Kontroversi Kebijakan Pendidikan di Indonesia

Aug 10, 2024

Kontroversi Kebijakan Pendidikan di Ujung Masa Jabatan Nadim Makarim

Penghapusan Jurusan di Sekolah Menengah Atas (SMA)

  • Kebijakan: Menghapus jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA sebagai bagian dari penerapan Kurikulum Merdeka.
  • Pernyataan Anindito Aditomo (Kepala BSNP):
    • Penghapusan jurusan bukan hal baru; diterapkan bertahap sejak 3 tahun lalu.
    • 50% sekolah sudah menerapkan pada tahun ajaran 2022.
    • 90% sekolah diperkirakan akan menerapkan pada tahun 2024.
  • Manfaat: Murid dapat memilih mata pelajaran sesuai minat, bakat, dan aspirasi karir.

Kritikan Terhadap Kebijakan

  • Ubaid Matraji (Koordinator JPPI):
    • Menilai kebijakan ini hanya sensasi dan diambil tanpa kajian yang jelas.
    • Proses evaluasi tidak jelas.

Kebijakan Lain yang Kontroversial

  • Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT):
    • Awalnya untuk peningkatan kompetensi mahasiswa.
    • Menyebabkan protes luas; akhirnya dibatalkan setelah pertemuan dengan rektor.
  • Pramuka:
    • Awalnya dihapus sebagai ekstrakurikuler wajib, lalu dijadikan bagian dari kegiatan kokurikuler setelah kritik.

Dialog di Program Selamat Pagi Indonesia

  • Kang Dede (Wakil Ketua Komisi 10 DPR RI):
    • Kebijakan penghapusan jurusan sudah dibicarakan dan diterapkan bertahap.
  • Mas Indra (Pengamat Pendidikan):
    • Perbandingan dengan Finlandia tidak relevan; infrastruktur pendidikan Indonesia belum siap.
    • Kualitas pendidikan di Indonesia menurun meskipun anggaran pendidikan tinggi.

Evaluasi Kebijakan Pendidikan

  • Kurangnya Koordinasi: Komunikasi antara kementerian dan stakeholder pendidikan perlu diperbaiki.
  • Target Pendidikan: Tidak ada pencapaian signifikan meskipun anggaran tinggi; perlu adanya peta jalan pendidikan yang jelas.
  • Urgensi Kesejahteraan Guru: Sebelum program baru diluncurkan, kesejahteraan guru harus diperhatikan.

Kesimpulan

  • Ada kebutuhan mendesak untuk memperbaiki sistem pendidikan tanpa gonta-ganti kebijakan.
  • Komunikasi yang lebih baik antara kementerian, DPR, dan stakeholder sangat diperlukan untuk mencapai tujuan pendidikan yang jelas.