Transcript for:
Tenunan Ikat: Warisan dan Identitas NTT

Bicara tentang kain tenung NTT, NTT sendiri itu begitu luas, bukan saja luas dari sudut padang geografis ya, banyak pulau tapi luas karena kebudayaan yang beragam mulai dari bahasa terus produk-produk budaya, artifak-artifak budaya seperti rumah adat, bentuk kampung senjata, termaksud tenunan itu sendiri. Tenunan itu sangat beragam, bahkan di setiap daerah, kecamatan, desa dengan tenunannya mereka masing-masing. Jadi itu semua produk cara berpikir masyarakat ketika mereka menanggapi alam di sekitar mereka, terus wujud tertinggi, itu semua diekspresikan dalam tenun ikat itu. Fungsi tenun ikat itu untuk melindungi tubuh kan selimut. Itu berlaku untuk masyarakat tradisional, masyarakat modern juga di perkotaan.

Terus fungsi berikut itu sebagai tadi ekspresi seni pada alam di sekitar mereka ya. alam seperti apa, mereka ekspresikan di benda-benda artefak budaya, termaksud tenunan itu makanya di dalam tenunan itu banyak sekali motif-motif floral binatang, manusia batu-batuan itu semua kan dari alam Filosofi masyarakat tradisional Menciptakan tenun ikat itu sangat erat kaitannya dengan spiritualitas mereka. Itu semua dikomunikasikan dalam bahasa simbolik dan menjadi tenun itu, simbol-simbol dalam tenun.

Rata-rata seperti itu. Makanya setiap tenun menjadi identitas berpikir dari setiap masyarakat di NTT. Makanya itu banyak sekali ragam.

Saya kira masing-masing daerah sudah punya ciri khas desain atau motif selimut tersendiri. Kupang itu sebenarnya dia tidak ada motif, tapi justru dengan adanya motif sepe ini, maka bisa dikatakan bahwa inilah jadi motif Kupang. Kupang dalam arti kota Kupang ya. Sementara kalau kita baru bicara Kabupaten Kupang, itu macam-macam motif. Motif Amarasi sendiri, motif Fatuleo sendiri, yang daerah Campolong itu sendiri.

Untuk Kota Kupang dia tidak ada motif karena semua suku ada di sini. Selama kita di Kupang dan masih sebut dia sebagai sepe itu punya filosofi tersendiri. Tapi selama kita sudah sebut Flamboyan maka dia kurang bernilai.

Ada sesuatu yang saat-saat tertentu yang begitu kita melihat ini pohon sepe dengan suasana warna merah di bunga-bunganya. Ada sesuatu nilai yang apa ya. Bukan diajak tapi kita terpanggil gitu. Terpanggil.

Rindu masa kecil kita, rindu di buai di tangan mama, di tangan orang tua. Kerinduan atau rasa rindu seperti itu bisa muncul. Itu yang saya bilang filosofinya.

Selama dia masih jadi sepe, kalau jadi flamboyant, sukurang bermakna lagi. Dan lokasinya hanya di Kota Kupang. Satu contoh aja, kalau kita nih lagi di Tanah Ranto begitu lihat bunga flamboyan atau bunga sepi sudah mulai berbuah kan, rasa rindu homesicknya tinggi sekali. Itu sudah pasti itu. Jadi bisa dikatakan bahwa...

Bunga sepe atau bunga flamboyan ini tidak bisa dipisahkan dari realita kehidupan sosial budaya bermasyarakat di Kota Kupang. Itu sebagai tanda lah, ya kalau orang bilang lagu Maifalye, Mari Kota Pulang sudah ya itu. Pas lihat bunga sepe, Mari Kota Pulang.

Kami kelompok tenun ini ada tiga kelompok, satu kelompok itu anggotanya 10 orang. Saya yang menjadi koordinator umum. Saya mulai menenung itu sejak tahun 1900-an.

Tapi karena selama itu kami kerja itu motif yang umum, yang dari TTU sendiri. Saya asalnya dari TTU, tapi saya mulai kenal dengan Ibu Hilda Manaveh itu sejak tahun 2000. Tahun 2019, saya sudah mulai terkenal dengan Ibu Hilda, karena kami diperkenalkan dengan motif bunga sepe ini. Jadi kami diantar, mulai saat itu kami diantar oleh pegawai dari Dekra Nasdaq, antar gambar bunga sepe.

Yang hanya berupa gambar, jadi waktu itu kami sudah mulai kerja. Pokoknya kerja tidak jadi, buang, kerja lagi, coba lagi, pokoknya terus coba, terus coba, sampai mungkin 4 bulan lamanya kami coba, pada akhirnya berhasil. Akhirnya mulai saat itu kami mulai kerja, kerja, kerja, kerja sampai kami... Bawain bunga sepe, kami promosi di Solo. Hanya mulai tahun 2021 bulan September, saya tidak salah, itu mulai keluar hak patentnya.

Hak patentnya atas nama Ibu Hilda Manave. Mulai saat itu kami mulai menjalin hubungan kerjasama dari situ sampai tahun lalu. Masa jembatannya Pak Wali Kota selesai, saat itu juga kami sudah mulai putus kerja. Tapi apabila ada permintaan dari Dekra, mereka datang ambil. Tapi itu pun harus melalui pesanan dulu, dipesan dulu, baru kami kerja, kami tidak bisa stok.

Kalau dulu banyak, sekali minta kadang sampai 40 lembar, 50 lembar, kadang 80. Jadi saya sampai mengeluh juga di Ibu Hilda bahwa, Mama kok sekarang sepi sekali. Jadi dia bilang, iya Mama, kita tidak tahu kan masing-masing orang punya program kan. Kalau memang dia mau pakai kita ya, berarti dia akan tetap cari Mama. Tapi kalau memang dia mau pakai motif lainnya, kita tidak bisa paksa.

Kota Kupang resmi memiliki motif tenun khas tersendiri, yakni motif sepe pada kain tenun ikat, lotis maupun tenun buna. Peresmian tersebut ditandai dengan pegelaran sepe festival yang digelar dinas pariwisata Kota Kupang di kawasan pesisir. Kelurahan LLBK. Sebanyak 50 penenun memamerkan kreasi mereka yang ditampilkan oleh para model Kota Kupang. Lebih memperkenalkan motif CP kekal layak ramai, Dinas Pariwisata Kota Kupang menggelar Festival Tenun Ikat Motif CP.

Kegiatan yang digelar di pantai Tedis Kupang itu diikuti 50 kelompok tenun ikat dengan menampilkan karya-karya yang spektakuler. Pertempat di salah satu restoran, Ledis Program diisi dengan penampilan model-model profesional Kota Kupang. Yang menampilkan pusana modifikasi tenun sepeh khas Kota Kupang. Di desain khusus, Ketua TPPKK dan Dekranas Dekota Kupang, Hilda Ryukore Manafe. Motif bunga sepeh sendiri terlihat di kota Kupang.

terdaftar dan mendapat sertifikat hak kekayaan intelektual dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia Hak cipta akan memberikan jaminan kepada kita bahwa orang tidak akan tiru-tiru sembarang itu menjadi, tapi juga jangan eksklusif, artinya gini, kualitas bagus ini jangan sampai semua orang dilarang habis nanti perkembangan ekonomi juga macet jadi adanya hak cipta ini juga membangkitkan ekonomi kita di masyarakat mama-mama kita penenuh itu juga bisa memberikan dampak bagi Bagi keluarganya, bagi anak-anaknya. Dinas Pariwisata Kota Kupang berkomitmen akan bekerjasama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Dekra Nasda Kota Kupang untuk memberikan pendampingan kepada para pengrajin tenun ikat motif CP agar bisa berkembang dan membuat motif CP lebih dikenal dan dicintai oleh masyarakat luas. Terlepas daripada itu, Ide daripada Ibu Wali Kuta pada waktu itu kita menyambut dengan sangat positif karena kita bisa menghasilkan sesuatu atau memperoleh sesuatu yang sifatnya dia lebih bisa diabadikan lah dalam bentuk selimut gitu.

Dalam perjalanan kan Ibu ini bikin lomba. Penyelenggaranya adalah dari Dekral Nasdaq, Kota Kupang. Kan dibuat lomba.

lomba selesai, hasil karya lomba ada. Kemudian kita tindak lanjuti dengan bagaimana mengimplementasi hasil karya para seniman yang sudah mengikuti atau mendesain itu. Kita buat dia, mengolah dia untuk mendapatkan satu motif selimut yang lebih representatif.

Jadi ya namanya lomba, kemudian teman-teman peserta ini kan mereka yang ada dalam pikiran itu pakimnya itu pakim bentuk selimut. Pakai bentuk selimut, jadi ya ada hiasan-hiasan, ada bunga inti, jadi sistemnya sama semua. Cuman bedanya masing-masing peserta dia menimpilkan dengan warna background yang beda-beda. Ada yang warna polos, ada yang putih, ada yang warna hitam, ada yang warna merah. Tapi kalau tidak salah, nanti kita bentuk dia dengan warna agak kuning-kuning, gading begitu, kalau tidak salah.

Ini kita Kurang lebih komplit ya 22 kabupaten di NTT, walaupun misalnya ada waktu tertentu yang memang ada stok kosong seperti itu, tapi itu nggak akan lama, paling sekitar semingguan. Karena kan kita menunggu juga kayak dari kampung gitu, udah jadi, udah ready, ya dikirim. Kalo tenun CP sendiri itu kan memang baru banget ya di Kupang.

Kalo saya gak salah baru kurang lebih 2 tahunan ya. Jadi memang kita di CP itu, waktu di Home Gallery itu kami memang belum nyetok CP. Pas permulai Januari, nah itu baru ada...

penenun nawarin penenun bunga sepe. Karena memang sepe itu baru banget, jadi waktu itu kita sempat nyetok itu sampai dengan sekitar puluhan. Selendang sama kain.

Cuma kalau kainnya itu memang lebih dikit. Kalau selendang lebih banyak. Banyak kayaknya itu mungkin sekitar cuma kalau sampai dengan sekarang itu mungkin belum sampai 100 sih kalau dibandingin sama kayak Timor, Saburote itu jauh bedanya.

Karena memang stoknya juga dikit gitu, nggak yang kayak tenun lain yang memang banyak. Jadi kita banyak pilihannya, kalau sepe itu cenderung dikit pilihannya. Pada dasarnya saya nggak tahu pastinya apa kendalanya, cuma memang kalau untuk penurunan CP itu kita stok yang datang itu emang dikit gitu, jadi pilihannya emang dikit. Jadi biasanya kalau datang ya pasti kita akan ambil semuanya gitu, seperti itu. Ya tapi balik lagi tergantung dari harganya, kalau cocok harga ya kita angkut, kalau misalnya enggak yaudah berarti belum cocok gitu.

Karena kalau kami di sini, Karena saya berpikir bahwa tenun itu kan adalah kekayaan intelektual seseorang. Even kamu punya duit, kamu punya benang, tapi kalau kamu nggak punya kekayaan intelektual, kamu nggak bisa menenun. So, ya dikasih harga berapa, kalau emang cocok kami ambil, kalau emang nggak cocok, berarti kita belum cocok. Seperti itu.

Kami enggak untuk menyebut harga, mau dong segini, itu enggak. Saya mikir tenun itu emang susah, karena prosesnya panjang, karena CP ini rata itu adalah... Tenun alam, mereka cenderung buat tenun-tenun alam. Saya pikir itu adalah suatu runutan yang cukup panjang.

Udah gitu, tidak semua orang bisa mengerjakannya, hanya orang-orang tertentu. Siapa lagi kalau bukan kita yang bisa menghargai karya anak bangsa, kalau bukan kita sendiri. Kalau kita aja udah nganggep kayak, ini mah easy-easy, saya kurang sepaham.

SMP itu saya belum, apa mungkin saya yang belum tahu atau memang nggak ada, jadi tidak ada spesifiknya antara tenun laki-laki dan perempuan. Nah, sedangkan kami di sini tuh nawarin kayak sepasang gitu, saya juga bingung SMP ini yang mana ceweknya, yang mana cowoknya gitu. Kalau mau bikin yang kami belum ada temanya itu adalah sepe sendiri, penuh kupang, padahal kita ada di kupang gitu. Cuma ya itu tadi buat nyari kain sepe itu agak susah. Saya nggak tahu apa ini hanya berlaku untuk saya ataukah mungkin beberapa outlet juga seperti itu, saya nggak tahu.

Karena hak ciptanya ada di Ibu Hilda, mau tidak mau untuk proses repro-reprodian ini kan harus melalui Ibu Hilda. Kalau tidak salah ya, kita kan sama dengan lukisan saya. Kalau misalnya saya punya lukisan ini begini, siapapun yang mau menjiplak atau ini kan tetap harus minta izin dong. Jadi bisa jadi itu sebagai satu kendala. Sehingga tidak bisa diproduksi masalah, ya mungkin begitu.

Ada hak intelektual yang dipegang oleh seseorang. Atau satu institusi, katakanlah dia pakai nama Dekranasda, tetap institusi Dekranasda. Jadi kita harus minta izin.

Kekayaan intelektual yang diberikan untuk tenun CP itu sebenarnya baik, untuk antisipasi. Bagaimana nanti ke depan ketika tenunan itu sudah banyak diproduksi, itu tidak diklaim oleh pihak luar misalnya. Itu antisipasi dari mungkin badan pemerintahan atau perorangan adanya haki dari tenun CP ini.

Tapi jika itu menjadi eksklusif, Perintah atau perorangan dan para pengrajin tidak bisa memproduksi itu secara massal, saya rasa itu bagian dari monopoli dan sama saja hak itu diberikan kalau memang hanya menguntungkan satu dua orang, kalau memang begitu ceritanya. Saya juga tidak terlalu mengikuti itu menjadi eksklusif, tenun CP itu menjadi eksklusif. Jadi itu tadi ada pro dan kontra di situ, di satu sisi ya positif sekali, haki mempersiapkan kita untuk bisa menjaga lagi tenun ini, mengembangkannya tanpa ada campur tangan orang lain.

Ini tuh menguntungkan kita semua, tapi itu bisa menjadi monopoli satu badan atau mungkin perorangan yang bisa juga merugikan masyarakat. Nanti ke depan kita lihat konsistensi dari pemerintah dalam ide dari mereka untuk memunculkan desain motif CP ini dan bagaimana mengembangkannya. Kita lihat saja dalam perjalanan waktu. Identitas, simbol identitas Kota Kopan itu harus merangkul ke aneka ragaman masyarakat di Kota Kopan.

Kupang, CP itu belum bisa menurut saya, berapa aneka ragaman itu. Sejauh mata memandang CP ini enak sekali dilihat, tapi punya kekurangan juga. Salah satu itu batang yang rapuh, sehingga orang juga mau membudidayakan CP atau tanam di pinggir rumah, tanaman hias juga takut karena risikonya yang besar.

Mengingat beberapa tahun lalu ada kejadian badai. Di kota Kupang ya pasti orang merasa trauma dan saya juga melihat mungkin CP ini apakah bisa eksis terus di Kupang atau tidak. Pengalaman saya sekitar sejauh mata memandang saja.

Tidak ada yang... Hati-hati soal CP sejauh ini. Saya menjadi pesimis karena eksistensinya di bumi Kupang ini akan bisa berlanjut atau tidak ke depannya.

Jangan sampai orang melihat motif-motif CP itu sebagai memori pada CP yang sudah hilang. Justru bukan pada simbol di baliknya, menggambarkan apa. Hanya memori, ya menarik.

Sebagian orang, tapi bagi saya ya menarik hanya ketika itu jadi produk fashion saja. Tapi simbol makna di belakang tidak menggambarkan identitas. Juga menurut saya CP tidak bisa, bukan-bukan satunya simbol atau identitas. selamat menikmati Harapan saya itu kalau bisa ada perhatian dari pemerintah yang mau bekerja sama dengan kami sehingga motif ini jangan hanya istilahnya bahwa ada pemimpin baru lalu diam, ada pemimpin baru lagi pergantian pemimpin lalu diam.

Ya mudah-mudahan motif CP ini karena ini menjadi ikonnya kota Kupang semoga dia berkembang terus dan berkembang terus. Karena dengan berkembangnya motif CP, itu sangat membantu kebutuhan masyarakat yang penenun atau produksi kecil, produksi menenun ini. Biar pemerintah mungkin bisa lebih, apa namanya, kayak pengkaderan penenun-penenun kemudian difasilitasi entah dari segi modal atau mungkin pemasarannya atau yang lain-lain.

mungkin yang bisa mendukung biar tenun CP itu bisa lebih punya posisi untuk bersaing dengan tenun lain. Sebenarnya mungkin bukan masalah tenunnya yang monoton, karena memang tenunnya yang monoton. dia hanya bunga sepe aja ya. Bukan sih, saya melihat lebih ke supply-nya yang kurang, Kak. Karena itu tadi, kami memang agak kesulitan untuk dapatkan.

Sebenarnya saya lebih tertarik kepada hal-hal yang bersifat pengambangan ideanya. Kita ini bukan statis ya, kita mau hal-hal yang dinamis. Oke lah mungkin sekarang kita berbicara CP, mungkin besok-besok ada hal-hal yang lain, misalnya ada ikon-ikon lain yang kita bisa anggap sebagai sesuatu yang menarik untuk kita angkat. Bisa saja kita kembangkan. Kita buat sedemikian rupa sehingga dia memunculkan satu nilai seni, nilai art yang bisa membawa nilai jual.

Harapan saya bahwa itu tadi ada sesuatu yang baik yang muncul dari teman CP ini, itu tidak menjadi... Eksklusif untuk orang-orang tertentu dan semua masyarakat pengrajin di Kota Kupang bisa menikmati itu sebagai identitas keberagaman kita di Kota Kupang ini. Dan itu bisa dikembangkan lebih lanjut. Terima kasih.