Bagi sebagian orang, Suharto adalah pemimpin diktator yang kejam. Dan Soekarno adalah pemimpin yang baik dan berwibawa yang layak mendapat gelar sang proklamator. Namun, pernyataan itu tidak seluruhnya benar.
Jika kita mendalami sejarah, Suharto tidak seburuk yang kita kira. Begitu juga, Soekarno tidak sebaik yang kita kira. Kedua tokoh ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Memang pencapaian-pencapaian Soekarno sangat banyak Namun Soekarno memiliki sisi gelap Selama Soekarno memimpin Indonesia Terlebih sejak ia mengkultuskan dirinya sebagai Sebagai presiden seumur hidup, Soekarno turut melakukan manuver politik yang dinilai merugikan rakyatnya sendiri demi ambisinya. Seluruh kekuasaan berada di tangannya.
Siapapun yang berani menghalanginya akan dilibas habis. Para oposisi dibungkam. Dan beberapa tokoh seperti Natsir, Syahrir, Buya Hamka, dan tokoh-tokoh lainnya ditangkap dan dipenjara tanpa pengadilan.
dari Badan Republik Indonesia. Kami hormati apa yang kami sangat panami. Bangsa Indonesia dan bangsa Belanda keduanya akan memperoleh bahagianya. Anak cucu kita, angkatan kemudian, akan berterima kasih kepada kita.
Moga-moga Tuhan yang Maha Kuasa memberkati pekerjaan kita pada konferensi meja bunggar ini. Sekianlah dan terima kasih. 1949, agresi militer Belanda berakhir dan Belanda menyerahkan kedaulatan sepenuhnya kepada pemerintah Republik Indonesia Serikat. Pada tanggal 19 Desember 1949, Soekarno dilantik sebagai presiden RIS di Yogyakarta.
Ibu kota sementara berada di Yogyakarta dan Soekarno ditahan di sana demi keselamatannya. Hingga akhirnya pada tanggal 28 Desember, Soekarno kembali ke Jakarta. Sejak itulah Republik Indonesia Serikat beribu kota di Jakarta. Namun, secara pribadi, bagi Soekarno, Ries yang berbentuk sebagai negara federal sangat bertentangan dengan keinginannya.
Pasalnya, negara federal yang terpecah menjadi negara-negara bagian akan sangat rawan dimanfaatkan Belanda, bila mana salah satu dari mereka akan melepaskan diri dari Indonesia. Belum lagi, rawan juga akan konflik daerah hingga pemberontakan. Muhammad Nadsir, pimpinan Partai Mas Sumi, begitu juga pimpinan partai-partai lain, beranggapan demikian. Atas desakan dan dukungan berbagai pihak, akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1950, Soekarno merubah RIS menjadi NKRI atau Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dan Indonesia kembali menggunakan sistem politik demokrasi parlementer. Sempat hal ini dikritik oleh Wakil Presiden Muhammad Hatta. Hatta menginginkan Indonesia menjadi negara federal dengan alasan Indonesia yang sangat luas akan sangat sulit bagi pemerintah pusat untuk membangun ekonominya secara merata. Dan oleh karenanya, akan ada ketimpangan sosial yang sangat tinggi antar satu daerah dengan daerah lainnya. Sebenarnya, perdebatan Hatta dan Soekarno ini sudah pernah terjadi sebelum Indonesia merdeka.
Dan pada akhirnya, Hatta masih memaklumi keputusan Soekarno. Merdeka! Telah berkali-kali mengatakan bahwa kemerdekaan nasional bukanlah tujuan yang terakhir. ...pada kita.
Pada kita, Indonesia merdeka tak bukan dan tak lebih hanyalah syarat untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dalam arti jasmani maupun rohani. Dalam sistem demokrasi parlementer, sebagai kepala negara, Presiden Soekarno hanya bertugas membentuk dan memberhentikan kabinet. Sedangkan tanggung jawab pemerintah ada pada Perdana Menteri dan Kabinet. Presiden Soekarno tidak bisa bertindak leluasa.
Sistem ini telah memberikan batasan-batasan terhadap kekuasaannya. Dan ironisnya, setiap kabinet yang dibentuk sering berseberangan dengan keinginan Soekarno. Dalam penyelesaian Irian Barat serta sanksi ekonomi terhadap Belanda, misalnya, Soekarno berseberangan dengan Perdana Menterinya Muhammad Nadsir.
Soekarno geram. Akhirnya, pada tanggal 21 Maret 1951, Soekarno memberhentikan kabinet Nadsir. Ironisnya, setelah itu, selama dua tahun, Soekarno berulang kali merubah kabinetnya dengan alasan para kabinetnya tidak sesuai dengan cita-cita revolusi.
Padahal mereka hanya tidak sesuai dengan keinginan pribadi Soekarno. Selain terhadap kabinetnya, militer Indonesia termasuk Angkatan Darat juga berseberangan dengan pemerintah Soekarno. Hal yang akan melahirkan suatu usaha kudeta militer.
Lebih dari itu, segala manuver politik Soekarno yang kian mengkhawatirkan, kelak akan membuat sahabatnya Muhammad Hatta kecewa. Dan bahkan, ia rela mengundurkan diri dari pemerintah Soekarno. Sejak dulu, Kesatuan Militer Angkatan Darat rawan akan perpecahan antara Angkatan Darat Ex-Peta dan Angkatan Darat Ex-Kenil.
Sempat, Jenderal Sudirman bisa menyatukan mereka. Namun, pada tahun 1950-an kondisi sudah berbeda. Pada tahun 1952, Jenderal Nasution mengusulkan rekonstruksi dan rasionalisasi angkatan bersenjata demi menciptakan kader militer yang modern dan rencananya mereka akan dilatih oleh militer Belanda.
Namun, usulan ini ditolak oleh militer ekspeta. Akhirnya mereka melaporkan hal ini ke istana. Singkat kisah, karena hal itu, Parlemen Pemerintah Soekarno menghentikan kebijakan Nasution secara sepihak. Jenderal Ahmad Nasution pun marah, karena pejabat sipil sudah ikut campur dalam urusan militer. Akhirnya, pada tanggal 17 Oktober 1952, Satuan Militer Angkatan Darat Pimpinan Nasution mengerahkan moncong-moncong meriam dan tanknya di depan istana.
Aksi ini dilakukan secara perintah. sebagai aksi protes Angkatan Darat yang geram dengan pemerintah yang terlalu mencampuri urusan militer. Bahkan mereka mendesak agar Presiden Soekarno membuarkan parlemen.
Karena di parlemen ada korupsi dan selalu menciptakan politik yang tidak stabil. Namun, Soekarno menolak, karena jika parlemen dibubarkan, dirinya akan dianggap diktator. Tanggal 17 Oktober 1952, sekelompok perwira yang tidak puas dengan keadaan penyelidikan... Waktu itu, menggerakkan demonstrasi menuntut pembubaran parlemen.
Demonstrasi juga digelar di halaman betung parlemen lapangan Banteng, Jakarta. Soekarno dengan tegas menolak tuntutan para demonstran karena ia tidak mau menjadi diktator. Memang, sistem parlementer ini mengucilkan keberadaan presiden.
Namun, dengan alasan persatuan dan revolusi, Soekarno menolak. Sebagai konsekuensi akibat tindakan Nasution itu, Soekarno memecat Jenderal Nasution sebagai Kepala Staff Angkatan Darat. Hubungan Nasution dan Soekarno pun memburu. Padahal angkatan perang tidak boleh, tidak boleh, tidak boleh, tidak boleh, tidak boleh, tidak boleh.
Satu sisi, Soekarno sangat tidak suka dengan cara Nasution. Dan di sisi lain, sebenarnya Soekarno menyetujui usulan Nasution mengenai pembubaran parlemen. Jika masih ada parlemen, kekuasaan Soekarno Soekarno sebagai presiden hanyalah sebatas stempel politik.
Soekarno tidak ingin itu. Soekarno ingin kekuasaan lebih untuk revolusi. Untuk membangun keinginannya, pada tahun 1955, Soekarno melantik Jenderal Nasution kembali menjadi orang nomor satu di Angkatan Darat. Secara politis, hal ini sebagai upaya Soekarno menjadikan Angkatan Darat sebagai tangan kanannya.
Soekarno mencari celah kesempatan untuk mengkritik parlemen. Pada tanggal 20 Maret 1956, Kabinet Ali Sastro Amijoyo mengajukan susunan kabinet barunya kepada Presiden Soekarno. Namun, Soekarno marah besar karena susunan ini tidak mengikut sertakan PKI dalam kabinet.
Padahal, kala itu, Partai PKI mendapat suara terbanyak keempat dalam pemilihan umum. Pemilihan umum tahun 1955 yang dianggap sebagai pemilu paling bersih dalam masa 50 tahun menghasilkan empat parti besar yang mendominasi parlemen, yaitu Partai Nasional Indonesia atau PNI, Partai Islam Masyumi, Nahdlatul Ulama, dan PKI. Benih-benih perebutan kekuasaan antar partai di parlemen pun tercium oleh Soekarno. Akhirnya, pada tanggal 28 Oktober 1956 kemudian, di depan parlemen, Presiden Soekarno menyampaikan kritik tajam terhadap sistem parlementer.
yang dianggapnya menyebabkan ketidakstabilan politik dan menghambat kemajuan bangsa. Bagi Soekarno, demokrasi parlementer adalah demokrasi impor yang tidak sesuai dengan kondisi di Indonesia. Lebih-lebih, Soekarno mengatakan seluruh partai politik sama halnya dengan penyakit.
Adanya penyakit ini diakibatkan partai-partai yang cakar-cakaran berebut kursi di parlemen. Soekarno ingin mempubarkan semua partai dan mencanakan sebuah sistem yang seluruh keputusan serta pemikiran berpusat di pimpinan negara. Suatu hari kita akan mengenalnya sebagai sistem demokrasi terpimpin.
Pernyataan Soekarno ini dikritik oleh berbagai pihak. Menurut Nadsir, jika partai-partai politik dibubarkan, demokrasi pun turut masuk ke dalam liang kubur dan akan muncul ke diktatoran. Lebih dari itu, Wakil Presiden Muhammad Hatta juga sangat kecewa dengan pernyataan Soekarno.
Dalam buku Demokrasi Kita, Bung Hatta mengatakan bahwa ia menganalogikan Soekarno sebagai kebalikan dari Mepis Topeles. Jika Mepis Topeles adalah seorang yang menghendaki buruk dan menghasilkan sesuatu yang baik, maka Soekarno adalah kebalikannya. Menurut Hatta, tujuan Soekarno selalu baik. Tetapi, langkah-langkah yang diambilnya menjauhkannya dari tujuan tersebut.
Akhirnya, pada tanggal 1 Desember 1956, Muhammad Hatta mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden. Dengan berat hati, Soekarno menyetujui pengunduran Hatta dengan hormat. Kini, seorang yang dimungkinkan menjadi rem bagi Soekarno telah lepas.
Dan kini, Soekarno sudah memiliki keleluasaan untuk mengatur pemerintahan. Lebih dari itu, hal yang ditakuti Hatta pada akhirnya terjadi. Pemberontakan mulai bermunculan.
Bahkan beberapa tokoh politik yang berseberangan dengannya, kelak, akan ditangkap tanpa peradilan. Sejak itulah, bibit-bibit kediktatoran Soekarno mulai muncul. Sejak tahun 1950-an, kondisi politik dan militer di Indonesia tidak stabil.
Hal ini mempengaruhi struktur militer dan pemerintahan di daerah-daerah. Lebih-lebih, militer daerah luar Jawa selalu terpinggirkan. Persaingan militer antar daerah kala itu memang sangat tinggi.
Lebih-lebih, pembangunan di era Soekarno ini dinilai tidak merata hingga keluar Jawa. Pemerintah Jakarta hanya melakukan pembangunan di Jawa saja. Luar Jawa seperti Aceh, Sulawesi, Kalimantan, dan termasuk Sumatera tidak memperoleh apapun dari Jakarta.
Padahal hasil ekspor dari Sumatera Utara menyumbang ke pemerintah Jakarta lebih dari 50 persen, dan Jawa hanya menyumbang sekitar 17 persen. Sempat, Satuan Militer Defisi Dewan Banteng Sumatera mengajukan tuntutan kepada Soekarno. Namun diabaikan.
Apalagi di tahun 1956, Hatta yang mewakili suara luar Jawa mengundurkan diri dari jabatannya. Akhirnya pada tahun 1957, para militer defisi Dewan Banteng berkumpul dan menghasilkan piagam Palembang. Piagam ini berisi berbagai tentutan, seperti mengembalikan duit tunggal Soekarno-Hatta, penggantian pimpinan TNI, melaksanakan desentralisasi pemerintahan nasional dengan memberikan otonomi luas kepada daerah-daerah, larangan terhadap komunisme, dan lain sebagainya.
Sempat, pemerintah Soekarno yang diwakili Kabinet Juanda melakukan pertemuan dengan mereka. Namun, hasilnya gagal. Pada tanggal 10 Februari, mereka memberi ultimatum kepada Soekarno. Lagi-lagi diabaikan.
Sebagai akibatnya, pada tanggal 2 Maret 1957, di Manado, Sulawesi Utara, Kolonel Ven. J. Samuel mendirikan Permesta. Dan pada tanggal 15 Februari 1958, Kolonel Ahmad Hussein mendeklarasikan permesta.
Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia atau PRRI bersama Burhanuddin Harahab, Syafruddin Perawiran Negara, Muhammad Nasir, Sumitro Joyohadi Kusumo, dan Asad dari Partai PSI. Mereka menunjuk Syafruddin. Ferdin Perawiran Negara sebagai Perdana Menteri. Permesta pun menyatakan dukungannya terhadap PRRI. Mendengar adanya gejolak di Sulawesi dan Sumatera, Soekarno sangat marah.
Sebagai Presiden, Soekarno menganggap tindakan ini dianggap mengancam kesatuan dan integritas negara. Akhirnya, pada tanggal 17 Agustus 1958, dengan Sandioperasi 17 Agustus, Presiden Soekarno memerintahkan Kolonel Ahmad Yani untuk menumpas pemberontakan PRRI Permesta. Operasi penumpasan ini berakhir pada tahun 1961 kemudian.
Presiden Soekarno yang mendapat dukungan dari KSA Dinasution. Menyatakan negara dalam keadaan bahaya dan memerintahkan menghadapi pemerintahkan daerah dengan kekuatan militer. Penumpasan ini hingga saat ini menjadi sejarah yang paling mengerikan bagi warga Sumatera.
Ribuan orang harus tewas akibat penumpasan ini. Memang gerakan PRRI Permesta ini mendapat bantuan dari Amerika Serikat. Namun, apapun itu, gerakan ini adalah gerakan moral untuk menekan Soekarno agar kembali kepada konstitusi. Meski kemudian berkembang menjadi gerakan militer yang tidak mengakibatkan korban jiwa. Namun, Soekarno menumpas PRRI dengan darah, meski tokoh-tokoh utama yang terlibat kemudian hanya di penjara.
Dari berbagai permasalahan yang terjadi ini, Soekarno mulai sadar bahwa sistem parlementer yang selama ini berjalan tidak cocok dengan kondisi Indonesia saat itu. Dan baginya, demokrasi terpimpinlah solusi yang tepat untuk berbagai permasalahan yang terjadi. Akhirnya, pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden dan secara resmi memberlakukan sistem demokrasi terpimpin.
Seluruh keputusan ada di tangan Soekarno. Pada tanggal 5 Maret 1960, Presiden Soekarno membubarkan DPR dan menggantikannya dengan DPR. DPR Gotong Royong. Jelas saja, anggota di dalam DPR-GR adalah orang-orang pilihan sang presiden.
Dan pada tanggal 14 Maret berikutnya, Presiden Soekarno membubarkan parlemen. Meski pada akhirnya partai-partai pro-Sokarno tidak dibubarkan. Pada akhirnya, kediktatoran Soekarno dimulai.
Hal yang ditakutkan Muhammad Hatta akhirnya benar-benar terjadi. Bagi Soekarno secara pribadi, sekalipun orang menganggap Soekarno diktator, apapun itu, demi kekuasaannya, Soekarno tidak peduli. Hal ini, tentunya, dikritik keras oleh Natsir dan partainya Masyum. Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, Pertama, P Sejak berlakunya sistem demokrasi terpimpin, banyak perubahan yang dilakukan Soekarno.
Kini kewenangan sepenuhnya berada di tangan Presiden Soekarno. Dan dengan itulah, Soekarno memuluskan agenda politik kekuasaannya, begitu juga ambisinya. Saya berbicara langsung kepada rakyat, rakyat seluruh Indonesia. Soekarno memerlukan kekuatan dari militer Angkatan Darat.
Dan memang sejak itu Soekarno sudah menyiapkannya. Pada tahun 1955, Jenderal Nasution kembali dilantik sebagai Kepala Staff Angkatan Darat. Dan memang benar, dibalik terbentuknya demokrasi terpimpin, di situ ada tangan Nasution.
Bagi Nasution, sistem ini menguntungkan posisi militer. Selain sebagai alat pertahanan negara yang tangguh, militer kala itu juga bisa aktif dalam politik, baik dalam badan pemerintahan maupun mengontrol perusahaan. Pertama, perusahaan milik negara, meski tidak seluruhnya.
Prinsip ini dikenal sebagai jalan tengah. Jalan tengah antara peran partai dan militer. Hal ini hanya terjadi di era demokrasi terpimpin dan sebagai koreksi atas lemahnya sistem parlementer. Semua konsep politik ini sama-sama menguntungkan satu sama lain, baik Soekarno maupun militer angkatan darat.
Hanya saja Soekarno sadar, ia tidak akan bergantung pada militer. Hal ini dapat dilihat setelah operasi penumpasan PRRI Permesta. Sebagian besar militer luar Jawa yang terlibat diberhentikan. Dan siapapun yang melawan Nasution akan dilibas habis.
Tak ada bedanya dengan Soekarno. Nasution begitu kuat di dalam militer. Apalagi semakin hari campur tangan militer dalam perekonomian dan pemerintahan semakin meningkat.
Pada akhir tahun 1959, misalnya, para militer memindahkan orang-orang Cina secara paksa dari desa ke kota. Selanjutnya, sebanyak 119 ribu orang Cina dipulangkan ke Tiongkok. Beruntung hal ini dapat dicegah oleh Soekarno dengan dukungan PKI.
Kekuatan militer ini bagi Soekarno satu sisi, dalam segala sisi Soekarno membutuhkan militer. Dan di sisi lain, ia berupaya mencegah upaya kekuatan militer Angkatan Darat. Untuk melakukan hal itu, Soekarno pun mulai mendekati partai-partai yang loyal dengan dirinya.
Salah satunya adalah PKI. PKI sangat loyal kepada Soekarno dengan motif kekuasaan. Sebaliknya, Soekarno juga demikian.
Selain kepada militer, ia juga memiliki kekuasaan yang sangat baik. bergantung kepada PKI. Sekali lagi, kekuatan militer sebagai alat pertahanan negara dan kekuatan PKI sebagai alat untuk menggalang masa dukungan rakyat agar terus mendukung Soekarno.
Pada intinya, Soekarno harus menyeimbangkan dua pilar kekuatan ini. Jika salah satu jatuh, baik dari PKI maupun dari militer, akan sangat mungkin kekuasaan Soekarno pun jatuh. Soekarno membutuhkan keduanya.
Dalam masalah perebutan Irian Barat misalnya, satu sisi Soekarno mengandalkan militer untuk operasi militernya. Dan di sisi lain, Soekarno harus mencegah upaya operasi secara total, karena dikhawatirkan hanya akan meningkatkan kekuatan militer. Sejak dulu, Belanda enggan memberikan tanah Irian Barat kepada Indonesia.
Di arah parlementer, Indonesia mengalami kebuntuan dalam mengambil tanah irian. Bagi Belanda, Irian Barat sangat penting. Sangat jelas, kekayaan alam di bumi Irian menjadi alasan rahasia Belanda tak ingin melepasnya.
Namun, bagi Soekarno, Irian Barat adalah bagian dari Indonesia, karena mereka bernasib sama sebagai wilayah yang dijajah Belanda. Oleh karenanya, dengan cara apapun, Soekarno sangat getol ingin merebut Irian dari Belanda. Berbeda dengan di masa parlementer. Di masa demokrasi terpimpin, Soekarno mulai bersikap ofensif. Dalam hal ini, Soekarno menggunakan dua cara, yakni diplomasi dan perang.
Kampanye untuk merebut Irian Barat pun lebih digencarkan Soekarno. Saya ulangi, kita bangsa Indonesia sudah niat. ...dan jalan apa saja yang halal. Memasukkan kira-kira para sebaliknya dan belanji kuasa Amerika bahkan dalam tahun ini juga. Dalam upaya diplomasi, dimaksudkan Soekarno untuk menjegah adanya operasi militer secara total.
Ia mulai bekerja sama dengan Amerika. Bahkan Soekarno meminjam dana yang cukup besar, dana alutsista, kepada Soviet. Sisanya, Soekarno menyerahkan kepada pihak militer.
Untuk membatasi ruang gerak militer, pada awal Desember 1961, Soekarno membentuk Komando Operasi Tingkat Tinggi atau KOTI. Soekarno sebagai panglimanya dan Jenderal Nasution sebagai wakilnya. Dan pada tanggal 19 Desember 1961, Soekarno mengumumkan akan adanya Operasi Trikomando Rakyat atau Trikora untuk merebut Irian Baru.
negara Indonesia kibarkan beneran sang merah putih di Papua di negara itu dan Hai yang dia mau datang yang mobilisasi umum mobilisasi umum yang mengenai seluruh rakyat indonesia untuk membebaskan irian barat sama sekali daripada sengkeraman yang sedang berlaku seluruh militer Angkatan Darat, Angkatan Udara, dan Angkatan Laut dikerahkan ke Irian Barat. Beruntung pertempuran hanya terjadi dalam skala kecil, karena di bulan Agustus 1962, melalui perjanjian New York, Belanda segera menang. setuju untuk menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia setelah ia didesak oleh Amerika dan PBB. Akhirnya, Soekarno telah berhasil mengusir Belanda dari Irian Barat sekaligus membatasi ruang gerak militer. Ambisinya tercapai.
Kini seakan dia di atas angin. Satu hal yang pasti. Sekali lagi, demokrasi terpimpin adalah senjata utama Soekarno.
Selain sebagai alat untuk ambisinya, hal ini juga digunakan Soekarno untuk membungkam para oposisinya Siapa saja yang menjadi penghalang akan disingkirkan Tak jarang ia menangkap orang-orang yang mengkritiknya Sekalipun mereka adalah teman Soekarno sendiri Sebagai pemimpin, memang Soekarno cakep dalam berpolitik. Hanya saja, serangkaian manuver politiknya ini tidak disukai oleh beberapa pihak, terutama di era demokrasi terpimpin. Di masa itu, Soekarno seringkali membungkam oposisi dan menangkap siapapun yang mengkritiknya.
Pada tahun 1958 misalnya, kantor berita Indonesia Raya yang dijalankan oleh jurnalis Mukhtar Lubis ditutup paksa oleh pemerintah Soekarno karena dianggap mendukung kelompok PRRI. Dan Mukhtar Lubis dijebloskan ke dalam penjara tahanan politik di Jakarta. Ia mendekam di dalam penjara selama hampir 9 tahun lamanya.
Padahal, ia hanya menerbitkan berita mengenai Menteri-Menteri Soekarno yang korup. Selain penulis seperti Mukhtar Lubis, Pramodya Anantatur, penulis sekaligus seniman Lekra yang bergabung pada tahun 1958 dipenjara oleh Soekarno. Ia dipenjara selama setahun karena mengkritik terhadap kebijakan pemerintah Soekarno kepada etnis Tionghoa.
Selain daripada itu, imbas dari gerakan PRRI yang berhasil ditumpas oleh pemerintah Soekarno, hampir semua tokohnya ditangkap dan dipenjara tanpa pengadilan. Muhammad Nasir misalnya, setelah ia mengkritik keras demokrasi terpimpin dan terlibat bersama PRRI, pada bulan Agustus 1961, Muhammad Nasir dijebloskan ke dalam penjara selama 4 tahun. Bahkan partainya Masyumi dibubarkan.
Begitu juga partai PSI. Berbicara mengenai Partai Sosialis Indonesia ini, kita cukup nostalgia dengan sosok pejuang 45 yang pernah menjadi Perdana Menteri di awal kemerdekaan. Dialah Sultan Syahrir, atau yang dikenal dengan Sibung Kecil.
Tak terhitung, jasanya terhadap Republik sangat besar. Namun, Soekarno dengan mudahnya memenjarakan Syahrir teman seperjuangannya sendiri. 7 Januari 1962 di Makassar terjadi aksi pelemparan bom granat yang mengarah ke Soekarno.
Beruntung Soekarno selamat. Anehnya pemerintah Soekarno menuduh Syahrir sebagai dalangnya. Akhirnya, pada tanggal 16 Januari 1962, Sultan Syahrir, Subadiyah Sastro Satomo, Muhammad Rum, dan tokoh lainnya ditangkap dan dipenjara. Selama dipenjara, Syahrir mengalami penyakit struk. Hingga akhirnya, pada tahun 1965, ia diizinkan untuk berobat ke Swiss dan Syahrir menghembuskan nafas terakhirnya di sana sebagai tahanan politik.
Selain Syahrir, ada juga salah satu tokoh yang juga sangat berjasa pada Republik. Dialah Buya Hamka, salah satu tokoh masyumi sekaligus penulis dan pemikir muslim. Pada tanggal 27 Januari 1964, Soekarno menjebloskan Buya Hamka ke dalam penjara dengan alasan ia terlibat rapat gelap di Tangerang untuk merencanakan pembunuhan terhadap Menteri Agama dan Presiden Soekarno serta melakukan kudeta terhadap pemerintah atas sokongan dari Malaysia. Meski semuanya tidak ada bukti, ia tetap di penjara. Semua penangkapan ini adalah bukti lain daripada kediktatoran Soekarno.
Soekarno rela menangkap siapapun yang dicurigai sebagai penghalangnya. Jangankan terhadap orang atau suatu kelompok. Tentu, Soekarno juga tak segan melibas suatu negara yang dinilai mengancam kedaulatan Indonesia.
Negara yang dicurigai itu tak lain dan tak bukan adalah tetangganya sendiri, yakni Malaysia. I'm pretty. I detest colonialism.
And I fear the consequences of their last bitter struggle for life. Langkah-langkah Presiden Soekarno di era demokrasi terpimpin sangat ambisius. Ia akan melakukan segala cara untuk memperbaiki kemampuan dan kemampuan.
untuk kekuasaan dan ambisinya. Rakyat yang seharusnya diperhatikan justru dipakai Soekarno sebagai alat ambisinya dengan alasan revolusi dan kedaulatan. Dalam masalah konfrontasi Dengan Malaysia misalnya, Soekarno dengan mudah melibatkan rakyat untuk ikut berperang. Alih-alih membatasi militer dan memberi kesempatan bagi PKI.
Pada tanggal 31 Agustus 1957, Inggris berencana memerdekakan Malaysia. Malaysia berencana ingin menyatukan Sabah, Sarawak, dan Singapura dalam Federasi Malaysia. Mendengar hal ini, Soekarno kecewa dengan Malaysia. Soekarno menilai, kemerdekaan Malaysia ini sebagai akal bulus Inggris dalam upaya neokolonialisme. Baginya hal ini dapat mengancam kedaulatan Indonesia.
Soekarno pun menentang pembentukan negara federasi Malaysia. Sempat Soekarno dan Malaysia serta Filipina bersepakat untuk menunda pembentukan negara federasi Malaysia. Namun kesepakatan itu dilanggar oleh pihak Malaysia. Akhirnya, pada tahun 2000, Pada tanggal 16 September 1963, Malaysia mendeklarasikan kemerdekaannya dengan pembentukan Negara Federasi Malaysia yang meliputi Sabah, Sarawak, dan Singapura.
Soekarno pun naik pitan. Akhirnya, Presiden Soekarno menggunakan langkah konfrontasi. Pada tanggal 3 Mei 1964, Presiden Soekarno mengkampanyekan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk mengganyang Malaysia dalam operasi Dwi Korang.
Dalam rangka politik konfrontasi terhadap proyek neokolonialis Malaysia yang nyata-nyata merupakan ancaman dan tantangan bagi revolusi Indonesia bantu perjuangan revolusioner rakyat-rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Sarawak, dan Brunei untuk mengubarkan negara boneka Malaysia. Dalam upayanya menggagalkan pembentukan negara federasi Malaysia, perang dan ancaman pun dilakukan. Berbeda dengan operasi perebutan Irian Barat.
Dalam hal ini, Soekarno secara terang-terangan melibatkan rakyat untuk ikut berperang. Tentunya hal ini didukung oleh PKI. PKI pun melakukan aksi demonstrasi besar-besaran di Jakarta untuk mendukung adanya konfrontasi dengan Malaysia. Rakyat pun berbondong-bondong menjadi sukarelawan perang. Pada tanggal 27 Juli kemudian Soekarno mengirim militer dan sukarelawan ke perbatasan Pertempuran di perbatasan Malaysia pun terjadi Dalam hal ini, Nasution dan dan kawan-kawannya tak cukup akal untuk berkorban hanya demi Soekarno yang dinilai terlalu ambisius.
Sejak awal Soekarno tidak melibatkan Nasution dalam operasi ini. Soekarno menggantinya dengan Jenderal Ahmad Yani yang dinilai loyalisnya. Namun ia tidak sadar Ahmad Yani maupun Nasution sama-sama kuatnya membenci PKI. Lebih lanjut Soekarno mengirim Marsikal Ombudsman. Omardhani, Menteri Angkatan Udara untuk memimpin operasi.
Cemas akan hal itu, Angkatan Darat di bawah pimpinan Maijen Soeharto akhirnya mulai menghalangi konfrontasi dan mengadakan hubungan rahasia dengan Malaysia. Pertempuran dengan Malaysia dan Inggris di perbatasan tidak mengalami kemajuan. Dan di Jakarta, kondisi politik mulai semakin memburuk dan kacau.
Akibat operasi duikora ini, serta akibat kecerobohan Presiden Soekarno dalam mengelola ekonomi, Indonesia hampir mengalami bencana. Seluruh rakyat kelaparan. Kehancuran Indonesia sudah di depan mata. Konflik PKI...
dan militer semakin hari semakin meningkat. Soekarno pun mulai sakit-sakitan. Pemerintah Soekarno mulai goyah.
Hal ini dibuktikan dengan terjadinya suatu operasi militer di tahun 1965, yakni G30S. Peristiwa ini sangat rumit untuk dijelaskan di sini. Dan oleh karenanya, peristiwa inilah yang menjadi satu titik temu kehancuran Kekaisaran Soekarno yang pernah perkasa di zamannya.
Prahara G30S, Kudeta, dan Kehancuran Kekaisaran Soekarno bukan dibahas di sini. Lagi-lagi di episode selanjutnya. Terima kasih.