Transcript for:
Diskusi Malam: Literasi dan Komunikasi

recording stop silahkan nah langsung berutama kita pakar komunikasi kita bu dokter Fani silahkan pak Albert cuman baru terkenalan tadi pengen ngobrol-ngobrol aja nyantai karena kan belum saling kenal jadi siapa tau dari yang tidak jelas menjadi jelas gitu keliatannya resumenya saya chatting sama bu Fani jadi belum ada apa target atau apa gitu, enggak sih siapa tahu dari ngobrol-ngobrol tadi yang dimulai dari Pak Fani cerita tentang apa ya dari berteribatnya pelajar gitu sampai belakangan ini apa yang dilalui perjalanannya di perjalanan hidupnya pedes loh kalau halo halo Nah ini suaranya sudah kedengeran nih, Dileaks. Pak Albert sudah halo-halo tuh, tolong di-respon. Pak Ana mungkin boleh ya nyambung, kan ini kelihatannya saya kenal diajak di grup politik juga itu ya, NKRI, kalau nggak salah, lupa saya.

gimana? tapi ya sedihnya itu kalau grup politik kan NKR itu jelas ya tapi sedihnya itu kopiah menjadi grup politik, nah itulah iya bukannya anti alergi pada politik Tapi kalau politik itu kan semua punya pandangan sendiri-sendiri ya. Buahkan membuat ini polemik.

Mau nggak mau pasti itu. Iya tapi udahlah malam ini kita nggak usah bahas itu saja. Kita bahas yang lain perkenalan.

Ya saya juga senang bisa ketemu sama Albert ya. Buaru sekarang tahu wajahnya sama Fani. Buiasanya kan hanya tulisan aja ya.

Oke, bisa untuk yang lain. Sukilahkan teman-teman. Kita cerita sedikit tentang pelajar atau mau tentang berbagi atau mengikrasakan dengan anak muda juga boleh.

Kalikan di situ kali ya. Atau sejarah dengan pergerakan pelajar yang masih terimpres gitu ya, mempengaruhi kuat gitu atau gimana. Aku sambung dikit ya, Buad. Jadi mulai 2017, aku tuh dengan seorang kawan dari dosen desain komunikasi visual, itu bikin satu gerakan literasi, tapi kecil-kecilan, kami namakan bantal dan buku.

Memang sampai sejauh ini Buantel dan buku ini Buaru kirim-kirim buku aja Dan ngasih pelatihan ke beberapa tempat Satu hal yang buat kami senang Adalah Januari 2023 Kami itu kirim buku Sebanyak 23 koli Atau sekitar hampir 200 160 kilo buku ke Buokondini di pedalaman Wamena dari Wamena, Jawa Tengah. Hari-hari ini ternyata aku nemu cukup banyak anak-anak muda yang mulai senang baca buku lagi. Dan itu make me feel better gitu lah rasanya. Karena melihat anak-anak muda itu kan nggak bisa lepas dari medsos, gadget, dan sebagainya. sebagainya.

Tapi satu tahun ini, aku bareng beberapa anak-anak muda, kami mulai ngobrolin soal buku. Jadi, bikin pinjang buku. Nah, sementara ini yang kita obrolin masih novel-novel. Nah, mungkin samdi kali ya, Pak Ali, kalau kita baca buku rohani, misalnya gitu, terus mau dibuat pinjang buku lewat Zoom gini.

Why not gitu ya? Kan Koden sendiri juga punya cukup banyak buku atau... biografinya Koden yang terbaru itu bisa kita bincangkan saya beli buku biografinya Koden yang paling baru lihat selang-selang nah jadi supaya kita ini wawasan kita juga semakin luas kita gak cuma mentok pembicaraan-pembicaraan yang cuma apa ya nanti aku ngomong gini terus sama Pak Dr. Suki dibilang Pakar komunikasi Jadi intinya Kalau kita bincang-bincang buku itu kan Enak toh, kita bisa belajar Tentang Kekristenan, lebih banyak lagi How to be Good Cohristian Buetter Cohristian Aku mikir gitu aja sih Mauuk kalah sama anak muda Dan maksudnya anak muda Sekarang udah mulai berani dan mereka awasannya cukup luas hari Jumat minggu lalu bantal dan buku, bikin bincang buku tentang novel judulnya Namaku Alam itu seru, yang ikut cuma 8, eh no no no 9 akhirnya, 9 tapi seru, serunya itu ngalah-ngalahin kalau ada orang banyak gitu ya, next kami akan bikin lagi di kopi ya, di grup WAG kita, kenapa tidak?

Cooba usulkan satu buku yang cukup menarik untuk kita bahas bersama. Jadi bukunya itu menurut aku jangan cuma segedar, oh buku ini viral-viral ya, kayak Purpose of Driven Life gitu kan ya. Iya viral, oke. Terus kalau viral ngapain? Apa dampak buku itu buat kita setelah kita baca?

Sekedar usulan-usulan tipis-tipis gitu lah ya, dari omong-omong kemarin juga. Yeay, aku udah cerita banyak loh malam ini. Aku di grup jarang ngomong. Tapi sering-sering dibuat gini ya, supaya yang mungkin diem di grup mungkin bisa jadi ngomongnya di grup. Iya, aku tadi kan bilang di depan, itu aku ngeri gitu loh.

Mungkin lagi aku, tapi siapa tahu Albert ya, atau Suki, Kosem, Coihana. Ming-ming terus ngerasa bahwa kayak, maksudnya apa sih ngomong kayak gini? Gitu ya, kan nggak asik gitu jadinya kan. Bualik lagi kalau bicara tentang komunikasi itu memang kuncinya ada pada respon, gitu.

Kalau ketika kita ngeluarkan statement itu, kadang kita kan, apa ya, bukan-bukan kita sebarangan. Tapi kita nggak bisa ngontrol responnya orang. Nah begitu orang merespon keliru, kita juga yang, aneh-aneh. Kalau gini kan aku bisa lihat ya anak-anak ketawa-ketawa senyum-senyum, Albert senyum-senyum. Buerarti setuju lah sama aku.

Ayo dokter, lanjut pak. Ya, saya sih pengen Albert ini yang jadi inisiatornya juga bisa membumikan apa yang sudah diomon-omon ditulis di... grup ya sebenarnya pertemuan ini saya berharap sih sebenarnya ini Korobet saya telepon tadi, beliau keliru jadwal katanya, hari ini ada komunitas jadi mohon maaf katanya gak bisa gabung, nah Korobet sendiri hari sebelumnya, beberapa hari sebelumnya telepon saya, terus pengen bicara dengan Buu Dr. Fani ini dan saya, dan beberapa teman lagi ayo kumpul kapan kita offline katanya nah tiba-tiba Suki Albert, inisiatif untuk Zoom itu, jadi sebenarnya gatuk ya, tinggal timeline kita kurang pas gitu mungkin dengan korobet ya.

Tapi intinya menurut saya, ini suatu pertemuan yang luar biasa, paling enggak bisa sejak berapa waktu ya, cukup panjang waktunya kita nggak pernah ketemu, bisa ketemu nih. Kecuali sama Ming-Ming ya, saya berapa kali masih sering kontak-kontakan dan bertemu sih. Secara pribadi waktu saya ke Jakarta, saya info ke tuan rumah yang punya Jakarta.

Nggak tahu nih, ming-ming mudah-mudahan juga punya ide-ide apa nih nanti untuk kita bisa sama-sama lakukan. Nah setahu saya yang sudah jalan yang Kopiaak lakukan, yaitu yang proyekasi itu ya, Fani juga ada di sana ingat saya. Jadi sudah dua pertemuan yang direncanakan sebenarnya.

Kemarin saya tidak sempat ikut yang proyekasi itu ya, Ming Ming sudah kontak saya, kemudian nanti akan ada berikutnya lagi ya pertemuan Zoom juga katanya. Untuk membantu teman-teman kita di Kopiaa maupun nanti komunitas di luar yang perlu kita bantu secara keuangan ya. Kalau projekasi itu ya kalau nggak salah ya.

Kemudian ini yang korobet ingin kita bertemu offline, bicarakan. Kalau saya jujur ya punya pengharapan besar sejak tahun-dua tahun lalu kalau nggak salah. Buahkan mungkin sebelum CoOVID itu. Saya ngomong ke korobet, kapan kok kita reuni besar-besaran sekalian ngajak anak.

Anak-anak kita yang sudah remaja, mungkin maaf, ada beberapa teman, mungkin anaknya sudah di luar negeri kalau sekarang ya. Tapi waktu itu anak saya empat itu, empat-empatnya masih di Indonesia semua. Ini saya anak saya dua sudah di luar negeri. Jadi saya padahal pengen banget memperkenalkan ini loh, saudara-saudara yang dulu support papa untuk bisa bertumbuh secara rohani waktu kita masa-masa SMA, masa-masa pelayanan pelajar itu. Nah kemudian Korobet bilang waktu itu kalau nggak salah di batu ya.

Sama Koyu juga waktu itu pas ada acara mau ke batu atau gimana. Tapi ya itu lagi. Time lainnya kita masing-masing ini nggak bisa pas begitu ya.

Dan saya berharap dari hasil malam ini kita bisa bicarakan dua hal. Yang pertama yang Albert sempat share di grup itu bagus banget. Tinggal kita bumikan aja.

Kemudian yang kedua bicara tentang komunikasi. Di Korobet punya... beban ini katanya, supaya kita nih loh di WA Group ini berkomunikasi dengan baik terus saya bilang, iya kok kita loh ini loh sudah antri loh pulang ke rumah Buapak oh iya si kegeran tadi yang disinggung Coihana itu ya tentang politik kita nggak pengen kok seperti itu dan Koden sampai ngingetin kita seperti itu saya juga nggak enak sama Koden gitu loh karena saya yang Founder ngumpulkan semua teman-teman, inisiatif begitu kok jadinya grupnya begini gitu loh. Akhirnya nggak nyaman dan sebagainya.

Meskipun ada yang japri saya juga. Buiarkan aja dan sebagainya, kenapa harus dihalang dan sebagainya. Ya saya bilang, seperti saya juga cerita di grup itu, Udahlah kita mau seneng-seneng reuni kok ngomong kok gondok-gondokan lho. Itu mungkin ya. terus nanti mudah-mudahan benar jadi reuni besar-besaran kapan?

Buegitu dari saya mungkin sementara. Terima kasih. Terbuka saja ya, ini kan dari kita untuk kita saja.

Sebetulnya nggak saya pribadi, itu lagi kebetulan rupanya di Jadi kelihatan di Jadi duluan ya, cuma kawan-kawan. Kita ngobrol-ngobrol gitu, terus jadi lebih ke... Ya ngobrol kan nggak pernah kenal, nggak pernah ketemu lagi. Terus kalau dari saya sedikit gambaran, maksudnya lebih ke tadi cerita sedikit, saya coba ringkes perjalanan tahun 99 sampai sekarang itu, saya terjebak di pelajar. Karena pertama kali kuliah di Jogja itu di tempatnya Pak Ardono.

Terus Pak Ardono kan di Jogja sebulan sekali, terus sisanya balik ke Jakarta. Akhirnya apartemennya yang ninggalin saya sama Ko Suki. Jadi saya teman sekamarnya Ko Suki. Terus dari situ kan saya sempat itu. Saya dekat dengan orang-orang bahana.

Jadi Mau Willy. Tapi kalau yang dengan Kopiaah, kemudian tahun 2003 itu saya ikut Bmf. Ketemulah Ko Robert Ketemu Ko Robert, jadi kemudian sampai... mau lulus pun orang tua nitipin saya ke Korobet. Tinggal di rumahnya Korobet.

Terus saya baru sempat meninggalin pacar keling. Jadi saya sempat tidur di pacar keling, sempat setahun di pacar keling. Sukiapa lagi yang dipelajari? Lalu tahun 2014 ikut sekolah hal kitab. Itu yang kebetulan ketemunya...

dan Dr. Julius Jadi sempat di mentor Dr. Julius, saya tinggal di Salatiga. Saya sempat tahun 2015 di Semarang, ternyata di gereja yang full-timernya adiknya Pak Yudiel, Pohonbun Salatiga itu. Jadi tahun 2003 itu juga ketemu dengan Kosem dan semua Coornelius Ming dan teman-teman kan di BuMF, itu kan pelajar semua. termasuk ketemu koden disitu bertikut pelayanan koden berapa kalilah, sekali dua kali jadi terus kalau Kebetulan yang belakangan kok komining ketemunya kalau nggak salah di acaranya siapa yang di Papua itu yang menginjil di Papua itu bikin sum di apa di dipandemi itu terjadi dengan dokter sudah pas duluan saya kerja di Saya di tempatnya ponaannya Jakob Esra jadi kalau dengan pelajar garisnya dari kuliah sampai sekarang ketemunya orang-orang pelajar yang tahun 2016 di Samaritan Furs posisi ketemu Pak Esther kayak nggak bisa keluar gitu terjebak di pelajar itu gara-gara perjalanan hidup mempertemukan orang-orang, eh ternyata pelajar jadi kalau yang semudahnya diriin di Saya sempat kerja di Saya di Inquiver lembaga training sama Koropet dan Pak Hana. Jadi Pak Hana lalu disitu kan manggil pembicara dan semuanya dengan Pak Frickson, teman-teman di prol kerjanya Koropet yang rata-rata pelajar semua.

Di Jonny Lim dan semua teman-teman kerjanya Koropet. Jadi itu terus makanya kalau di grup kesannya saya Saya sama Koropet misalkan diskusi itu ya udah biasa. Dulu di rumahnya Koropet, tapi gerejanya di Yohanes Kristen, nggak di Rol.

Jadi sama Koropet itu beda pendapat. Udah biasa. Dari dulu istilah sampai saya itu ngomong pun kalau dua DNA di diri saya itu selainnya kayak struktur berpikir, alur berpikir. Itu kata-kata juga yang sering diucapkan korobat.

Jadi, DNA bapak-anak itu kalau ini, inilah. Dulu yang ngajari berpikir kritis dari korobat. Lalu kalau saya setuju, maksudnya belakang navigasi dan sebagainya, atau komunikasi, terakhir juga korobat yang sempat habis ketemuan yang hybrid itu yang... reuni terakhir tahun lalu, atau dua tahun yang lalu, karena kita juga hadir di online, itu perubat juga langsung ke Solo, bilang tahun ini kalau nggak salah harusnya reuni di Tawangmang. Kalau nggak salah begitu seingat saya.

Lalu ada tiga hal hasil dari pertemuan yang lalu itu, saya sama-sama ingatannya, itu kayak live-in gitu loh kalau nggak salah, anaknya koyu ke... siapa tinggal, nanti belajar, gitu-gitunya ada gitu kalau nggak salah. Lalu juga soal parenting, isu parenting yang mau diangkat waktu itu, satu lagi saya lupa, atau reuni itu sendiri, hasilnya kalau nggak salah tiga itu.

Jadi membicarakan generasi berikutnya, dimulai dari anak-anaknya orang Kopiaah, kalau nggak salah gitu ya. Yang kedua, makanya saya coba ingetin lagi gitu loh, yang di grup itu apakah ada grup lain. Karena saya juga ada di projekasi. Jadi membacanya kan ini ada grup lain juga, atau memang akhirnya tidak jadi dilaksanakan soal ini.

Jadi kalau komunikasi, belakangan ketika Pak Frickson ngomentarin itu, saya memang belakangan. tahun pandemi itu memang belajar sama Pak Sam Newton soal NLP, hipnoterapi, dan coaching. Jadi kalau nanya soal tadi topik atau apa buku, ya belakangan sama soal komunikasi dan sebagainya, saya sih mengatakan kenapa beberapa kali masuk di grup itu, komentar saya dari sudut pandang otak, maksudnya asumsi ini frame, ini itu karena. Playgroundnya belakangan ini saya belajar dari Pak Sam soal MLP.

Jadi itu dari saya, kalau soal bedah buku, oke, mulai dari bedah buku. Itu maksudnya bedah buku sama, apa tadi istilahnya Pak Farmi? Buukan bedah buku, kalau itu apa?

Buincang. Nah itu mirip nggak sama bedah buku? Maksudnya mirip, cuman kalau bedah buku kan kita harus punya satu Marah sumber yang benar-benar paham gitu ya Terus dia ngebahas satu persatu Tapi kalau bincang buku itu Ya kita diskusikan aja Dengan ringan-ringan gitu Pokoknya gak sampai berantem lagi gitu Oke. Saya sih lebih ke apa saja yang bisa dilakukan, dilakukan saja.

Maksudnya lebih ke eksekusinya saja. Dulu saya merasa orang pertama, leader. Tapi kalau belakangan saya merasa manager.

Jadi lebih banyak ke eksekutor. Lu punya visi apa yang bisa tak bantu apa. Jadi belakangan... Lebih ke yang penting bisa dieksekusi, masuk akal, bisa dimulai, ya jalan.

Kalau yang semua kan baik, kadang ada konsistensi, kadang nggak laku lagi. Di pasar ya istilahnya kalau pengusaha nggak laku di pasar ganti banting setir, ya nggak apa-apa. Jadi yang penting jalan dulu aja. Saya lebih ke kebetulan pernah jadi guru. Jadi sampai hari ini juga pemuritan dengan murid-murid.

mau bagi-bagi buku, ayo. Mau Zoom seminar tertentu, juga ayo. Sempat sama saat frikson saya jabri-jabri.

Apakah soal komunikasi, ayo, atau mental health. Yang belakangan saya lagi konsenkan soal kesehatan mental. Itu kan banyak, itu kan sinode kami, boleh ikut komunikasi.

Kalau ini lagi mau membahas soal kesehatan mental bagi pendeta. Jadi ini kami ada, ya apa aja boleh lah, maksudnya yang penting dijalani dulu nanti sambil evaluasi, di tengah jalan bisa diperbaiki atau ada usulan lain ya jalan dulu aja kalau menurut saya gitu. Yang penting kan langkah pertamanya gas dulu gitu, kalau belakangan ada yang kurang, ada yang masukkan begini. Sebab nanti kalau omong-omong baliknya lagi dibilang lagi omong-omong.

Udah jalan dulu aja nanti perbaiki di tengah jalan. Saya pernah pengalaman pandemi, 13 episode live IG, 11-nya rusak. Learning by doing.

Misalnya saya yang ngomong oke, tapi pihak narasumber pecah suara. Saya perbaiki suaranya, eh besoknya videonya. Buesoknya lagi sinyalnya terpental.

Ya sudah, sambil belajar, saya belajar sambil beli rekaman, beli mixer, sambil jalan, oh ini butuh ini, banyak lagi butuh supaya nggak begini, gimana yang penting jalan dulu aja, baru nanti kita sambil belajar. Makasih Yang lain coba barangkali, tadi Pak Sam Untoro dan Pak Dileaks atau Buu Iya, atau Pak Ana juga boleh lho, atau Ming, boleh Ming. Sukilahkan yang lain, siapa saja. Ming, suaranya jadi hilang. Kak yang geret aku ke sini dulu ya.

Yang pasti sama-sama Kristen bukan aliran kebatinan. Sukilahkan, Pak Ana mau nama kepin boleh. Sukilahkan, Pak Ana.

Kan sudah siap open video. Halo, Dr. Suki, silahkan. Kalau dari saya tadi itu yang saya sampaikan. Mungkin post-sem ini yang saya... Pengen juga denger gitu loh, karena beliau ini juga senior kita kan harusnya ya.

Oh Sam, udah sempat masuk ini loh. Ayo silakan. Malam.

Selamat malam kok, ayo. Suaranya bagus nih, kenceng. Ayo. Pencet lagi ya kelihatannya.

Mau Pak Sam Iya, saya sih baru tahu Pak Albert Ana sih malam hari ini, lewat ini. Ya, mungkin di Jogja ya, Pak? Saya di Solo, Pak Panggil Albert aja, Pak Oh, di Solo.

Saya, Pak, nggak usah panggil, Pak Buelum nikah. Oh, saya kira di Jogja, Solo ya. Maaf, maaf.

Saya kira itu Jogja. Iya, iya. Mungkin ada yang di Jakarta seperti Buu Hana, saya tahu dia, tapi dia tidak seberapa tahu saya.

Saya tahu dia dulu di Malang, saya tahu. Tapi saya hanya tahu saja, tapi saya tidak kenal. Sam kan terkenal.

Sam kan terkenal. Sam itu kan di Jamboree Play kan terkenal. Pasti tahu. Cooba dibuka kameranya.

Saya ingatku masih benar-benar di jam dulu. Kayaknya. Saya kan dulu selalu berjalan bersama koro bed kalau nggak salah ya. Iya sih. Iya betul.

Saya bukan cuma pelayanan di pelajar, tapi ya dulu di satu gereja juga sih. Kebetulan dulu kita di GBuI Solo juga. Sama dengan Buu Fani ya pernah di...

Solo, Dr. Soegi juga di Solo juga. Pak Indra Yosef ya dulu ya. Iya, dengan Pak Indra Yosef juga.

Memang kalau saya lihat mungkin dari grup kita ini kan banyak dari beberapa kalangan ini dari akademisi ya. Mungkin ada beberapa yang juga di luar. akademisi gitu yang terjun di marketplace untuk bekerja gitu dan mereka enggak pernah di akademisi gitu ya seperti saya sendiri ini saya enggak pernah di akademisi gitu tapi gimana ya saya setelah lulus dari teknik sipil itu Saya kan ya juga masih sempat pelayanan juga gitu. Saya juga bekerja di marketplace gitu. Tapi saya terakhir itu pelayanan di Pelajar itu tahun 92. Setelah itu saya masuk ke dalam di gereja.

Dulu memang saya pelayanan di gereja sih. Tapi 92 itu saya mulai masuk pelayanan penuh di gereja. dan saya waktu itu ngambil di bidang misi sih.

Jadi akhirnya saya sering pelayanan ke desa. Mungkin Dr. Suki Arthur juga tahu kalau saya dulu pelayanan untuk keluar itu di misi, di desa biasanya gitu. Dan kami memang satu gereja itu ada beberapa... tim gitu, tapi kita pelayanan ke desa itu saya hanya kasih gambaran sedikit ya banyak orang pelayanan di desa itu hanya pelayanan mimbar aja gitu, tapi kalau kita, saya nggak mau kalau hanya pelayanan mimbar aja gitu saya nggak mau, harus ada jadwalnya, biar gembalanya panggil pendeta luar untuk ngisi ya, kita tetap datang gitu loh Kita datang pelayanan ke desa bukan karena hanya pelayanan mimbar, bukan. Yang kita pentingkan itu pemuritan waktu itu.

Jadi jemaat yang terlibat, yang mau masuk di dalam pelayanan kita, itu kita bagi-bagi. Yang perempuan sendiri, yang laki sendiri, dan nanti kita bagi-bagi. Oh ini yang sudah bekerja, oh ini masih... Sekolah gitu, pecah lagi, dipecah-pecah itu, dan kita pemuritan setelah pulang gereja, itu harus ada jadwalnya, misalnya kita dua bulan, tiga bulan. Kalau nggak mau ya kita nggak bisa masuk pelayanan desa itu di jemaat atau di gereja di desa tersebut.

Saya kurang tahu ya apakah dulu Dr. Suki pernah ikut nggak pelayanan di Solung waktu ke gereja itu Pernah, pernah kok Pernah ya, iya Nah itu model-modelnya itu seperti itu Jadi mereka pemuritan di kelompok-kelompok kecil gitu loh untuk ngajar Jadi benar-benar dekat mereka sama kita, jemaat itu Dan sampai pun kita juga membantu yang bekerja seperti petani, barang itu kita bantu. Kalau ada kesulitan apa dalam hal pertanian. supaya ditingkatkan segala macam itu, kita juga ikut masuk ke sawah segala macam, bicara-bicara itu, untuk membantu jemaat.

Jadi kita nggak cuma sekedar bicara firman gitu loh. Terus akhirnya selesai itu saya menikah, akhirnya saya nggak terusin sih pelayanan untuk ke desa itu. Saya banyak...

Pelayanan di gereja sih, untuk misi kita sudah nggak lagi masuk ke sana gitu. Ya waktu itu masih ada juga pelayanan misi juga, tapi sifatnya itu seperti pelayanan kepada masyarakat, kayak bansos gitu kalau yang saya tangkap itu. pelayanan kesehatan mungkin disana mulai terlibat untuk dokter Sukiyarto juga terlibat masuk-masuk ke desa gitu pelayanannya udah berubah tapi yang saya mau ceritakan untuk grup di kita ini saya mengusulkan supaya kita ini bisa juga masuk di marketplace gitu loh alumni pelajar ini, saya sih di marketplace itu saya banyak loh pengalaman saya. Saya bukannya apa-apa ya, saya juga pernah di pertambangan, di antam itu, aneka tambang itu, yang dipongkor itu, yang dibogor itu.

Saya benar-benar dekat sama penduduk di sekitar sana juga. Karena mereka itu banyak masyarakat di sana itu, mereka itu penambang liar, penambang emas ini liar itu mereka. Dan saya juga melihat dari sisi mereka itu banyak sikut-sikutan juga waktu di sana itu, dan orang-orang dari Jakarta, dari Saya, dari Jawa Timur, dari Jawa Tengah, bahkan yang di luar pulau pun.

Mauuk jadi rekanan di aneka tambang itu. Saya juga kasian, saya memang juga kerja, ya juga butuh makan di sana. Tapi saya harus proteksi untuk penduduk di sana yang mereka memang mau cari makan di Antam. Akhirnya saya ngusulkan untuk bikin paguyupan loh. Paguyupan pengusaha lokal.

Kebetulan saya masuk di sana itu pakai bendera orang lokal di sana. Akhirnya berhasil, ada paguyupannya. Itu untuk istilah kasarnya dalam tanda petik itu, memproteksi supaya jangan sampai pengusaha dari luar mereka itu bisa masuk.

Akhirnya kita rapat dengan Pantam itu, ada nilai-nilai proyek tertentu itu harus dikasihkan orang lokal. Nggak boleh diserahkan orang Jakarta. Kecuali yang nilainya besar-besar itu mereka kan tidak mampu dari segi finansial.

Tapi kalau mau CoO sih bisa. Ya itu saya juga pernah juga di dunia pendidikan juga pernah juga. Saya juga dulu juga terlibat di Telkom juga. Saya di pembangunan Telkom juga.

Dan ternyata saya di Telkom itu merambah kemana-mana gitu. Karena di Telkom itu ternyata jeruk makan jeruk. Jadi istilahnya itu proyek-proyek pemerintah itu yang besar itu diserahkan ke Telkom.

Telkom supaya bisa ngambil gitu loh. Sedangkan Telkom sendiri tidak mempunyai manpower untuk mengerjakan itu. Akhirnya mereka istilahnya join dengan saya gitu loh.

untuk mengerjakan itu, pekerjaan-pekerjaan itu. Dan memang saya dari segi finansial, saya ada rekan yang join dengan saya. Tapi waktu itu saya yang pure di lapangan semua. Dan manajemen semua saya yang ngatur semua. Di sanalah saya juga malah kenal dengan macam-macam.

Ternyata telekom bukan cuma perusahaan. Telkom, tapi telekom juga sudah berubah. Ketika saya masuk di Telkom itu, saya juga cukup kaget gitu loh.

Kenapa? Karena di Telkom sendiri itu sekarang udah berubah. Sehingga ada beberapa departemen di Telkom, istilah saya ya, ada departemen pendidikan, itu mereka membangun universitas, membangun SMK, Telkom, planning mereka itu. Di seluruh Indonesia, tiap provinsi harus ada.

Buahkan kota-kota besar itu harus ada juga. Dan salah satunya, saya juga terlibat juga di sana. Jadi saya sering ketemu dengan orang-orang dosen-dosen di Universitas Telkom di Buandung, Rapat, segala macam itu. Karena waktu itu ada proyek untuk membangun Universitas Telkom di Saya. Dan saya yang bangun itu.

Universitas Telkom di Saya yang pertama kali buka itu dengan saya waktu itu. Sekarang sudah besar karena sudah pindah lagi. Mereka menempati kantornya Telkom yang diketintang, sedangkan orang Telkom sendiri sudah digeser semua.

Jadi sekarang di Saya mereka sudah dipakai untuk Universitas Telkom. kantor telkom yang besar di Ketintang itu sudah nggak ada. Sekarang pure-murni Universitas Telkom. Dan rencananya itu mau dibangun 20 lantai Universitas Telkom dan juga ada mallnya di sana, ada apartemennya. Karena di sana berapa hektare itu luas di Ketintang.

Persis sebelahnya UNESA itu, UNESA di Ketintang itu, itu telkom itu di sana. di Saya saya cerita itu ya bukan itu aja mungkin di dunia yang lainnya saya pun juga akhirnya juga pernah masuk juga gitu ya sebetulnya kalau ada orang-orang di tempat kita ini yang benar-benar bisa masuk di marketplace itu sebetulnya itu Jadi apa ya istilah saya ini? Jadi membuka pintu persahabatan dengan orang-orang yang sebetulnya tidak mengenal dunia kekristenan.

Halo? Ya, ya. Dan saya di Telkom juga masuk di beberapa tempat juga. Ya mungkin kalau saya cerita mungkin ya cukup panjang. Saya pun juga dulu juga di Kupang juga pernah, di NTT.

Dan memang dibutuhkan ya sebetulnya, apalagi di BuUMN. Ngeri loh kalau kita masuk di kantornya Telkom itu ngeri. Saya lihat mereka orang-orang, istilah saya itu dalam bulet tanda petik. Orang-orang itu memang secara tidak dirasakan itu suasana itu sudah dibikin jadi apa ya istilah saya itu kan ada beberapa kalau kita masuk di sekolah SMA aja sekarang ya.

Di SMA negeri bahkan di Sma swasta itu itu secara nggak langsung itu. Orang-orang Muslimnya itu harus pakai jilbab. Tapi zamannya Fani, ini Itu Fani, masih belum banyak orang-orang yang pakai jilbab. Sekarang sepenuhnya kalau nggak pakai jilbab, berarti bukan Kristen.

Udah kelihatan itu sudah. Jadi mau nggak mau tantangan kita ke depan ini semakin keras gitu. Saya di Telkom itu...

Saya itu, saya orang Coina, kelihatan sekali. Pasti Kristen, soalnya nama saya Sam. Tapi pertama kali saya masuk itu, saya kayak nggak dianggap.

Saya kayaknya dianggap, ah ini orang... Tapi saya selalu dekati dan akhirnya jadi teman. Akhirnya saya bisa masuk ke mereka.

Saya pelan-pelan juga, saya cuci otak mereka juga. Saya cerita banyak hal. Mereka kaget mereka juga.

Karena sudah jadi teman, jadi enak mau cerita yang... Yang ekstrim-ekstrim itu kan enggak ada masalah. Saya selalu kritik mereka juga. Mereka kaget mereka. Dikira saya enggak ngerti soal Islam.

Saya ngerti soal Islam juga. Demikian juga salah paham-salah paham mereka terhadap kekrisenan. Saya luruskan, mereka kaget juga. Karena dulu saya sih pernah di Buambang Nursena Sena juga ya.

Coukup lama lah, jadi saya tahu. Karena yang saya kenal dulu kan kekristianan barat. Saya nggak pernah kenal kekristianan timur. Sejak saya di Buambang Nursenasena, saya kenal kekristianan timur.

Jadi kalau saya lihat ke depan ini, kita kalau mau bersama-sama membangun Indonesia, ya kita harus bisa. Istilahnya mengarahkan adik-adik kita atau anak-anak kita atau gereja kita untuk masuk di posisi marketplace. Marketplace itu kan bisa di pemerintahan, bisa di swasta, bisa di BuUMN, bisa di pendidikan dalam tanda petik. Walaupun orang selalu membedakan, oh kalau pendidikan itu beda gitu kan.

Kalau menurut saya sih, ya kita harus masuk di sana gitu. Saya juga mungkin bisa dikasih gambaran juga untuk anak-anak kita gitu. Saya dulu kan nggak tahu kalau BuIN itu ternyata ada sekolahnya. Sejak saya ngerjakan gedungnya Kejaksaan Agung, itu saya tahu kalau lulus SMA itu... Ada sekolah BuIN.

Kalau sekolah BuIN itu lulus itu kebanyakan mereka diterima di instansi-instansi cyber. Dan sama Jokowi ini saya baru tahu. Karena dulu yang punya gedung penyadapan itu cuma dikepolisian sama BuIN.

Ternyata kejaksaan sekarang sudah punya karena dikasih sama Jokowi dibangunkan sendiri. Saya juga terlibat di sana karena saya ngerjain gedungnya itu juga, sama dalem-dalemnya semua. Jadi ya sering saya ketemu dengan orang-orang di Kejagung itu, orang-orang dari mereka itu, dan mereka juga menempatkan anak-anak muda juga untuk sebagai penggerak di dalam.

Departemen mereka juga Saya lihat gak ada orang Kristen Di sana gitu loh Ini yang saya lihat gitu loh Kalau ada pasti saya deketin Saya ajak ngobrol pasti Karena mereka itu intel Buawanya pistol itu mereka Jadi kalau di dunia Marketplace ini saya lihat Kesisinya ini Mungkin banyak di teman-teman saya, ada yang masuk di dunia marketplace, ada yang di dunia pendidikan. Nah ini kalau disinergikan di dalam kita, dalam pertemuan, itu mungkin bisa jadi sebuah kekuatan yang besar saya lihat. Supaya ke depannya ini, kalau kita ada pintu, kita bisa masukin gitu loh kita bisa kirim orang-orang ke sana gitu loh belum lagi bicara di tentara di kepolisian itu ngeri kalau kita lihat ini sekarang ini kita cuma lihat di permukaannya saja kalau saya lihat tapi kalau kita masuk, aduh ngeri betul gitu loh Saya bukannya anu ya, saya hanya kasih karunia Tuhan saja, saya bisa sampai di sana. Itu pun juga banyak risiko yang saya harus ambil gitu loh. Buaik itu dalam hal risiko pekerjaan maupun dalam risiko segala hal.

Oh, saya nanya, sorry. Ya, mungkin untuk ke depan kita bisa men... Sukinergikan karena saya juga ada teman yang mereka ini juga ingin sebetulnya itu bersinergi juga gitu loh.

Misalnya sekarang kalau kita butuh untuk tempat untuk training untuk retreat. Nah itu kan juga akhirnya kita bisa terkonek kalau kita ada pertemuan kita bisa itu bicarakan. Bueberapa waktu yang lalu, mungkin Dr. Suki sama Itu Fani tahu ya kalau Indra keluar ya? Iya kok. Iya.

Tuhan, tahu. Nah, Indra itu sekarang nggak pegang lagi sekolah untuk pelayanan misi. Buetul, pindah.

Pindah ke Pak Yudisuf. Iya, sekarang pindah ke gereja. Sedangkan yang dia tinggal itu sekarang kosong kelihatannya. Padahal itu dibangunkan loh, khusus untuk buat kelayanan loh. Ada untuk tempat tidurnya, ada gedung pertemuannya, segala macam.

Itu bisa untuk buat training sebetulnya. Dulu sempat jalan tuh saya lihat bagus, dan kok kebetulan Tuhan itu kok bisa. Di sebelahnya itu ada tanah 200 hektare tuh. Ternyata saya punya teman juga, dia juga orang pelayanan juga, pelayanan ke desa. Saya kenalkan sama Indra, sudah enak waktu itu juga.

Akhirnya dia juga cukup terbantukan dengan teman saya ini. Karena teman saya ini juga jago pertanian. Dia memang bukan orang dari insinyur pertanian. Tapi dia dipercayai di sana itu untuk bangun pertanian 200 hektare, persis di tanahnya sebelahnya Indra itu.

Ya gimana ya, maksud saya kalau ada informasi seperti ini, barangkali butuh untuk buat tempat retret, mungkin bisa minta tolong sama ini Dr. Sukiarto juga untuk tempat itu. Saya juga kenal, dokter Sukiyarto juga kenal juga. Kayaknya tempat itu kosong ya.

Iya betul ya, ini dokter Sukiyarto. Iya, kapan hari Kohardono yang punya itu, itu kebutuhan cecang saya ya berarti ya. Dia menikahi kakak perempuan saya. Itu kakaknya itu. Itu yang punya kakaknya dokter Sukiyarto.

Iya, dia tempat ini sih. Builang itu kosong. Kan sayang ya menurut kita itu. Untuk pelayanan itu bagus tuh.

Saya udah berapa kali kesana. Buagus, bagus. Padahal sudah dibangunkan, ada lagi sudah pagernya keliling semua kok sudahan.

Saya sudah beberapa kali ke sana diajak sama kakaknya Dr. Sukiharto juga. Sayang, akhirnya ditutup. Layang kayak gini, kayak gini loh. Kalau misalnya tidak dapat informasi, akhirnya Indra tidak dapat murid kalau tidak salah waktu itu.

Padahal udah banyak didukung sama masyarakat di sana. Indra sudah diterima loh sama orang-orang fanatik di sana itu sudah diterima. Pernah dicurigai begini-begini, tapi sudah bisa masuk semua.

Sampai ke perangkat desa, sampai orang-orang yang masuk semua udah Indra. Mereka diundang juga mau hadir segala macam. Nah ini kan kesempatan untuk kita bisa memberitakan Injil dan juga...

membangun orang-orang itu. Kalau nggak gitu, mereka diisi dari sisi mereka sendiri. Mereka nggak pernah lihat dunia luar.

Sama dengan orang-orang yang saya temui dulu di Telkom. Saya mau cerita, nggak usah jauh-jauh dari Saya ke Kediri. di beberapa kediri itu ada kayak apa ya istilahnya sebuah desa gitu itu dipimpin oleh salah satu tokoh dan tokohnya itu masyarakat itu ndak boleh punya TV ndak punya punya HP ndak boleh punya apa radio mereka dengernya cuma dari mereka sendiri dari tokoh mereka sendiri Jadi mereka diisolir seperti itu loh, di dunia modern loh sampai ada yang seperti itu.

Kan saya sampai kaget-kaget juga. Ya akhirnya saya kenal baik juga sama toko itu. Gara-gara apa? Gara-gara mau bangun untuk tower di sana gitu. Ya jadi banyaklah kita membangun jembatan-jembatan untuk kita bisa masuk di pemerintahan, bisa masuk di...

Kalau nggak salah dulu juga pernah juga ya ada beberapa orang-orang itu yang berani untuk masuk membina persahabatan dengan tokoh-tokoh itu mereka bisa punya hubungan gitu. Nah sekarang ini kita nggak tahu ya model-modelnya sekarang generasi di gereja ini seperti apa gitu. Kalau saya lihat seperti itu sih. Jadi saya bersyukurlah dengan adanya Pak Korobet, juga Itu Hana. Saya lihat juga Itu Hana masuk di komunitas di Jakarta yang cukup luas juga.

Mungkin bisa dapat informasi. Jadi kita bukan lagi memperdebatkan, tapi kita buang. Istilahnya informasi-informasi yang ada supaya kita bisa punya jaringan lebih kuat lagi. Karena sebetulnya kalau saya lihat, Pulau Jawa sudah banyak terkonek dengan tol.

Jadi kalau mau kemana-kemana itu cepat. Misalnya dari Solo mau retret di Jawa Timur itu ya saya rasa lewat tol juga cepat kok sekarang. bisa nyampe kok jadi ya saya rasa kita bisa untuk saling memperkenalkan pelayanan kita atau kita bisa sama-sama permintaan tolong segala macem gitu Indra sih dia gak mau minta tolong sih di grup yang saya Sayangkan seperti itu. Saya nggak tahu ya kenapa. Sebetulnya begitu Indra bisa lempar di grup, di komunitas, di grup pelajar ini, mungkin bisa banyak yang kasih saran loh kalau saya lihat.

Buetul nggak ini dokter Suki? Iya, kapan hari saya udah bicara, Ko, dengan si Indra. Tapi yang terakhir itu, yang tentang Joni itu, akhirnya dia keluar juga. Kan saya lihat, saya kan pantau sebagai admin sentralnya itu kan saya pantau.

Ternyata dia keluar terakhir itu, yang waktu Joni terakhir itu. Terus ya pikir saya, yaudah lah biar calm down dulu lah semuanya. Kita tuh nggak pengen begitu, nggak usah ada yang harus keluar, nggak usah harus bingung-bingung. Nanti saya hubungi lagi dia lah, nanti biar kita betul-betul satukan ini ya, langkah semua ya.

Karena kita tahu semua kok, akhir zaman ini terus kok, iblis berusaha cari celah untuk kita, nggak bersatu kan begitu. Dan yang paling mudah yaitu, beda pandangan politik. Nah, menurut saya, tergantung kitanya juga. Kita mau nggak sih membatasi diri?

Seperti yang sudah kita cerita di situ. Saya tidak mau menghakimi siapapun, tapi kalau saya, makanya saya bilang kalau saya seperti ini, gini, gini, gini. Yaudah lah itu sudah seperti itu, tapi ke depan ini yang mungkin kita perlu rumuskan lebih banyak lagi, perlu waktu lebih pas lagi ya, Albert, didaulat, didapuk, jadi inisiator untuk beberapa meeting kita sampai nanti lahir mengkristal satu movement yang betul-betul kita bumikan. Mungkin itu ya, saya mohon maaf, saya juga harus mengakhiri di sini, saya titip pesan, ayo kita sudah antri pulang ke rumah Buapak, best lah, hal-hal kecil aja digede, no.

Kalau bisa hal-hal gede itu ya digede, no lagi, yang positif tapi. Itu, Tuhan berkati. Sukilakan. Terima kasih, Pak Dokter.

Manggilnya apa ini, Pak Sam ya? Pak Sam, barangkali, apa? Kalau ada gagasan untuk kopiah atau untuk anak-anak generasi berikutnya atau untuk internal, kelihatannya kan ada dua hal yang mungkin dibicarakan.

Pertama, spirit untuk teman lama terus mungkin ada yang perlu dibantu khususnya mulai dari projek Asih waktu pandemi itu saya melihat dari orang luar karena kan saya baru gabung di Kopiaa kan belakangan ini sepertinya spiritnya itu lalu yang kedua ketika pertemuan hybrid tahun lalu itu mulai ke generasi berikutnya dimulai dari anak-anak alumni Kopiaa. Jadi barangkali di grup ini ada dua yang misalnya apa yang diperbuat untuk yang sebanyak, istilahnya seangkatan gitu ya, generasi Kopiaa dengan next generation gitu, menyiapkan sebuah generasi barunya. Nah apa yang mungkin bisa dikerjakan dulu gitu ya, mungkin memanasin ininya ya istilahnya. Kalau mesin lama nggak jalan itu kan perlu di... tadi dibilang pergerakan, dan sebelum digerakkan itu apa kira-kira gagasan yang mungkin bisa dikerjakan atau ada teman-teman komiming mungkin gantian bersuara, atau Pak Sam tadi Pak Sam bisa dikerucutkan mungkin ada hal yang bisa dikerjakan kita atau bagaimana Kalau teman-teman yang lain, Pak Yudidi, Pak Yudidi, lalu Buu Hana boleh.

Sukilahkan. Kalau tadi yang saya tangkap ya dari sharingnya Sam ini sangat bagus. Ya, tadi saya sempat berpikir terus kayak Buagi kita yang tidak mempunyai jejaring ataupun pengalaman yang cukup luas seperti Sam, ini harus bagaimana begitu. Tapi lalu tiba-tiba saya ingat sendiri, sebetulnya kita itu selalu punya marketplace, walaupun seorang ibu-ibu yang sederhana ya.

Saat kita ke pasar ataupun jualan tanaman, itu sebetulnya sudah bisa membangun komunitas ini, persahabatan dengan... pedagang-pedagang di pasar kayak saya gitu, sama penjual ayam, penjual daging, sama yang jual tanaman. Terus saya dibawa lagi pada ingatan yang tadi Sam bilang, komunitas di Jakarta. Nah itu, waktu Sam cerita bagaimana ibu-ibu sekarang itu banyak yang berjilbab. Nah di situ saya ingat, saya sebetulnya sudah masuk di komunitas muslim.

Ya saya yang Coina, yang Kristen sendiri di sana, mayoritas, ya bukan mayoritas, termasuk seluruhnya Muslim ya. Mereka juga berjilbab semua. Tapi saya juga merasa, saya terinspirasi begitu loh.

Dan dibukakan pencerahan begitu. Oh iya, ini enggak sekedar saya untuk cinta bangsa, melestarikan budaya ataupun... kebaya gitu ya tapi lebih dari itu lebih dari cinta bangsa saya harus menjadi wakil Kristen disitu, membawa nilai-nilai ke Kristenan, sebetulnya saya sudah mulai tahu sih gak perlu BuUMN bahkan komunitas ibu-ibu pun rumit itu, kalau kita lihat ya, ibu yang satu sama ibu yang lain, bisa loh saling menjatuhkan, saling terus komunitas kebaya itu sangat tanya Ntar tarik-tarian anggota dari sana ke sini. Terus ada aja yang tukang tusuk istilahnya itu. Buicara ke sini, bicara ke situ, gosip adu domba.

Terus saya juga tahu ya, budaya Nusantara dan budaya Oplosan. Ada yang pakem Nusantara harus dijaga 100 persen, menolak jilbab. Ada yang lain Oplosan dengan jilbab.

Itu aja udah berantem mereka. Nah di sini... Saya tidak membahas berantemnya, tapi saya membahas peluang-peluang yang bisa kita masuk ini.

Di mana ada sesuatu intrik, di mana ada sesuatu konflik, celah. Justru itulah celah bagi kita untuk masuk. Untuk kita membawa nilai-nilai yang berbeda.

Seperti contoh yang saya alami baru-baru ini, sempat terjadi masalah. Kami pakai seragam dari grup yang lain karena solidaritas dengan teman yang di sana. Kemudian ketua grup kami marah.

Nah itu ada satu orang, kebetulan Muslim nih. Ini dia tuh mengadu domba antara teman-teman ini. Tapi saya menasihati teman saya bilang begini, yaudah biarlah aja, kita tetap saling baik dengan yang lain-lain.

Kita balaslah dengan persahabatan saja. Saya hari ini baru tersadar nih malam ini. Sebetulnya itu cara-cara kita memasukkan nilai-nilai kekristenan secara... secara natural, secara alamiah.

Dan malam ini yang saya merasa termotivasi, saya terinspirasi, dan saya punya visi lagi lebih jelas. Kalau saya masuk di grup kebaya di budaya Nusantara ini, selain untuk Indonesia, terlebih lagi sebagai wakil dari Yesus Marketplace, ya itu yang saya dapat buat dari Buro Sam. Makasih Buro. Ya, mungkin dari... Ming ya bisa nyambung, Ming, Esther, pasti banyak pengalamannya.

Ya, makasih. Ya, makasih. Sukilahkan yang lain. Kalau saya nanggepin dari sisi politik itu ada dua ya, setahu saya. Politik praktis dengan kebangsaan.

orang siar apa yang dilakukan Jokowi nggak berarti menyukai atau tidak itu kan persepsinya kita tadi yang disampaikan Pak Sam Jokowi bangun ini untuk kejaksaan dan sebagainya masa itu dibilang bicarain politik ya tergantung kita, saya sih memahaminya sebagai politik kebangsaan istilahnya Pak Sam juga bukan Setahu saya yang tidak tahu, ya pejabat pemerintah yang punya tendensi. Kalau hanya membagikan informasi, seperti apapun, kayak flyer ibadah lewat di grup, yang khususnya saya, khususnya sensitif amat, ya sudah tinggal di-scroll, suka nggak suka, ya sudah lewat. Kenapa soal politik ini jadi kayak alergi banget? Kalau saya justru tiga hal, kalau soal apa yang bisa dikerjakan, tiga hal.

pendidikan, entah apapun itu, bincang buku, beasiswa, saya punya catatan tersendiri soal beasiswa itu ya, lalu pendidikan ekonomi, soal bisnis, ini tadi kalau nggak salah, tiga negara wilayah udaranya sudah disterilkan, Esrael, Libanon, dan Iran. Ini pasti dampak ekonomi, soal bisnis, yang ketiga soal politik, hidup sampai mati kita ditentukan keputusan politik. Jadi kalau istilah kenal Seven Sphere, tujuh gunung, tujuh gerbang, kalau saya lebih tiga hal itu yang menjadi utama, politik, bisnis, dan pendidikan. Itu tiga hal yang SDM kita, literasi, beasiswa, banyak PR pendidikan, saya kapan hari ngeritik di jaringan pendidik Kristen, di grup itu, yang dibikinin sekolah Kristen.

Padahal problematika kita PR-nya banyak, termasuk guru-guru Kristen di sekolah negeri. Jadi kalau hal begini, nggak usah ngomong politik. Emang PR kita banyak, kita harus lihat keluar, mata lihat mata, buka mata lihatlah, bahasa kita kan ladang menguning. Kalau kita nggak tahu di luar, mau didoain apa juga yang didoain. Jadi saya lebih setuju sebetulnya beragam di grup.

Buerbeda pendapat di luar saja tajam sampai kirim santet, kita kan nggak mungkin kirim santet. Jadi kenapa mesti takut? Buerbeda pendapat di grup itu biasa saja. Jadi itu yang menurut saya keputusan. Kalau dari Pak Sam tadi, saya masih nunggu Pak Sam, apa yang kira-kira bisa dikerjakan Pak Sam atau Buu Hana untuk kondisi KOPIA ini?

untuk generasi berikut atau untuk kita antar kita sendiri, apa kira-kira yang mungkin, atau tadi beasiswa, soal beasiswa itu mau kita lanjutkan, atau gimana masukannya. Kalau nggak salah beberapa orang melakukan beasiswa. Itu pertanyaan saya soal pembinaan sih, kalau dari saya satu tanya soal pembinaannya bagaimana gitu. Kita hanya ngasih, itu lo tinggalkan gitu, atau ada kontribusi lain yang kita mungkin bisa lakukan.

kemarin yang keberatannya, bukan keberatannya, anggapan dari yang lain, misalkan apakah kita punya waktu, kalau mungkin beasiswa atau dana kan tinggal transfer, tapi kalau yang lain-lainnya bagaimana? Sukilahkan atau mau diakhiri dulu, atau mau ditangkapin. Aku nanggap satu aja, Buu. Yang kapan nanti aku bilang di grup itu semestinya.

Aku punya ide, tapi aku harus nanya sama seseorang dulu. Semestinya sempat ku sounding tipis ke kamu di waktu kita jabrian. Itu terfikir di kepala ku. Waktu yang aku jabri sama kamu itu kan ngomongin soal anak sekolah di Nabire itu kan. Nah, tapi semestinya yang ku sasar itu guru.

Ya, aku memang terakhir kena dire itu 96. Enggak sih, 2006. Tapi aku lihat guru di sana itu kan juga nggak gampang lah ya hidupnya. Maksudnya kan beda dengan situasi. Kayak aku jadi guru di kota kayak gini.

Nah, maksudnya yang kupikirkan itu adalah apakah kita bisa adopsi satu guru minimal untuk awal, langkah awal. Langkah awal yang konkret. di kepala aku itu yang mengadosi satu guru supaya kalau kembali pada firman Tuhan ya segitulah itu kan seorang prajurit itu semestinya tidak perlu memusingkan dengan kehidupannya apakah mungkin bisa membantu meng-cover satu guru sehingga mereka bisa lebih sungguh-sungguh melakukan tugasnya menjadi guru di sana.

Karena gini, terakhir kan yang aku bercerita Januari 2023 di Buukundini, 2,5 jam dari Wamena, Perjalanan Darat. Ya, cukup banyak guru yang ini ya, turnover-nya cukup tinggi. Jadi guru nanti berapa lama mungkin sejarah penghasilan dan ini mereka pergi lagi.

Nah, terus gimana kita juga mau melihat anak-anak di Papua itu bisa bertembang. sedangkan gurunya sendiri tidak punya satu spirit untuk berjuang tapi kan kita juga tidak bisa menyalahkan apalagi kalau mereka sudah berkeluarga tentu kan pasti ada kebutuhan-kebutuhan yang harus dipikirkan ya itu sih yang di kepala aku konkretnya itu semestinya itu tetapi aku masih belum dapat jawaban Dan aku tidak mau memburu-buru siapapun untuk memutuskan ya atau tidak. Aku pikir juga perlu kembali di hati nurani kita. Apa yang disampaikan Kosem tadi itu bagus banget, menarik banget.

Sebagai guru yang ada di kampus, kan ada tridharma. Nanti Kosem bisa takjabrin. Kan dibilangin, emangnya gitu. Ngobrol-ngobrol nanti kan nemu apa.

Ya, itu kita buat bertahap aja. Tapi saya pikir Albert sudah punya catatan yang cukup signifikan. Terus tentang generasi penerus, ya bukannya tidak mungkin.

Tapi itu juga butuh waktu pasti. Karena mungkin anak-anak ini juga tidak terlalu kenal dengan apa yang sudah diperjuangkan sekitar 20-30 tahun yang lalu. Padahal bahkan mereka yang dilip dengan apa yang sudah dilakukan 20-30 tahun yang lalu. Karena apa?

Karena perbedaan fasilitas. Fasilitas sekarang ini sudah sangat nyaman, apapun bisa mereka dapatkan. Dengan 20-30 tahun yang lalu, fasilitas itu tidak mudah. Sehingga kita mesti fight untuk bisa mendapatkan itu.

Nah, itu arniatik. butuh dari keluarga juga ya maksudnya Pak Sugiarto Pak Sam, Pak Yudi juga pasti harus banyak share dengan anak-anaknya terkait dengan apa yang jadi dalam Tanda Gopet ini loh yang sudah kita lakukan yang pernah kita lakukan dan seharusnya generasi ini bisa melakukannya ya itu aja sih yang mau Pak sampaikan ya aku sepakat soal beasiswa itu karena itu sangat sederhana, artinya kalau bicara tidak punya waktu, ya itulah yang paling gampang. Tapi kan ya kembali lagi pada teman-teman. yang memiliki apasidi di Project Kashi, saya hanya usul saja.

Buegitu, Pak Terima kasih banyak ya buat malam hari ini. Saya sangat mengenalpukannya. Aku setuju karena itu sepertinya sedikit banget yang konsentrasi di guru Kristen non mata pelajaran pendidikan agama. Jadi guru Kristen bukan guru pengampu pendidikan agama Kristen. Itu ceruk atau istilahnya yang terlewatkan banyak yang nggak mengharap karena jumlahnya pasti lebih besar daripada jumlah guru agama Kristen.

Saya ngajar di sekolah negeri di mana kalau yang seberang itu semua itu punya misi. Sementara buku iman Kristen di sekolah hanya digantungkan pada satu orang guru-guru agama. Saya itu lagi, ya ini siapa tahu ya bisa dikenalin ke orang.

Saya belum selesai, nulis, saya itu lagi nulis baru ketemu enam rumusan dan turunannya, rumus fisika yang dinaikkan dengan ayat firman Tuhan. Karena Buuat saya, pengen menolong guru fisika bisa punya jembatan masuk ke firman Tuhan. Saya sudah menghubungi beberapa guru prestasi Kristen di beberapa Indonesia, minta datanya dari 414 Windows.

Sena itu sudah saya minta datanya, sudah dikenalin. Rata-rata guru-guru Kristen di sekolah Kristen jualan kurikulum. Mereka tidak dapat beban untuk mendukung saudaranya yang lain. Selalu tanya, bisa nggak dibagi? Buapak, anaknya disuruh sekolah sini aja.

Atau Buapak, beli kurikulumnya kami aja. Itu dari kami sudah ada, Pak Buahkan dari pintu gerbang sampai pulang, sudah sesuai dengan nilai-nilai firman Tuhan. Saya bilang, aduh, kita ini tidak punya kepentingan kerajaan.

Kita semua masih... kerajaan kecil-kecilnya di sekolah Kristen ini. Jadi sampai hari ini belum pernah ada yang mau share. Sementara saya pernah ngelamar di Vita School Saya sebagai guru komputer, itu saja syaratnya guru harus bisa mengkoneksikan pelajaran ke firman Tuhan. Mereka sempat nolak beberapa kali guru IT karena tidak bisa menghubungkan ke firman Tuhan.

Itu istilahnya sementara yang satu berlimpah, yang satu kita ini ngos-ngosan berdarah-darah ibaratnya di sekolah negeri itu, bahkan di sekolah negeri campur juga alirannya sampai yang paling ekstrim, sampai saat rasis, itu yang buat saya nggak masuk akal. Ekstremis itu buat saya masih bisa nerima. Kalau udah rasis, guru kimia pula, S2 pula, itu buat saya nggak masuk akal. Tapi kamu bergaul dengan Coina nggak boleh.

Itu saja kayak mereka. Kenapa saya berban? Karena guru agama nggak mungkin buka les-lesan. Jadi kalau waktunya dialog, waktunya ngobrol, waktunya panjang, mereka yang buka les-lesan kan matematika, fisika, kimia. Ya matematika, fisika lah.

Guru matematika, fisika itu harusnya punya waktu lebih daripada guru agama. Jadi saya berharap kalau tadi beasiswa itu setuju banget. Kalau guru karena nggak banyak yang konsen.

Dan kita mesti, tadi itu kayak guru fisika matematika itu yang paling banyak waktu untuk ketemu murid. Dan kita harus menciptakan kebutuhan sehingga murid yang datang kita nggak salah. Kita nggak kesalahan, nggak dibilang kristianisasi, kamu yang datang kok minta tolong.

Jadi saya sih setuju kalau guru. Karena hampir dulu ada yang mau ngumpulkan di Jawa Tengah, Pak Petra Agung keburu meninggal. Itu yang polonya dana gede, dia mau sengaja bikin retret untuk guru Kristen, bukan guru agama Kristen. Jadi setuju, ini sedikit menambahin. Koden sebenarnya punya, kalau di kodennya sendiri, itu ada banyak anak-anaknya kalau nggak salah dikuliahkan tapi Jadi guru di NABuIRE lah, itu enggak tahu aku cerita data faktanya gimana.

Tapi kalau mau sekedar ke Papua, mungkin juga ada yayasan-yayasan lain yang Yohanes Henikistianus itu kan juga tangan pengharapan itu juga bantu di NABuIRE. Sebenarnya juga banyak hal yang kita bisa, teman-teman Esra, itu kan dari Kupang. Maksudnya ada juga, saya sempat kritik TCoI, Transformation Coonnection Indonesia yang implementasi dari JDN yang Pak Aman. Santoso. Sebabnya kan kantong-kantong Kristen pun justru lemah.

Pendidikan paling belakang, ekonomi juga ini. Jadi daerah nias, daerah-daerah itu. Jadi bisa dinabiri atau bisa enggak. Sebenarnya banyak yang butuh itu banyak. Yang mungkin kita bisa sistemnya.

transfernya, pengelolanya, kalau itu memungkinkan setuju kalau soal guru. Gitu kira-kira. Oke.

Nanti kita direkat dulu, setelah itu kita obrokan lagi. Kalau teman-teman semua setuju dan sepakat, kita coba melakukan sesuatu yang konkret secara sederhana. Kalau usul saya soal menuju beasiswa itu, tetap ada hal yang kita bisa kerjain.

Saya setuju sih, mau itu istilahnya bincang puku, mau istilahnya mau... Aman. Maksudnya, supaya panas terus.

Kalau enggak nanti bicaranya anget-anget, ilang lagi. Latih konsistensi itu kan yang susah kan di konsistensinya. Halo Saya mau kasih tahu ya, usulan mungkin, kalau sekedar memberikan biasiswa itu, kalau enggak ter...

monitor itu menurut saya pengalaman saya, orang bisa dapat biasiswa lebih dari 2-3 orang penyumbang, terkadang seperti itu terus yang kedua juga jangan sampai biasiswanya ini malah dimanfaatkan untuk hal-hal yang lainnya bisa individu bisa organisasi gereja bisa berupa yayasan gitu. Kalau menurut saya lebih baik cari orang yang berkompeten di bidang itu gitu. Karena posisinya kan kita tahu ya, kalau mau berkoordinasi mungkin nanti bisa saya kenalkan karena ada teman saya ini dia itu punya koordinasi beberapa pelayanan gitu.

Kan kita nggak mungkin bisa ngerjakan semua, kan gitu. Nah, itu mungkin bisa lebih terarah gitu. Mana yang sudah dimasukin, oh misalnya daerah sini ditangani pelayanan apa, di daerah sana ditangani oleh pelayanan apa. Mungkin bentuknya bisa sama, bisa nggak sama gitu. Tapi kalau misalnya muni pure untuk biasiswa, mendingan diantara kita aja, diantara kita kan itu belum tentu semuanya, apa, hidupnya bisa ter-cover semua, tuh.

Nah, itu lebih terpantau sebetulnya, anak-anak dari pelayanan pelajar. Mungkin kalau pasal yang punya... punya apa-apa listnya gitu ya bukan dalam arti untuk diumbar-umbar ya tapi artinya kita siapkan yang membutuhkan ya nggak papa tak pikir-pikir kan harus kita mulai dari internal ya karena kemarin itu kan nggak ada yang utuh dari gerak gitu loh Pak Fem kalau dari internal itu kan pasti Oh sekarang ini siapa yang ngannuin anak ini ya biar dia yang mantau gitu Istilahnya jadi orang tua asalnya, sekarang kalau dibantu beasiswa, terus dia nggak ngejar prestasi, hidupnya enak-enakan, main HP terus aja, game terus aja, sementara dia tidak ada motivasi, sedangkan anak-anak beasiswa aja, itu ada komitmennya loh, kamu tak beasiswa. Tapi kamu tidak boleh ada nilai D. Satupun dalam satu semester tidak boleh ada nilai D.

Itu ada konsekuensinya. Kalau sampai ada, kamu tidak terima nanti untuk berikutnya. Karena saya terus terang aja Ada beberapa Anak asuhnya koden itu Diserahkan ke teman saya Ternyata ada beberapa itu yang melenceng Akhirnya teman saya yang gak mau Untuk nerusin lagi Karena apa?

Karena ini gak bener anak ini Kalau kita gak nggak bisa mantau sampai sejauh itu ya amat-amat sayang gitu loh bukannya kita mau perfect ya bukan ya memang pasti adalah itu salah satu dua itu yang kecolongan seperti itu ya pasti ada tetapi kalau diserahkan sebagai ada orang yang mantau sebagai orang tua asuh itu rasanya lebih cepat gitu loh Mungkin SOP. Saya minta bantuan anak ini A, Bu, Co. Nah itu siapa A yang megang, siapa Bu, siapa yang megang gitu.

Saya nggak tahu ya. Ini saya kok masuk itu saya sudah tahu. Kalau ada kas ya di kopinya itu yang megang ya dokter Suki sendiri.

Nah itu kalau saya lihat cuma kasih-kasih orang kalau sakit. Orang kalau meninggal cuma gitu-gitu aja rasanya, itu kelihatannya. Apa ada yang lebih dari itu juga nggak pernah di-sharekan itu?

Buukannya saya ingin tahu, bukan loh. Maksud saya, saya kan baru aja masuk di Kopia A ini juga untuk grupnya. Nah ini juga nggak pernah di-share di Dia juga, di grup. Ya itulah mungkin saran-saran saya.

Iya kita tambung dulu aja ya. Maksudnya kan ini kan kita emang ngobrolnya masih impan kiur gitu ya. Mauih awal.

Iya. Tapi thank you Pak Sam sudah diingatkan. Karena aku juga paham tentang itu sih.

Karena kan aku sendiri ada satu komunitas yang juga bergerak di sana. Nah makanya A. arahnya yang gue usulkan di obrolan ini terakhir tadi itu lebih ke guru, bukan ke anaknya. Tapi kalau seandainya memang di antara kita sendiri, ini yang dipakai buku rongko ya, kalau ada di antara kita sendiri, di dalam internal ini yang memang butuh dukungan, ya kenapa tidak?

Justru mungkin dari dalam kita harus bisa dukung dulu teman-teman supaya mereka bisa api. Iya betul ya oke baiklah Oke ibu ingin mungkin kalau ini sampai itu dulu ya apa ada lagi kan udah malam soalnya iya iya iya maksudnya makasih iya makasih yang lainnya selamat malam atau ditutup koming-mingi terakhir nih koming-mingi terakhir yang belum bersuara koinnya belum dipakai Enggak, yang lainnya itu siapa ya? Tinggal komining.

Yang lain sudah ada bicara. Tinggal kita berlima. Ya, sorry.

Saya tadi lagi ada kepentingan. Tapi sedikit-sedikit soal beasiswa terakhir dengerin. Ya, soalnya gini nih.

Mungkin kan kita biasanya ngewakilin pengurusnya projekasi ya. Mungkin projekasi ini sudah jalan kan cukup lama. Sebelum CoOVID.

Nah awalnya juga memang kita nggak punya kepikiran untuk secara rutin ngumpulin dana gitu loh. Tapi kenyataannya setelah CoOVID kan kita kayak terdorong untuk mikirin gitu loh gimana nampung dana yang bisa continue. Dan kebetulan kan orang-orang yang ada sekarang kan istilahnya produktif lah ya.

Kita semua masih produktif kan. Jadi pemikirannya simple sebetulnya, gimana caranya supaya kita olah untuk kepentingan, khususnya kepentingan orang sekitar kita. Nah problemnya adalah sekarang kita punya keterbatasan atau mungkin ada kendala untuk menyalurkan sampai-sampai saldo kita itu bertambah walaupun kecil.

Ya karena mungkin kita... kita tidak punya plan yang jelas. Jadi saya tahu donator-donator kita itu jadinya mungkin berpandangan buat apa juga mau ngasih, tidak ada sesuatu yang real dibagikan.

Jadi yang terakhir kita bahas di projekasi adalah apakah ini ditutup atau kita lanjutkan. Tapi sebelum... Sebelum final kita, worst case-nya kita mau tutup karena kita nggak bisa ngurusin. Sebenarnya kan sayang sekali karena saya tahu ada banyak orang di sekitar kita ini yang di dalam kopi khususnya atau pelayan pelajar alumni itu masih punya kerinduan untuk membagikan dananya walaupun mereka mungkin mempercayakannya terserah mau diapain.

Jadi... Salah satu alasan kita untuk membahas di sini kan kita pengen dapat masukan kan. Salah satunya dengan dana yang ada ini diapakan.

Kemarin Coik Fani juga ngomong soal beasiswa, ke guru. Itu saya juga senang sekali, iya benar juga ke guru kita juga pikirin. Tapi juga kita harus mikirin seperti Albert tadi ngomong kan. Kira-kira apakah cuma dana doang yang dibagi gitu kan. Kita bisa ngelengkapin apa, soft skill apa gitu kan.

Tapi ini balik lagi ke kita kan, kita punya waktu nggak, punya konsen nggak. Karena kalau dulu di Play and Play kan all out kan kita benar-benar sudah istilahnya nggak produktif secara uang pun kita berani all out gitu loh. Nah sekarang kita sudah punya ladang masing-masing, ya mungkin tinggal kita kelola dengan baik.

Tapi balik lagi sih, sebenarnya terus terang di projekasi ini mungkin Pak Esther harusnya bisa. bisa ngomong, tapi gak ada ya dia sudah keluar maksud saya visi visi misinya sudah kita susun dengan baik tapi secara lapangan mungkin kita gak fokus gitu loh saya pikirkan lebih baik kita mungkin pemikiran-pemikiran di grup kita ini cukup bagus-bagus berpikirnya cukup besar Kau Sam tadi ngomongnya bagus banget saya Jadi merasa kita harusnya marketplace kita harus kita urusin. Saya kebetulan juga berada di dunia pendidikan.

Ketemu sekolah, ketemu orang-orang yang urusin pendidikan walaupun mereka di luar Kristen. Tapi setidaknya marketplace saya memang itu. Jadi tinggal kita pertajam. Jadi bukan dunia yang sepertinya kayak dulu lagi kita.

berada di dalam gereja dan terkunggung di situ. Itu yang mungkin bisa, kita cuma, kalau saya berpikirnya, yaudahlah kita coba susun hal praktis dulu, tingpik boleh, tapi kita juga harus do sesuatu yang mungkin kecil-kecil tapi mengarah ke hasil yang, ke apa ya, hasil sesuai pemikiran kita gitu loh. Karena kalau terlalu idealis juga kita nggak akan jalan-jalan kan, betul nggak? Jadi saya mungkin mewakili sebagian kecil di projekasi kepikiran kita coba kelolaan salah satunya dana. Kalau yang dulu diusulkan kan bisa nggak ya seperti ada orang-orang yang jadi narasumber, kalau you misalkan, terus tadi kalau Sam bisa ngomong soal marketplace gitu kan, kalau you soal finance.

itu kita bisa bikin atau mungkin Coifani juga atau Posuki tentang jurnalis menurut saya itu kan sesuatu yang bisa membekali kan jadi kemarin Ko Robi sempat pesen bisa gak kita bikin google form untuk mendapat data-data yang lebih real tentang kebutuhan-kebutuhan yang ada di sekitar kita kan khususnya ya, nah itu mungkin bisa jadi satu satu Apa database yang bisa kita kerjakan? Ya saya tahu kan ada banyak juga kita ini, maksud saya ada kesenjangan, ada beberapa kesenjangan di antara kita yang dalam arti perekonomian mungkin kan, yang mesti kita perhatikan orang-orang tertentu. Couman kalau kita terus menolong tapi tanpa kita membekali sesuatu juga rasanya kurang ini juga ya, kurang berhikmat gitu.

Kayaknya kita mesti... susun sama-sama. Nah pertemuan kita sekarang ini kan diinisiasi oleh si Albert sama si Fani mungkin.

Kan kemarin juga clear kan, sepertinya yang disampaikan itu bagus banget. Tinggal kita realisasi dan sayang juga kita nggak banyak orang yang bisa ketemu di sini. Tapi kalau mau kita breakdown, saya sangat mendukung supaya program ini bisa berjalan ke arah sana.

Salah satunya kalau dana sudah ada, kalau nggak sama. Ada saldo di atas 25 jutaan. Dan itu donatur itu sebetulnya kalau kita follow up dengan baik, mereka itu sangat kontinu. Couma karena kita kemarin nggak kasih update, report, laporan, itu mungkin mereka merasa ya, oh nggak ada satu proyek apa-apa.

Jadi mungkin ada beberapa yang berhenti. Jadi mungkin itu saja sih yang... yang kira-kira jadi gambaran saya menanggapi beberapa orang yang tadi sudah share. Itu Albert Terima kasih, Ko Ming Ming. Tinggal nanti kita susun, kalau saya tadi SOP, sistem, sama SDM kali.

Oke, terima kasih buat malam ini semuanya. Sampai ketemu di... udara lagi gitu ya.

Kalau dunda pertemuan udaranya doa pol, doa doa par. Ini pertemuan di udaranya sumbar. Makasih semuanya.

Ada yang mau nambahin? Enggak, ini saya cuma satu hal aja. Itu tadi disampaikan untuk database itu penting sebetulnya. Minimal di grup kita ya. Jadi bisa tahu, oh kalau mau tanya-tanya sekolah komunikasi, oh di Itu Fani.

Kalau mau tanya sekolah kedokteran Di dokter sugi Kan gitu Kalau mau tanya apa Finance, oh mungkin di Buayono, kan gitu-gitu Maksudnya itu kita punya database itu enak Gitu loh Apa yang jadi kesulitan Apa yang jadi kebingungan Buisa langsung ditangani oleh Profesi yang memang Orangnya tepat gitu Ada yang kesulitan masalah hukum, oh ini ngajar hukum, ada yang psikologi, saudara Frickson misalnya. Selama ini kita nggak punya background itu, kimia, itu Prof. Coiko misalnya, dia di Ubaya. Itu kan enak, langsung kita bisa punya orang-orang yang tepat.

itu yang perlu sebetulnya bisa kasih masukan ke saya tapi ini udah langsung google form gitu tapi itu mesti dibicarakan juga, karena kan saya melihat kapasitasnya dokter Suki ya itu nanti kalau dia dilompati juga repot, itu perlu diajak bicara juga karena dia yang mengkoordinir awalnya, jadi ya jangan sampai nanti salah paham lagi maksud saya gitu. Cihana? Ya, siap. Mungkin nanti bisa dibicarakan dengan yang lainnya juga, karena pertemuan ini kan cuma segelintir aja. Itu nggak sampai 10 jari orangnya, hanya 5 jari yang datang.

Dia aja kali ya, entah nggak tahu atau lewat ping-ping. untuk ngobrol ke Suki, apakah perlu dibuatkan Google Formnya? Iya. Atau gimana gitu. Jadi kelihatannya ada dua pandangan, dua kebutuhan.

Kalau dari yang ke Robi tadi kelihatannya kebutuhan sekitar, kalau dari KOSEM, database-nya kita. Kalau nggak salah, menangkapku gitu. Kalau dari kebutuhan Google Formnya-nya itu tadi.

Kebutuhan gini, Pak Mungkin bisa dirangkum. dengan kita punya database dari semua, bukan ya, nggak bisa ngomong semua, kadang-kadang ada yang nggak berkenan gitu ya. Misalnya dengan kita punya Google, dengan punya database kita-kita yang terlibat di pelajar sekarang ini, mungkin nanti juga bisa dilihatkan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh teman-teman sampai sejauh mana.

Kan bisa saja kita ini juga, ya. Ini bahasaku ya Mohon maaf Satu, kadang sudah lama Gak ketemu, terus jadi Malu mau ngomong Atau yang kedua ya memang pada dasarnya gengsinya tinggi. Kan ada orang itu macam-macam.

Jadi mungkin diomongin dulu lah secara personal kayaknya ke sugi. Supaya bisa dapat kalau misalnya dia setuju yaudah kita coba share Google Formnyanya. Andai setuju ya. Tapi kita juga nggak bisa maksa orang-orang yang mau ngisi.

Nggak mau ngisi yaudah. Itu ekosem ya. Karena kan kita gak bisa maksa orang juga ya mau ngisi atau enggak gitu.

Tapi yang pasti step-nya ke segi dulu, nanti terus setelah itu. Saya pikir kalau Albert cepet sih ya, satu-satu buat ber. Iya, orang Indonesia terkadang bisa salah paham segala macam gitu. Kalang sih ada batasnya. Jangan dimintain nomor KTP ya, Buede.

Nomor rekening boleh ya? Sama ini, mungkin link juga ya, kalau ada kesulitan misalnya, waduh anak saya ini nanti tahun depan ini mau sekolah di Jerman, waduh di sana nanti sama siapa yang nggak kenal gini-gini. Nah mungkin... Buisa dapat informasi juga.

Ini ada anaknya ini, sudah di Jerman, sudah lama. Nanti kamu hubungi ini, ini. Kan enak, maksudnya gitu. Itu anaknya Pak Joni itu juga sudah di Jerman.

Itu cukup lama di Jerman. Itu di universitas yang paling top di Jerman dia punya anak. Saya tahu karena saya kenal Joni sih. Ana itu jenius itu.

Jadi dia di sana. Jadi mungkin ada yang di Taiwan. Itu siapa misalnya. Saya lihat ini perlu sebetulnya. Buukan untuk kita minta data, tapi kita juga bisa saling membantu.

Mungkin informasi, oh anak saya dari Tuban mau masuk sekolah Petra. Kan bisa tanya Itu Fani. Mungkin bidangnya cocok Mungkin kan gitu kan enak bisa Dikasih gambaran Thank you Ya itu aja mungkin Untuk database dulu nanti Diusulkan aja dulu gitu Ntar kapan kita zoom lagi Kayak gini ya Buuktinya dengan zoom gini Ada beberapa hal yang bisa kita omrolin dengan lebih lapang gitu daripada nge-chat-nge-chat gitu nge-chat oke-oke thank you so much semuanya terima kasih