Transcript for:
Pondok Boro: Penginapan Unik di Semarang

Saya masuk sini masih 10 perak, sekarang 4.000. Nyaman bahkan, alhamdulillah nyaman di sini. Tidak pernah kejadian apa-apa, tidak pernah kehilangan apa-apa. Di tengah pesatnya pertumbuhan industri hotel menengah di Semarang, ternyata tak membuat penginapan yang satu ini tersaingi.

Berada di sudut kampung Bantaran Kali Semarang, tepatnya di RT3 RW5 Kelurahan Kauman, berdiri sebuah bangunan gudang kuno besar yang di dalamnya dihuni lebih dari 50 orang. Pondok Boro, inilah sebutan untuk gudang penginapan kaum pekerja kecil yang merantau ke kota Semarang. Nama Pondok Boro ini mengikuti istilah boro, yang dalam bahasa Jawa berarti perantau.

Yang membuat unik dan luar biasa dari penginapan Pondok Boro ini adalah tarifnya, yakni Rp4.000 per hari atau Rp120.000 per bulannya. Jauh dari kata kamar, tak ada kasur, bantal, ataupun guling. Hanya sebuah tempat los terbuka untuk tidur bersama-sama dengan banyak orang. Namun, ada pula yang berbentuk kamar atau ruangan tertutup seadanya karena hanya ingin lebih privasi meski juga tanpa ada ranjang, bantal, ataupun guling.

Tarif Rp4.000 per hari ini diperuntukkan untuk yang tidur di los. namun ada fasilitas dengan harga yang sama tapi bentuknya adalah kamar atau ruangan ya ini adalah ruangan yang ada di pondok bodoh dan ini salah satu fasilitas yang diperuntukkan bagi para perantau atau para buruh dengan harga 4.000 rupiah berbeda dengan yang ada di los tadi kalau los tadi ini adalah hanya membayar ketika mereka beraktivitas atau saat tinggal di situ atau tidur di situ namun ketika di kamar ini Mereka tinggal atau tidur atau tidak, mereka akan tetap membayar utuh Rp4.000 per hari. Meski dianggap di bawah kelas sederhana karena bertarif Rp4.000 per hari, mereka yang tinggal menginap di podok boro tak pernah mengeluh dan kekurangan sedikit pun dengan fasilitas yang ada, baik kebersihan tempat hingga kebutuhan air untuk mandi dan cuci pakaian hingga sembahyang.

Kenyamanan yang dirasakan para boro ini pun tersebar hingga akhirnya terus menambah jumlah penghuni. Fasilitas apa Pak di kamar ini? Nggak ada Pak, lampu beli sendiri, kipas beli sendiri. Tapi akses listrik ada?

Ada. Dibatasi nggak listrik Pak? Nggak dibatasi.

Bisa buat ngecas HP terus? Bisa. Lampu?

Lampu. Dengan harga berapa Pak? Rp4.000.

Meski ditinggal berhari-hari atau bahkan minggu dan berbulan-bulan, tak ada satupun barang penghuni yang hilang, baik yang di dalam lemari kecil kayu maupun di luar lemari. Nama Pondok Boro muncul di sekitar tahun 1945, di mana pemiliknya bernama Sarwoto, seorang pensiunan PT POS Indonesia yang berdomisili di Banyumanik, Semarang. Melihat usianya yang sudah di atas 70 tahun, Sarwoto tak lagi mengurusi langsung usaha penginapannya ini. Dulu kan orang kebumen sama-sama orang bantuan membantu, Pak.

Karena saking banyak orang kebumen dulu, Pak. Disini membantu, tidur disini. Kalau...

Aslinya kalau tidak kenal tidak bisa masuk sini. Rasa senasib dan persaudaraan serta kekeluargaan sesama penghuni merupakan kunci penginapan pondok boro ini tetap eksis keberadaannya. Ironisnya, rasa kebersamaan tersebut tak ditemui pada mereka yang tinggal menginap di rumah kos ataupun apartemen mewah dengan bergelimang fasilitas.

Damar Sinuko, Semarang, Jawa Tengah.