Transcript for:
Isu Keselamatan dan Dampak Boeing

Boeing kembali menjadi solotan atas insiden yang mengembarkan. Kali ini terjadi pada pesawat raksasa Atlas Air Boeing 747-8 yang terpaksa melakukan pendaratan darurat di Miami dalam suasana malam yang mencekam. Menurut laporan Reuters pada Sabtu 20 Januari 2024, pesawat kargo ini mengalami musibah ketika api melahap mesinnya. Insiden itu memaksa pilot untuk berputar balik hanya beberapa saat setelah lepas landas. Untungnya, seluruh kelima awak pesawat selamat tanpa cedera. Dua minggu sebelum insiden itu, pesawat Boeing juga mengalami insiden yang membahayakan. Para penumpang Alaska Airlines 1282 terkejut ketika panel pintu darurat di sayap kiri terlepas di udara selama penerbangan dari Portland ke Ontario, California pada 5 Januari 2024. Pesawat yang menggunakan seri terbaru Boeing 737 MAX 9 menghadapi kepanikan saat masker oksigen terjatuh dan penumpang dipindahkan dari area berbahaya. BBC merilis rekaman percakapan dramatis antara pilot dan menara pengawas. Rekaman itu menggambarkan ketegangan saat pilot melaporkan keadaan darurat karena kehilangan tekanan. Kedua insiden itu menambah panjang daftar kecelakaan pesawat Boeing. Reputasi dan bisnis Boeing kini tengah terancam. Kenapa ini bisa terjadi? Dan bagaimana Boeing mengatasi peraharaan ini? Yuk kita cari tahu. Di Indonesia, tragedi yang melibatkan Boeing 737 MAX 8 telah mengguncang industri penerbangan. Pesawat jenis ini sempat dilarang terbang oleh Kementerian Perhubungan sejak 12 Maret 2019 dan baru diizinkan kembali pada 27 Desember 2021 setelah hampir 33 bulan grounded. Pemicu pelarangan ini adalah kecelakaan fatal yang terjadi pada tahun 2018. Pada 29 Oktober 2018, pesawat Lion Air 737 MAX 8 jatuh di Laut Jawa tidak lama setelah lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta menuju Pangkalpina. Celaka tragis ini menelan korban jiwa sebanyak 189 orang termasuk perumpang dan awal pesawat. Nggak sampai setahun pada 10 Maret 2019 tragedi serupa menimpa Ethiopian Airlines dengan pesawat yang sama. Pesawat ini jatuh beberapa saat setelah lepas landas. Akibatnya 149 penumpang dan 8 awak meninggal dunia. Insiden ini memicu reaksi global. Banyak negara akhirnya melarang terbang semua pesawat Boeing 737 MAX 8. Tahun 2022 juga menandai beberapa insiden mengerikan lainnya. Salah satunya adalah jatuhnya pesawat Boeing 737-800 milik China Eastern Airlines pada 21 Maret 2022 yang menewaskan 132 orang. Kejadian lain melibatkan pesawat Boeing 757-200 milik DHL yang patah menjadi dua saat melakukan pendaratan darurat. di Bandara Airis, Costa Rica pada April 2022. Salah satu misteri terbesar yang melibatkan Boeing adalah hilangnya penerbangan Malaysia Airlines MH370 pada Maret 2014. Pesawat Boeing 777-200 ini menghilang saat terbang dari Kuala Lumpur menuju Beijing dan sehingga kini misterinya belum terpecahkan. Sementara itu, insiden copotnya panel pintu darurat Alaska Airlines di awal Januari ini akhirnya berbutut pelarangan terbang pesawat Boeing 737 MAX 9 di seluruh dunia selama 18 bulan sampai semua masalah keamanan diperbaiki. FAA bahkan menyatakan bahwa pesawat Boeing generasi terbaru ini merupakan salah satu yang paling banyak diteliti dalam sejarah penerbangan. Rangkaian kejadian tersebut menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan penumpang dan juga industri penerbangan. Kepercayaan terhadap keamanan pesawat Boeing khususnya tipe 737 MAX mengalami penurunan drastis. Hal ini tidak hanya mengaruhi penjualan dan reputasi Boeing, tapi juga memicu perdebatan panjang tentang standar keselamatan penerbangan secara global. Di tanah air, tragedi ini benar-benar meninggalkan bekas. Maskapai-maskapai kita yang dulunya bergantung pada Boeing 737 MAX untuk rute yang paling sibuk, kini harus banting setir. Mereka terpaksa memilih pesawat lain atau mengurangi jumlah penerbangan. Ini bukan cuma soal urusan bisnis maskapai, tapi juga bikin resah para penumpang yang sering terbang. Di kaca internasional kejadian ini jadi tamparan keras. Produsen pesawat dan regulator udara kini lebih waspada pada soal keselamatan. Boeing harus mengubah total sistem kontrol penerbangan 737 MAX. Para pengumpang dan regulator sekarang ini minta informasi yang lebih terbuka dan detail tentang keamanan pesawat. Nah hal itu mendorong lahirnya inovasi teknologi di industri penerbangan khususnya di bidang keamanan dan pencegahan kecelakaan. Mike Whittaker, pemimpin administrasi penerbangan federal atau FAA, mengungkapkan khawatirannya akan adanya masalah manufaktur lain di Boeing. FAA dalam pernyataan resminya mengumumkan rencana untuk mengaudit lini produksi Boeing 737 MAX 9 dan para pemasoknya. Dalam wawancara dengan CNBC, Whittaker mengungkapkan bahwa pesawat MAX 9 yang baru mengalami keadaan darurat di udara itu ternyata memiliki masalah signifikan. Ia juga menyoroti riwayat masalah produksi yang sebelumnya pernah dialami oleh Boeing. Di sisi lain, CEO Boeing Dave Calhoun secara terbuka mengakui kesalahan tersebut. Dengan nada yang penuh penyesalan, ia berbicara kepada staffnya bahwa ia dan banyak pelanggan mereka merasa terguncang sampai ke dasar hati. Menurut Calhoun, ini adalah saat bagi Boeing untuk berusaha keras memulihkan kepercayaan yang hilang. Dalam beberapa minggu ke depan, kita akan dihadapkan pada tantangan besar. Begitu kata Calhoun. Pearson adalah mantan manajer senior di Boeing yang sebelumnya telah memberikan peringatan tentang masalah di lini produksi 737 MAX sebelum terjadinya dua kecelakaan tragis itu. Kini ia memimpin yayasan keselamatan penerbangan. Pearson menyatakan bahwa kondisi di pabrik Boeing tidak menunjukkan perbaikan. Ia juga menilai bahwa upaya pengawasan yang dilakukan oleh regulator AS terhadap Boeing tidak efektif. Ini adalah alarm yang sangat keras bagi kita semua ucapnya. Ironisnya kejadian yang sangat mencolok ini mungkin menjadi berkah tersembunyi yang memaksa mereka untuk mengakui adanya masalah serius yang harus diatasi. Begitu tambahnya. Saat ini Boeing sedang berupaya meningkatkan produksi 737 MAX untuk mengurangi waktu tunggu pelanggan dan mengatasi penumpukan pesanan. Nah dengan kejadian terakhir ini Boeing berada dalam situasi yang sungguh kritis sekaligus menentukan gak peduli apapun penyebabnya insiden ini kemungkinan besar akan menambah rasa khawatir pada brand Boeing 737 MAX yang sudah tercorek. Sebagaimana diketahui perusahaan-perusahaan di sektor aerospace kini memiliki tenaga kerja yang lebih hijau atau belum berpengalaman. Sebagian besar karena keengganan mereka untuk cepat merekrut kembali karyawan yang telah dipecat saat pandemi. Sebagaimana diungkapkan oleh Richard Abulafia, Direktur Pelaksana Perusahaan Konsultasi Penerbangan Aerodynamic Advisory dalam wawancaranya dengan Forbes. Kondisi ini membuat industri penerbangan berada dalam posisi yang kurang menguntungkan dalam bersaing untuk mendapatkan tenaga kerja yang terampil. Abu Lafiyah sendiri meragukan kemampuan tim manajemen Boeing saat ini untuk memperbaiki masalah-masalah yang ada. Mengingat fokus mereka selama ini adalah pada keuntungan finansial jangka pendek. Boeing berupaya menekan pemasok untuk memberi potongan harga dan memperpanjang jangka waktu pembayaran yang pada akhirnya menyebabkan sumber daya dan pendanaan yang tidak memadai. Begitu ungkapnya. Lebih lanjut, Abu Lafya mengkritik CEO Boeing, Calhoun. Sebagai pemimpin, dia dinilai kurang terlibat secara langsung. Menurut laporan Wall Street Journal, sejak menjabat pada 2020, Calhoun kebanyakan bekerja dari rumahnya di New Hampshire. Anda memerlukan manajemen senior yang terlibat langsung dalam proses pembuatan pesawat, yang benar-benar mengunjungi lokasi, berkomunikasi dengan para pekerja, dan memastikan sumber daya yang tersedia itu cukup. Serta mengunjungi pemasok untuk memeriksa hal yang sama. Begitu kata Abu Lavia. Apa yang sangat diperlukan oleh Boeing saat ini adalah meningkatkan inspeksi kualitas untuk menemukan masalah sebelum produk tersebut dipasarkan. Hal ini sebagian telah dilakukan di pabrik Boeing 787 di bawah tekanan pemerintah federal. Namun masih ada kecenderungan di antara eksekutif Boeing untuk melihat pekerjaan quality control sebagai beban operasional. Karena mereka ya tidak menghasilkan produk. Mantan anggota Dewan Keselamatan Transportasi Nasional Amerika Serikat John Goklia menyatakan. Itu semua adalah biaya overhead. Di sekolah bisnis masa kini, Anda diajarkan untuk memangkas biaya overhead sebisa mungkin. Setelah pandemi COVID-19, permintaan untuk penerbangan domestik dan internasional meningkat tajam. Membuat Boeing dan Airbus, dua raksasa penerbangan, berada dalam posisi penting. Boeing, perusahaan multinasional Amerika Serikat, selama beberapa dekade telah menjadi pemain utama dalam produksi pesawat jet komersial. dengan jenis-jenis seperti 737, 747, 767, 777, dan 787. Namun sejak 2019, perusahaan ini menghadapi kesulitan, mencatatkan kerugian yang berlanjut hingga 2022. Penurunan pendapatan ini terjadi bersamaan dengan berbagai masalah, termasuk penghentian pengiriman 787 Dreamliner yang berlangsung lebih dari setahun. Meskipun pada tahun 2023 Boeing mencatatkan peningkatan jumlah pengiriman sebesar 40%, kecelakaan mematikan yang melibatkan 737 MAX dan larangan terbang global untuk model tersebut telah mencoreng reputasi perusahaan. Di sisi lain, Airbus, perusahaan multinasional Eropa, telah mencatatkan peningkatan yang signifikan. Berbeda dengan Boeing, Airbus berhasil mencatat laba pada kuartal 3 2023 dengan pengiriman 488 pesawat komersial selama 9 bulan pertama di tahun tersebut. Keberhasilan Airbus ini tercemin dalam peningkatan harga saham dan pendapatan yang naik 12% menjadi 42,56 miliar euro. Pada 2023, Airbus mengirimkan 661 pesawat, jauh lebih banyak daripada Boeing yang hanya 480. Meskipun kedua perusahaan menghadapi tantangan rantai pasokan yang sama, Airbus ternyata terbukti lebih efektif dalam mengatasi masalah ini. Kisah Boeing berasa getir. diwarnai deretan peristiwa yang mempertanyakan keandalan dan keamanannya. Pesawat yang sempat menjadi lambang kecanggihan kini terjerat dalam merentetan masalah mulai dari insiden terbakarnya mesin pesawat hingga tragedi yang mengerikan dari Boeing 737 MAX 8. Di sudut lain, Airbus saingan beratnya melangkah maju, merebut panggung dengan capaian yang menonjol pasca pandemi COVID-19. Dalam menghadapi tantangan ini, Boeing mesti berjuang mengembalikan kepercayaan dan reputasi yang tercoreng sembari berusaha keras. memperbaiki hubungan dengan stakeholder mereka. Setiap insiden bukan hanya menimbulkan kerugian material, tetapi juga menyaret nama baik mereka ke dalam keraguan akan komitmen terhadap keselamatan. Sementara itu, Airbus dengan gesit memanfaatkan setiap celah yang ditinggalkan oleh Boeing, menunjukkan keunggulan mereka dengan peningkatan laba dan pengiriman pesawat yang mengesankan. Boeing yang pernah menjadi raja langit, kini dihadapkan pada perjuangan bukan sekedar teknis, tetapi juga mengembalikan kepercayaan pengguna. Di sisi lain, Airbus terus terbang dengan kepercayaan diri, menunjukkan ketahanan dan adaptasi yang luar biasa dalam menghadapi tantangan yang sama, namun dengan hasil yang jauh lebih positif. Dalam setiap pelajaran yang dipetik, kita berharap akan ada transformasi industri penerbangan menjadi lebih baik, di mana keselamatan, percayaan, dan kepuasan pelanggan menjadi acuan utama. Semoga setiap sayap yang terbentang di langit esok hari membawa janji perjalanan yang... lebih aman, nyaman, dan memenuhi harapan hati.