Tak terasa, sudah lebih dari 15 tahun Indonesia kembali memasuki era demokrasi. Kita dikagumi sebagai negara demokratis terbesar ketiga di dunia setelah India dan Amerika Serikat. Namun demikian, benarkah negara-negara Indonesia terbesar ketiga di dunia? Negara kita sudah benar-benar demokratis? Apa bukti serta ukurannya?
Jangan sampai penilaiannya bersifat subjektif belaka. Soal ukuran praktek demokrasi, para ahli biasanya mengacu kepada dua laporan internasional. yakni The Freedom House dan The Economist Intelligence Unit. Sayangnya, keduanya bersifat umum mengukur di tingkat nasional, serta sekedar mencatat hal-hal yang prosedural saja. Sementara itu, kalaupun ada laporan-laporan di dalam negeri, sifatnya masih sebatas kualitatif, tidak kuantitatif.
Padahal, mengukur praktek berdemokrasi di lapangan hingga ke tingkat daerah akan memberi gambaran yang lebih akurat tentang iklim demokrasi di tengah masyarakat. Bukan hanya negara yang harus menjalankan demokrasi, masyarakat juga harus menjalankan demokrasi. juga harus berperilaku demokratis.
Di negara sebesar dan seberagam Indonesia, kemajuan praktek demokrasi tidaklah merata. Pada tahun 2007, muncul inisiatif untuk membuat Indeks Demokrasi Indonesia atau IDI, yakni sebuah metodologi untuk mengukur praktek demokrasi melalui parameter-parameter yang khas Indonesia yang mengacu kepada pelaksanaan dari nilai-nilai Pancasila. IDI bagikan general check-up terhadap praktek demokrasi di Indonesia hingga ketingkat provinsi. Berbagai pihak terlibat aktif dalam inisiatif ini, yaitu Kantor Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Dalam Negeri, Badan Pusat Statistik, Program Pembangunan Nasional, Perserikatan Bangsa-bangsa atau UNDP, para akademisi, penggiat lembaga swadaya masyarakat, serta media masa. Inisiatif di tingkat nasional ini didukung oleh kelompok kerja di tingkat provinsi yang juga melibatkan unsur pemerintah daerah, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, serta media masa.
Lalu, apa itu sebenarnya Indeks Demokrasi Indonesia? Indeks ini mengkuantifikasi praktek demokrasi di suatu provinsi dengan melihat tiga aspek utama dari demokrasi. Yaitu, soal implementasi kebebasan sipil, jaminan hak-hak politik, serta efektivitas dari lembaga-lembaga demokrasi. Masing-masing aspek memiliki beberapa variable, dan masing-masing variable memiliki indikator-indikator. Untuk aspek kebebasan sipil, terdapat empat variable yang diukur, yaitu kebebasan berkumpul dan berserikat, kebebasan berpendapat, kebebasan berkeyakinan, serta kebebasan dari diskriminasi.
Sementara itu, indikator-indikatornya di antaranya, masih adakah penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berkumpul dan berserikat? Masih adakah ancaman kekerasan oleh kelompok masyarakat yang menghambat kebebasan berpendapat? Lalu, masih adakah aturan tertulis yang mewajibkan masyarakat menjalankan agamanya?
Dan, masih adakah tindakan pejabat yang diskriminatif dalam hal gender, etnis, atau terhadap kelompok rentan lainnya? Untuk aspek hak-hak politik, ada dua variabel yang diukur, yaitu hak memilih dan dipilih, serta partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan. Di sini indikator-indikator yang diukur diantaranya, masih adakah kejadian di mana tidak tersedia fasilitas untuk kelompok penyandang cacat dalam menggunakan hak pilih?
dan seberapa aktif masyarakat mengadukan praktek penyelenggaraan pemerintah yang dianggap menyimpang. Terakhir, untuk aspek lembaga-lembaga demokrasi ada lima variable yang diukur, yaitu pemilu yang bebas dan adil, peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, peran partai politik, peran birokrasi, serta peran peradilan yang independen. Di sini indikator-indikator yang diukur di antaranya?
Masih adakah kejadian atau laporan tentang kecurangan dalam penghitungan suara? Seberapa aktif DPRD membuat peraturan daerah atas inisiatifnya sendiri? Ada atau tidakkah kegiatan kaderisasi oleh partai politik? Lalu, masih adakah laporan keterlibatan pegawai negeri sipil dalam kegiatan partai politik di saat pemilihan umum?
Dan masih banyakkah keputusan hakim yang kontroversial? Secara total, ada 28 indikator praktek demokrasi yang diukur. Lalu, dari mana data-data untuk penilaian diperoleh? Di sepanjang tahun, tim dari Badan Pusat Statistik di daerah mengumpulkan berita-berita terkait aspek, variable, serta indikator demokrasi dari koran.
Sebulan sekali, berita-berita tersebut diverifikasi oleh kelompok. Bila mana perlu, dilakukan cek lapangan, fokus grup diskusen, atau pengumpulan data lainnya untuk mendapatkan gambaran yang lebih akurat tentang peristiwa-peristiwa terkait praktek demokrasi. Setahun sekali, data-data dari daerah dinilai oleh sebuah dewan ahli yang independen, terdiri dari para akademisi, wakil lembaga swadaya masyarakat, serta penggiat media. Melalui mekanisme ini, penilaian terhadap indeks demokrasi dijamin bebas dari kepentingan pemerintah di tingkat nasional maupun daerah.
Hasil penilaian per indikator kemudian dijumlahkan melalui rumus tertentu sehingga terbentuk nilai variable, yang kemudian membentuk nilai aspek, dan pada gilirannya membentuk indeks demokrasi provinsi. Dari penjumlahan indeks demokrasi per provinsi akan diperoleh indeks demokrasi Indonesia. Sebagaimana sebuah general check-up, indeks demokrasi Indonesia berguna untuk mengetahui indikator demokrasi mana yang sudah berjalan baik dan perlu dipertahankan. Juga kita akan tahu yang masih kurang baik sehingga perlu diperbaiki.
Dengan adanya IDI, para pengambil kebijakan di pusat dan daerah dapat merancang program perbaikan iklim demokrasi secara lebih tepat sasaran dan mengalokasikan dana secara lebih baik. Sekarang ini, di tingkat nasional, Indeks Demokrasi Indonesia telah dimanfaatkan oleh BAPENAS dalam menetapkan target pembangunan nasional bidang politik pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah atau RPJMN. Dengan adanya IDI, target-target pembangunan politik menjadi terukur.
Dengan program pemerintah yang lebih terarah, masyarakat akan semakin menikmati iklim yang demokratis. Kondisi politik yang kondusif berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Kesejahteraan akan terbentuk, dan yang terutama, kemanusiaan serta keadilan sosial akan semakin mewujud.