Transcript for:
Penerapan Komputasi dalam Penemuan Obat

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat berjumpa di channel Drug Discovery untuk Pendidikan. Saya Daryono Hadi dari Sekolah Farmasi TB, kelompok keilmuan farmakogimia.

Ingin berbagi informasi atau pengetahuan kepada Bapak Ibu sekalian dan juga adik-adik mahasiswa. tentang proses penemuan suatu obat baru. Pada seri pertama ini kami ingin menjelaskan peran komputasi di dalam penemuan obat baru. Computer-edit drug design atau computer-edit drug discovery dengan berbagai pendekatan dan teknologi yang digunakan saat ini. Mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam menghemat waktu maupun biaya yang digunakan untuk riset penemuan senyawa baru yang dapat digunakan sebagai obat pada manusia.

Mudah-mudahan informasi atau pengetahuan yang kami sampaikan bermanfaat bagi Bapak Ibu sekalian, juga adik-adik mahasiswa. Bila berkenan silahkan. Subscribe channel ini dan selamat mengikuti Berbicara tentang proses penemuan obat tentu tidak lepas dari ilmu gimia medisinal Dimana ilmu ini sebelumnya sampai tahun 1957 dikenal sebagai ilmu gimia farmasi Atau farmakogimia atau pharmaceutical chemistry Dan ilmu ini merupakan interseksi antara ilmu kimia, farmakologi, dan biologi yang mempunyai peran dalam proses mendesain, kemudian bagaimana mensintesis molekul, dan juga tentunya adalah bagaimana mengembangkan molekul tersebut menjadi suatu obat yang dapat digunakan pada manusia. Oleh karena itu, kimia medisinal tidak hanya terlipat secara langsung.

Dalam mengidentifikasi suatu molekul ataupun juga bagaimana mensintesisnya dan juga pengembangan senyawa kimia baru yang dapat digunakan untuk terapi suatu penyakit. Tetapi juga berperan dalam menelah obat-obat yang saat ini ada termasuk bagaimana aktivitas biologinya dan juga mempelajari hubungan struktur dan aktivitas biologinya. Nah, bagaimana hubungan antara penemuan obat dengan komputasi?

Kita mengenal kimia komputasi di mana merupakan disiplin ilmu yang menggunakan metode-metode matematika untuk menghitung sifat fisikus kimia suatu molekul dan juga digunakan dalam mensimulasikan perilaku suatu molekul. Nah, para ahli yang terlibat dalam proses... penemuan obat khususnya dalam mendesain suatu molekul dan juga bagaimana mengoptimasi senyawa bioaktif yang mempunyai atau diprediksi dapat digunakan sebagai obat mereka menggunakan fasilitas komputasi.

Oleh karena itu saat ini kita mengenal istilah Computer Assisted Drug Design atau dikenal juga sebagai Computer Added Drug Design yang dimanfaatkan untuk proses penemuan obat baru. Ilmu lain yang berkaitan juga adalah cheminformatics atau kita kenal sebagai chemical informatics atau chemoinformatics. Disiplin ilmu ini fokus pada penyimpanan, pengindekan, kemudian pencarian dan juga pengambilan kembali. dan penerapan informasi tentang senyawa-senyawa kimia.

Dengan menggunakan teknik cheminformatik ini, Dimitri Mendeleev dengan menggunakan pengenalan pola dan visualisasi data, beliau berhasil membuat tabel periodik seperti yang kita kenal saat ini. Oleh karena itu, beliau dikenal sebagai salah seorang ilmuwan cheminformatik. yang terawal Berbicara tentang pemanfaatan komputasi dalam proses penemuan obat atau untuk menghasilkan senyawa aktif baru, maka tentunya tidak lepas dari hardware maupun software. Pada tahun 70-an, untuk memodelkan semolekul yang sangat sederhana, memerlukan fasilitas hardware yang cukup besar.

seperti terlihat di sini. Namun demikian, dengan kemajuan teknologi, maka hardware pun makin luar biasa, demikian juga dengan software. Sehingga untuk melakukan pemodelan molekul yang cukup kompleks atau mempelajari interaksi suatu molekul obat dengan reseptor protein yang cukup besar dapat dilakukan dalam hitungan semenit.

atau jam. Berbicara tentang peran komputasi dalam proses penemuan obat untuk menghasilkan senyawa aktif baru tentu tidak terlepas dari hardware maupun software. Pada pertengahan tahun 80-an, untuk memodelkan suatu molekul yang cukup sederhana, kita membutuhkan fasilitas komputer yang sangat besar seperti terlihat pada foto ini. Namun demikian pada saat ini dengan kemajuan teknologi yang sangat cepat, kinerja hardware sudah luar biasa. Demikian juga untuk software-software yang dikembangkan oleh para developer juga mempunyai kinerja yang sangat baik.

Sehingga untuk memodelkan interaksi antara molekul obat dengan suatu reseptor cukup dapat dilakukan dengan menggunakan fasilitas laptop. dan dapat diselesaikan dalam waktu beberapa jam. Dalam mendiskusikan penemuan obat baru, tentu saya kira tidak salah kalau kita perlu juga mengetahui berapa besar dana yang dibelanjakan oleh penduduk dunia ini untuk pengadaan obat. Menurut data dari ICFIA, pada tahun 2023, Diperkirakan dana yang akan dihabiskan adalah sekitar 1,5 triliun dolar Amerika Atau kalau kita rupiahkan dengan kurs 1 dolar 10 ribu rupiah Maka dana yang akan dihabiskan untuk belanja obat adalah sekitar 15 ribu triliun rupiah Dan belanja obat ini dari tahun ke tahun trennya adalah naik Bagi contoh adalah obat spesialib yang dalam bahasan ini adalah obat-obat yang dalam penggunaannya pasien memerlukan bantuan tenaga kesehatan lain.

Di pasar negara-negara maju, pertumbuhan yang masih sangat signifikan adalah untuk obat-obat area terapi onkologi, autoimun, imunologi, dan HIV. Hal yang perlu diketahui juga adalah adanya tren pergeseran dari konvensional drug ke biopharmastical. Kedepan, molekul-molekul kecil seperti aspirin dan molekul-molekul chemical yang lain akan tergantikan oleh biologik seperti monoklonal antibody, interferon, dan protein terapi lainnya. Dan menurut data yang kami peroleh di awal Agustus 2020, global biologik spending untuk tahun 2020 Diperkirakan mencapai 400 miliar dolar Amerika Sekarang kita melihat data senyawa aktif baru yang telah di-launching sebagai obat Dari tahun 1996 sampai tahun 2020 Maupun perkiraan senyawa aktif baru yang akan di-launching pada tahun 2023 Kita melihat ada 6 area terapi utama dari senyawa-senyawa tersebut Yaitu untuk terapi terapi infeksi, onkologi, neurologi, kardiovaskular, terapi darah dan penyakit terkait, maupun untuk terapi diabetes. Dari data-data di sini maupun dari data obat yang telah diluncing sebelum tahun 1996, dapat dikatakan bahwa hampir semua penyakit sudah ada obatnya.

Oleh karena itu, tantangan yang sangat menarik bagi para peneliti maupun perusahaan farmasi adalah untuk menemukan obat baru dengan efikasi yang lebih baik dan tingkat keamanan yang lebih tinggi, kecuali untuk kasus pandemik COVID-19 saat ini, di mana obat maupun vaksinnya masih dalam proses penelitian maupun proses uji. preklinis dan uji klinis. Sebenarnya seperti apa sih proses penemuan obat baru itu? Di sini kami akan mencoba menjelaskan secara sederhana Bapak Ibu dan adik-adik mahasiswa. Jadi pertama kita akan mengidentifikasi penyakit yang terjadi, kemudian dari sini kita akan mengisolasi protein atau enzim yang terkait.

Kemudian kita tentukan struktur molekulnya, yaitu struktur 3 dimensi dari protein atau enzim tersebut menggunakan alat X-ray atau NMR resolusi tinggi. Dari sini kemudian kita bisa mendesain molekul yang bisa berinteraksi dengan protein atau enzim ini. Kita lihat interaksinya dan juga kita uji secara in vitro interaksinya. Nah dari sini maka kita bisa melihat molekul-molekul yang punya prospek. Kemudian kita pilih dan kita lakukan uji pada binatang yaitu uji preklinis.

Di mana kita tidak hanya menguji efektivitas atau efekasi terhadap penyakit yang terkait. Tetapi kita juga menguji keamanannya yaitu uji. Toksisitas akut, toksisitas subkronis, dan toksisitas kronis. Bila hasil efikasi maupun keamanannya baik, maka kita akan melanjutkan dengan membuat sediaan dari senyawa aktif yang terpilih.

Apakah dalam bentuk tablet, sirup, injeksi, atau bentuk sediaan farmasi yang lainnya. Dari sini kemudian kita akan melakukan uji klinis pada manusia, yang kemudian senyawa tersebut akan kita kenal sebagai investigational new drugs. Nah, uji klinis pada manusia ada tiga fase, yaitu fase 1, fase 2, dan fase 3. Pada uji klinis fase 1, kita membutuhkan sukarelawan sehat berjumlah sekitar 20-30 dan Di sini kita akan melihat terkait dengan keamanan dan juga dosisnya seperti apa. Pada uji klinis fase 2, kita akan melibatkan sukarelawan pasien, tentu yang terkait dengan penyakit yang dimaksud, yang dituju, di mana kita membutuhkan pasien sekitar 100-300 jumlahnya.

Dalam uji klinis fase 2 ini kita akan melihat efekasi atau hasilnya dan tentu saja juga terkait dengan efek samping yang mungkin terjadi Kemudian kita lanjutkan dengan uji klinis fase 3, kita membutuhkan pasien dalam jumlah yang lebih banyak lagi yaitu sekitar 1000-1500 pasien Nah Bila hasil uji klinis ini baik sesuai dengan keperluan untuk terapi penyakit yang tadi kita identifikasi, maka hasil uji klinis ini akan kita daftarkan pada badan otoritas yang terkait. Kalau di Indonesia adalah badan POM, kemudian dari evaluasi oleh badan POM atau badan otoritas yang terkait, bila datanya memang memenuhi syarat bahwa kandidat obat tersebut memang mempunyai efek terapi yang sesuai dengan penyakit tersebut dan mempunyai keamanan yang terjamin, maka badan otoritas tersebut akan memberikan izin edar untuk obat tersebut. Melihat panjangnya proses penemuan obat baru seperti dijelaskan pada slide sebelumnya, di mana membutuhkan waktu rata-rata sekitar 10-12 tahun.

Sekarang pertanyaannya adalah seberapa besar biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan farmasi untuk melonsing satu obat baru. Di sini ada informasi 10 besar perusahaan farmasi global tahun 2020 berdasarkan total revenue dari produk farmasinya. Terlihat ROS memiliki revenue paling tinggi.

Diikuti oleh Pfizer, Johnson, Merck, Novartis, dan seterusnya Nah, pada tahun 2013 yang lalu Forbes merilis data dari 100 perusahaan farmasi global, di mana berdasarkan rentang riset selama 10 tahun, diperlukan biaya sekitar 150 miliar rupiah untuk melonsing satu obat baru, seperti yang dilakukan oleh Omrik. Nah, abot. di sini membutuhkan waktu dan biaya yang sangat besar, yaitu Rp130 triliun untuk melonsing satu obat baru. Nah, melihat besarnya biaya riset yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu senyawa obat baru, tentu upaya pemerintah adalah untuk membantu masyarakat agar bisa menjangkau harga obat yang beredar di negara masing-masing. Nah, keterlihatan kita sebagai individu dengan asuransi kesehatan kita masing-masing juga merupakan salah satu upaya agar kita bisa menjangkau obat yang dibutuhkan pada saat kita memerlukan perawatan kesehatan.

Pada pemodelan molekul, kita menggunakan dua metode utama, yaitu mekanika molekul, di mana kita memanfaatkan persamaan energi potensial klasik, dan yang kedua adalah mekanika kuantum, di mana kita akan memanfaatkan penyelesaian persamaan skrundinger. Untuk pembahasan kedua metode ini nanti akan ditayangkan pada video lain. Dan akan dijelaskan oleh anggota kelompok keilmuan kami Seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa untuk pemodelan molekul ini kita banyak menggunakan hardware dan software untuk mengkomputasi molekul yang kita prediksi Nah, pemanfaatan dari pemodelan molekul ini, yang pertama tentunya tadi adalah untuk memodelkan molekul Sehingga kita mengetahui karakteristik dan tetapan-tetapan fisikokimia dari molekul yang kita pelajari. Kemudian yang kedua adalah membantu menginterpretasikan data eksperimental.

Sehingga kita dapat menjelaskan secara rasional. Yang ketiga adalah untuk mempelajari interaksi antara ligan atau obat dengan reseptor, baik itu protein maupun enzim. Dan yang keempat adalah untuk memprediksi adsopsi, distribusi, metabolisme, ekskresi, dan toksisitas dari suatu molekul yang kita desain. Terminologi yang sering banyak kita gunakan adalah drug design, docking, virtual screening, hubungan struktur aktivitas, model pharmacophore, dan juga prediksi atme dan toksisitas.

Sejalan dengan perkembangan sain dan teknologi, banyak hal yang bisa kita manfaatkan untuk keperluan proses penemuan obat baru. Genomic dan pretomic yang merupakan cabang dari ilmu biologi molekular maupun biopharmastics sangat membantu untuk menghasilkan target-target baru dalam jumlah besar, termasuk juga target-target yang sangat spesifik sehingga sangat membantu untuk melakukan screening terhadap molekul yang sudah ada maupun molekul-molekul baru yang kita desain. Demikian juga kimia kombinatorial yang memungkinkan kita untuk melakukan sintesis molekul dalam jumlah besar.

Teknik high throughput screening memberikan kesempatan kita untuk melakukan screening puluhan ribu bahkan ratusan ribu senyawa dalam satu hari. untuk aktivitas biologi tertentu. Demikian juga teknik screening virtual.

Dengan menggunakan fasilitas komputasi, memungkinkan kita dapat melakukan screening sejutaan senyawa dalam satu hari untuk mendapatkan molekul yang sangat tepat. terhadap parameter yang kita tetapkan. Demikian juga perangkat lunak baru sangat membantu dalam pemodelan molekular maupun untuk prediksi atme maupun toksisitas.

Sehingga sain dan teknologi ini sangat mempengaruhi dan menghemat biaya yang diperlukan untuk proses penemuan obat baru. Demikian juga waktu yang dapat dihemat. menjadi sangat signifikan. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Paul dan kawan-kawan, kita di sini dapat melihat adanya efisiensi biaya yang sangat signifikan.

Pada saat riset penemuan obat dilakukan secara tradisional, dana yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu molekul obat baru dibutuhkan sekitar 1.800 dolar Amerika atau sekitar 18 triliun rupiah. Tetapi dengan memanfaatkan perkembangan sains dan teknologi khususnya komputer ID drug design, total biaya yang diperlukan turun sangat signifikan menjadi sekitar 9 triliun rupiah. Oleh karena itu, Dengan mengacu pada pengalaman mereka sampai saat ini di mana pada proses penemuan obat baru tingkat kegagalannya sangat tinggi, maka perusahaan-perusahaan global seperti Pfizer, Vertec, Eli Lilly, GlaxoSmithKline, Sanofi, dan perusahaan-perusahaan global lain, mereka mulai melakukan revitalisasi fasilitas komputasinya.

Untuk tujuan meningkatkan perusahaan-perusahaan global, mereka mulai melakukan revitalisasi fasilitas komputasinya. peluang keberhasilan mereka dalam menemukan molekul obat baru. Sebagai contoh, GlaxoSimitKline telah melakukan investasi sebesar 43 juta dolar Amerika untuk memperbaharui fasilitas komputasinya, sehingga mereka dapat memanfaatkan artificial intelligence untuk membantu proses penemuan obat baru mereka. Saat ini teknik dan algoritma deep learning yang merupakan bagian dari machine learning telah dimanfaatkan untuk abstraksi data dengan menggunakan sekumpulan fungsi transformasi non-linear yang disusun secara berlapis-lapis dan mendalam. Kombinasi algoritma deep learning ini dengan fasilitas high performance computing.

Memungkinkan kita untuk melakukan docking atau penambatan suatu ligand pada reseptor dengan kecepatan tinggi. Di samping itu, kita juga dapat melakukan screening molekul dari database yang sangat besar untuk mendapatkan molekul bioaktif yang dapat digunakan sebagai obat. Ini adalah contoh aplikasi dari Deep Learning yang digunakan untuk men-screen sejumlah senyawa guna mendapatkan inhibitor kinase DDR1. Di sini peneliti menggunakan algoritma yang dinamakan Generative Tensorial Reinforcement Learning dengan targetnya adalah Discoidin Domain Receptor 1. Dalam 21 hari mereka berhasil mendapatkan 4 senyawa yang aktif kemudian setelah diuji secara in vitro pada sel mereka mendapatkan 2 molekul yang potensial dan setelah diuji farmakokinetiknya pada mencit diperoleh 1 molekul yang menunjukkan parameter farmakokinetik yang bisa diterima nah Dari sini bisa kita lihat bahwa dalam 46 hari atau kurang dari 2 bulan, mereka berhasil menemukan senyawa lead yang bisa dikembangkan untuk menjadi obat.

Sedangkan bila kita menggunakan prosedur tradisional untuk menghasilkan senyawa lead, biasanya membutuhkan waktu 2-3 tahun. Contoh lain dari penerapan deep learning pada screening virtual adalah pada penemuan kandidat antibiotik halisin. Stuck dan kawan-kawan berhasil melakukan screening database SYNC15 menggunakan algoritma deep learning. Dari sekitar 107 juta molekul, mereka berhasil menemukan 8 senyawa yang potensial. Kemudian dari hasil uji in vivo pada mencit, mereka mendapatkan satu molekul yaitu halisin yang dapat dikembangkan sebagai kandidat obat.

Di sini kita lihat bahwa struktur molekul halisin memiliki perbedaan yang signifikan dibanding dengan struktur molekul-molekul antibiotik yang saat ini kita gunakan untuk keperluan terapi. Pada teknik screening virtual, kita sering menggunakan pharmacopper sebagai salah satu parameter untuk memilah-milah molekul yang kita saring. Oleh karena itu sering kita kenal juga sebagai pharmacopore based virtual screening.

Sebagai contoh adalah yang dilakukan oleh Thomas Seidel dalam men-screen senyawa-senyawa yang berasal dari tanaman maupun biota laut. Mereka men-screen sekitar 4.800 senyawa terhadap enzim tripanosoma brucei gliserul dehid 3. fosfat dihidrogenase yang ada kaitannya dengan penyakit human african trypanosomiasis atau yang kita kenal juga sebagai sleeping sickness. Ini adalah contoh bagaimana molekul-molekul yang di-screen berinteraksi dengan reseptor yang menjadi targetnya.

mereka berhasil menemukan 6 senyawa 3 diantaranya saya perlihatkan disini yang mempunyai potensial untuk dikembangkan dan diuji lebih lanjut. Pertanyaannya adalah apakah sudah ada obat yang ditemukan dengan fasilitasi komputasi? Disini saya berikan 2 contoh obat, yang pertama adalah Zanamivir yaitu salah satu obat antivirus influenza Zanamivir Kemudian yang kedua adalah Imatinib yang oleh Novartis kemudian dijual dengan nama dagang Glyphek.

Dua obat ini ditemukan dengan bantuan desain secara rasional menggunakan fasilitas komputer ID drug design. Kaptopril dan contoh obat-obat lain di sini adalah obat-obat yang dalam proses penemuannya difasilitasi oleh komputer edit drug design demikian seri pertama dari drug discovery untuk pendidikan semoga bermanfaat dan sampai ketemu di seri berikutnya