Transcript for:
Jenis-jenis Hadis dan Karakteristiknya

Intro Bismillahirrahmanirrahim Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Intro wa'ala alihi wa'ashabihi wa'ummatihi wa baraka wa salamat tasliman kathiran kathira amma ba'ad hadirin yang dimulakan oleh Allah SWT Alhamdulillah bersyukur lagi kepada Allah SWT Allah SWT telah memberikan kepada kita nikmat lagi, bisa melanjutkan kejian baikunia kita sampai ke pertemuan yang keempat kali ini. Alhamdulillah pada pertemuan-pertemuan sebelumnya kita sudah membahas tentang hadis suhai hadis yang suhai bagian yang pertama, bagian yang kedua tentang hadis hasan kemudian bagian yang ketiga tentang hadis lu'if, kemudian selanjutnya yang keempat adalah hadis marfu kemudian yang kelima adalah hadis maktuwa Nah, lima macam hadis ini telah kita bahas pada pertemuan sebelumnya. Nah, kita akan masuk kepada macam atau jenis hadis yang ke-6 dan yang ke-7 sekarang.

Pembahasan yang ke-6 daripada macam-macam hadith adalah hadith musnad. Hadith musnad. Dijelaskan oleh penulis, Bahwasannya definisi hadith musnad adalah hadith yang mutasil, hadith yang tersambung. Al-isnad yaitu sanadnya, hadith yang tersambung sanadnya. Dari mana?

Dari para perawinya terus bersambung tanpa terputus sampai Mustafa yaitu Nabi Muhammad SAW. Jadi hadis musnad yang dimaksud oleh penulis disini adalah hadis yang tersambung sanadnya dari awal sanad, dari rawi yang paling pertama sampai... kepada Nabi Muhammad SAW.

Maka dinamakan hadis yang semacam itu adalah hadis musnad. Selanjutnya, berkaitan dengan hadis yang tersambung, penulis menjelaskan, وَمَا بِسَمِعِ كُلِّ رَوِنْ يَتَّصِلْ إِسْنَادُهُ لِلْمُسْتَفَى فَالْمُتَّصِلْ Wama bisami, jadi segala hadith Bisami kulli rawin, yang didengar oleh semua perawinya Didengar oleh semua perawinya Kemudian, yat tasil isnaduhu, dan tersambung sanadnya Jadi Sanatnya tersambung dengan syarat setiap rawi mendengar hadis tersebut dari gurunya. Taip.

Sampai kepada Lil Mustafa, sampai kepada Nabi Muhammad SAW. mutasil. Maka hadith yang demikian, maka dinamakan sebagai hadith yang mutasil. Dari penjelasan yang tadi dengan penjelasan yang sekarang, dilihat seperti tidak ada beda antara musnad dan mutasil.

Musnad dikatakan, kita lihat yang sebelumnya. Yang namanya Musnad Mutasilul Isnan. Yaitu sanadnya tersambung.

Kemudian kita lihat hadis Mutasil juga Yatasilul Isnaduhu. Sanadnya tersambung. Di sebelumnya, Hatta Lem Mustafa Walam Yamin.

Sampai Nabi SAW tanpa terputus. Yang di sini juga, Lile Mustafa. Tersambung sampai Nabi SAW. Jadi seolah-olah tidak ada beda antara musnad dan mutasil dalam baikunia.

Nah padahal ulama-ulama hadith tentu ada beda antara musnad dan mutasil karena memiliki nama tersendiri. Hadis ini hadis yang musnad, hadis ini hadis yang mutasil. Kalau seandainya tidak ada bedanya maka tidak akan mungkin namanya berbeda.

Nah maka... Perbedaan antara musnad dan mutasil. Dikatakan musnad dikhususkan bagi hadith yang sanadnya mutasil dan marfu kepada Nabi SAW. Jadi musnad dikhususkan bagi hadith yang sanad yang mutasil dan marfu kepada Nabi SAW.

Telah kita bahas pada pertemuan sebelumnya bahwasannya sanad yang mutasil adalah setiap rawi berjumpa dengan gurunya. Setiap rawi berjumpa dengan gurunya. Dan ia mengambil hadith tersebut dari gurunya dengan jalan yang mutabar.

Jalan yang diakui oleh ahli hadith bahwasannya itu adalah cara yang benar. mengambil riwayat hadis. Jadi, sana aja harus mutasil. Kemudian, dia hadisnya itu harus marfu. Sebagaimana pertemuan kita, pertemuan yang lalu, dijelaskan bahwasannya hadis marfu adalah hadis yang disandarkan kepada Nabi SAW.

Wa ma'udhifalin nabil marfu. Jadi, apa yang disandarkan kepada Nabi SAW, maka itulah marfu. Entah itu koulan, entah itu perkataan Nabi SAW. Seorang sahabat mendengar Nabi SAW berkata, Saya mendengar Nabi SAW berkata, koulan, atau fi'alan. Atau perbuatan Nabi SAW.

Seorang sahabat misalkan meriwayatkan, Saya melihat Nabi SAW mengerjakan, Dan kata wakilnya, Nabi SAW melakukan satu perbuatan. Maka karena disandarkan kepada Nabi maka namanya marfu. Atau sesuatu ketetapan Nabi SAW. Sahabat melakukan satu pekerjaan.

Dan dilakukan dihadapan Nabi SAW. Dan Nabi tidak mengingkari perbuatan sahabat tersebut. Tidak mengingkari perbuatan sahabat tersebut. Nah maka hadirkan subhanahu wa ta'ala.

Jadi musnad ini dikhususkan oleh alim ulama. Ulama-ulama hadith. Bahwasannya bagi hadith yang sana.

Hadnya mutasil. Kemudian ia hukumnya marfu kepada Nabi SAW. Jadi dua syarat yang harus tersempurnakan dalam hadis musnad.

Yaitu mutasil dan dia harus musnad atau marfu. Jadi hadis musnad ini dia harus memenuhi dua syarat. Syarat yang pertama adalah mutasil. Yang kedua adalah marfu.

Baik, ada pun maus. Mausul atau mutasil. Ya, mausul atau mutasil. Kita akan menemukan banyak ungkapan-ungkapan tentang hadis mutasil. Kadang menggunakan kata mutasil, kadang menggunakan ungkapan mausul.

Jadi, maknanya sama walaupun lafadnya berbeda. Jadi, ulama hadis membedakan antara musnad dengan mausul atau mutasil. Mutasil atau mausul secara umum itu adalah ungkapan bagi hadis yang sanadnya tersambung.

yang sanatnya tersambung. Entah kepada Nabi SAW, bisa kepada Nabi SAW namanya Marfu, ya maka namanya Musnad. Kalau Mutasil dan dia tersambung sanatnya dan kepada Nabi SAW, maka namanya Musnad.

Atau kepada sahabat Nabi SAW. Kalau kepada sahabat Nabi SAW maka namanya mawkuf. Ya, namanya mawkuf. Segala sesuatu yang disandarkan kepada sahabat, entah itu perkataan, entah itu perbuatan, maka dinamakan mawkuf. Maka ulama mengatakan, Hadis ini mutasil kepada sahabat fulan bin fulan.

Hada mutasilun ila Abi Hurairah Hada mutasilun ila Anas bin Malik Hada mutasilun ila Umar bin Khattab Seperti demikian Atau selain Nabi dan Sahabat Misal, seperti yang kita bahas kemarin Wa ma'udhifalil nabil marfu'u wa ma'alithabiyin huwal maktu'u Apa yang disandarkan kepada Nabi namanya Marfu, apa yang disandarkan kepada Tabiin, maka namanya Maktun. Nah, jadi ulama kadang-kadang memberikan ungkapan khusus bagi hadis yang Maktun tadi dengan sandar yang Mutasil, maka mereka akan mengatakan, هذا حديث متصل مقتون atau هذا حديث متصل على تابعين فلان بن فلان Hadis ini tersambung kepada تابعين فلان بن فلان Ada khilaf diantara ulama Yang mana mereka memutlakan Mausul kepada nabi atau sahabat Memutlakan mausul kepada nabi atau sahabat Hadis ini Adalah Mutasil dan marfu Mutasil dan marfu Sandatnya tersambung kemudian marfu Hada Hadis ini, sanadnya tersambung, maukuf sampai kepada sahabat. Nah, akan tetapi ketika masuk kepada selain nabi dan selain sahabat, selain marfu dan selain maukuf, nah maka sebagian mereka tidak mau menggunakan kata mutasil digabungkan dengan maktu kepada tabiin. Kenapa?

Karena lafadnya memang saling menjauh. Yang satu mutasil artinya tersambung. Yang satu maktu artinya terputus. Jadi bagaimana mau menggabungkan antara yang tersambung dengan yang terputus?

Kalau mutasilun dengan marfu tidak ada masalah. Mutasilun dengan mawkuf tidak ada masalah. Tapi ketika masuk ke mutasilun maktu, satu sanadnya mutasil tapi dia maktu. Nah bagaimana? Makanya ulama tidak mau menggunakan Menakan menggabungkan antara ungkapan mutasil dengan maktud.

Jadi bagaimana? Langsung hadha hadith mutasilun ala fulan bin fulan. Yaitu kepada tabiin. Hadis ini mutasil kepada misal Muhammad Ibn Sirin.

Hadis ini mutasil kepada Al-Tawai bin Abi Rubah. Atau hadis ini tersambung kepada Imam Azhari. Seperti demikian. Tapi tidak mau menggunakan hadis ini.

Mutasilun juga maktun. Baik. Sekarang kita masuk ke contoh hadis musnad.

Contoh hadis musnad. Hadis ini diriwayatkan oleh Mabukhari dari Maki Ibn Ibrahim, dari Yazid bin Nabi Ubaid, dari Salamah Ibn Akwa. Bila berkata, aku mendengar Nabi SAW bersabda, barang siapa yang... berkata mengatas namakan aku ya seseorang berkata mengaku-ngaku itu adalah perkataan Nabi SAW malam aku sementara saya belum pernah mengatakan perkataan tersebut jadi ia memaksukan perkataan Nabi SAW فَلَيْتَ بَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ Maka hendaklah dia siapkan tempatnya dalam neraka. Ancaman bagi mereka, ia memalsukan hadis Nabi SAW.

Baik, rawi hadis ini Maki Ibn Ibrahim, Maki Ibn Ibrahim, yang mana lahir tahun 126 Hijriah, wafat tahun 214 Hijriah. Ini adalah guru daripada Imam Bukhari. Imam Bukhari menggunakan sigot hadithana, telah meriwayatkan kepada saya, Dari lafad Maki Ibn Ibrahim.

Jadi Maki Ibn Ibrahim yang membacakan hadis ini kepada Imam Al-Bukhari. Menggunakan lafad Hadathana. Kemudian guru daripada Maki Ibn Ibrahim adalah Yazid bin Abi Ubaid.

Yazid bin Abi Ubaid yang wafat tahun 146 Hijriah. Jadi masanya berjumpa dengan masanya Maki Ibn Ibrahim. Untuk mengetahui hubungan antara satu rawi dengan rawi yang lain.

Bisa kita lihat merujuk kepada kitab-kitab rijal. Kitab-kitab rijal. Misal, Tahribut Tahrib atau Tahribul Kamal.

Nah, di situ akan dijelaskan siapa guru dan siapa murid. Siapa guru dan siapa murid. Kalau tidak dijelaskan dalam Tahribul Kamal ataupun Tahribut Tahrib, nisbat guru dan muridnya berarti sandatnya terputus.

Sandatnya terputus, tidak tersambung. Baik, Yazid bin Nabi Ubaid yang wafat tahun 146. Hijriyah memiliki guru namanya Salamah Ibn Akwa seorang sahabat Nabi SAW yang wafat tahun 74 Hijriyah nah jadi Salamah, taboko pertama taboko pertama itu adalah sahabat Nabi SAW ya sahabat Nabi SAW yang berjumpa dengan Nabi SAW dalam keadaan beriman dan mati dalam keadaan beriman kepada Allah SWT baik, nah akhir sanat ini adalah sahabat sahabat yaitu Salama Ibn Akwa jadi akhir sanad adalah sahabat itu akhir sangat lihat akhir sanadnya Salama Ibn Akwa berkata qawla sami'tu aku mendengar Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda yakul maka kalau Salama menisbatkan satu perkataan kepada Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam maka hadis ini menjadi hadis yang marfu'kenapa karena hadis yang disandarkan kepada Nabi SAW. Entah itu perkataan, entah itu perbuatan, ataupun ketetapan Nabi SAW.

Nah maka akhir sanad ini adalah sahabat yang meriwayatkan perkataan dari Nabi SAW. Maka hadis ini karena mutasil dan marfu. Karena mutasil tersambungnya Imam Bukhari dengan Maki bin Ibrahim, tersambungnya Maki bin Ibrahim dengan Yazid bin Abi Ubaid, tersambungnya Yazid bin Abi Ubay dengan sahabat dan tidak diragukan lagi tersambungnya sahabat dengan Nabi SAW maka hadis tersebut tersambung dan hadis tersebut marfuk karena disebatkan kepada perkataan Nabi SAW maka hadis ini dinamakan hadis musnad kenapa dikatakan hadis musnad?

karena hadis ini marfuk dan hadis ini mutasil sanadnya dari awal sampai akhirnya Baik, contoh hadith mutasir. Contoh hadith mutasir. Baik, dikatakan di sini.

Dari Yahya bin Nabi Bukair, dari Syarik, dari Asim, dari Abu Salih, dari Abu Hurairah. Ini sanad yang terdapat dalam Sunan Tirmidhi. Jadi dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW.

Nih, dari Nabi SAW. Dari dhohirnya yang kita amati sekarang, hadis ini marfu. Kenakan Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi SAW. Dan Nabi bersabda. Taib idhofanya kepada Nabi SAW.

Jadi neraka itu dibakar selama seribu tahun, sampai memerah. Kemudian dibakar lagi seribu tahun sampai memutih. Kemudian dibakar lagi seribu tahun sampai menghitam. Dan dia adalah hitam yang gelap.

Di api neraka itu warnanya hitam. Karena telah dibakar selama tiga ribu tahun. Dikatakan, Hadathana Suwayd. Coba dilihat disini Hadis ini Diriwayatkan dari Suaid Dari Abdullah Ibnul Mubarak Abdullah Ibnul Mubarak Disini Yahya bin Abi Bukair Kemudian sementara disana yang ini adalah Abdullah Ibnul Mubarak Kemudian kekuatan hadisnya Lebih kuat daripada riwayat Abdullah Ibnul Mubarak daripada Yahya bin Abi Bukair Sanadnya sama, mirip, bedanya apa? Muridnya syarik.

Muridnya syarik. Maka kalau seandainya, riwayatnya ada yang lebih kuat di antara dua riwayat yang berbeda ini, asim meriwayatkan Abu Soleh, atau dari selain Abu Soleh, dari Abu Hurairah, Nahwahu walam yarfahu. Dan sanadnya, dalam sanad riwayat Abdullah ibn Mubarak, itu tidak marfu.

Jadi kita sudah mempelajari satu hadis dikatakan suahi kalau seandainya sana tersebut mutasil diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dobit, kemudian tidak syad. Tidak ada pertentangan dengan rawi yang lebih kuat lagi hafalannya. Nah disini satu riwayat ayat marfu. Satu riwayatnya lagi mawkuf. Nah maka lihat mana yang lebih kuat rawinya.

Kita lihat Abdullah ibn Mubarak dengan Yahya bin Abi Bukair. Nah disini yang lebih kuat Abdullah ibn Mubarak. Maka yang dimenangkan adalah riwayat Abdullah ibn Mubarak. Walam yarfa'hu dan Hadis ini, Abdullah bin Mubarak tidak memarfukan hadis ini. Sebagaimana riwayat Yahya bin Abi Bukair.

Tapi hadithu Abi Hurairah fi hadha, hadis Abu Hurairah dalam perkara ini, berkaitan tentang neraka ini, maukufun asoh. Yang lebih sohih adalah mau maukuf. Maka hadis ini dikatakan mutasilun maukuf.

Hadis ini mutasil tapi maukuf kepada Abu Hurairah. Kenapa? Karena setiap rawi berjumpa dengan rawi yang lain yaitu gurunya. dan mengambil riwayat dengan cara mendengar dari gurunya nah kemudian tidak marfu, karena tidak marfu maka hukumnya mutasil dan bukan musnad nah maka hadis Abu Hurairah secara mawkuf ini lebih sohid dibandingkan hadis Abu Hurairah secara marfu yang diriwayatkan oleh Yahya bin Abi Bukairin Rahimahullahu Subhanahu Wa Ta'ala Baik, maka dari dua contoh ini, maka kita bisa memahami tentang hadith musnad dan hadith mutasil.

Kita ambil ke belakang lagi. Hadith musnad yang contoh tadi adalah hadith yang sanadnya mutasil, kemudian marfu kepada Nabi SAW. Sebagaimana riwayat daripada Imam Bukhari, dari Maki bin Ibrahim, Yazid bin Nabi Ubaid, dari Salamah. Kemudian hadis mutasil sebagaimana riwayat dari Imam Tirmidhi, dari Suwaid, dari Abdullah bin Mubarak, dari Syarik, dari Asim, dari Abu Salih.

atau dari selain Abu Soalih dari Abu Hurairah semisal dengan matan yang marfu tadi akan tetapi tidak dimarfukan oleh Abdullah Ibn Mubarak dan itu yang lebih sahih hadis yang mutasil ya hadis yang mutasil kemudian mawukuf sampai kepada Abu Hurairah bukan kepada Nabi SAW jadi hadis ini tidak bisa dikatakan hadis yang mutasil ya hadis yang musnad tidak bisa dikatakan sebagai hadis yang musnad tapi Hadisnya mutasil, sandanya tersambung tapi bukan kepada Nabi SAW baik untuk macam hadis selanjutnya, kita akan membicarakan tentang hadis musalsal hadis musalsal Qala nazimu rahimahullahu ta'ala musalsalun kulma ala wasfin ata mithlu ama wallahi an banil fata kazaqa qad haddathanihi qa'ima au ba'da an haddathani tabassama 6 Jadi katakanlah musalsalun hadis musalsal Ala wasfin ata adalah hadis yang mengandung sifat tertentu. Hadis yang mengandung sifat tertentu. Mithlu ama wallahi ambanil fata. Seperti demi Allah seorang pemuda mengabarkan kepadaku.

Jadi dari sini sifatnya apa? Setiap rawinya dia bersumpah dengan nama Allah. Dari awal sanan sampai akhir sanan. Demi Allah, fulan bin fulan telah meriwayatkan kepada saya. Kemudian gurunya mengatakan, demi Allah, fulan bin fulan telah meriwayatkan kepada saya.

Kemudian gurunya lagi mengatakan demikian sampai kepada akhir sanan. Sampai kepada akhir sanan. Contohnya seperti itu. Begitu pula, kadaka demikian pula, kod hadathanihi koima. Semua dia mengabarkan kepada saya sambil berdiri.

Jadi musalsahnya sambil berdiri. Sampai saat ini mungkin saya belum pernah menemukan tentang hadis musalsah dengan keadaan berdiri. Tapi untuk menyesuaikan dengan baik nadomnya, maka penulis nadom ini mendatangkan musalsah dengan cara berdiri. Kau ada hadir di sini, kau imah?

Sungguh dia mengabarkan kepada aku sambil berdiri. Nanti gurunya mengatakan demikian. Sungguh dia, yaitu gurunya, mengabarkan kepada saya sambil berdiri.

Kemudian gurunya lagi mengatakan. Tuh lo, sungguh telah mengabarkan dia, yaitu guru saya, kepada saya sambil berdiri. Sampai ke akhir saat sanan.

Atau setelah... mengabarkan kepadaku, ya tersenyum. A'u ba'da an hadathani tabassama. Musalsal dengan tersenyum.

Nah, jadi setiap rawinya mengatakan fulan tersenyum kepada saya. Gurunya mengatakan fulan tersenyum kepada saya. Gurunya mengatakan fulan tersenyum kepada saya. Nah, itu yang dinamakan musalsal adalah hadith yang mengandung sifat tertentu. Secara globalnya.

Hadith Musalsal adalah hadith yang para perawinya dalam sanatnya berkesinambungan pada sifat-sifat atau kondisi tertentu dan kadang kalah pada riwayat yang lain. Jadi hadith Musalsal adalah hadith yang para perawinya. Jadi kita akan berbicara tentang sanat berarti.

Para perawinya dalam sanatnya tersambung dengan satu sifat tertentu. Tersambung dengan satu sifat tertentu. Misal sifat tertentu seperti tadi.

Bisa dalam keadaan berdiri. dalam keadaan tersenyum, bisa menggoyangkan sesuatu bisa memberikan sesuatu ya, bergantung kepada satu sifat tertentu atau kondisi tertentu, misal musal-musal pada Pada hari Arofah. Berarti hadis tersebut harus diriwayatkan pada hari Arofah.

Guru saya. Meriwayatkan kepada saya pada hari Arofah. Hadis tersebut. Kemudian guru saya berkata.

Gurunya meriwayatkan kepada saya pada hari Arofah. Kemudian gurunya juga mengatakan demikian. Meriwayatkan kepada saya pada hari Arofah. Sampai kepada akhir sanadnya. Atau kadangkala pada riwayat yang lain.

Berdasarkan penjelasan terhadap definisi. Jelas. Bahwa. Bahwa musalsal itu jenisnya ada tiga. Musalsal itu jenisnya ada tiga.

Musalsal dengan keadaan para perawi. Keadaan para perawi. Musalsal dengan sifat pada perawi. Musalsal dengan sifat para perawi yang sudah tadi kita jelaskan.

Sifatnya dalam keadaan berdiri, tersenyum, dan lain sebagainya. Dan musalsal dengan sifat periwayatannya. Yang tadi dengan menggunakan ungkapan.

bersumpah dengan nama Allah SWT setiap rawinya mengatakan Wallahi demi Allah atau setiap rawinya mengatakan ada satu hadis yang dinamakan Musalsal Bilawalia Musalsal Bilawalia satu hadis yang mana setiap rawinya mengatakan ini adalah hadis yang pertama saya dengar dari guru saya ini hadis yang pertama saya dengar dari guru-guru saya nah, terkadang Musalsal ini bisa terkadang sampai, ya, tasalsulnya ini sampai kepada Nabi SAW, kadang terhenti di tengah. Tidak sampai akhir sanat tersebut. Ya, terkadang bisa di tengah, atau bisa sebelum akhir.

Ya, itu tidak sampai musalsanya kepada Nabi SAW. Misal, seperti musalsal bil awaliyah. Satu hadis, musalsal, setiap rawinya mengatakan guru saya membacakan hadis ini kepada saya, dan itu adalah hadis pertama yang saya dengar dari guru saya. Jadi terus berkesinambungan sana tersebut sampai kepada Abdurrahman bin Hakam bin Bishr. Bishr bin Abdurrahman bin Hakam.

Nah jadi Rawi tersebut adalah murid daripada Sufyan ibn Uyaynah. Jadi Abdurrahman bin Hakam bin Bishr. Jadi Hakam ini adalah murid daripada Sufyan bin Uyaynah. Ketika putranya Abdurrahman ini berusia lima tahun, maka dibawa ke majlis gurunya Sufyan bin Uyainah. Kemudian ketika berjumpa dengan gurunya Sufyan bin Uyainah, maka beliau berkata, Ya Sheikh, apakah anak ini usia lima tahun boleh menerima hadis?

Kata Sufyan, boleh. Maka, Ayahnya mengatakan hadithu Kalau begitu berikanlah dia hadis Maka Sufyan mengatakan Hadathani Amar bin Dinar Qawla hadathani Abu Qabus Qawla hadathani Abdullah bin Amar bin As Qawla Nah, setelah Abdul Rahman mendapatkan hadis sebut usia 5 tahun Maka dia belajar dan belajar dan belajar sehingga menjadi muhadis besar Ulama besar dalam hadis Nah, setelah itu maka ketika menjadi ulama besar dalam hadis Dan dia membuat majlis hadis yang besar Maka sebelum dia membacakan hadis, dia akan membacakan hadis tersebut Maka ia mengatakan, Guru saya telah membacakan hadis ini kepada saya. Dan itu adalah hadis yang pertama saya dengar dari guru saya.

Harus hadis yang pertama. Harus hadis yang pertama. Nah, kemudian muridnya Abdurrahman menyampaikan kepada muridnya lagi.

Hadis tersebut. Sampai kepada guru-guru kami. Guru-guru kami ketika membacakan hadis musasal ini.

Mereka mengatakan. Guru-guru saya telah meriwayatkan hadis ini. Dan ini adalah hadis yang pertama yang saya dengar dari guru-guru. guru saya.

Nah, dari sanad ini hadis Musa Sabil Awali ya hadis ini, tasal suruhnya itu tidak tersambung terus kepada Nabi Muhammad SAW hadis ini terputus sampai kepada Sufyan bin Uyayna saja karena Sufyan tidak mengatakan bahwasannya itu adalah hadis yang pertama yang ia dengar dari Amr bin Dinar nah jadi sanadnya terputus sampai Sufyan bin Uyayna Nah, jadi bisa jadi sanadnya tersambung terus sampai kepada Nabi SAW, atau bisa jadi terputus tengah-tengah, atau bisa jadi terputus sebelum sanad yang paling akhir. Baik, kita bicara sekarang tentang musalsal dengan keadaan rawi. Ini dinamakan musalsal bil mahabbah. Musalsal bil mahabbah. Itu musalsal setiap guru akan mengatakan kepada muridnya, Ini uhibbuka, saya cinta kepada kamu.

Dan setiap guru akan mengatakan demikian kepada muridnya, sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Baik, disini sanadnya kita ambil sebagian, dari Ibnu Abidunya, kemudian dari Hasan bin Abdulaziz Al-Jarwi, Dari Amar bin Abi Salama At-Tinnisi. Dari Abu Abda Al-Hakam bin Abda.

Dari Haywa bin Shureyh. Dari Uqbah bin Muslim. Dari Abi Abdurrahman Al-Hubuli. Dari Sunabihi. Dari Mu'ad bin Jabal.

Sahabatnya siapa? Mu'ad bin Jabal. Bila berkata, Rasulullah SAW bersabda kepada saya, Ini uhibbuka.

Saya cinta kepada kamu. Fakul, Allahumma a'inni ala dhikrika wa syukrika wa husni ibadati. Wahai Mu'ad, saya cinta kepada kamu. Maka, ucapkanlah Allahumma. Allahumma a'inni aladhikrika wa syukrika wa husni ibadati.

Ini hadisnya. Ini hadisnya. Lihat bagaimana penjelasan Sunabihi. Yaitu muridnya Mu'ad bin Jabal.

Tapi ini. Yang mengatakan, Qawla li Mu'ad. Mu'ad berkata kepada saya, Hei Sunabihi, inni wahibbuka. Saya cinta kepada kamu.

faqul hadha dua antum ucapkanlah doa ini Allahumma inni ala zikrika wa syukrika wa husni ibadatik hakada kullu rawin qawla liman ba'dahu ila shaykhina salibin abdillah ala usaymi qawla inni wahibukum faqul hadha dua Taib, jadi semua rawit tersambung. Sunabihi mengatakan ini uhibuka kepada Abi Abdurrahman Al-Hubuli. Abu Abdurrahman mengatakan ini uhibuka kepada Uqbah bin Muslim. Uqbah bin Muslim mengatakan ini uhibuka kepada Haywa bin Shureh.

Haywa bin Shureh mengatakan ini uhibuka sampai akhir sanat. Sampai kepada guru saya, yaitu Soleh bin Abdillah Al-Musaymi, bila mengatakan kepada kami semua, ini uhibukum. Saya cinta kepada kalian. Fakul hadadua.

Maka ucapkanlah doa ini. Yaitu Allahumma inni aladzik rika. Wa syukrika wa husni ibadatik.

Nah jadi. Keadaannya bagaimana? Keadaannya setiap rawi yang mengatakan ini wahib.

Wahib buka. Ini wahib buka. Baik.

Selanjutnya. Ada. Tadi kita. Keadaan seorang rawi.

Sekarang sifat. Sifat rawinya. Ada. Nah. Musalsal bil Muhammadiyin.

Musalsal bil Muhammadiyin. Apa itu? Itu setiap rawi dalam hadis ini, sanadnya, tiap rawinya memiliki kesamaan dalam nama.

Yaitu nama setiap rawinya itu adalah Muhammad. Nama setiap rawinya adalah Muhammad. Kita lihat di sini, dikasih tanda yang berwarna merah itu nama Muhammadnya, setiap rawinya. Di antaranya, Muhammad Hayat Sindi. Muhammad Hayat Sindi.

An Abi Tahir Muhammad Bin Ibrahim Al-Qurani. Muhammad Bin Ibrahim Al-Qurani. Namanya Muhammad juga. An Anil Muhadith Al-Musnid Syamsiddin Abi Abdullah.

Muhammad bin Muhammad yang ketiga adalah Muhammad bin Muhammad awalnya namanya adalah Muhammad kemudian selanjutnya adalah Muhammad Al-Murabit Kemudian selanjutnya adalah Abu Abdullah Muhammad Al-Qasar. Selanjutnya adalah Muhammad bin Abdul Rahman. Selanjutnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ghazi. Sampai terakhir, sampai kepada Imam Bukhari.

Yaitu siapa? Muhammad Ibn Ismail Al-Bukhari Bini Ibrahim Bini Mughirah Al-Jaufi Al-Bukhari Sampai selesai sanadnya Sampai kepada Nabi kita Nabi Muhammad SAW yaitu dengan keadaan sifat purawi yang mana memiliki kesamaan sifat yaitu memiliki nama yang sama yaitu nama Muhammad nah jadi hadis musalsal tidak selalu harus berkaitan dengan hadis suhih apakah setiap hadis musalsal itu suhih? tidak juga jadi ada yang suhih ada yang hasan ada yang daif, bahkan sebagian besar hadis musahsal adalah daif sebagian besar hadis musahsal adalah daif hadis musahsal yang paling sahih di atas muka bumi adalah al-musahsal bikirati surati sof yaitu musahsal dengan pembacaan surat as-sof dari awal sampai akhir jadi setiap rawi dia harus membacakan Quran surat as-sof dari awal sampai akhir kepada muridnya Nanti dia pun akan berkata bahwa saya telah membacakan surat as-sof kepada guru saya.

Demikian sampai kepada Nabi SAW. Jadi sanad yang paling sohih dalam hadis musalsal adalah sanad hadis musalsal yang berkaitan dengan pembacaan surat as-sof. Kemudian bagaimana Ustaz dengan periwayatan hadis musalsal dengan sanad yang do'if? Maka dikatakan untuk mengambil keberkahan dalam hadis musalsal, Maka kita pun sama, meriwayatkan hadis tersebut walaupun do'if secara musalsal. Kenapa?

Karena a'imah al-qibal, ulama-ulama besar, sekelas Ibn Hajar al-Asqalani, kemudian Imam Suyuti, Zakaria al-Answari, kemudian sampai kepada imam-imam besar di atas mereka. Mereka pun meriwayatkan hadis musalsal tersebut walaupun do'if. Tapi bagaimana dengan yang... Maudu ya Ustaz. Dalam hadis do'if telah dijelaskan oleh alim ulama kebolehan meriwayatkan hadis yang do'if.

Asalkan bukan dalam perkara hukum dan bukan dalam perkara akidah. Nah maka dalam fadha il-akmal maka diperbolehkan untuk meriwayatkan hadis yang do'if. Nah bagaimana dengan hadis yang maudu? Karena musalsal diantara hadis musalsal ada hadis maudu juga. Maka ulama mengatakan boleh untuk meriwayatkan hadis maudu dengan secara tasalsul.

Jangan salah tasalsul atau tanpa tasalsul. Meriwayatkan hadisnya maudhu. Asal kita menjelaskan hadis tersebut adalah maudhu. Jadi yang kita ambil hanya dari segi tasalsulnya saja.

Ya tapi kalau dari segi matannya, maka kita harus menjelaskan. kepada umat bahwasanya hadis tersebut adalah hadis maudhu. Beda hal dengan hadis do'if.

Ya, untuk hadis do'if, yang berkali mulama, ya tersahalun, mereka memudah-mudahkan dalam meriwayatkan atau menyeleksi sanadnya. asalkan syaratnya tadi do'ifnya tidak do'if yang sangat parah, kemudian dan juga tidak dalam ahkam dan juga tidak dalam akidah, nah kalau dalam terpenuhi syarat-syarat tadi, maka ulama membolehkan untuk meriwayatkan hadis yang do'if, walaupun dengan tapa menjelaskan, sanad bahwasannya itu adalah hadis yang do'if yang do'if, gitu, nah berbeda dengan hadis yang maudhu, hadis maudhu kita boleh untuk meriwayatkannya, kita harusnya menjauhinya, tapi kita Kita boleh untuk meriwayatkan hadis maudhu asal kita menjelaskan bahwasannya hadis tersebut maudhu. Dan dijelaskan segi kepalsuannya dari segi mana.

Baik, hari yang subhanahu wa ta'ala itu tentang kajian kita hari ini. Ya tentang hadis musalsal, juga hadis musnad, dan hadis mutasil. Ya insyaallah kita akan lanjutkan pada pertemuan yang akan datang dengan macam-macam hadis yang selan selanjutnya.