Transcript for:
Sejarah Kerajaan Kutai di Indonesia

Hai teman kece! Menurutmu, kira-kira kapan ya masyarakat zaman kuno di Indonesia pertama berhasil membentuk kerajaan? Banyak yang menduga kalau jawabannya adalah abad ke-4 Masehi. Bukan di Jawa ataupun Sumatra, tetapi di Kalimantan Timur! Tepatnya, kerajaan Kutai Martapura yang bercorak Hindu. Walaupun daerah kekuasaannya tidak seluas beberapa kerajaan lain yang muncul setelahnya, Kutai terbilang istimewa karena bisa terus berlanjut hingga sekarang. Namun, keberadaannya saat ini sudah jauh berbeda dengan asal mulanya. Kini, namanya menjadi kesultanan Kutai Kertanegara ing Martapura, yang bercorak Islam dan lebih berperan sebagai warisan sejarah dan budaya nasional. Kira-kira, bagaimana ya cerita asal mula, masa kejayaan, dan redupnya kerajaan ini? Yuk, kita simak lika liku perjalanan sejarah Kerajaan Kutai dalam kurun waktu 1.600 tahun ini! Ada beberapa periode dalam sejarah kerajaan ini. Kerajaan ini bermula sebagai Kutai Martapura yang bercorak Hindu dan berpusat di Muara Kaman pada abad ke-4 Masehi. Di lain pihak, pada abad ke-14 Masehi, muncullah kerajaan Hindu lain yang bernama Kutai Kertanegara di Kutai Lama. Kutai Kertanegara kemudian mengalahkan Kutai Martapura di tahun 1635 dan meleburkan keduanya menjadi Kutai Kertanegara ing Martapura. Kerajaan ini berubah menjadi kesultanan Islam di abad ke-18. Selanjutnya, kesultanan Kutai menjadi bagian dari Hindia Belanda di abad ke-19 dan kemudian daerah kekuasaan Jepang di tahun 1942. Setelah kemerdekaan, Kutai sempat bergabung ke dalam Republik Indonesia Serikat hingga diakhiri status kesultanannya di tahun 1960. Namun, pada tahun 2001 kesultanan Kutai Kertanegara ing Martapura dihidupkan kembali dengan penobatan H. Aji Pangeran Praboe Anoem Soerya Adiningrat sebagai sultan. Wah, menarik ya! Ternyata Kerajaan Kutai sudah mengalami banyak perubahan bentuk dari awal mula hingga sekarang ini. Sebenarnya, awal mula Kerajaan Kutai tidak banyak kita ketahui karena sumber sejarahnya relatif sedikit. Sumber sejarah utama mengenai kerajaan ini adalah prasasti Yupa yang ditemukan di hulu Sungai Mahakam. Prasasti ditulis dalam bahasa Sanskerta dan aksara Pallawa, yang berasal dari India bagian selatan. Jenis bahasa dan aksara ini menyebar dan digunakan di Nusantara sekitar abad ke-4 hingga 5 Masehi. Hanya 4 dari 7 yupa berhasil ditemukan dalam kondisi cukup baik dan dapat diterjemahkan. Salah satu yupa ini memuat silsilah pendiri kerajaan, yaitu Kudungga, Aswawarman, dan Mulawarman. Ketiga yupa lainnya menyebutkan mengenai berbagai sedekah yang diberikan oleh Raja Mulawarman pada para Brahmana, yang kemudian mendirikan yupa. Tidak ada nama kerajaan yang disebut pada prasasti. Nama Kutai sendiri diberikan oleh para ahli dari nama tempat ditemukannya yupa ini. Menurut tafsir para ahli, Kudungga belum terpengaruh oleh budaya India karena namanya masih asli Indonesia. Ia adalah kepala suku orang Dayak sebelum mengubah kedudukannya sendiri menjadi raja. Anaknya, Aswawarman adalah yang pertama dari dinasti ini yang terpengaruh budaya Hindu. Kata Warman berasal dari bahasa Sanskerta dan biasanya digunakan untuk akhiran nama orang yang berasal dari India selatan. Adapun Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kudungga. Diduga kalau Kutai mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Mulawarman. Buktinya, disebutkan dalam yupa kalau Mulawarman sanggup mempersembahkan banyak harta pada para Brahmana, di antaranya 20.000 ekor lembu, emas, minyak, dan bunga. Disebutnya Brahmana dalam yupa berarti ada sistem kasta di Kutai, walaupun mungkin tidak seketat seperti di India. Sistem ini terdiri atas kasta Brahmana, yaitu para cendekiawan; kasta ksatria, yaitu para raja, bangsawan, dan prajurit; kasta waisya, yaitu para pedagang; dan kasta sudra, yaitu para gelandangan dan pelayan. Isi yupa juga mengindikasikan kalau perekonomian Kutai sangat kuat sehingga raja sanggup menyisihkan sedekah yang sangat berharga pada para Brahmana. Saat itu, perekonomian Kutai berkembang sangat pesat melalui pertanian dan perdagangan. Letak Kutai strategis karena berada di antara jalur perdagangan dengan India dan China. Sungai Mahakam menjadi jalur utama arus perdagangan yang membawa kekayaan yang melimpah ke kerajaan. Keuntungan dari perdagangan ini kemudian digunakan sebagian oleh kerajaan untuk mendanai proyek-proyek besar seperti pembangunan kuil dan upacara-upacara keagamaan. Proyek-proyek ini memperkuat kekuasaan politik raja, yang menikmati dukungan dari para Brahmana. Hubungan antara raja dan Brahmana sangat erat, dan kerja sama mereka berhasil mempertahankan kekuasaan dan stabilitas kerajaan saat itu. Setelah Mulawarman, tidak banyak diketahui cerita kerajaan hingga keruntuhannya di tangan Kutai Martapura 12 abad kemudian. Dalam Kakawin Negarakertagama yang ditulis oleh Empu Prapanca dari Majapahit, disebutkan bahwa Dermasatia dari Kutai Martapura tewas terbunuh dalam peperangan oleh Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa dari Kutai Kertanegara. Sejak itu, kedua kerajaan melebur menjadi Kutai Kertanegara ing Martapura. Setelah itu, Islam masuk dan perlahan menggantikan Hindu sebagai agama kerajaan. Sultan Aji Muhammad Idris, yang bertakhta dari tahun 1735 hingga 1778, adalah raja Kutai pertama yang menggunakan gelar sultan. Kesultanan Kutai mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Aji Muhammad Sulaiman, yang berkuasa di akhir abad ke-19. Saat itu, wilayah kekuasaan Kutai mencakup hampir seluruh wilayah Provinsi Kalimantan Timur saat ini. Kemakmuran Kutai di zaman ini berasal dari pembukaan tambang batu bara dan minyak bumi, yang dipelopori oleh Belanda. Puncaknya adalah pendirian perusahaan Borneo-Sumatra Trade Co di awal abad ke-20, yang membawa surplus yang sangat besar bagi perekonomian Kutai. Sultan Kutai terakhir sebelum masuk menjadi bagian wilayah Republik Indonesia adalah Aji Muhammad Parikesit, yang naik takhta di tahun 1920. Ia mendirikan keraton baru di tahun 1936, yang sekarang Museum Negeri Mulawarman. Namun, tak lama berselang Jepang tiba. Pada tahun 1942, kesultanan Kutai diduduki oleh bangsa Jepang. Sultan Kutai memutuskan untuk tunduk pada Kaisar Jepang agar terhindar dari pembantaian seperti yang terjadi pada rakyat dan keluarga kerajaan lainnya. Setelah kemerdekaan Indonesia, kesultanan Kutai berubah status beberapa kali, dari Daerah Swapraja, Daerah Istimewa Tingkat II, hingga akhirnya dihilangkan status kesultanannya pada tahun 1960. Saat ini, wilayah Kabupaten Kutai Kertanegara beribukota di Tenggarong dan menjadi bagian dari provinsi Kalimantan Timur. Wah menarik ya sejarah dari Kerajaan Kutai. Sekarang, yuk coba jawab 3 pertanyaan berikut! Coba tulis jawabanmu di kolom komentar ya. Kalau mau latihan soal topik ‘Sejarah Kerajaan Kutai’, yuk kunjungi website kejarcita.id atau download aplikasi kejarcita di playstore. Like and share juga video ini ke teman kece lainnya ya. Kejarcita. Kejar ilmu, raih cita.