Transcript for:
Kearifan Lokal dan Sains di Indonesia

Sebelum orang Amerika sekitar tahun 1960-an tahu tentang jalur tektonik yang menghubungkan antara Laut Selatan dengan Gunung Berapi, orang Yogyakarta sudah tahu bahwa ada hubungan antara Nyai Rorokidul dengan penunggu Gunung Berapi. Orang Jawa setidaknya sekitar abad ke-8 sudah tahu bagaimana caranya untuk mengantisipasi kegiatan tektonik kalau misalnya ada gempa di Laut Selatan. Hipotesa saya adalah bahwa ada banyak sekali kearifan adat yang punya relevansi di dunia sains. Indonesia laboratory of the world, laboratorium dunia. Dari situ Anda bisa di Pulau Satonde dapatkan obat masa depan.

Di Papua Anda bisa pelajari sarang rayap untuk membangun arsitektur yang tahan panas tanpa harus pakai AC. Di lahan gambut di Kalimantan Anda bisa mengajari dunia tentang... Bagaimana caranya merestorasi gambut yang merupakan the largest of, if not the largest carbon sink di dunia.

Hal-hal seperti itulah yang membuat Indonesia bangga ke depan. Bukan karena dia negara besar, tapi karena dia negara besar dengan tanggung jawab, orang bisa datang di situ cari jawaban dan dapat. Selamat berkabung kembali di Jalintalks bersama saya Hilmar Farid.

Kali ini saya mengundang seorang yang istimewa, seorang peneliti ilmuwan dari Nottingham, University of Nottingham, dan juga terlibat... di dalam banyak percakapan publik sehingga saya kira juga bisa kita masukkan dalam kategori public intellectual. Bagus mulia di. Terima kasih bagus sudah bergabung di Jalintalks kali ini.

Terima kasih. Saya mau mulai dari satu satu berita yang belakangan menghangat gitu, soal guru besar gitu ya, profesor gitu ya. Kita lihat ada cukup banyak ya, tokoh politik kemudian menjadi guru besar, minta jadi profesor, sempat dibahas juga di Tempo. Bukan soal kepantasan dan lain-lain, saya kira itu dibahas oleh media yang lain. Yang saya ingin tahu, pengalaman dari UK, dan pernah juga di Perancis, di beberapa tempat, sebenarnya makna profesor, itu sendiri apa sih gitu ya dan ya mulai dari sana deh oke terima kasih Pak Hilmar saya terhormat sekali walaupun saya tau batasan publik tapi saya gak tau batasan intelektual intelektual publik mungkin agak debatable gitu ya saya asisten profesor di University of Nottingham jadi itu titel akademik saya juga sebenarnya nanya profesor itu arti katanya kan profiteri dengan bahasa inggris jadi 2 profesi Profes, menyuarakan dengan lantang dan dengan penuh konfiksi gitu.

Saya ngobrol dengan akademisi-akademisi di Inggris dari mana asalnya itu? Dibilang, oh ada disinyalir dari kebudayaan gereja masa lampau dimana seorang akademisi yang kemudian mendapatkan posisi tenur atau permanen. Itu bebas mengutarakan apapun tanpa ada koersi dari pihak manapun termasuk pemerintah atau gereja pada waktu itu.

Jadi, they profess, we profess or something. Kadang-kadang secara... Secara kolokial ditanya, I'm a professor.

Oke, what do you profess? Gitu ya. Nah kemudian lambat laun dengan budaya akademik di Anglo Amerika, profesor itu menjadi sebuah jabatan tertinggi bagi akademik aktif di universitas. Yaitu mereka yang melakukan kegiatan penelitian, menciptakan ilmu-ilmu baru yang original. Tapi secara kolokial, profesor tuh artinya ya guru juga.

Jadi kalau di Amerika, walaupun dia seorang asisten, profesor, dia akan memanggil dirinya, I'm a university professor. Mungkin kayak ini kali ya, seorang brick gen bisa ngomong, I'm a general. Walaupun dia brick gen atau my gen. Inggris itu sebenarnya gak menggunakan sistem Profesor, di bawah guru besar, dia pakai sistem yang namanya lecturer, fellow, reader.

Cuman karena tuntutan globalisasi akhirnya Inggris pun menggunakan sistem Amerika. Nah perbedaan di... Amerika dengan Inggris itu kalau di Amerika Assistant Professor itu Belum permanen, dia harus masuk dalam Proses tenorship Nah ketika sudah tenor atau permanen dia jadi Associate Professor, tapi di Inggris Assistant Professor itu Sudah permanen. Sudah terneural ya. Jadi dia memang.

Sudah permanen. Jadi tapi balik ke keterangan tadi ya. Jadi kan sebenarnya itu profess ya dia menyatakan sesuatu secara lantang tidak diintervensi oleh pihak lain gitu ya. Sehingga kan praktis kalau kita lihat ya posisi professorship ini ini urusannya dengan kebebasan akademik gitu ya.

Betul sekali. Jadi bahwa dia di dalam satu masyarakat bukan berada di atas dalam pengertian dia boleh melampaui hukum tetapi punya kebenaran. kebebasan. Sehingga masyarakat berkembang karena pandangan-pandangan dia membuka jalan untuk segala macam hal gitu ya. Betul kalau Pak Hilmar jalan di salah satu college di Oxford misalnya ya.

Di sebuah gedung dimana ada debat intelektual. Disitu dia berhadapan-hadapan tuh. Mirip seperti di parlemen di Inggris.

Jadi sistem adversarial di Inggris itu dimikrokosmoskan di universitas. Jadi profesor itu bebas untuk tidak dikoersi oleh pihak yang berkuasa. Supaya ide itu bisa diuji di ruang-ruang di Oxford University sebelum dia diperdebatkan di masyarakat.

Jadi tujuan utamanya seperti itu. Kenapa? Karena supaya masyarakat bisa tahu siapa yang dia harus percaya. Ini sudah tahan uji atau belum idenya gitu.

Karena gak semua masyarakat itu bukan hanya tahu apa yang terbaik buat dirinya apalagi bangsa. Dia bahkan belum tentu tahu mempertanyakan apa harusnya. Betul.

Dan profesor itu tujuannya itu. Kurang lebih seperti itu Makanya budaya di universitas itu Mirip-mirip dengan budaya di negara Ada senat Ada eksekutif Saya barusan mencoba daftar jadi senat Harus kampanye segala macem Kayak gitu Nah itulah tujuan sebenarnya universitas itu Seperti itu dan itu lahir dari Kebudayaan Di Inggris itu dari kebudayaan. Iya pak, karena disini rame-nya kan lebih banyak soal orang yang sebenarnya tidak di dalam jalur akademik tiba-tiba minta jadi guru besar gitu ya.

Kan kayak ada kekacauan pandangan itu ya. Sebenarnya fungsinya apa sih gitu ya menjadi profesor atau diakui sebagai guru besar gitu. Iya, salah satunya ini pak dulu di Inggris atau di Eropa lah ya Anglo-American, European termasuk yang continental Inggris.

Jerman, Italia, Spanyol. Itu kan orang mau tahu mana yang benar dan mana yang salah di pre-modernity. Itu kan taunya dari liturgi gereja.

Atau otoritas keagamaan. Dari skriptur. Dari ayat-ayat kitab suci.

Nah sejak masuk ke modernitas itu. Universitas akan-akan mengambil peran itu. Modernitas.

Jadi reason. The age of reason. Nah tentu saja universitas itu punya semacam otoritas. Jadi benar atau salah itu bukan hanya termasuk ranah gereja. Tapi ranah saya.

Nah keliatannya saya pikir Otoritas itulah yang kemudian Gampang sekali berubah jadi otoritas politik Membuat gelar Profesor itu menjadi sangat Mengundang Nah ini juga Ada seorang intelektual yang mempelajari Tentang orang kulit hitam di Amerika Di Chicago University namanya Thomas Sowell Dia itu bilang di bukunya Berjudul The Intellectual intelektual itu paling mudah digoda untuk bilang seakan-akan kalau saya jago di satu bidang, saya jago di bidang yang lain. Oleh karena itu kekuasaan kasih saya aja. Oke.

Kira-kira begitu ya. Jadi kalau saya melihatnya sih, saya juga mau diakui sebagai sang guru besar di Indonesia. Apalagi di tengah-tengah ketiadaan standar. Maka publik akan percaya kepada saya dan maka itu mungkin bisa menjadi mata uang politik. Itu sih mudah-mudahan enggak.

Dan itu kayaknya daya tarik utama ya, sekarang ada perlombaan. Saya sinyalir begitu Pak. Dan itu juga membuat... insentif bagi universitas yang mau tidur dengan kekuasaan untuk memperjual belikan gitu ya, walaupun gak dengan mata uang, tapi dengan pengaruh ini loh, ini guru besar anda kalau jadi ini mungkin dipandang sedemikian rupa oleh masyarakat sehingga itu bisa menjadi mata uang politik. It's transactional.

Betul, betul. Oke, masuk ke bidang Anda. Chemical, environmental engineering?

Iya, di Departemen Teknik, Kimia, dan Lingkungan. Oke, terus boleh gak cerita ringkas gitu? Apa yang...

Kayak subjek utama yang dipelajari. Saya sebenarnya belum pernah jadi mahasiswa teknik kimia, apalagi teknik lingkungan. Saya sebenarnya di ITB dulu kuliahnya, di Departemen Teknik Mesin. Saya kemudian S2, S3 di Departemen Fisika Terapan di Taiwan.

Lulus dari situ saya jadi peneliti. postdoc itu di Departemen Matematik di Perancis, kemudian di Departemen Ilmu Bumi di Imperial, sebelum kemudian jadi permanent academic di Nottingham University. Orang tanya, berarti kamu sebenarnya bidangnya apa? secara simple mungkin benang merah saya riset saya itu applied matematik matematika terapan yang kemudian bisa diaplikasikan di mesin, di ilmu bumi dan lain sebagainya dan sistem di UK itu memungkinkan untuk seorang akademik dengan portfolio seperti itu untuk di host di departemen apapun jadi seperti itu kurang lebih karena kemampuan ya teri ya menerjemahkan atau menggunakan mengaplikasikan matematika jadi bisa diaplikasikan di groundwater transport persamaan-persamaan yang meng-govern the way fluid moves underground is also juga merupakan persamaan-persamaan yang menggambarkan bagaimana caranya polusi itu terdistribusi kurang lebih gitu...

Tapi ini kan maksudnya untuk negeri kita ya yang tambangnya banyak, punya problem air dan segala macem tuh ini kayak sangat applicable gitu ya artinya apa yang di riset-risetnya itu. Nah baru-baru ini kan pemerintah memperbarui mereka bikin strategi dan juga rencana aksi biodiversity gitu ya untuk memastikan ke lestariannya gitu untuk 2025-2045. Dan ya tentu teknologi. disini dibicarakan, digunakan. Jadi orang bicara tentang geoengineering, material engineering, dan seterusnya untuk memastikan kelestarian dari biodiversity kita.

Nah, saya... Ingin tahu gitu ya, dari riset yang dilakukan ini kontribusinya terhadap upaya melestarikan Baya Universitas kita, tadi ya soal konservasi sumber daya air barangkali, itu seberapa jauh? Ini rencana aksi yang bagus Pak, ini kira-kira Agustus baru-baru ini kan ya, di launching oleh Bapak Nas dan Wakil Presiden.

Saya baru baca sebenarnya, jadi ini punya, kalau menurut saya tujuannya mulia, ada tiga tujuan kalau tidak salah, yang satu karena... Tujuan pertamanya itu intrinsik menganggap alam semesta itu punya nilai dengan sendirinya. Tanpa melihatnya sebagai means to an end. Jadi spesies memang harus dilindungi itu tujuan utamanya kan. Tujuan keduanya itu apa...

gunanya buat masyarakat sekitar. Itu menurut saya mulia. Yang tujuan yang ketiga itu tata kelola. Jadi kelihatannya secara skop sangat mulia, ambisius bahkan menurut saya. Tapi tenggat waktunya juga sampai 45 jadi 20 tahun.

Secara gestur itu baik. Kita sudah waktunya punya hal-hal seperti itu. Nah pertanyaan Pak Hirmar tadi dari sains gitu ya. Untuk mengatasi masa-masa keanekaragaman hayat. Hayati, biodiversity keanekaragaman Hayati semua masalah yang menyangkut keanekaragaman Hayati itu masalah interdisipliner nomor satu jadi misalnya kita mau bicara tentang masalah geotermal masalah geotermal, masalah interdisipliner ketika kita mau tau panasnya ada dimana itu remote sensing geologis itu harus bekerja sama juga dengan applied modelers, mathematician untuk tau kapan balik modal, kapan reaksi kimia itu masuk dalam model segala macam nah jadi Teknik kimia dan lingkungan itu aplikasinya di bidang-bidang seperti ini itu sangat luar biasa relevan.

Tapi di rencana aksi yang ini yang saya mau tekankan, itu juga memberikan insentif yang saya lihat. lihat ya Pak ya, di salah satu strateginya itu memberikan insentif pada perusahaan-perusahaan tambang. Perusahaan-perusahaan geotermal seperti Geodipa, itu juga untuk memproteksi kenaikan regaman hayati. Nah itu yang kita coba lakukan.

saya bekerjasama dengan Geodipa sebenarnya dan dengan Supreme Energy mereka bawa sampel ke Nottingham beneran bawa gitu biaya cukanya masih dijelasin apa itu terus batuan gimana caranya supaya Indonesia itu bisa menjadi atau ladang-ladang geotermal yang sudah hampir habis itu bisa menjadi situs potensial untuk menaruh karbon dioksida. Sequestration. Seperti itu. Gimana juga caranya agar masyarakat itu bisa diuntungkan dari kegiatan eksplorasi.

Saya pernah dalam kapasitas sebagai dosen lingkungan itu membantu IPB contohnya. Pergi ke Belitung. Belitung itu kan bekas tambang, nikel. Kemudian masyarakatnya ingin supaya ekonominya tidak bergantung pada nikel kalau nikelnya sudah habis. Pengen jadi komunitas berdasarkan turisme.

Jadi dibuatlah geopark-geopark di situ. Dan di situ ada karyakeregaman hayati, ada spesies-spesies marsupial. yang udah hampir gak ada, segala macem dan UNESCO juga ikut turut ambil bagian disitu untuk melestarikannya, nah gimana caranya supaya ada insentif bagi penambang nikel, penambang-penambang itu untuk kemudian mengajari masyarakat Ada loh biodiversitas yang khas di daerah sini yang harus di-emphasize.

Kalau misalnya perusahaan geotermal itu bukan cuma ngambil panas bumi, tapi bisa memberikan pengajaran kepada masyarakat tentang ini loh batuan sedimen, batuan karbonat, cara terbentuknya seperti apa, semacam kayak museum. Tapi isinya tuh sampel batu-batuan yang bisa mengajari masyarakat. Nah ini, ini baru...

Bukan hanya sekedar aksi, tapi juga punya memanggil insentif dari masyarakat untuk ambil bagian. Dan yang saya puji yang terakhir, mungkin emphasisnya pada kesertaan masyarakat adat. Nah itu sudah saatnya.

Mungkin sedikit terlambat, tapi lebih baik terlambat daripada tidak. Ya di rencana aksi itu cukup menonjol ya, soal masyarakat adat gitu. Nah saya pengen tahu, sering kita bicara ya.

tentang pentingnya pengetahuan lokal masyarakat adat karena mereka hidup bergenerasi dengan ekosistem yang berbeda-beda gitu. Sehingga pengetahuan mereka instrumental gitu ya untuk urusan keles tarian. Tapi...

dari perspektif sains gitu karena seringkali orang bicara tentang pengetahuan lokal ini saintifik apa gak sih sebenarnya gitu ya di level populer walaupun saya bukan representasi dari popularitas banyak kemudian anggapan bahwa lokal wisdom ini semacam logika mistika jadi ini apalah ngomong apa sih gitu nah saya kaget sekali sebenarnya bahwa Sebelum orang Amerika sekitar tahun 1960-an tahu tentang jalur tektonik yang menghubungkan antara Laut Selatan dengan Gunung Berapi, orang Yogyakarta sudah tahu bahwa ada hubungan antaranya. dengan penunggu gunung berapi orang Jawa setidaknya sekitar abad ke delapan sudah tahu bagaimana caranya untuk mengantisipasi kegiatan tektonik kalau misalnya ada gempa di laut selatan karena local wisdom itu loh jadi saya lihat oh ini mitos oke poinnya bukan itu poinnya adalah Indonesia tahu bagaimana caranya bergumul dengan antroposen Jauh sebelum kapal ekspedisi dari Amerika itu datang. Jauh sekali, hampir seribu tahun bedanya. Dan sekarang kita anggap itu sebagai logika mistika tanpa menghargai.

Ada efikasi. Maksudnya Sultan Hamengkubwono IX itu lulusan Leiden. Dia bukan orang yang gak ngerti tentang filosofi dan ilmu modern gitu. Ini bukan mistis-mistisan dalam hal, ah udah lah gak usah harus dipercaya.

Nah itu baru satu sampel dari situ. Nah saya, hipotesa saya adalah bahwa ada banyak sekali kearifan adat yang punya relevansi di dunia sains ketika dunia sedang mencari-cari cara yang paling bagus. secara saintifik untuk mengastasi masalah bersama seperti climate change. Dan mungkin, mungkin, mungkin Indonesia punya jawabannya, mungkin dengan rencana aksi ini akan keluar beberapa hal yang kita belum pernah tahu sebelumnya. Nah, cuma dari, sama karena yang kita...

lakukan di kebudayaan itu juga antara lain mendokumentasi ya, pengetahuan-pengetahuan lokal ini, dan dari banyak diskusi yang kita lakukan betul bahwa itu memang bisa menjadi semacam pijakan ya untuk memahami mengalami keadaan kita jauh lebih baik, lebih akurat gitu ya bahkan. Tetapi di sisi lain juga kita menyadari keterbatasannya gitu ya. Bahwa dia gak bisa berdiri sendiri gitu. Dia gak bisa di... proyeksikan ke masa sekarang gitu ya, seribu tahun kemudian gitu ya.

Dan memerlukan disini intervensi sains, teknologi gitu ya. Pengalaman selama ini ada gak sih gitu ya, yang bisa mengkombinasi. kearifan lokal atau berpijak pada itu kemudian dengan bantuan sains dan teknologi menghasilkan hal-hal baru yang sangat berguna buat kita sekarang gitu ada beberapa potensi, tapi saya tertarik dengan statement Pak Hilmar yang sebelumnya gitu ya, dia butuh bantuan untuk mengejawantahkan potensinya, butuh bantuan sains makanya saya selalu berpikir mungkin agak sedikit kontroversial kebudayaan itu lingkupnya jauh lebih luas daripada pendidikan tinggi ya Kebudayaan itu manifestasi dari perilaku kolektif Yang di dalam itu ada pengetahuan, hukum, adat istiadat, seni, kebiasaan, dan lain-lain sebagainya Sebenarnya sih kalau dilihat dari bahwa kebudayaan itu dari set teori di matematik gitu Ada set, ada subset Harusnya pendidikan formal Itu bagian dari sebagai kedirektorat jenderalan dari kementerian kebudayaan.

Bukan sebaliknya, sebenarnya gitu loh. Karena betul kebudayaan itu dia harus dibawahnya itu ya, dari keseniannya, DNA orang Sumbawa yang terlihat dari Sabalong sama Lewanya itu, segala macem. Itu sangat berdekatan dengan cara pandang dia tentang dunia pendidikan. Bahkan ada hukum adab disitu. Nah itu sebenarnya di dalam umbrella culture.

Yang menurut saya kurang diapresiasi. Baik dalam explanatory powernya, maksudnya kemampuannya untuk menjelaskan fenomena sosial. Maupun dalam efekasinya untuk menyelesaikan masalah praktis seperti pandemi.

Yang tadi kita ngobrol sedikit. Nah contohnya tentang gimana caranya sains bisa... Ambil contoh tadi saya ngomong tentang Sabalung, Samalewa, Sumbawa gitu ya.

Di atas sekitaran Dompu, daerah Dompu atau Bima itu ada sebuah pulau. Namanya pulau Satonda gitu ya. Nah disitu adalah pulau dengan formasi atol yang sangat luar biasa.

Di dalamnya ada mikro... biolite, stromatolites namanya sebuah organisme batuan sedimen yang sebenarnya sudah punah 6 juta tahun yang lalu yang bisa itu pak, itu di universitas luar negeri di banyak profesor-profesor luar negeri datang kesitu sengaja-ngaja untuk meneliti organisme yang sudah punah yang disinyalir bisa memiliki potensi untuk menyembuhkan penyakit-penyakit modern seperti kanker dan segala macam Orang Sumbawa itu punya adat sendiri. Sabalong sama Lewa tadi saya bilang. Dia menganggap bahwa alam semesta itu punya nilai intrinsik dan alam itu masih mudah. Semua makhluk itu harus diperlakukan setara lepas dari ruang, lepas dari tingkat sosial.

Jadi Sumbawa itu terkenal sebagai penghasil ternak terbesar. Sapi, kerbau, kuda. Karena ternaknya itu bisa masuk dari rumah ke rumah. Lepas dari dia kepala desa, atau orang jelata, segala macem gitu loh Pak. Nah itulah yang memungkinkan.

Pulau Satonde bisa terreservasi, Madu Sumbawa itu bisa sebagus itu, Ternak Sumbawa bisa seternal itu. Nah jalur inilah Pak yang orang tuh kadang-kadang gak mengerti atau bahkan tidak menghormati gitu ya. Gimana caranya supaya sains itu bisa terintegrasi dengan itu? Karena jelas punya signifikansi di bidang sains.

Ya, saya pernah lihat itu ada riset mereka bikin global index. on biocultural diversity jadi mereka gak cuman bicara tentang biodiversity gitu ya, tapi biocultural diversity dan Indonesia ini satu diantara tiga biocultural diversity terbesar gitu ya, jadi Brazil, Amazon Amazon, Kongo, terus Nusantara ini gitu ya. Nah cuman yang selalu jadi pertanyaan gitu ya ini hampir gak pernah muncul kan. Kita kayak ngomong pembangunan gitu ya. Jadi kalau misalnya kita lihat bicara tahun 90-an itu kejar industri manufaktur sekarang mau green dan seterusnya gitu.

Tapi fakta biocultural diversity ini begitu besar problem yang menghalangi kita untuk berpikir menggunakan ini sebagai pijakan itu sebenarnya apa? Apa ada sesuatu yang fundamental keliru dalam cara kita melihat? Apakah pragmatis saja bahwa oke industri manufaktur ini duitnya cepat dan seterusnya gitu masalahnya apa?

Indonesia negara besar dari segi biokultural. Indonesia negara besar. Statement itu belum cukup untuk menjadi narasi. Itu masalahnya sih. Indonesia negara besar di bidang biokultural atau negara besar.

Jadi? Jadi apa? Jadi apa?

Apa yang harus kita lakukan? Narasi itu seharusnya punya semacam pengertian akan identitas kita. Dan misi ke depan. Jadi contohnya seperti ini. Cina itu pusat dunia.

Tiongkok dari namanya juga ada pusat dunia. Bener gak pusat dunia? Tentu aja enggak. Kan dunia bulat, maksudnya dia pusatnya gitu kan.

Tapi imaji itu membuat mereka bisa melakukan tindakan sesuai dengan narasi itu. Kita belum punya narasi yang seperti itu. Argue saya ya. Kita negara yang besar secara biokultural.

Terus kenapa? Apakah kita punya tanggung jawab terhadap alam semesta? Nah saya sih nyalir.

Ethos itu ada di level lokal. gitu loh, level itu ada di level lokal, yang mungkin hilang sebagian karena masa penjajahan jadi kita hilang identitas kita sendiri, sebagian mungkin karena semacam konformitas yang agak dipaksakan gitu ya, bahwa semuanya harus memiliki approach yang seragam gitu, jadi boleh dibilang nih proyek kemerdekaan ini belum selesai gitu, maksudnya kalau tadi kan bahwa dia ada di lokal-lokal-lokal gitu ya Ketika dia ketemu kan idealnya membentuk republik dan seterusnya. Ini himpunan dari ini semua kan.

Orang Yunani punya konsep gaya. Mother nature. Orang Minangkabau punya bundokan doang.

Pak Hilmar pernah bilang ada ini apa. Adam, alam itu guru. Alam terkembang jadi guru Alam terkembang jadi guru Seperti itu ya Itu narasi orang Minangkabau Dari narasi itu dia punya tanggung jawab Alam itu Dianggap oleh orang Minangkabau sebagai Feminine Mungkin karena alam itu Yang menentukan apa yang bisa menjadi The natural selectionist By the nature Dan wanita atau feminine itu yang menentukan Keturunan kita ke depan Seperti apa Makanya Seorang laki-laki ditolak oleh wanita itu menyakitkan sekali.

Karena intinya itu Anda dipandang tidak layak untuk DNA-nya diteruskan. Generasi setelahnya. Ya orang Minangkabau matrilineal. Itu karena seperti itu. Itu harusnya dijadikan dasar.

Makanya begini Pak, itu kan Minangkabau. Terus tadi saya bilang di Sumbawa ada, di Bugis. Punya sendiri gitu kan.

Ada sebuah karya besar disitu yang lebih panjang satu setengah kali lipat dari Mahabharata. Namanya Magali Goum. Seperti itu kan. Dia punya etos-etos sendiri. Tapi dalam narasi kemerdekaan itu.

Ini menurut saya agak diredam sedikit gitu loh. Yang penting adalah narasi bersama. Padahal kalau menurut saya mungkin sedikit kontroversial. Padahal harusnya mereka harusnya dibuat berkompetisi satu sama lain. Praktisnya seperti ini Pak, kalau kita buat semacam hirarki mana daerah, saya gak mau bilang provinsi karena provinsi itu kan batas administratif, mana daerah atau suku yang paling bagus dalam mengatasi masalah Sustainability.

You can choose your criteria. Resilience against pandemic, resilience against food, resilience against energy, apapun itu ya. Ketika kita bikin hirarki, akan ada inherent di dalamnya kompetisi antar. keragaman ini.

Dan kompetisi itu walaupun harus dijaga ketat, itu akan membawa yang terbaik dari identitasnya. Coba misalnya, orang Sumbawa di rating kemampuannya mengatasi masalah Climate itu C misalnya Terus orang Minangkabau di rating B Besok-besok pada Sensitif kan Kayak begitu kan Itu ide-ide brainstorming yang mungkin Bisa dilakukan Tapi menarik Saya soalnya terpikir Ini lama ya menghantui pikiran saya juga Tadi ya bahwa alam terkembang jari guru di Minangkabau kalau mau lihat praktek yang lebih real itu kan kayak lubuk larangan gitu ya. Jadi mereka membatasi orang untuk panen dan segala macam gitu. Sama, Sasi di Maluku, Papua, dan seterusnya. Jadi praktek-praktek itu kan sebenarnya tersebar.

Problem selama ini, kalau tadi ya, bahwa ini kompetisi dia satu sama lain sehingga kita mendapat yang terbaik. kita terdiri atas begitu banyak kan suku bangsa gitu ya yang punya praktek macem-macem seperti tadi sangat bervariasi gitu. Waktu ngobrol sama Pak Gita saya juga sempat ngomong gitu ya itu soal kompleksiti gitu ya, managing itu. Kalau dulu saya membayangkan Nusantara terhubung sehingga membentuk kayak kesatuan-kesatuan seperti itu.

Nah sekarang dengan teknologi sebenarnya gitu ya makanya Ini kan udah bukan hambatan sebetulnya ya untuk menciptakan kayak sistem yang bisa menangkap kompleksitas itu dan memasukkannya ke dalam sesuatu platform gitu ya yang namanya republik gitu. Ini cuma kayak semacam bayangan saya karena lama dulu ya kita bicara wah itu ada keunikan, keragaman, ada kemiripan dan segala macam terus gimana handle itu di dalam. dalam satu sistem kenegaraan, gimana bikin pembangunan yang berbasis pada diversity dan seterusnya.

Dulu kayaknya gak kebayang gitu. Sekarang kan sebetulnya dengan. komputasi dan segala macam itu menjadi sesuatu yang bukan tidak mungkin gitu dilakukan.

Tapi apa nih kayaknya yang perlu dilakukan ya untuk bisa menuju ke sana? Dulu itu nomor satu jawaban singkatnya tekanan dari luar itu penting. Untuk Indonesia mengejawantakan keragaman sangat-sangat diversenya itu.

diwujudkan dalam bentuk yang terbaik perlu ada semacam panggilan atau urgency bahwa Indonesia apa-apa kalau ada urgencenya, it will bring the best misalnya pada waktu perang kemajuan teknologi itu paling mutahir disitu segala yang terbaik dari bangsa Indonesia itu akan keluar arguably salah satunya pada waktu perang ketika ada tekanan eksternal seperti itu ya Saya rasa mereka harus sadar para pimpinan adat istiadat atau local government di dalam tingkat provinsi bahkan ke kabupaten bahwa ada panggilan bagi mereka untuk mengejawantakan nilai-nilai kearifan lokal di skala dunia. Contohnya tentang tadi antroposen, ini Pak Hilman pasti paham bahwa Dunia sedang mencari bagaimana caranya kita bisa hidup di dalam ketidakpastian alam. Di sekitaran kota batu, dulu ada batu sangguran dan pucangan yang diekskavasi oleh raffles.

Dibawa ke salah satunya ke Scotland. Scotland satu di India. Betul, karena Lord Binto itu kan bosnya raffles. Dari mana orang sekitaran batu itu, yang walaupun replikanya sekarang disembah gitu ya, bisa tahu bahwa dari situ ada jawaban tentang permasalahan dunia. Dia nggak tahu.

Dia nggak tahu bahwa kunci antroposen, salah satunya itu ada di... Batu Sangguran dan Pucangan. Misalnya, apakah sistem kepemerintahan Raja-Raja Jawa pada waktu itu dipengaruhi atau mampu beradaptasi dengan fenomena geologis seperti letusan gunung berapi. Salah satunya di Batu Sangguran itu ada clue di situ. Itu kan jauh banget dari yang nyembah-nyembah di batu.

Bahwa ini ada... Ada punya kemampuan potensi explanatory power untuk berkontribusi pada dunia. Dia gak tau itu.

Jadi menurut saya dia harus diberitahu bahwa ada external threat dari luar. Buat Indonesia untuk mengejawantakan perannya di dunia. Bahwa ada maksud tujuan.

Dan yang kedua pendidikan itu harus terintegrasi dengan kebudayaan itu. Makanya tadi saya bilang arguably. Kebudayaan harus diberikan umbrella yang lebih besar.

Supaya setelah diberikan repository-nya lewat teknologi seperti yang tadi Pak Hilmar berikan, memang bagus sekali. Dia diberikan pengertian bahwa ini ada jalurnya dengan teknologi problem. Kita sedang coba cari masalahnya, disitu loh Pak. Nah PR yang panjang, karena identitas kita gak sepenuhnya transparan terhadap diri kita. Kalau Bapak mau tau tentang, tadi dibilang laga ligo.

Itu adanya di Belanda, gitu. Kalau mau tahu tentang peta terowulan, itu salah satunya di Inggris. Batu sangguran adanya di Scotland.

Ada banyak potongan informasi tersebar di mana-mana, belum dikonsolidasi. Jadi salah satu juga problemnya adalah itu ya, gitu. Produksi pengetahuan yang terkait dengan identitas dan segala macam.

Identitas. Identitas. tanpa tahu identitas kita gak tahu dari mana kita berasal gak tahu dari mana kita berasal gak tahu kemana mau pergi dan itu kayaknya krusial ya untuk bisa apa namanya itu mulai melangkah secara kolektif karena tadi ya narasinya masih bolong gitu ya sehingga kita alasan untuk melakukan sesuatu yang besar itu belum solid gitu ya narasi itu sangat-sangat penting secara teknis narasi itu adalah representation of two events either fiction or real in a time sequence jadi misalnya Indonesia negara yang besar itu bukan narasi hal yang bagus diucapkan, tapi itu bukan narasi karena cuma satu event, butuh dua atau lebih event di dalam satu time sequence Supaya kita tahu kita dari mana, sedang apa, misinya apa, mau kemana.

Makanya cerita-cerita yang indah, yang bagus, selalu punya narasi yang kuat. Dari Mahabharata sampai Harry Potter. Harry Potter punya maksud kehadirannya. Struggle di masa lalunya.

Kedepan dia mau jadi apa. Jadi, nah semua negara yang besar punya itu. Amerika adalah mercusuar demokrasi. Cina dengan narasi pusat dunianya membangun rel kereta api. Dari Cina sampai kemana-mana.

Karena dia pusat dunia kan. Rusia punya narasi itu tentang kejayaan masa lampau yang membuatnya sekarang pergi kemana-mana gitu. Untuk mengembalikan kejayaan masa lampau.

Mao Tse Tung punya itu dalam kultural revolusinya. Indonesia perlu punya itu. Dan saya pikir itu gak bisa dibuat dalam semalam.

Bikin cerita yang bagus itu gak gampang Pak. Kalau gampang semua orang bikin novel bestseller gitu ya. Cerita yang bagus itu harus dari hidup yang otentik.

Dan saya pikir kita harus melihat ke dalam untuk mencari narasi yang membawa kita keluar. Seperti itu. Ini udah filosofis banget nih kita, tapi saya mau lebih ini, bagus terlibat di dalam satu kerjasama dengan membawa universitas perguruan tinggi ke bisa cerita. gak soal itu?

di Inggris itu ada sekitar 35 anak akademik yang permanen seperti saya dan bahkan sebagian besarnya jauh lebih senior dan lebih established daripada saya, saya itu sebenarnya ilmuwan junior, dari pantheon of professors nah beberapa dari mereka itu mulai bisa mempengaruhi institusi dimana mereka berada untuk coba membuatnya lebih fokus terhadap kerjasama dengan Indonesia ya Misalnya memanfaatkan insentif dari universitas untuk melakukan riset bersama karena itu metrik kesuksesan universitas. Ya dibawa ke Indonesia dong jangan ke Chile, ke Amerika segala macam. Saya pikir untuk memperpendek cerita kerjasama yang jangka panjang itu harus di level institusi. Gak bisa kita buat paguyuban ilmuwan luar dalam negeri segala macem.

Karena yang punya resource universitas. Alat risetnya ada di universitas. Kalau kerjasama gak di dalam level dimana rektor turun langsung, agak susah.

Nah jadi Nottingham University, Warwick University, Coventry, ITB, IPB, UGM, UI. Itu pada sekitaran 2 tahun yang lalu buat konsorsium. Lose consortium, there is no building, nothing.

This is a consortium. Tapi di level rektor. Kita berjanji di dalam MOU bahwa kegiatan ajar-mengajar idealnya nanti akan diselenggarakan di dalam batas consortium ini seakan-akan tidak ada sekat-sekat geografi.

Supaya staff bisa saling bertukar pikiran. Ya tentu sayangnya semuanya di Pulau Jawa. Tapi tentu kan universitasnya gak boleh terlalu jomplang kualitasnya.

Kalau jomplang. kebudayaan, jadi kita mulai dari situ saya udah banyak ngomong di acara selain ini tentang Yukichis, nama konsorsium itu ya tapi yang saya mau bawa adalah begini pak yang bikin konsorsium seperti itu biasanya bukan orang kita biasanya, inisiatifnya bukan dari kita, misalnya contohnya Inggris bikin konsorsium serupa dengan Jepang, inisiatifnya dari Inggris, dari British Council, namanya RIKEN, percis juga anggotanya mungkin 7 gitu ya Kenapa? Ini adalah bagian dari diplomasi sains mereka.

Mereka dianggap sebagai membawa misi persatuan lewat sains karena ya Jerman sama imigran Yahudi bisa baik kembali karena sains. Oke lah itu sains diplomasi seperti itu. Ini kali pertama, kali pertama inisiatif seperti itu yang membawa serta Apa ya, funding dan dukungan dari pemerintah level tinggi, itu orang Indonesia yang ngadain. Yang memulai semua misalnya. Semua steering committee UKC itu Indonesian.

Oke. Indonesian academics in the UK. Jadi konsorsium itu disitir dalam bilateral partnership dokumen.

Kalau Bapak lihat gov.uk, Indonesia-UK partnership roadmap. Ada namanya UKCIS di situ sebagai salah satu jembatan riset dan inovasi. Nah dari situlah kita mulai mendanai riset. Ini gayung bersambut dari LPDP ada pendanaan untuk Universitas Indonesia yang mau bekerja sama dengan Inggris di administrasi oleh UKCIS ini. Didanai lah mereka bidang-bidang riset yang sesuai dengan agenda Indonesia.

Oke. Ini penting banget nih. Kuncinya agenda Indonesia. Ya. Bukan agendanya Inggris.

Betul. Gitu loh. Misinya Indonesia masalah tadi.

Batu sangguran lah segala macam. Geothermal. Sarang rayap. Carbon capture and storage.

Pariwisata. Health. Tropical disease.

Semua dari Indonesia. Inggris ini potensinya sebagai second fiddle. Sebagai. pemberi ekspertis dan peralatan riset yang diperlukan untuk menunjang agenda ini gitu kan, tapi laboratoriumnya Indonesia jadi seperti itulah saya kan dibayar bukan buat ngurusin gituan pak ya, saya kan dibayar suruh bikin paper Suruh ngajar.

Kayak begitu kan. Butuh waktu yang lama untuk orang-orang seperti saya untuk membuat universitas mau ambil bagian dalam inisiatif seperti itu. Walaupun bukan KPI kami. Universitas di Inggris bukan KPI-nya akademik seperti saya ngurusin masalah internasional begini.

Tapi karena Indonesia itu sedemikian pentingnya buat Inggris secara geopolitik, otomatis universitas punya insentif untuk mengujung tombaki diplomasi Inggris. Makanya sekitar kita kalau ada kegiatan di sini, makanya saya ada di sini. Itu kedutaan besar Inggris selalu membantu kami. Karena misi scientific collaboration ini membawa serta pesan persahabatan dari Inggris dan Indonesia. Jadi seperti itulah kira-kira memperpendek cerita yang saya coba jalani dengan teman-teman.

dan dia jalan di Indonesia dimana? jadi pada waktu COP26 di Glasgow, sekitar 2-3 tahun yang lalu itu, 2 Pemprov datang sedihnya hanya 2 Pemprov yang datang mungkin ada yang datang saya gak ketemu ya, mohon maaf kalau saya salah tapi yang saya bertemu dengannya hanya Jawa Barat dengan Nusa Tenggara Barat disitu Jawa Barat ada Pak Ritwan Kamil Nusa Tenggara Barat disitu ada Bu Wagu nah kita kenalan disitu Kita kenalan disitu, Jawa Barat punya concern tentang elektrifikasi transportasi. Nusantara Tenggara Barat punya concern dengan sampah kehutanan. Itu masalah-masalah yang unik di setiap provinsi. Universitas itu gudang ekspertis.

Kita misalnya permasalahan Nusantara Tenggara Barat adalah gimana caranya agar produk non-timber, non-kayu dari kehutanan mereka seperti kopi dan gula aren itu bisa lolos regulasi ketat. deforestasi Eropa, European Union. Gimana caranya supaya karbon itu yang di lahan gambut, saya juga teliti tentang lahan gambut, itu bisa masuk dalam hitung-hitungan karbon accumulation, seperti vera dan lain segala macam.

Itu bukan hal yang trivial. Dan birokrat butuh dilatih. Instrumen perguruan tinggi di dalam pemerintahan daerah pun juga perlu dilatih.

perlu bekerja sama. Hal-hal seperti itulah yang the devil is in the details. Jadi ngerjain, udah berapa lama nih sekarang?

Baru mulai. Sekarang harus berubah? MOU secara formal baru ditanda. tangani dengan Jawa Barat tahun lalu dan dengan Nusa Tenggara Barat baru akan.

MOU itu buat orang Inggris itu dokumen yang ditanda tangani setelah makan malam gitu. Biasanya gak punya signifikansi legal. Di Indonesia formalitas itu sangat penting jadi untuk MOU ini bisa ditanda tangan mereka harus minta persetujuan DPRD, Kemdikbud luar negeri segala macam bagi mereka ini this is and the university itu sabar ya untuk Menjalani semua proses ini.

Dan kita yakin ada fondasi formalitas ini. Membuat kita lebih luasa ke depan. Ya. Pengen tau. Saya mau sedikit soal itu.

Karena sering kali ya. Kerjasama internasional. melibatkan perguruan tinggi itu menghadapi tantangan macam-macam lah gitu untuk bisa diimplementasi selama ini menghadapi yang paling tantangan yang paling menonjol lah sebut gitu ya ada tantangan teknis, ada tantangan non teknis, kebiasaan oke tadi salah satunya itu ketidakbiasaan orang Inggris akan formalitas misalnya, jadi harus ada MOU dulu, harus ada ini, segala macam, kalau enggak kerjasamanya gak terhitung Pak oke sebagai bentuk kerjasama yang kedua, kualitasnya masih ada jarak Itu permasalahannya. Ada jarak.

Bahwa di Inggris tuh rata-rata tuh universitasnya walaupun gak semuanya, tapi udah antara top 100 atau top 150. Di Indonesia ini kecuali mereka yang 4-5 besar di Pulau Jawa itu sisanya masih agak jauh. Jadi itu satu. Gap itu juga. Kalau kita mau kerjasama, satu tahun di Universitas A di Indonesia, satu tahun di Universitas Inggris.

Kan kurikulumnya harus dipetakan. Gak cuman oh iya oke deh siap gitu. Kan gak bisa begitu kan. Nah ketika dipetakan itulah ada masalah. Gitu lah ketidak cocokan.

Riset kan gak bisa berjalan sendiri. Harus dengan kurikulum dan teaching juga. Nah terus permasalahan perangai ilmiahnya juga gitu Pak. Bahwa di Indonesia juga. riset-risetnya menitik beratkan kepada hal-hal yang linear misalnya jadi menginsentifikasi Akademik Indonesia untuk melakukan riset yang interdisipliner itu gak gampang dan lansekap pendanaannya pun belum memberikan insentif bagi mereka untuk mengambil resiko melakukan riset-riset yang interdisipliner, sekarang ada perubahan tapi di Inggris hal itu lebih dihargai karena ada duitnya misalnya liver hume itu memang khusus untuk mendanai riset-riset yang antik, bahkan secara eksplisit dia bilang saya hanya mau mendanai riset yang badan pemberi hibah yang lain gak mau memberikan, anda mau pergi ke Mars misalnya crazy ideas hmm are being valued in the Anglo-American world.

Nah, hal-hal seperti itulah. Tapi saya rasa, karena yang mulai di Inggris itu, akademisi-akademisi Indonesia, kita berbahasakan sama. Gitu loh. Saya tahu, rekan saya di IPB itu...

hebatnya dimana, penderitaannya ada dimana itulah yang tidak bisa dibeli tadi soal perangai ilmiah ya ini kan ya waktu Neru bicara soal itu dalam konstitusi dia tau betul ya bahwa dia menghadapi problem besar gitu di India yang saya kira kita juga punya problem itu ya nah kita ya coba melalui pendidikan dan seterusnya tapi sepertinya Perlu usaha lebih ya, kita untuk bisa menumbuhkan perangai itu, karena bolehlah kita menanamkan itu di dunia pendidikan, anak-anak berpikir saintifik dan seterusnya gitu ya, tapi ketika dia masuk kehidupannya atau dia bertemu dengan lautan. ekspresi yang bertolak belakang dengan apa yang dia pelajari gitu iya iya iya ini ada agak ini ya discomforting development in Indonesia ya jadi permasalahan tentang Guru besar yang dicabut ke guru besarannya. Universitas yang dianggap mungkin tidak merasa persisikan intelektualitas yang netral segala macam. Itu membuat masyarakat, dari mana sih perangai ilmiah datangnya?

Itu dari kebudayaan universitas salah satunya. Kebudayaan universitas kan bukan buat riset doang. Harus ada etika akademik.

Misalnya kalau plagiat di dalam jurnal itu walaupun gak ada hukum pidananya. Orang udah tau Anda melakukan plagiat, time to go. You lose. dan Anda akan terkecewa, Anda akan terkecewa di publik.

Itu kan dari budaya universitas. Ada standar gini Pak, balik ke filosofi lagi. Filosofi seperti di zaman kemasan Islam Al-Farabi, dibilang bahwa cerita, narasi, imajinasi itu ranahnya religious belief. Ilmu pengetahuan alam, filosofi itu ranahnya sains dan intelektual mungkin dia mau bilang itu universitas seperti itu ya, masyarakat kan gak bisa menanyakan apa yang bagus apa yang benar dia bahkan gak punya diksinya kasarnya seperti itu, mungkin gak ada waktu juga kan masih ngurusin anaknya yang bisa hari ini makan, besok gak Jadi masa dia harus buka paper?

Gitu untuk mengatasi hari ini COVID boleh pakai masker atau nggak? Dia buka paper gitu. Nggak mungkin. Jadi dia harus melihat standar.

Ada profesor A dari universitas ini. Si kaum intelektual yang punya privilege berada di situ. Ya kasarnya gue nggak ngerti.

Tapi dia ngomong begitu ada standar yang tidak bisa diragukan keabsahannya. Saya percaya deh. Nah ketika standar itu dihancurkan dengan dipermalukan ada profesor yang boleh dapat berurusan dicampur, masyarakat lama-lama kan geli sendiri Pak. Jadi ini...

Apa gunanya anda disitu gitu loh. Ujung-ujungnya nanti saya tanya dukun saya aja lagi. Gitu loh. Jadi itu sebenarnya sangat-sangat menyedihkan. Kalau terus-terus berlanjut.

Keagamaan tidak lagi memegang. Otoritas. Otoritas.

Tentang apa yang harus dipercaya dalam masalah-masalah praktif. Universitas pun juga tidak. Akhirnya kita balik ke tribalisme, fanatisme, dan paling pasar itu kekerasan. Dan sebenarnya simptom itu mulai kelihatan kan ya? Sekarang ini kan?

Sensitive. Orang kalau keyakinannya, believe. Believe itu kan bukan sekedar saya percaya. Gini loh Pak, saya percaya ada gravitasi. Saya tahu ada gravitasi.

Mau dikasih duit 1 miliar pun disuruh lompat saya gak bakal tahu. Nah belief itu harus didukung rasionalitas. Universitas tujuannya ada di situ. Kalau belief tidak didukung oleh rasionalitas, sedikit saja imanmu digoda atau diserang bahkan, Anda langsung jatuh dalam fanatisme dan kekerasan.

Universitas kalau tidak lagi dihormati, buahaya. Karena ketika narasi negara itu hancur, ada gangguan sedikit. Masyarakat akan porak-poranda dalam arahnya berlari.

Satu lari kemari, satu kemari, satu kemari. Jadi kayak bom waktu. Gitu loh, resiliensi sosial itu gak ada perkatnya lagi kembali karena gak ada standar disitu. Orang bingung mau berpegang pada apa gitu ya?

Iya, mau percaya sama siapa? Orang kemarin 2019 aja ada permasalahan gak usah kayak covid loh pak gitu ya. Pulang pohon jatuh dimana gitu, listriknya mati 3-4 hari. Itu salah satu cerminan ketahanan kita.

Seperti itulah. Bisa panjang ngomongnya. Tadi saya sempat ngingung soal intelektual publik terus ada reaksi gitu ya.

Tahu batasannya publik tapi itu bisa elaborasi nggak? Berkaca di poin saya sebelumnya intelektual publik itu datang dengan tanggung jawab. Dia harus bisa Undergird atau memberikan fondasi pada imajinasi masyarakat. Ben Anderson bilang bahwa apa sih yang membentuk nation?

Yang membentuk nation adalah imagine communities. Edward Said pun bilang begitu ada imagine. Geografi, semuanya itu di imajinasikan Waktu Ferdik ya siapa namanya yang dapet emas itu Ferdik Ferdik, Rizky, dan Gregoria dapet Medali Perunggu Itu dia nangis yang pembawa acaranya di TV juga nangis. Saya juga ikut nangis. Rocky Gerung ikut nangis.

Menpora ikut nangis. Padahal mungkin mereka bukan hanya tidak kenal satu sama lain, bisa juga kan tidak suka satu sama lain. Kan imajin mereka kan itu kan.

Nah intelektual publik, kalaupun istilah itu bisa dipertanggungjawabkan gitu, harusnya memberikan fondasi bagi imajinasi itu. Gitu loh, bahwa imajinasi ini bukan sekedar logika mistika Bahwa ini ada identitas yang menjadikannya fondasi Imajinasi ini ada asalnya Gitu loh Nah, barulah Indonesia bisa memproyeksikan dirinya ke The post-colonial world The global world Saya ingin agar intelektual publik itu bisa mengejawantakan arti hadir Indonesia di macanegara, bukan sekedar intelektual dan kemudian minta kekuasaan gitu loh Indonesia harus hadir dengan narasi kan banyak kompeting narasi porosman paritim, paru-paru dunia, lumbung pangan. Nah saya disini mencoba kalau memang saya bisa menyandang gelar intelektual publik yang sebenarnya saya masih belum pantas lah gitu. Itu mengajukan narasi bersama dengan teman-teman disini.

Indonesia laboratory of the world. laboratorium dunia dari situ Anda bisa di Pulau Saton Anda dapatkan obat masa depan di Papua Anda bisa pelajari sarang rayap untuk membangun arsitektur yang tahan panas tanpa harus pakai AC di lahan gambut di Kalimantan Anda bisa mengajari dunia tentang Bagaimana caranya merestorasi gambut yang merupakan the largest of if not the largest carbon sink di dunia. Hal-hal seperti itulah yang membuat Indonesia bangga ke depan bukan karena dia negara besar, tapi karena dia negara besar.

besar dengan tanggung jawab, orang bisa datang disitu cari jawaban dan dapat dan jelas kontribusinya apa negara besar kan istimewa, istimewa terpilih, terpilih terpilih mau ngapain saya besar, iya yang lain juga besar terus mau ngapain, no no, we are the steward of the earth we are the champion of the sustainability dan itu gak bisa salah ngomong loh pak permasalahan begini, intelektual publik itu tidak mengisi domain diplomasi misalnya oke Sains tidak mengisi domain-domain di luar sains di Indonesia. Di Inggris, FCDO itu kan kemenlunya Inggris, Pak ya. Waktu mereka hadir di pembukaan UKICIS, acara konsorsium itu, yang hadir itu Chief Scientific Officer. Astrofisis, Pak. Urusannya di Departemen Luar Negeri.

Jadi ketika Inggris ngomong tentang climate change, dia tahu persis para menlunya segala macam. Diplomat-diplomatnya very, very well versed. On scientific issues, there is no stock.

Kalau Indonesia bisa bilang, hey kalian memodelkan lahan gambut, itu hanya dengan faktor ekologi dengan hidrologi. Bagaimana dengan faktor mekanikal? Ini teknis gitu ya.

Kalau kalian airi habis-habisan, akan ada beban mekanikal yang mengkompromis integriti dari pitland. Hitung-hitungan kalian salah. Gagah. Kalau ngomong pakai sains, gagah.

orang Inggris, oh oke kalau gak ada, gak ada bargaining power gitu, ya siap oke, oke siap, ya gitu terus jadi mohonlah agar siapapun yang menyangkakan dirinya intelektual publik itu coba untuk menyembatannya narasi sains, dengan kebijakan-kebijakan yang tradisional itu bukan di arena sains Itu yang saya tadi ya mengikuti urayannya, memang jadi soal yang sangat penting kan, apa sih yang sebenarnya dikontribusi secara intelektual ya, artinya kan pengertian yang sering digunakan orang bicara sebagai intelektual publik tuh adalah berani bersuara, terus macam-macam lah gitu ya. Sementara saya sebetulnya juga pikir gitu ya, bahwa kan ada spesifik ya yang dia bawa, pengetahuannya, terus... bidang keahlian sehingga dia menurut membentuk public discourse dari segi itu gitu ya yang di kita ada absen tuh gitu ya karena intelektual publik biasanya bisa ngomong apa aja harusnya tidak terbatas pada apa yang dia pelajari gitu ya dari pembicaraan tadi saya menangkap gitu ya sepertinya ada satu ambisi intelektual yang agak besar yang kita lagi bicarakan gitu ya menarasi Indonesia terus kemudian coba melihat ya perjalanan panjang dari Indonesia ini dan merangkai begitu banyak unsur yang sangat diverse ini menjadi kesatuan gitu agendanya nih agar ini bisa bergerak maju gitu what do we need to do? Oke, Anda menerima poin-poin yang sangat berbeda di sana.

Pertama tentang definisi intelektual publik dulu tadi, di bagian pertama statement Pak Hilmar, bahwa kelihatannya mereka ini mungkin sentimen yang saya dapatkan itu intelektual publik yang mungkin berseberangan dengan pemerintah. Saya menganggap Pak Hilmar adalah intelektual publik. Walaupun berada di dalam quote-unquote pemerintahan. Tapi kalau memang ada konsepsi bahwa intelektual publik adalah mereka yang berada di sebuah kubu ideologis tertentu. Itu alarm tuh menurut saya.

Kenapa bisa ada persepsi publik begitu? Apakah pemerintah semacam kayak, mohon maaf, bangkai yang busuk sehingga mereka yang terafiliasi dengannya ikutan bau gitu. Seharusnya. tidak begitu, itu bahaya, sangat-sangat bahaya karena intelektual publik tidak boleh memihak itu kan gampang diucapkan tidak gampang dilakukan, karena setiap orang pengen naik pangkat itu nomor satu disitu dan nomor dua tadi tentang agenda Indonesia harus melakukan apa ke depan Standar-standar itu mulai digoyah tentang efikasi dari perguruan tinggi. Misalnya kan ilmu pengetahuan, sains, perguruan tinggi asalnya.

Minimal publik mengerti seperti itu. Sekarang publik banyak di level populer bilang bahwa pendidikan formal, pendidikan tinggi tentunya itu skam. Pendidikan tinggi itu adalah penyeimbang status sosial.

Itu mekanisme dimana seorang bapak yang nyebrangin sungai anaknya ditaruh di kantong plastik gitu. Punya harapan supaya anaknya jangan kayak dia gitu. Bisa naik kelas rata sosial kan. Jadi seperti itu. Pendidikan tinggi itu punya impak yang sangat-sangat besar.

Di pendidikan tinggi itu orang diajarkan tentang meritokrasi. meritokrasi berdasarkan akademik di ranking dulu saya gitu pokoknya saya kalau di ranking pasti kedua paling bawah gitu kan dari situ ada keterpacuan untuk maju, agenda balik lagi ke agenda fundamental agenda itu harus dimulai dari bukan central planning kalau menurut saya, central planning itu penting apalagi sebagai gestur Indonesia sebagai negara punya rencana fine, wonderful, we need that tapi di level lokal meritokrasi itu harus menjadi bagian dari publik dulu, agenda step one karena dari meritokratik hierarki itu akan lahir keluar figur-figur yang membawa the best people in their mind, ada satu orang anak muda yang saya lupa namanya yang di Eropa dia punya keresahan akan masalah sustainability dan masalah lingkungan Dia drop out dari sekolah, kemudian dia bikin prototipe gimana caranya supaya lewat prototipe dia itu laut itu bisa dibersihkan. Iya, iya. Siapa namanya pak? Lupa tuh saya.

Tapi tau yang dimaksud dia. Oke akhirnya dia. Dia konsekuen. Dia gak cuma jual narasi narsis dan aktivisme yang gak jelas. Dia konsekuen.

Dia keluar disitu. Dia crowdfund. Dapet investasi. Jadi teknologi. Akhirnya bener-bener dianya kaya.

Dan planetnya bersih. Itu hanya dimungkinkan dari meritokrasi. The best people in the mind.

In the field. The best mind in the field. Nah universitas harus kembali.

Itu step one in the agenda. Seperti itu. Barulah narasi publik seperti rencana aksi, strategi, keanekaragaman hayati itu bisa gayung bersambut.

Dengan ini, betul. Kan ada beberapa kelompok aksi di situ. Kelompok aksi di situ giliran detailnya butuh orang kompeten. Gitu loh, punya blueprint, gak ada orang kompeten.

Dari mana kompetensi berasal? Harusnya dari universitas. Jadi ini balik ke, ya seperti juga tadi ya melahirkan orang seperti itu dari proses di perguruan tinggi, ini ya saya kira bukan hanya tantangannya besar gitu ya, tetapi Seleksi yang sekarang ini terjadi untuk melahirkan orang-orang kayak begini juga ya seperti bagus tau ya, itu gak mudah gitu ya.

Dan saya membayangkan mungkin perlu... Ada apa namanya satu overhaul gitu ya. Ya seluruh major overhaul.

Dimana perencanaan perguruan tinggi ya terus juga political decision. segala macam ini konfigurasinya baru harapannya kita akan punya pemerintahan baru gitu sekarang gitu harapannya apakah ini mungkin terwujud what does it entail apakah syarat-syarat untuk menuju ke apa yang diharapkan sekarang tersedia di dalam Fisika, ada beberapa kekuatan, forces. Ini kekuatan beneran maksudnya gravitational forces, weak nuclear force, strong forces. These forces make the universe as we know it today. These forces make planet where they are supposed to be.

Di dalam... Kegiatan manusia dalam berperilaku dan bersosial pun ada forces-forces yang kemudian dimanifestasikan di level internasional. Misalnya dia ada forces tentang ekonomi mempengaruhi pemilu di satu negara, tentang ketidaksetaraan, itu juga forces. Saya pikir di 2029 atau mungkin dari sekarang bahkan, geopolitical forces itu akan menjadi dominan. Karena dua hal.

Satu, karena resource natural resources. Mau gak mau, Indonesia yang memiliki sumber daya alam pasti menjadi perhatian. Kecuali nikel dan lain-lain sebagainya itu. Bisa gak terbatas Yang kedua karena saya gak percaya Mungkin salah satu camp geopolitik Ada absolute morality Di level internasional Maksudnya gini pak Kalau saya jadi pemerintah Cina Apa alasannya saya tidak ikut campur dengan pemilu Indonesia?

Bukannya saya menuduh mereka ikut campur, saya mempertanyakan ada nggak alasannya saya nggak ikut campur dengan ketiadaan moral absolut di level internasional. Kalau saya pemerintah Australia... apa yang membuat saya tidak ikut campur berarti ikut campur kan, berarti ada keterbatasan resource, ada insentif moral untuk ikut campur geopolitik akan sangat-sangat menentukan di masa depan apapun yang menjadi secondary forces di Indonesia, ekonomi pangan, segala-galanya, itu akan sangat dipengaruhi oleh geopolitik Bahkan dari dulu sebenarnya kemerdekaan kita tuh dengan Napoleonic Wars itu sangat berdekatan.

Di masa itu harapan saya di kepemerintahan itu saya ingin agar ada kepemimpinan. Bukan pemimpin ya, bukan satu orang. Ada kepemimpinan yang bisa membawa Indonesia untuk keluar dengan narasi yang kuat berdasarkan identitas. Saya mau tutup dengan ini ada seorang... Sekolah postkolonial namanya Francis Gauda di Amsterdam.

Dia mempelajari tentang pada waktu itu tuh militer Eropa di Indonesia. Kegiatannya dipantau oleh orang Belanda. Ngapain kamu ada disitu? Ngacak-ngacak orang ya?

Enggak, saya kirim foto nih. Foto yang dikirim itu seorang jenderal, kumisnya tebal, sangat maskulin, bersama dengan Pak Kubwono, Wangku Negara, Hameng Kubwono, segala macem, dan digambarkan dengan perhiasan yang banyak. Sebagai sosok feminim.

Yang si Francis Gaudet itu sosok feminim. Dia maskulin. Karena pada waktu itu, filosofinya adalah alam.

Itu buas, kami di Dutchies Indies itu membawa peradaban loh, lihatlah, ini pernikahan, pernikahan ini. Saya membawa, tadinya kalau gak ada saya ini buas nih. Gini ya gak bisa. Gitu kan, saya bawa ke situ. The strong narration of Indonesia has to bring about that order.

Kepemimpinan harus punya otoritas nilai. Dan dibacking oleh kompetensi dan sains yang kuat. Supaya dia bisa bilang ke dunia yang competing forces dominannya itu geopolitics.

Untuk bilang, oke the planet is in trouble. Kita tahu apa yang harus kita lakukan. Itu harapan saya ke depan.

Bagus Mulyadi, terima kasih sudah hadir di tempat kita. Senang sekali di pembicaraannya, tidak kerasa sudah satu jam. Dan saya kira kita bisa mengambil banyak manfaat dari percakapan kita ini.

Terima kasih.