Halo teman-teman, selamat datang, selamat bertemu kembali di episode kedua LKH Talks yang saat ini diselenggarakan sebagai bagian dari pengabdian masyarakat Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Saya Ayu Galung. Anggra ini dan selama 30 menit ke depan kira-kira kita akan berbincang-bincang santai dengan seorang perempuan yang sudah hadir di samping saya pada hari ini yaitu Mbak Roro Ajeng Sekar Arum atau Akrab di Sapa sebagai Halo Mbak Ajeng Halo, apa kabar Mbak Ayu? Baik Mbak Ajeng, gimana Mbak Ajeng? Alhamdulillah sehat, baik dan bisa hadir disini ya Ya Alhamdulillah, senang sekali bisa bergabung di podcast LKH Talks ya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jadi Mbak Ajeng saat ini berprofesi sebagai social media dan optimasi lead ya di Kompas TV.
Iya, betul Mbak Ayu. Selain itu Mbak Ajeng juga aktif mengajar dan berbagi ilmunya terkait sosial media dan media digital ya Mbak Ajeng. Betul, betul. Jadi kayak kurang lebih sudah 8 tahun berkecipung di dunia digital, jadi rasanya nggak pas gitu kalau nggak sharing-sharing sama orang lain, kemudian berbagi.
Dan saya masih terus mantau tren yang terjadi sekarang gitu, biar tetap keep up dengan yang ada sekarang. Baik, baik Mbak Ajeng. Oke Mbak Ajeng, jadi sebagai seorang sosial media spesialis nih, boleh ya istilahnya dibilang seperti itu?
Boleh, boleh banget. Bagaimana sih Mbak Ajeng memandang sosial media ini dan trennya yang berkembang di masyarakat, khususnya generasi muda yang memang menjadi pengguna terbesar ya sosial media? Oke, ya kalau bicara sosial media itu kayak nggak pernah ada habisnya ya Mbak Yu ya, kayak siapapun sih sekarang kalau kita temui gitu kayak, Kenalan itu bukan lagi kita nyodorin kartu nama, tapi lebih ke, eh sosmednya apa gitu ya kan, kalau udah bicara ke Gen Z, Millennial gitu. Tapi yang menarik adalah kalau secara data, itu ada 191 juta masyarakat Indonesia itu yang pengguna media sosial.
Ini artinya terus mengalami pertumbuhan dari tahun-tahun sebelumnya. Ini data terakhir itu di Februari 2022. Dan yang menarik adalah, setiap saat kita mungkin nggak bisa jadi orang yang FOMO gitu ya, kayak... apa-apa aja diikutin gitu. Tapi media sosial ini justru ada dua posisi sih ya.
Satu bisa membantu setiap orang untuk tahu informasi lebih cepat, berkomunikasi dengan lebih mudah gitu. Tapi di satu sisi pun juga ada faktor-faktor yang bisa jadi nggak ada lagi privasi, nggak ada lagi batasan-batasan yang membuat orang tuh jadi yaudah dia nggak punya privasi yang bisa dibatasi aja gitu. Jadi... Tinggal kita yang milih mau menggunakan media sosial itu untuk apa Dan kalau kita lihat trennya ya sekarang semuanya orang pasti akan paling tidak memiliki satu media sosial gitu Kurang lebih kayak gitu sih Pak Nah kalau terkait tadi ya, ya tadi kan ada orang kurang lebih satu ya Jadi biasanya saya aja punya lebih dari satu, Mbak Ajang Dari zaman-zaman fresher gitu-gitu ya Betul, dari zaman, ya dari sebelum itu bahkan ya dari usia saya yang sudah Lumayan ya, jadi saya tadi bener, saya tuh FOMO jadinya. Jadi kalau ada apa, wah ikut nih, pengen tau nih.
Nah, selain sosial media itu selain untuk self-branding nih Mbak Ajeng, kemudian kan juga sekarang jadi trennya adalah untuk mencari uang juga dari situ. Nah, menurut Mbak Ajeng itu bagaimana terkait hal tersebut Mbak Ajeng? Iya, kalau bicara soal self-branding, Mbak Ajeng, terus kemudian cari cuan dan lain sebagainya, ya pasti ya.
Jadi masing-masing orang itu selalu punya alasan kenapa dia bikin sosmed. Tapi semua pasti akan berangkatnya dari dia pengen aktualisasi diri aja. Kan kalau misalkan ada teori psikologi yang bilang kalau salah satu kebutuhannya manusia itu untuk kebutuhan akan aktualisasi diri.
Jadi ketika mungkin dia tidak ada ruang secara utuh, Misal di publik, sekarang di media sosial itu yang sekarang semua orang bisa akses. Contohnya juga ada orang yang merasa dirinya introvert. Tapi begitu di media sosial, dia bisa jadi pribadi yang beda.
Artinya segala yang terjadi di media sosial itu bisa dibentuk. Tergantung dia tujuannya nanti apa. Tapi pada dasarnya dia pasti bikin sosmed itu karena kebutuhan aktualisasi diri, kemudian kebutuhan... tidak ketinggalan FOMO itu tadi, kemudian bisa jadi juga untuk profesional.
Jadi makanya nggak heran gitu ya, kalau misalkan orang-orang yang sudah berada di lingkup profesional, Kemudian bikin sosmed. Mungkin Mbak Ayu sering lihat ada dokter, ada praktisi hukum, kemudian ada dosen yang bikin sosmed gitu. Udah bukan sesuatu yang tabu gitu.
Jadi kalau mau kontak si A, si B, tokoh A, tokoh B, bisa via sosmednya. Dan ya tadi bicara soal cuan gitu ya, monetisasi. Jadi ya pada akhirnya ketika orang sudah menentukan tujuan sosmednya mau dibikin seperti apa, Dia kan bisa melihat peluang-peluang yang terjadi di situ ya Apalagi ketika platform media sosial yang dia gunakan itu Ternyata bisa dimonetisasi gitu Dia akan melihat nih potensinya kayak gimana ya gitu Sehingga nantinya dia akan berpikir Oh mungkin dengan saya bikin konten A, konten B, konten C Kerjasama dengan pihak A, pihak B, pihak C Dia bisa jadi nggak cuma dapat aktualisasi dirinya yang terpenuhi Tapi juga dapat kredibilitas, popularitas Dapat juga keuntungan peluang cuan gitu iya, kayak gitu sih oke nah berbicara soal media sosial nih mbak Ajeng kan banyak jenisnya ya tentang sosial media itu nah bahkan yang menjadi perhatian orang-orang ini adalah sekarang kalau ditanya cita-citanya pengen apa cita-citanya pengen jadi youtuber atau konten kreator konten kreator, podcaster gitu ya nah Sekarang kita akan bahas nih lebih khusus tentang podcast. Menurut Mbak Ajeng gimana sih fenomena podcast di Indonesia?
Fenomena podcast di Indonesia, yang menarik itu justru ketika pandemi Mbak Ayu, semua media sosial itu jadi bergerilya, bergerilya pertumbuhannya, usernya, dan itu kenapa bisa terjadi? Ya karena pada saat pandemi kita kan jadi lebih sering di rumah. Kemudian orang balik nonton TV bahkan gitu ya.
Dan justru yang menarik adalah ada behavior yang berubah gitu. Mereka biasanya kerjanya tuh udah di kantor aja, orang-orang yang udah kerja, terus kemudian kuliah tuh juga udah yang pertemuan offline gitu ya, tetap muka langsung. Tiba-tiba harus dihadapkan sama kondisi yang di rumah aja nih gitu.
Tapi mereka akhirnya punya behavior multitasking. Dimana ketika lagi ngerjain sesuatu, dia bisa sambil dengerin audio, dia bisa sambil nyalain TV, nyalain YouTube, dan lain sebagainya. Artinya ada kebutuhan akan hiburan, kebutuhan untuk lebih efektif dalam menggunakan waktu, sehingga hiburan-hiburan atau mungkin kita bisa menyebutnya audio digital ini, bentuknya podcast itu tadi, jadi punya ruang untuk bertumbuh. Kalau dulu saya mungkin nggak biasa dengerin podcast, tapi ketika macet di jalan atau ketika saya lagi masak misalkan atau lagi, aduh capek nih ngerjain kerjaan yang gitu-gitu aja ya, terus saya tinggal nyalain sesuatu kerjaan jalan pikiran saya juga sambil mendengarkan gitu.
Meskipun pada kenyataannya ya sebenarnya multitasking kan nggak bagus-bagus juga gitu. Betul, betul. Tapi ya itulah yang merubah gitu, pandemi itu merubah behavior orang untuk menikmati hiburan.
Dan podcast itu tumbuh di 2 tahun belakangan ini Khususnya kalau nggak salah ya data yang saya baca itu di Indonesia sendiri User untuk podcast itu tadi bertumbuh dan menjadi nomor 3 tertinggi di Asia Tenggara Dan nomor 2 di global gitu Jadi bisa dilihat kan potensinya itu kayak besar gitu Mbak Ayu Makanya orang tuh juga mulai berpikir kayak Saya nggak perlu tampil gitu ya Saya nggak perlu pinter-pinter banget public speaking Saya bisa ngomong apapun gitu Karena pada dasarnya, ya kita mikir yang paling dasar banget nih Mbak Ayu. Jadi tiap orang tuh kan storyteller ya. Jadi sebaiknya pengen cerita, tapi bisa jadi mau sama siapa.
Atau mungkin bisa jadi mau cerita, tapi wah gak terlalu cakep nih dan lain sebagainya gitu. Jadi dia gak memilih Youtube bisa jadi, tapi dia milih untuk jadi podcaster. Tapi ada juga yang seperti Mbak Ayu tau sekarang ya trennya, orang itu create one, distribute many. Bikin satu konten. Ada visualnya, ada audionya.
Yang mana kalau misalkan dia nggak pede dengan penampilannya, dia tinggal convert aja audionya. Sama yang seperti kita lakukan. Betul, kan? Hotputnya bisa di mana-mana gitu kan?
Jadi nggak cuma di Youtube, tapi juga di podcast gitu. Dan ya tinggal dipilih lagi, apa tujuan orang itu untuk bikin itu gitu. Dan nantinya ketika dia sudah mungkin nyaman ya dengan platform itu, tahu bagaimana cara optimasinya untuk bikin konten di platform ini, Dia nantinya juga akan arahnya kan bagaimana kemudian ini semua bisa diuangkan ataupun punya benefit khusus untuk dirinya.
Jadi emang apa ya, semua itu sangat dinamis sih mbak kalau di digital gitu ya. Setiap saat ada tren baru, setiap saat ada peluang untuk... orang ya jadi user disitu gitu. Oke jadi tadi dikatakan ya kontennya mungkin di podcast tuh lebih bebas ya seperti itu karena ada curhatan mungkin ada pengalaman pribadi. Nah Mbak Ajeng sebagai sosial media spesialis nih dari yang pengamatan Mbak Ajeng selama ini tentang podcast dan juga podcasternya kira-kira tuh apa yang paling banyak biasanya di upload di Podcast seperti itu.
Macem-macem. Jadi kalau kita melihat yang sifatnya individu, itu biasanya dia akan sharing soal dirinya, cerita soal pengalamannya, kemudian juga ada yang berbagi pikirannya. Karena siapapun bebas berbicara.
Dan sekarang kita ada di era demokrasi, siapa aja bisa ngomong. Meskipun kalau dari saya pribadi selalu bilang, ketika kamu tidak punya kapabilitas akan hal tersebut, jangan berani ngomong. Artinya, kalaupun kita tidak punya otoritas untuk bicara, paling tidak kita lakukan riset, kita belajar, kita cari tahu lagi data-datanya. Jadi bicara itu tidak asal kosong saja. Boleh tidak kita mengumpat di podcast dan lain sebagainya?
Ya bisa jadi, mungkin boleh. Tapi apakah kemudian itu yang mau kita tunjukkan? Dan apakah kemudian narasi yang mau kita sampaikan pesannya itu hanya sebatas? luapan-luapan marah atau apa gitu makanya pada akhirnya ketika kita memutuskan untuk bikin satu akun di podcast gitu ya atau bikin konten kedepannya ya kita juga menentukan kemampuannya kita tuh apa kemudian jenis-jenis kontennya itu mau bahas apa gitu jadi kayak kalau saya di berkecipung di dunia konten juga nih Mbak Ayu selalu bikin konten plan gitu jadi kayak paling tidak saya tahu payung podcast saya tuh mau arahnya mana Mungkin kan Mbak Ayu sering lihat juga nih ya podcast-podcast orang-orang yang udah terkenal Artis, kemudian ada radio announcer, kemudian macem-macem lah ya siapapun Bahkan kayak ulama pun juga bikin kan gitu Nah itu tergantung dia tujuannya apa lagi gitu Ada yang kalau artis mungkin mau berbagi pengalamannya, pertemanannya Kayak tongkrongan pun kayak eh kita nongkrong berdua nih misalkan Atau bertiga, berempat Eh kita bikin aja podcast yuk gitu ya.
Iya, karena apa? Ya karena mereka merasa obrolannya pun asik kan gitu. Dan bisa jadi orang lain di luar circle itu gitu, tongkorongan itu, juga enak banget kalau dan nyambung, oh relate gitu dengan obrolannya gitu. Jadi memang gak ada yang ngebatasin dan lain sebagainya gitu. Jadi enak-enak aja dan akan ada banyak ragam konten yang ada di podcast.
Dari mulai dongeng, cerita pribadi. Fiksi bahkan gitu ya, mungkin Mbak Ayu tahu juga ada Rintik Seduh dia bikin soal pengalaman pribadinya, soal dia tuh dari novel kemudian dibacakan ulang jadi semacam audiobook. Ada juga kemarin saya lihat itu kayak pengajian dan lain sebagainya.
Jadi ya itulah indahnya dunia digital dengan audio podcast itu tadi. Ya dinamis sekali ya. Dinamis, dinamis Mbak gitu. Nah bicara soal konten nih tadi udah disebut-sebut soal konten. Nah tadi kan ya bebas tidak ada batasan dan sebagainya.
Nah tapi kan kadang nih begitu kita buat podcast itu ada yang suka ada yang pasti kontennya tidak suka seperti itu. Dan juga ada konten yang normal misalnya itu ada konten yang menurut orang lain itu sangat ofensif gitu ya. Itu kan dimungkinkan atau mungkin menurut kita yang upload oh itu tidak ada masalah.
Tapi ketika... diunggah mungkin bermasalah karena mungkin ya porno atau segala macamnya itu kan mungkin dimungkinkan ya dasarkan pengalaman Mbak Jeng sebagai seorang social media expert ini nah apa yang harus dilakukan nih bagi seorang podcaster apabila misalnya ada yang pihak yang keberatan seperti itu nah itu harus bagaimana sih sebenarnya atau ada rules guidelines yang sekiranya harus diikuti oleh seorang podcaster supaya kontennya tuh aman tuh Mbak Jeng Iya, ini juga PR ya, mengedukasi orang untuk segala bentuk hal yang kita ucapkan, kita sampaikan, kita publikasikan itu menjadi pertanggung jawaban kita sendiri. Nah, tapi pada akhirnya kalau mungkin secara hukum nanti dari pihak LKHT yang bisa lebih tahu secara tataran hukumnya seperti apa. Tapi kalau dari kita konten kreator ataupun sosial media expert ataupun orang yang bercipung di dunia digital media sosial ini, selalu harus punya mindset bahwa segala bentuk hal yang kita sampaikan itu tadi perlu hal yang jelas, perlu di cross-check, perlu validasi, sehingga ketika kita menyampaikannya ya orang tuh udah paham bahwa itu sesuatu yang benar gitu. Makanya kan sekarang konten hoax tuh banyak mbak, terus kemudian konten...
Orang-orang yang mengkritik sesuatu hal itu banyak gitu. Dibebasin nggak? Ya dibebasin.
Tapi seberapa jauh sih pertanggung jawabannya? Kalau saya sekarang bekerja di media, otomatis saya udah melewati proses-proses itu. Proses konfirmasi, validasi, sehingga nanti akhirnya informasi yang kami sampaikan itu tidak salah.
Tapi bagaimana kemudian dengan orang yang mungkin tidak punya pengetahuan soal itu? Nah ini menjadi PR besar nih. Artinya...
sebagai pengguna pun platformnya juga harus mengedukasi. Biasanya dari masing-masing platform itu akan ada semacam safety brand gitu ya, brand guideline gitu, konten safety-nya seperti apa. Biasanya tidak boleh saran, tidak boleh menggunakan kata-kata apa, kemudian bahkan ada yang tidak boleh berbicara soal COVID dan sebagainya itu ada juga gitu. Makanya sebagai user pun harus tahu bagaimana membangun ekosistem yang bagus di platformnya itu dan dia itu membangun branding seperti apa. Jadi kalau misalkan secara branding dia memang membangun brandingnya yang urakan dan lain sebagainya, ya mungkin hal-hal umpatan dan lain sebagainya itu mungkin bisa aja keluar.
Ya tapi itu nanti end fact-nya akan ke dirinya sendiri. Dan kalau dia tidak ada masalah dengan hal tersebut, ya sudah, selesai. Tapi kalau misalnya ada orang yang nggak suka dan suka banget jadi fanatik, Ya itu balik lagi dari efeknya media sosial itu sih Mbak. Ketika kita bersuara, itu kan punya power ya.
Betul. Ketika saya ngomong kayak gini pun gitu, ya yang kenal saya pasti akan ngerti. Tapi yang nggak kenal gimana?
Yang nggak kenal pun kayak, wah Mbak ini itu omongannya bener apa nggak? Kalau orang yang biasa menerima informasi banyak, dia pasti akan skeptis dulu kan. Tapi kalau dia orangnya yang bukan tipe-tipe, ya semua hal itu langsung masuk aja gitu ya.
Masuk ke dalam. Pikirannya dia, dia terima mentah-mentah, ya itu yang bahaya. Betul, betul. Jadi ya tinggal kita nih mau jadi podcaster yang memberikan informasi seperti apa gitu. Apakah informasi yang sudah terverifikasi, yang kita sudah bisa penanggung jawabkan, atau justru ya apa aja keluar deh gitu.
Kita yang memilih gitu. Tapi Mbak Ajen nih, biasanya kan Mbak Ajen sih handle sosial medianya. Apabila ada konten yang ada aduannya terhadap konten itu, nah apa sih yang harus...
biasanya dilakukan oleh Mbak Ajin sebagai yang handle sosial media nih? Oke, ya. Yang kami lakukan itu, ya ini masuknya manajemen krisis ya. Artinya ketika ada sesuatu yang menyinggung pihak-pihak tertentu, kita akan memeriksa gitu, validasi dulu. Apa sih sebenarnya yang terjadi di sini?
Karena biasanya memang aduan pertama dari netizen kan, komen gitu, komentar. Eh ini postingannya kok begini? Eh ini harusnya informasinya salah nih. harusnya begini-begini begitu.
Langsung banyak ya masuknya? Banyak, pasti itu ada. Namanya di media mbak, kalau saya di media jadi banyak.
Dan ketika pegang brand pun sama seperti itu. Ataupun ketika mungkin di sosmed saya sendiri, nggak usah jauh-jauh. Misalkan di sosmed saya sendiri ada orang yang bilang, informasi yang kamu sampaikan itu salah. Apa yang saya lakukan? Saya harus dengan logowo menerima dan memeriksa kembali.
Memeriksa mana nih part yang menjadi kontroversi itu tadi, karena sekarang gini, rumusnya viral itu apa sih? kan gak ada ya? tapi yang paling mudah adalah ketika yang kontroversi-kontroversi, yang rahasia dibuka ke publik betul, itu mudah sekali viral itu mudah banget gitu memancing ya iya, ketika ranah publik itu udah jadi konsumsi publik, eh ranah publik ranah pribadi ranah privat ya, ranah privat itu udah jadi konsumsi publik Artinya kan semua orang bisa tahu nih soal si A, si B, si C. Nah itu mungkin dari segi hukum Mbak Yu punya pandangan berbeda ya.
Tapi kalau saya melihatnya kan itu sesuatu yang mungkin tidak pantas untuk disebar gitu. Jadi ketika mungkin kami menyinggung di part yang itu, otomatis permintaan maaf yang dilakukan dulu kan gitu. Dan kita juga akan menyampaikan pada legal bagaimana kemungkinan-kemungkinan baiknya gitu.
Karena telah menyinggung gitu. Tapi kalau misalkan itu disebarkan oleh podcasternya sendiri dan lain sebagainya, Itu nanti mungkin akan beda cara lagi gitu ya. Yang jelas kalau kami sebagai pelaku media sosial, sebisa mungkin menghindari terjadinya misinformasi yang berujung pada tindakan-tindakan hukum ataupun ada orang-orang yang tidak terima dengan hal tersebut gitu.
Dan kalau di media itu, bagusnya adalah ada hak jawab gitu ya. Dari orang-orang yang mungkin merasa tidak terima dengan pernyataan seseorang. Atau mungkin dengan pemberitaan gitu, jadi ya mereka punya hak jawab gitu.
Pada akhirnya ketika hak jawab itu mau dipakai atau tidak, dikembalikan lagi pada orang tersebut gitu. Dan kita kan juga punya kode etik jurnalistik. Dan betul, di tengah perkembangan teknologi seperti sekarang, internet, media sosial gitu ya. kode etik itu mungkin saya rasa ya harusnya masing-masing podcaster ataupun youtuber, content creator itu juga harusnya memiliki entah itu tertulis atau tidak gitu ya paling tidak mereka tahu bahwa dengan saya melakukan ini maka konsekuensinya seperti ini wah ini lumayan complicated ya complicated ya saya kira itu kan apa namanya ya oh iya cuma bikin podcast kemudian menyampaikan ini ya langsung upload Ternyata ada step-by-stepnya ya Mbak Ajeng yang seharusnya dilakukan oleh para podcaster agar kontennya itu tidak bermasalah.
Kalaupun terkena aduan ya tadi sudah disampaikan ya harusnya bagaimana gitu ya misalnya permintaan maaf dan lain sebagainya. Nah itu di institusi kalau dan kemudian di perusahaan itu ada bagian legalnya. Nah kalau misalnya mereka ini individual jadi sebaiknya menurut Mbak Ajeng nih baiknya itu bagaimana?
Apakah seorang podcaster itu harus bergabung dengan komunitas? komunitas ataukah dia sendiri karena dari tadi kan kalau misalnya ada komunitas kemudian ada kode etik ada rules dan guidelines yang harus diikuti tapi kalau yang sendiri ini bagaimana bajen jadi Apakah menurut saran-saran dari bajen Apakah mereka terus ikut komunitas ataukah mereka bisa sendiri aja tapi dengan aturan-aturan yang mereka buat sendiri seperti itu Iya Jadi menurut saya untuk jadi content creator kan harus punya integritas juga ya Mbak Yu Artinya dialah yang menentukan arah hidupnya itu mau dibawa kemana gitu Ya balik lagi ke tadi yang saya sampaikan Kalau di personal brandingnya dia, dia emang suka bikin konten yang kontroversi Ya pada akhirnya efeknya dia akan tanggung sendiri gitu Emang brandingnya seperti itu ya Iya gitu Dan bisa jadi ya itu mungkin yang meningkatkan adrenalin rushnya dia gitu ya Sehingga kayak ya saya harus bikin konten ini gitu atau terkenal dengan cara-cara seperti itu. Tapi kalau mau langgeng terus di dunia konten kreator itu pun, paling tidak dia punya ciri khas memang. Dia punya ciri khas, dia tahu harus ngapain.
Dan ketika dia punya ciri khas, dia bangun personal branding ataupun brand image yang seperti apa, yang kemudian nantinya... bisa juga dilirik oleh perusahaan sekarang juga udah mulai bermunculan ya startup audio digital gitu yang dia membantu kreator-kreator untuk bisa memonetisasi kontennya kemudian juga punya perlindungan terhadap kontennya gitu kan karena punya payung hukum, punya payung yang jelas ini arah kontennya akan dibawa kemana gitu termanage dengan baik ya termanage dengan baik gitu Yang bagus juga adalah ketika podcast itu dibuat juga ada produsernya, ada tim produksi, dan lain sebagainya. Kalau yang individu itu kan pasti dia akan bekerja sendiri, dan lain sebagainya.
Kalau saya pribadi, saya tidak akan membeda-bedakan. Jadi yang individu itu lebih bagus daripada yang ikut perusahaan karena terbatas mungkin atau dibatas-batasi. Ya nggak juga. Pada akhirnya kan kreativitas yang menjadi nomor satu di dunia content creator. kemudian yang kedua bagaimana dia bisa bercerita karena kalau podcast itu bicara soal audio saya kalau ngomong datar banget, kayak gitu aja tuh orang ngantuk gak kerasa ya emosinya iya, tapi kalau misalnya kita kayak tektokannya enak, pembahasannya juga mungkin yang lagi rame sekarang dan lain sebagainya dan informatif mungkin, orang kan jadi suka gitu atau kalau misalnya mau komedi gitu ya, ngobrol-ngobrol komedi, tongkrongan lain sebagainya, orang tuh jadi suka jadi Masing-masing itu pasti akan punya pasarnya, jadi mau dia sendiri atau bergabung dengan komunitas atau perusahaan itu dipersilahkan.
Tapi selalu ingat bahwa bijaklah bermedia sosial, bijaklah membuat konten, karena pada akhirnya mau tidak mau segala hal perlu dipertanggungjawabkan. Kan seperti itu. Jadi, kalaupun dia memilih, wah saya ini mau jadi Lone Ranger aja gitu, bikin konten semua sendiri, single fighter gitu ya. Karena ya kan podcast produksinya... paling mudah gitu kan kita butuh handphone aja udah selesai gitu kita rekam atau kita nanti tinggal bikin akun di encore dan sebagainya gitu kan udah jadi gitu mbak Ayu tapi tinggal bagaimana kemudian dia nanti bisa memanage ketika namanya udah besar podcastnya udah jadi acuan orang untuk informasi gitu kan sekarang juga orang sering mengutip ya mengutip dari podcast siapa iya iya jadi rujukan akhirnya jadi rujukan jadi ya tinggal ditentukan lah Dia tuh mau seperti apa Yang jelas kalau misalkan bergabung dengan komunitas Dia akan lebih banyak support sistemnya Kemudian kalau bergabung dengan perusahaan audio digital Dia pasti juga akan lebih terlindungi dari segi hukum Dan mungkin edukasinya dari praktisi-praktisi hukum Ataupun siapapun itu yang berada di ranah hukum Untuk lebih aktif juga memberitahukan kepada content creator Apa sih sebenarnya menjadi hak Ataupun ketika mereka bermain di ranah ini, ranah cukup abu-abu awalnya, itu sebenarnya dia tuh dapat perlindungan gitu sih.
Kurang lebih seperti itu. Karena saya pun sampai sekarang masih terus belajar gitu. Kadang, wah saya bikin konten ini ternyata menyinggung pihak A. Atau bahkan ketika saya pakai konten ini, eh audio back soundnya ternyata punya copyright si B gitu.
betul-betul, tanpa disadari ya tanpa disadari, jadi ketika kita sudah memenuhi diri kita juga dengan pengetahuan dan siap jadi content creator gitu jadi ya kita udah siap nih sama konten kita begitu dilepas ke publik, itu kan konten kita jadi milik publik betul bukan jadi punya kita lagi gitu, jadi kalau mau di komenin netizen, mau di apalah diomongin macem-macem ya harus siap gitu makanya mentalnya content creator tuh harus kita acungi jempol sih Mbak, karena dia dengan berani juga udah memproduksi karya dan layak untuk diapresiasi apalagi ketika dia sudah konsisten gitu ya dan bisa jadi terkenal karena itu gitu jadi saya rasa sih masing-masing pihak tuh harus juga rajin mengedufkasi hal tersebut gitu baik Mbak Ajang, nah yang terakhir nih boleh berbagi nih Mbak Ajang tips sukses dan bijak dalam bijak ya bermedia sosial dan bagaimana sih menjadi podcaster yang baik tadi sudah banyak di highlight kan beberapa Nah ini mungkin yang lebih penting ya. Yang penting itu pokoknya yang pertama niat dulu. Kalau mau jadi content creator emang niat ya. Niat itu berangkatnya. Kenapa niat?
Karena dengan niat dia jadi konsisten. Mungkin saya sama Mbak Ayu bisa aja bikin podcastnya sekali gitu ya. Tapi apakah kemudian besoknya kita akan bikin lagi?
Itu kan jadi pertanyaan. Jadi orang tuh juga bisa jadi kalau misalnya kita secara kuantitas. kontennya sedikit, orang jadi nggak tahu soal kita.
Tapi ketika kita konsisten, kita bangun branding mau seperti apa, kita tahu tujuan ini bikin sesuatu dengan konten kita itu arahnya kemana, otomatis ke depannya akan ada efek-efek, dampak, yang juga bisa jadi menguntungkan untuk kita sendiri. Contohnya ketika, ya itu tadi saya sebut di awal, ketika seseorang punya kemampuan, misalkan kemampuan saya menulis, Saya bikin nulis naskah segala macam, saya bikin kontennya audio podcast gitu ya. Mungkin orang nggak akan tahu saya ketika saya cuma nulis aja. Tapi ketika saya bikin ini, bikin konten ini, kemudian disebarkan ke publik, orang jadi tahu saya, brandingnya terbangun, kredibilitas terbangun, nah itu tadi efek dan dampaknya.
Dan seperti yang sudah saya sampaikan tadi, kita harus bijak bermedia sosial karena setiap hal yang kita posting, kita unggah, kita ucapkan, itu... perlu dan nantinya akan harus bisa dipertanggungjawabkan. Lewatilah proses riset yang benar, gunakan data yang benar. Kalau misalkan mau podcastnya, misalkan ngegosip dan lain sebagainya, ya pastikanlah itu kamu tidak akan masuk ke ranah hukum ketika bicara ranah privat. Dan ini semua juga berkaitan dengan bagaimana nantinya umur dari kreator itu sendiri.
Artinya umur seberapa jauh dia berkarya di situ. Kan jangan sampai karena konten kita, kita masuk bui gitu. Viral sebentar tapi efeknya lama ya.
Betul. Jadi lebih baik konsisten dan semua dimulai dari niat, tentukan tujuannya apa. Sehingga kita juga bisa jadi kerja dengan lebih semangat, menemukan passionnya di sini. Sehingga kalau kita orang udah passionate, dia pasti akan memberikan yang terbaik untuk kontennya. Dan...
nggak mau hanya dikenal sebagai ya seseorang yang pakai kontroversi aja untuk kita kenal kayak gitu sih baik jadi sepertinya soal fenomena media sosial ini perlu kita kawal ya Mbak Ajeng Mbak Ajeng dari mengedukasi dari segi sebagai social media expert dan saya di Fakultas Hukum UI mengawal dari segi hukumnya ya jadi supaya kita dalam media sosial itu tetap aman bebas tapi tetap terarah gitu ya ada rules dan guidelinesnya Oke, terima kasih banyak Mbak Ajeng. Asik banget ini sebenarnya ya. Nggak terasa ya. Terima kasih banyak Mbak Ajeng atas bincang-bincangnya hari ini. Semoga bisa bermanfaat bagi para podcaster dan juga teman-teman yang menyaksikan podcast episode ini.
Sukses selalu Mbak Ajeng di bidang pekerjaannya dan yang selainnya. Teman-teman LKH Talk, sampai ketemu di sesi atau episode podcast selanjutnya. Tetap sehat, tetap semangat.