Saya akan berbicara tentang keterkaitan antara food waste and food loss with sustainable food security. Kenapa saya memilih topik ini? Yang pertama, beberapa waktu yang lalu saya menerima memes di grup pertemanan saya.
Dikatakan di sana bahwa jangan letek orang gemuk. Karena sesungguhnya orang gemuk itu penyayang. Melihat makanan selalu berucap sayang banget nih kalau nggak dihabisin.
Food loss and food waste itu menjadi persoalan yang penting yang kemudian ingin diatasi oleh semua negara berkembang dan juga negara maju. Karena UNDP telah memasukkan pilar ke-12 tentang food waste and food loss tadi. Dan kemudian motivasi yang lain adalah bahwa Seringkali kalau kita bicara tentang food security, itu selalu fokusnya supply side, fokusnya bagaimana meningkatkan produksi. Tetapi jarang yang kemudian mengaitkan dengan food loss and food waste.
Food loss itu apa? Food loss itu adalah kehilangan makanan dalam proses produksi, pengolahan, dan distribusinya sebelum sampai ke tangan konsumen, sebelum sampai ke retail dan juga konsumen. Sementara food waste adalah makanan yang tersicah.
di level konsumsi. Ini perbedaan antara food loss dan food waste. Kita lihat di sini bahwa di pilar affordability adalah merupakan keterjangkauan. Kemudian ada pilar affordability, di situ dimensi food loss and food waste merupakan bagian yang sangat penting di affordability dan juga quality and safety menjadi penting plus sustainability. Tantangan kita ke depan adalah how to produce more food.
with less input and also more sustainable. Nah ini pendekatan food to plate. Saat ini bahwa nilai daripada food loss and food waste yang hilang dan menjadi sisa makanan itu nilainya sangat besar.
Di negara maju nilainya 680 miliar USD. Di negara berkembang nilainya 310 miliar USD. Kalau digabungkan kan luar biasa besar. Nah ini yang barangkali menjadi perhatian seluruh dunia bagaimana kita meminimisasi food loss and food waste tadi.
Misalnya bagaimana sepertiga produksi pangan di dunia dari proses produksi sampai dikonsumsi oleh manusia itu hilang. Beratnya kira-kira menurut FAO adalah 1,3 triliun ton per tahun. Bagaimana kehilangannya? Yang pertama hilang di proses produksi 10%, kemudian 7% ada di post harvest handling, storage, and distribution.
Kemudian 1% processing, 6% di market system, dan 9% di consumption. Nah ada pola yang berbeda untuk ke food loss and food waste tadi. Ini ada perbedaan yang disebut dengan near the plate and near the field.
Kalau di negara berkembang... Food loss dominant dibandingkan dengan food waste. Sementara di negara maju kebalikannya, food waste lebih besar daripada food loss.
Kalau kita lihat dari gambar ini, kita lihat negara maju yang biju ini adalah consumption, kilangan di consumption sangat besar, terus kemudian menuju ke negara berkembang semakin lama semakin kecil. Sementara di negara berkembang lebih banyak food loss yang terjadi. Nah, kemudian kalau kita lihat besarnya per kapita food loss and waste yang diukur dalam kilogram. per tahun, kita lihat di sini bahwa sebenarnya antara negara maju dan negara berkembang ini juga semuanya misalnya di Latin Amerika ini sekitar 225 food loss and waste kilogram per year, sementara di South and Southeast Asia itu besarnya adalah 125. Jadi sebenarnya antara negara maju dan negara berkembang food loss and also food waste itu nilainya sangat besar. Hanya memang kalau kita lihat bahwa kota merah di sini di negara di negara maju yang saya katakan tadi bahwa food waste lebih dominan di negara maju sementara di negara berkembang food loss lebih dominan.
Ini gambar yang lain yang kemudian memberikan keyakinan kepada kita bahwa perbedaan antara food loss and food waste. Food waste itu 40% terjadi atau kehilangan makanan itu karena food waste di negara maju, kemudian di negara berkembang adalah food waste. Ini menunjukkan bahwa misalnya di developing countries, kita lihat bahwa on farm yang biru ini cukup besar, kemudian transport processing sangat besar, kemudian retailnya kecil sekali di sini, sementara di negara maju retail kehilangan di sana di konsumen sangat besar. Nah kemudian hal yang lain, di Indonesia bagaimana? Ternyata di Indonesia dari data yang ada, food waste in Indonesia is significant.
and growing with adverse environmental and socioeconomic impact. Sekali lagi bahwa food waste di Indonesia 2 per 3 juga kemudian dibuang ke landfill, ke tempat pembuangan akhir di sampah. Sayang sekali kan kalau kemudian kita kehilangan food loss yang sangat besar di Indonesia ini.
Nah bagaimana kita menyusun strategi meminimisasi food loss and food waste ini? Ini tentu sekali lagi... framework, from tadi yang dikatakan from farm to table atau from field to plate approach itu menjadi penting atau bagaimana pendekatan value chain analysis itu digunakan. Jadi kita perlu untuk mengidentifikasi food waste yang terjadi di segmen produksi, post harvest, processing, distribution, and also consumption. Dan kita lihat bahwa terjadinya food waste and waste ini sangat mempengaruhi.
tingkat ketahanan pangan suatu negara. Apalagi kalau dikaitkan dengan sustainability. Kalau kita kemudian memproduksi bahan-bahan pangan ataupun produksi pertanian, tetapi kemudian hilang, betapa besar mubazirnya kita menggunakan input yang saat ini semakin langka.
Contoh air semakin langka, energi semakin langka, penggunaan tanah di Indonesia, juga land conversion rate semakin tinggi. Nah tantangan kita ke depan sekali lagi. How to produce more with better quality but with less input and more sustainable.
Nah ini tantangan kita bersama. Kalau kita lihat misalnya di sini bagaimana sekali lagi menggunakan value chain analysis dari pre-harvest kemudian production sampai kepada konsumen. Kita bisa lihat betapa kehilangan pangan di proses produksi kemudian di proses pengolahan distribusi. kemudian retail sampai konsumen itu besar sekali dan sangat terkait dengan unsustainability.
Jadi kalau kemudian di Amerika Serikat sekarang misalnya ada precision farming, bagaimana kita bertani dengan input yang precise, itu kan sebenarnya juga bagaimana kita meningkatkan ketahanan pangan melalui produksi yang efisien dan juga berdaya saing tinggi misalnya. Bagaimana penggunaan drone, bagaimana penggunaan iPad, bagaimana penggunaan... iCloud bagaimana penggunaan data big analysis untuk melihat sejarah tanah, penggunaan pupuk, dan lain sebagainya.
Tentu ini akan sangat berperan nanti untuk mengurangi food loss and also food waste. Misalnya, contoh possible approach for reducing food loss and waste. Jadi sekali lagi kita harus melihat sumber persoalan utamanya di produksi itu apa, handling and storage apa, processing and packaging apa, sampai kepada consumption. Kita bisa melihat seperti ini sebenarnya, food loss and waste diagnosis in developing countries misalnya, lack of investment in farm equipment. Jadi Bapak dan Ibu sekalian kalau kita lihat para petani misalnya memanen banyak sekali gabah yang tercecer misalnya, atau padi yang tercecer.
Tapi kalau kita lihat ke perkebunan, perkebunan itu dalam proses produksinya sudah menggunakan drone, sudah menggunakan Google Earth, menggunakan SAP, bahkan mereka punya war room. untuk melihat block by block productivity di perkebunan. Lack of coaching marketing infrastructure.
Bapak dan Ibu sekalian kalau kita lihat sayur-mayur di puncak dikirimkan ke PIKJ, trucknya terbuka kemudian paling ditutupi dengan terpal. Yang punya juga tidur di atasnya. Ini kan tentu food loss akan menjadi tinggi. Kalau kemudian sayur-mayur ataupun daging dimuat dalam coaching marketing system dengan truck yang berpendingin, Itu tentu akan meminimisasi food loss yang terjadi.
Kemudian low level of processing. Sekarang pemerintah Indonesia sedang menggalakkan program hilirisasi. Kemudian di developed countries beda lagi kalau kita melihat strateginya. Seringkali negara maju atau konsumen negara maju itu dihadapkan oleh over choice. Di supermarket itu harus tersedia buah-buahan sayur-mayur yang berlimpah.
Ini kan over choice. Sehingga Seringkali konsumen memilih yang bagus-bagus, yang cantik-cantik, yang tidak cantik tidak dipilih. Kemudian petani pun juga memanen yang cantik-cantik. Memanen yang bagus-bagus, yang tidak bagus yang tidak dipanen dibiarkan ada di lapangan.
Nah ini tentu ke depan perlu market intelligence supaya terjadi keseimbangan antara yang diminta demand dan juga supply jangan terjadi surplus production misalnya. Kemudian very to comply with food safety standard dan yang terakhir ini seringkali konsumen tidak sadar apa makna dari expired date. Tiga hari atau empat hari sebelum expired date terus tidak mau beli. Akhirnya menjadi food waste. Ini tentu penting promosi nanti pengetahuan tentang apa yang dimaksud dengan date marking rules.
Tadi remedies. Saya akan fokus di negara berkembang seperti Indonesia di developing countries. Capacity development itu harus dilakukan ke semua aktor yang terlibat dalam value chain tadi.
dari sisi produksi, dari sisi processing, distribusi, kemudian sampai kepada konsumen. Shorter supply chain, biasanya di negara berkembang itu rantai pemasaran itu panjang. Peranan daripada perantara atau intermediaries itu sangat panjang.
Dan yang terpenting adalah monitoring mechanism. Bagaimana suatu lembaga, pemerintahan misalnya, yang bertugas untuk memonitoring bagaimana terjadinya food. loss di sepanjang rantai nilai tadi sehingga intervensi cepat harus dilakukan.
Nah kemudian kalau di develop countries misalnya bagaimana merencanakan supaya supply nearly the same with the demand. Jangan sampai terlalu excess supply. Kalau excess supply ya tentu nanti push-wish juga seringkali terjadi.
Atau yang terjadi tadi pelajaran di negara berkembang adalah bagaimana meningkatkan nilai tambah dari pengolahan dari raw materials menjadi proses itu menjadi penting juga. Nah kemudian how to reduce food waste dari sudut pandang konsumen seperti kita sekarang. Nah ini ada suatu hal yang menarik, how to reduce food waste. Ya tentu plan ahead.
Yang kedua buy what you need. Nah masalahnya konsumen itu sering merencanakan yang tidak dia beli dan dia beli yang tidak dia rencanakan. Betul gak?
Nah kemudian juga store correctly, cook the right amount, eat it all or store left over for later recycle what you eat. can't eat, misalnya recycle what you can't eat, dan juga plan ahead terus. Nah ini yang seringkali perlu untuk kita kerjakan sebelum kita memutuskan untuk berbelanja.
Kalau perlu ke restoran itu, barangkali restoran sekarang itu harus menyediakan size, seperti pakaian, size L, XL, size M, dan size S. Jadi kalau kita perutnya ukurannya S, jangan beli XL dong. Nah ini yang barangkali ukuran pakaian perlu diperkenalkan kepada restoran-restoran supaya tidak menawarkan you can all eat misalnya. Kita harus kemudian barangkali supaya meminimisasi food loss and food waste, ada makanan ukuran S, ada makanan ukuran M, ada makanan ukuran L atau XL atau triple XL misalnya yang besar.
Dan demikian kita tahu apa yang kita inginkan. Nah di beberapa... Negara dan juga baik negara maju dan negara berkembang, ada beberapa program yang barangkali bisa kita ikuti. Yang pertama, budaya RSVP. Kemudian yang kedua, kita bisa men-support produk lokal.
Kalau produk lokal kan dihasilkan oleh lokal. Jadi konsum lokal akan menciptakan pekerjaan lokal juga. Sekaligus untuk mengurangi food loss dan food waste tadi. Yang ketiga ada program yang namanya I'm happy to have a clean plate kalau makan.
Di beberapa negara juga sudah mulai sistem pay as you throw. Jadi kalau kita buang makanan kita akan didenda. Saya kira hal seperti ini kita bisa lakukan mulai hari ini, mulai malam ini, mulai besok.
Sehingga strategi untuk mengurangi. food loss and food waste itu bisa terjadi sehingga availability meningkat dan ketahanan pangan kita meningkat. Tidak hanya bahwa food security itu diartikan secara sempit bagaimana mencapai suasana badan. Itu pemandangan yang salah.
Terima kasih. Mudah-mudahan berguna sharing malam hari ini.