Transcript for:
Cerita Rakyat Toba dan Samosir

Jangan lupa like, share, dan subscribe chanel ini untuk dapat info terbaru dari chanel ini. Terima kasih telah menonton Dahulu kala, di sebuah lembah subur di Sumatera Utara, hiduplah seorang pemuda bernama Toba. Sehari-hari dia bekerja di ladang sebagai seorang petani. Dia sebenarnya termasuk orang yang kiat. Namun sayang, hasil panen tahun ini benar-benar sangat sedikit. Tidak seperti musim sebelumnya. Sehingga dia harus mencari penghasilan lain. Salah satunya adalah memancing ikan di sungai, dekat rumahnya, untuk sekedar dimakan sendiri, ataupun dijual ke pasar. Suatu hari ketika pulang dari ladang, Toba berencana memancing ikan untuk dijadikan lauk makan malam. Cukup lama menunggu umpannya di sambar ikan, membuatnya hampir putus asa. Tiba-tiba pancingnya ditarik oleh sesuatu. Toba kegirangan karena penantiannya tidak sia-sia. Pancingnya ditarik sekuat tenaga dan nampak ikan yang amat cantik bersisi keemasan serta berukuran besar. Tanpa membuang waktu lagi, Toba segera memasukkan ikan itu ke dalam wadah dan segera membawanya pulang untuk lekas memasaknya. Sesampainya di rumah dia sedikit kecewa karena kayu bakarnya telah habis. Sehingga terpaksa harus kembali ke ladang untuk mencari kayu bakar. Ikan itu pun dia letakkan di dalam tempayan. Selama mencari kayu bakar, dalam benak Toba adalah menu makan malam yang begitu istimewa. Dia bisa memakan ikan besar yang ditangkapnya tadi. Sudah cukup mencari kayu bakar, dia segera menyalakan api. Namun ketika akan mengambil ikan, dia keheranan karena ikannya telah lenyap. Yang ada hanya beberapa keping emas, entah dari mana datangnya. Toba kebingungan dengan keanehan itu dan bermaksud masuk ke kamar untuk menenangkan diri. Namun saat akan membuka pintu kamar, Toba sangat terkejut. Nampak seorang wanita berambut panjang berdiri sambil menyisir rambutnya. Dengan gemetaran Toba bertanya kepada wanita itu. Siapa? apakah engkau? Wanita itu memalingkan wajahnya ke arah Toba sambil tersenyum manis. Melihat hal itu, Toba terpesona dan tertegun sejenak. Ternyata orang di hadapannya memiliki paras yang luar biasa cantik. Belum pernah terdengar, Pernah dia melihat wanita secantik ini sebelumnya. Siapakah gerakan pedigari ini? Apa mungkin dia pencuri? Tapi tidak mungkin ada pencuri secantik ini. Gadis itu pun mendekatinya, serta menyadarkan Toba dari lamunannya. Saya adalah jelmaan ikan yang kamu tangkap tadi. Hah? Jelmaan ikan? Tunggu dulu. Kepingan emas itu adalah sisa-sisa dari sisiku. Bagaimana bisa wanita cantik sepertimu bisa menjadi seekor ikan? Dulu, aku adalah seorang putri dan dikutuk oleh dewa tak menjadi ikan. Tapi berkat engkau, kutukan itu kini telah menghilang. Hmm, izinkan aku tinggal di sini. Sebagai gantinya, aku akan membuatkanmu makanan. Kamu pasti lapar. Toba yang masih bingung dengan semuanya, hanya menurut ketika wanita itu mengajaknya ke dapur. Dengan cepat makanan tersaji untuk mereka berdua, Toba juga sangat takjub dengan kelihayan wanita itu. Sampai-sampai ketika makan, dia berandai-andai dalam hati. Seandainya wanita ini menjadi istriku, pasti akan indah hari-hari yang akan kuliah. Rupanya keinginan Toba diketahui oleh wanita itu Aku mau menjadi istrimu Akan tetapi aku punya satu syarat yang tidak boleh engkau langgar Mendengar perkataan wanita itu Toba terkejut sekaligus senang Nah, katakan apa syaratnya? Jika kita menikah, jangan pernah mengungkit atau memberitahu kepada siapapun tentang asalmu laku. Jika engkau melanggar, akan ada hal buruk yang akan terjadi. Baiklah, itu adalah hal yang mudah bagiku. Demi mendapatkan istri secantikamu dan sepandai dirimu, apapun akan kulakukan. Akhirnya keduanya pun menikah. Toba semakin giat bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga kecilnya. Seiring berjalannya waktu, sang istri telah hamil. Toba tak sabar menunggu kelahiran anaknya. Singkat cerita, sang istri melahirkan seorang putra yang kemudian diberi nama yaitu... Samosir tumbuh menjadi anak yang malas dan nakal, akibat selalu dimanjakan oleh perempuan. Kedua orang tuanya, terutama sang ibu. Sehari-hari dia hanya bermalas-malasan, bermain, dan keluyuran. Toba terkadang merasa prihatin dengan kelakuan sang anak. Hingga suatu ketika, sang ibu meminta tolong kepada Samosir untuk mengantarkan bekal makan siang ayahnya. Semula Samosir menolaknya, namun sang ibu terus membujuknya, hingga akhirnya Samosir mau berangkat walaupun dengan muka masam. Di tengah jalan, Samosir memutuskan untuk bermain terlebih dahulu. Dia yakin, sang ayah mau menunggunya untuk beberapa saat. Sementara itu di ladang, Toba tidak sabar menunggu makanannya yang tak kunjung datang. Dia sangat kelaparan. Lelah bermain, Samosir pun merasa lapar. Tanpa pikir panjang dimakanlah bekal itu dan menyisakan sedikit untuk sang ayah. Lama menunggu, dari kejauhan tampak Samosir datang dengan membawa pegang. Melihat hal itu Toba merasa senang. Toba pun tersenyum menyambut kedatangan sang anak. Dia berpikir bahwa sang anak telah berubah dan mau membantu kedua orang tuanya. Mari nak, ayo kita makan bersama. Hmm, tidak ayah. Aku sudah kenang ayah. Terima kasih ya Ayolah kita makan bersama Tidak ayah Aku sudah kenang Ayah saja yang makan Kau sudah berjalan cukup jauh dari rumah ke ladang Pasti kau juga lelah dan lapar Diajaklah Samos Samosir untuk memakan bekal itu di bawah pohon nanderingdang. Namun ketika Toba membuka bekalnya, alangkah terkejutnya dia. Hah? Apa ini Samosir? Kau sudah memakannya di jalan ya? Iya. Aku mau makannya Sedikit Waktu di jalan tadi Itu aku Sesakan Sedikit untuk kaya Setidaknya masih cukup kan Mendengar jawaban Samosir yang merasa tidak ada rasa bersalah, Toba pun naik tikar. Kelakuanmu ini sungguh di luar batas. Kau pemalas dan selalu menyusahkan orang tua. Kemari kau, dasar anak ikan! Kemarahan Toba sudah tak terpendung lagi, tanpa sadar dia sudah melanggar janji yang diucapkannya dahulu. Sambil menangis, Samosir berlari pulang. Di tengah jalan pun dia masih merenungi bahwa dirinya bukanlah anak ikan, tetapi anak dari ibunda yang telah lama mengandungnya. Sesampainya di rumah, Samosir mengadu kepada ibunya. Dengan terisak-isak dia bercerita bahwa sang ayah menyebutnya sebagai anak ikan yang pemalas dan menjadi beban orang tuanya. Ibu, aku bukan anak ikan, Bu. bukan mama ikan mendengar cerita itu ibu Samosir terkejut dan merasa sedih dia tidak menyangka jika suaminya melanggar janji dengan mengungkit asal usulnya nak kata-kata ayah Tadi jangan kamu masukkan ke hati ya. Kamu tetaplah anak ibu. Ibu ingin berpesan kepada Samosir. Jadilah anak yang mandiri, sabar, dan selalu berbuat baik kepada orang lain. Sekarang cepatlah kau lari ke atas bukit sebelum bencana besar datang. Jaga dirimu baik-baik, nak. Samosir bergegas menuruti ibunya. Seketika langit berubah menjadi gelap, guntur kilat menyambar berkali-kali. Terjadilah hujan badai yang begitu dasyat. Badai itu membuat air sungai meluap-luap hingga membuat banjir bandar. Lalu istri Toba melompat ke dalam air bah dan kembali ke wujud ikan. Toba yang sedang bekerja di ladang terkejut karena air yang begitu besar tiba-tiba datang. Dia tidak sempat melarikan diri, Toba pun hanyut dan tenggelam ke dalam air bah. telah melanggar janjimu maafkan aku Air telah menggenangi tempat itu dan hanya menyisakan puncak bukit di tengahnya. Di tempat itulah Samosir bersembunyi. Kini bukit itu disebut sebagai Pulau Samosir. Dan air bah yang telah menjadi danau dikenal sebagai Danau Toba.