sebagian kita, tidur dengan membawa berita-berita yang tidak jelas.
Akhir yang dilihat adalah berita-berita di medsos yang tidak jelas. Bahkan akhir yang dilihat adalah maksiat kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Sementara para ulama tidur, ilmu tidak dalam mereka.
Mereka terjaga, mereka tulis, mereka terjaga, mereka pun menulis. Karenanya, begadang, karena untuk ilmu adalah kebiasaan para ulama. Alimam Syafi'i Rahimahullah pernah berkata, بِكَدْرِ الْكَدِّ تُكْتَسَبُّ الْمَعَالِي بَمَنْ طَلَبَ الْعُولَىٰ سَهِرًا لَيَالِي Sesuai dengan kadar keletihan, maka akan diraih hal-hal yang tinggi.
Keberhasilan-keberhasilan yang tinggi harus letih, harus lelah, baru bisa berhasil. Siapa yang ingin meraih ketinggian, dia harus bergadang di malam-malam hari. Siapa yang berkeinginan untuk meraih suatu yang tinggi, tanpa keletihan, seumpunya dia hanya buang-buang umurnya dalam mencari kemustahilan.
Kau ingin meraih kejayaan sementara kau tidur di malam hari, tidak bergadang untuk menutup ilmu. Kau ingin tidur di malam hari, ingin santai-santai, seorang yang mencari Allah Ali, yaitu mutiara, dia harus menyelam dalam lautan untuk mencari mutiara. Maka ini adalah gambaran dari para ulama, bagaimana semangat mereka untuk ilmu, karena mereka tahu ilmu.
adalah suatu yang sangat agung, bagaimana tidak ilmu adalah warisan para nabi, nabi s.a.w. bersabda al-ulama'u warasatul anbiya, para ulama' adalah pewaris para nabi wa'innal anbiya'alam yuwarithu dinaran wa'la dirhaman sungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham wa'innama warasul ilma, tetapi mereka mewariskan ilmu faman akhadahu, fakat akhada bihazdin wa'afir siapa yang Menuntut ilmu, mendapat ilmu, maka dia telah mengambil bagian yang besar dari rurisan tersebut. Kalau orang bangga mendapat warisan dari raja, mendapat warisan dari orang kaya, maka seorang harusnya bahagia ketika mengumpulkan rurisan terbanyak dari Nabi Muhammad SAW. Inna allaha malaikatahu yusalluna ala nabi, ya ayyuhalladzina amanu sallu alaihi wasallimu taslima.