Intro Buloh Bali atau Provinsi Bali dikenal secara luas sebagai Buloh Dewata dan memiliki kehindahan panorama alam yang luar biasa. Seperti halnya daerah di Indonesia lainnya, Buloh Bali juga pernah menjadi medan pertempuran antara pejuang Indonesia dengan Belada. Pertempuran yang cukup terkenal di Pulau Bali adalah Puputan Margarana yang artinya adalah perang penghabisan atau serangan sampai mati. Di Bali sendiri tercatat ada 5 kali perang puputan, antara lain Puputan Jagaraga, Puputan Busamba, Puputan Badung, Puputan Margarana, dan Puputan Gelungkung. Seperti apa ceritanya?
Tonton terus video ini sampai selesai. Setelah kekalahan Jepang di Pasifik tahun 1945, kerajaan Belanda berusaha untuk menduduki kembali seluruh wilayah India-Belanda yang dulu dirampas oleh Jepang. Namun saat itu India-Belanda telah diambil alih oleh negara kesatuan reaksinya Republik Indonesia melalui sidang PPKI dan proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Belanda tidak begitu saja bersedia menerima pembentukan Republik Indonesia dan berbagai cara dilakukan untuk meruntuhkan perlawanan rakyat Indonesia. Tak terlelakan lagi pertempuran antara para pejuang Indonesia melawan Belanda meletus di seluruh negeri termasuk di Bali. Tahun 1946, wilayah Bali merupakan daerah kekuasaan Tentara Republik Indonesia TRI Resimen Sunda Kecil yang dikomandani oleh Letnan Kolonel Igusti Ngurah Rai.
Pasukan ini dikenal sebagai Ciyung Wanara yang berkekuatan sekitar 13 kompi dan tersebar di seluruh Pulau Bali. NICL melalui Kapten JVT Konik sempat mengirimkan surat perundingan kepada Komandan Resimen Sunda Kecil. Letkol Rai hanya membalas jika selama Belanda masih berkekuatan masih bercokol di Bali, maka para pejuang Bali akan terus melakukan perlawanan. Rai juga menambahkan jika Bali bukan tempat perundingan.
Perlu diketahui bahwa Kapten Konig tidak lain adalah atasan letkol Rai sewaktu masih bertugas di Korporat Jodha KNIL. Dan Konig ini juga pernah diselamatkan oleh murah Rai dalam pelarian dari kejaran tentara cepat. Konig mengira jika murah Rai yang pernah jadi rekannya mudah dibelokan. Namun perkiraannya salah besar karena Rai Ray telah bertekad untuk berjuang dengan Republik Indonesia, hingga akhirnya membuat dua orang pekasarkan tersebut menjadi seteru.
Tanggal 28 Mei 1946, Headkol Iguz Tinggurah Ray memimpin Lomat setelah MBO DPRD Sunda Kecil ke Bali Timur. Pasukan Jum'anara diperkuat oleh Alri, Kapten Laut Makarti yang datang dari Jawa. Pertempuran besar dimulai di Tanah Aron pada tanggal 9 Juni 1946. Dalam berita terkini, pertempuran tersebut, pasukan Indonesia mengalami kerugian yang cukup fatal yaitu kehilangan 82 prajurit, sementara TRI hanya kehilangan 1 prajurit. Setelah pertempuran selesai, Ciumwanara kembali melanjutkan perjalanan ke Panglipuran.
Perjalanan panjang kemudian dilanjutkan hingga sampelah mereka di desa Margatabanan. Namun berkat campur tangan mata-mata lokal, pergerakan pasukan Ciumwanara berhasil diketahui oleh Belanda yang nantinya berakhir pacaran. buruk terhadap pasukan tersebut. Memasuki bulan November 1946, Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda melakukan perundingan lingkar jati. Hasil perundingan disepakati jika wilayah Republik Indonesia yang diakui secara de facto hanya Jawa, Sumatera, dan Madura semestinya sementara Bali masuk dalam negara Indonesia Timur buatan Belanda.
Perundingan lingkar jati tidak bisa diterima begitu saja oleh para pejuang Bali. Akibatnya banyak pejuang yang memilih untuk tidak mematuhi. Teri Sunda kecil juga tidak bisa untuk tinggal diam begitu saja.
Maka kemudian disusunlah sebuah serangan kejutan untuk mempermalukan militer Belanda. Tanggal 18 November, Letkol Ngurah Rai memberi perintah kepada prajuritnya untuk melakukan serangan terhadap kantor polisi KNL di Tabanan. Menjelang tengah malam, TRI Sunda Kecil dan Laskarayat melakukan serang dadah di kantor polisi KNIL. Satu detasemen polisi tidak berdaya menghadapi gempuran ciuman narang dan akhirnya menyerah begitu saja. TRI berhasil merampas banyak persenjataan dan juga berhasil membawa lari komandan polisi Wakimin yang ternyata bersimpati kepada para pejuang.
Mendapati laporan serangan di kantor polisi, Belanda menangkapnya. segera mengarahkan militernya untuk melakukan serangan balasah, termasuk menerjunkan pasukan Gajah Merah yang didalamnya terdapat Kapten Konig. Tanggal 19 November, Brigadaya Gajah Merah dibawa komando Colonel F. Molitor tiba di Pospera, bahagia diri tabanan Penebel dan Jatiluwi untuk mencapai Desa Marga dengan rencana utama untuk mengepung, menghancurkan serta menyekat. pelarian TRI.
Letkol Ray yang pernah menjadi intelijen sekutu tahu betul langan bahaya yang akan datang. Ia kemudian memerintahkan pasukan untuk meninggalkan desa Marga dan kembali ke daerah masing-masing. TRI hanya menyisakan 95 prajurit untuk tetap berada di desa tersebut. Tanggal 20 November sekitar pukul 5.30 pagi, pasukan Belanda mulai berdatangan di Desa Marga. Sekitar pukul 8 pagi, pasukan Belanda mulai melancarkan serangannya terhadap TRI di Desa Marga.
Pertempuran berlangsung jengik, sehingga Belanda tidak bisa bergerak lebih jauh. Pasukan Belanda yang berjumlah sekitar 20 orang mendekat dari arah barat laut. Si Wanara berhasil menyergap pasukan tersebut dan mengepaskan 17 prajurit.
Belanda kemudian melakukan serangan. dari berbagai arah, namun tidak berhasil menghancurkan pertahanan Ciumwanar. Hali-hali menerobos pertahanan TRI, Belanda justru berhasil dibukul mundur dan dipaksa menghentikan serangan selama satu jam. Penghentian serangan dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Letkol Rai untuk melojokkan diri dari kepungan.
Namun upaya TRI terhenti ketika Belanda mendatangkan pesawat bombong yang segera menghujani mereka dengan bom-bom maut. Untuk terakhir kalinya, Letkol Ngurah Rai menyerukan. dan puputan yang segera dijawab serta oleh pasukan Jungwanara.
Setelah pesawat bom meninggalkan desa Marga, pertempuran kembali meletus dengan sengitnya. Belanda terus mendatangkan para bantuan untuk menghancurkan pertahanan Tere. Tidak terhitung lagi jumlah pelindung artileri yang menghujani pasukan Ciumanara Korban di kedua belah pihak juga terus kejatuhan Pasukan Ciumanara semakin terdresak hingga mundur ke arah pesawahan yang minim perlindungan Dengan amunisi yang kian menipis, pasukan Jum'at Narah yang tersusah terus bertahan hingga akhirnya Belanda berhasil menghentikan segala upaya pertelawanan mereka.
Sekitar pukul 5 sore pertempuran berakhir, pasukan Belanda kemudian mulai menisih biasa markah. Bisa dipastikan jika seluruh prajurit Ciumwanara gugur semuanya. Belanda membawa tawanan yang tertangkap sebelumnya untuk mengidentifikasi para prajurit Ciumwanara, termasuk menemukan komandan sudah kecil. Letkol Ngurah Rai diketemukan telah gugur dengan luka tembakan di kepala. Ini Belanda bisa sedikit bernafas lega karena perlawanan TRI yang cukup merugikan dapat dihancurkan.
Pertempuran Margarana menyebabkan jatuhnya korban yang tidak sedikit. Teri kehilangan seluruh pasukan yang berjumlah 95 orang ditambah letkol Igusti Ngurah Rai. Namun tidak disangka ternyata Belanda kehilangan banyak sekali peran.
bahkan hingga mencapai 400 orang. Sulit dibayangkan jika pasukan Jungwanara yang hanya berkekuatan kurang dari 100 orang mampu menewaskan 400 orang musuh. Itulah hebatnya wubutan yang dibadu dengan strategi pertahanan jitu dan intelijen mumpuni Letkol Igu Stingurah Rai yang mendapat dukungan penuh dari rakyat.
86 mayat RI yang berhasil diketemukan kemudian divakvasi ke pasar marga, sementara sisanya diperkirakan hancur oleh pemoman atau disembunyikan oleh penduduk. Sejak gugurnya letkol igus di Ngorak Rai dan terjadinya buhutan margarana, praktis tidak ada lagi perlawanan besar di Bali. Dan kini Belanda secara leluasa memasukkan Bali ke dalam negara Indonesia Timur. Belanda baru angkat kaki dari Bali setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia tahun 1949. Untuk menghargai jasa besarnya, pemerintah dan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia menaikkan pangkat Igusti Ngorak Rai menjadi Brigadir Jenderal TNI Anumerta yang kemarin yang kemudian diangkat sebagai pahlawan nasional pada tahun 1975. Dan untuk mengenang peristiwa puputan margarana, dibangunlah Taman Pujaan Bangsa Margarana.
Tercatat, ada 1.372 prajurit markas besar umum di Ban Perjuangan Republik Indonesia sudah kecil yang gugur dalam pertempuran, yang kemudian dibekamkan di Komplek Taman Pujaan Bangsa Margarana, Tabanan, Bali. Kini setiap tanggal 20 November dikenang sebagai hari puputan margarana. Terima kasih sudah menonton!