Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillah. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Wa'alaikumsalam wa rahmatullahi wabarakatuh. Bapak-bapak, ibu-ibu, saudara-saudara sekalian.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kita sudah membahas rukun iman. Yang belum kita bahas itu adalah rukun iman yang keenam, percaya pada takdir.
Sebenarnya urayan menyangkut takdir ini tidak dikenal pada masa nabi. Sebagaimana dibahas oleh filsuf-filsuf atau ahli-ahli ilmu kalam. para sahabat Nabi memahami takdir sebagai penyerahan diri pada Tuhan.
Dan dalam arti penyerahan diri itu, mereka tidak bahas lagi apa sih takdir itu. Ada satu contoh yang paling bagus, itu antara lain diperagakan oleh Saidina Umar. Saidina Umar Tidak senang orang bicara takdir.
Sebenarnya masa Nabi orang tidak bicara. Masa Sayyidina Abu Bakar orang tidak bicara. Pertengahan masa Sayyidina Umar sudah ada yang bicara takdir.
Siapa yang bicara takdir di hadapan Sayyidina Umar? Sayyidina Umar marah. Bahkan kalau perlu dia cambuk.
Ini persoalan tidak perlu dibahas. Itu sikap Sayyidina Umar. Beliau memahami bahwa yang penting Kita berusaha, yang penting kita berusaha. Tidak usah bahas ini terpaksa atau tidak terpaksa, yang penting kita berusaha. Karena itu sangat populer, sewaktu ada wabah, beliau akan ke Syam, ke Damaskus, beliau batalkan, tidak jadi.
Sahabat Nabi yang lain Abu Ubaidah Ibnu'l-Jarrah, seorang Panglima Perang. yang pandai mengatur siasat. Waktu itu bertanya, Hei kamu lari dari takdir, wahai Umar.
Dia katakan, saya lari dari takdir menuju takdir yang lain. Tetapi waktu beliau terbunuh, ditika beliau berkata, Wa kana qadarullahi qadaran maqd. Yang ditakdirkan Allah itu tidak bisa kita mengelak darinya.
Coba lihat ya, ya itu yang dinamai oleh ulama-ulama sikap berserah diri pada Allah, berusaha dan setelah ada hasil, ini sudah takdirnya Tuhan. Jadi saya ingin bergambaran, Nabi dan sahabat-sahabat beliau itu tidak berbicara tentang takdir dalam arti tidak menjelaskannya, tidak mendiskusikannya dengan cara pendiskusian ulama-ulama Al-Qalam, para teolog. Bahkan pernah suatu ketika dari kubur, ini hadis diruayatkan oleh Imam Muslim bersumber dari Sayyidina Ali. Nabi bersabda, tidak ada seorang pun di antara kamu kecuali telah diketahui oleh Allah di mana tempatnya, di sorga atau di neraka.
Semua, Allah sudah tahu di mana tempatnya, di sorga atau di neraka. Waktu Nabi menyampaikan itu, sahabat-sahabat bertanya, kalau begitu, Kita andalkan saja ini adalah keputusan Tuhan. Semua kan sudah ditentukan. Nabi berkata, bisa jadi ada di antara kamu yang melakukan amal-amal yang dilakukan oleh orang-orang yang baik.
Tetapi pada akhir hidupnya dia melakukan amal buruk. Sehingga dia masuk neraka. Bisa juga sebaliknya. Sahabat berkata, kalau begitu kita tidak usah berusaha.
Nabi Bishraq Daraki, kamu harus berusaha. Semua akan dipermudah untuk melakukan apa yang sesuai dengan pengetahuan Allah. Baru Nabi baca, Siapa yang mau memberi dan dia percaya pada kalimat Tauhid, Al-Husna disitu, kalimat Tauhid, maka Allah akan mempermudah jalannya, kita garis bawahi, kalau dia percaya.
ini, ini, ini Tuhan mempermudah jalannya wa'amma mambakhila wasterna ada pun yang kikir tidak mau percaya, dia juga dipermudah jalannya menuju ini waktu saya kuliah ini yang kita pelajari Sheikh Abdul Khalil Mahmud berkata kalau kita baca hadis ini awalnya seakan-akan Faham fatalisme, sudah deh serahkan saja sama Tuhan. Tetapi akhirnya kita disuruh kerja. Kalau begitu, pasti pekerjaan ini punya pengaruh terhadap sorga atau neraka.
Betapapun saya ingin berkata bahwa pada masa Nabi dan sahabat-sahabat besar, ini masalah tidak pernah dibahas. Soal percaya pada takdir. Memang Al-Quran berbicara tentang takdir.
Nabi menjelaskan bahwa salah satu dari rukun iman itu kamu harus percaya adanya takdir Allah yang baik dan yang buruk. Tapi apa takdir? Pandangan mereka, kita tidak usah diskusikan apa itu. Yang penting kita percaya itu kalau sudah terjadi dan sebelum terjadinya kita usaha.
Itu sikap sahabat. Tapi di buku ini, dia katakan terjadi perubahan sejak meninggalnya Sedina Ali. Perubahan total.
Terjadi perubahan sejak berkuasanya Muawiyah. Kita tahu dalam sejarah itu dikatakan bahwa kehalifaan yang direstui Allah itu adalah empat khalifah. Sayyidina Umar, Sayyidina Umar, Sayyidina Ali. Sesudah itu, Tidak ada lagi kekhalifaan, yang ada kerajaan. Itu mulai dari Muawiyah, itu sudah kerajaan.
Oke, baik. Memang dalam sejarah terjadi konflik antara Sayyidina Ali dengan Muawiyah. Pada akhirnya, saya pernah jelaskan panjang lebar ini, pada akhirnya Setelah Sayyidina Ali terbunuh, Sayyidina Al-Hassan tidak ingin terjadi perpecahan dalam masyarakat, tidak ingin terjadi bunuh-membunuh, maka apa katanya? Saya tidak menuntut lagi, saya ingin mengakui Muawiyah sebagai khalifah dengan syarat-syarat ini.
Karena lain, jangan jadikan anakmu sebagai penerus, karena itu kerajaan namanya. Ada orang-orang tentu yang tidak senang dengan itu. Karena sistemnya sistem kerajaan, maka terjadi kezaliman-kezaliman dalam masyarakat. Nah, ketika itu penguasa Umawiyah ingin menggambarkan pada masyarakat bahwa apa yang terjadi ini Diizinkan dan direstui Allah karena itulah takdirnya Itu Sayyidina Ali terbunuh takdir Allah Muawiyah jadi khalifah itu takdir Allah Tetapi dia artikan takdir Allah itu bukan sebagai izin Allah Tetapi restu Allah Beda kan? Restunya ini Jadi jangan marah sama saya.
Ini Allah mau begitu. Bagaimana nanti ketetapan hukumnya? Bagaimana nanti sikap Allah?
Lahir apa yang dinamakan irja murji'ah. Orang-orang, udah deh dibahas nanti di hari kemudian. Tidak usah dulu salahkan ini, tidak usah salahkan itu.
Untuk menyebarluaskan ide ini, Agama dalam duatan dhapti diperalat. Ini politik sudah memperalat agama. Bagaimana caranya Muawiyah yang ada di Damaskus mengirim surat kepada sahabat-sahabat Nabi yang ada di Medina bertanya, apa doa Nabi habis sholat?
Diduga keras Muawiyah tahu. Tetapi dia mau informasi yang jangan dianggap datang darinya. Maka dari sana, dari Medina, datang surat menyatakan begini.
Doa Nabi setiap habis sholat itu adalah Allahumma la mani ahli ma'ataih, wa la mu'atiyah lima manak, wa la radda lima qadaih. Ini dibaca sampai sekarang Artinya Ya Allah Tidak ada yang dapat menghalangi Apa yang kamu beri Dan tidak ada yang dapat memberi Apa yang kamu halangi Tidak berguna upaya Orang-orang yang bersungguh-sungguh Kalau kamu tidak restui Ini disebarkan tujuannya, itu kehendak Allah memberi saya kekuasaan. Jangan salahkan saya.
Ini disebarluaskan di masyarakat, tentu saja ada orang yang tidak senang melihat penyelewengan, penganiayaan yang terjadi dalam masyarakat. oleh penguasa ketika itu berkata tidak ada takdir. Ini semua tanggung jawab manusia. Jadi ini sikap ekstrim juga. Tidak ada takdir.
Itu orang yang pertama berkata begitu, Ma'abadil Juhani. Orang tabiin yang sangat-sangat terpercaya. Hati nuraninya tidak mengizinkan dia untuk menyatakan bahwa kesuliman yang dilakukan oleh siapa pun itu restu Allah.
Tetapi karena pandangan ini tadi berkata itu semua takdir Allah. Tidak bisa jadi dia katakan tidak ada takdir. Manusia bebas. Orang ini ma'abat dibunuh.
Tapi kelihatannya dia terbunuh bukan karena pandangan tentang takdir bahwa tidak ada takdir tetapi karena itu berbau menentang politik pemerintah. Dari dulu itu ada. Tersebar ini tidak ada takdir, tidak ada takdir. Ini bilang takdir, ini bilang takdir Dalam perjalanannya Lahir lagi satu orang Dia berkata begini Masa tidak ada takdir?
Masa manusia bebas Melakukan apa saja yang dia kehendaki? Maka dia berkata Takdir ada Bertolak belakang dengan ini tadi Inilah paham, inilah nanti yang berkembang. lebih jauh dalam masyarakat sehingga ada faham fatalisme, semua ditentukan oleh Allah, ada faham kadariya yang menyatakan manusia bebas menentukan segala sesuatu. Yang berkata manusia bebas melakukan segala sesuatu, terasa oleh satu pihak bahwa ini menyita.
sebagian kuasa Tuhan. Ya kan? Mereka bebas.
Mana Tuhan? Yang berkata bahwa manusia ini ditentukan oleh Tuhan segalanya, itu berkata kalau begitu kenapa kita disiksa? Ya kan? Nah, dalam perkembangannya, lebih jauh dalam masyarakat, dalam perkembangannya dalam masyarakat, masing-masing mencari pembenaran dari ayat Quran dan hadis. Yang berkata bebas, manusia bebas, itu misalnya berpegang man sya'afal yu'min wa man sya'afal yakub.
Siapa mau beriman, silahkan beriman. Siapa yang mau kafir, silahkan kafir. Ini, anda bebas. Yang berkata manusia tidak bebas, dia baca ayat Kamu tidak bisa berkehendak kecuali dikehendaki oleh Allah Oh ini kita tidak bisa apa-apa nih Yang berkata bahwa manusia tidak punya kemampuan Dia baca ayat Allah menciptakan kamu dan diartikan Dan apa yang kamu kerjakan itu Allah ciptakan Jadi masing-masing cari Lahir satu tokoh namanya Abul Hasan al-Ash'ari.
Ini nanti menjadi Akidah Ash'ari. Akidah Ash'ari ini jalan tengah. Tapi walaupun demikian, ada ulama-ulama yang tidak setuju.
Itu Ibn Taymiyyah itu mengkafirkan. Ini sampai sekarang. Dalam sisi keagamaan semua punya. pandangan yang berbeda-beda, Abu al-Hassan al-Ash'ari berupaya mencari jalan tengah. Jalan tengahnya itu dinamai Qasb.
Qasb, usaha. Baik, mari kita lihat. Memang ada hal-hal yang dilakukan oleh manusia Dimana hal itu tidak dalam kontrolnya. Ada orang gemetar. Iya kan?
Gemetar. Itu dia kuasai dirinya untuk gemetar. Di luar kontrolnya. Apa bedanya dengan orang yang gemetar tangannya dengan penari?
Lihat penari wali juga. Sama atau beda itu? Sama-sama gemetar. Tetapi yang ini...
Di luar kemampuan dia untuk mengontrolnya yang itu Jadi ada dua Bersin, anda kuasa menahan bersin Tidak, anda kuasa mau bersin tidak bisa Pernah alami itu Hal-hal yang di luar kontrol kita itu di bawah kuasa Allah Tetapi saya bisa ambil kelas ini Ini dibawa kontrol saya. Nah, yang dibawa kontrol saya, yang saya lakukan atas dasar kesadaran saya dan keinginan saya, itu yang dinamai kasp. La yu'akhidukum Allahu billat wiaimanikum walaki yu'akhidukum bima kasabat kudubukum. Kamu sumpah?
Bukan tujuan kamu bersumpah, tidak apa-apa. Yang Allah minta pertanggungan jawab kamu adalah amalan yang kamu lakukan dalam bentuk kasab, yakni yang kamu inginkan dan kamu maksudkan untuk melakukannya. Jadi berarti kata Imam Abu'l-As'an al-Ash'ari ini yang berkata bahwa Tuhan menciptakan amal dan Itu datangnya dari Tuhan benar pada sebagian.
Denyut jantung Anda, Anda kuasai? Tidak. Itu Tuhan punya.
Tetapi yang berkata juga bahwa manusia bebas melakukan segala sesuatu yang dikehendakinya, benar juga, tapi tidak semua juga. Nah, yang dituntut tanggung jawabnya itu adalah yang Anda lakukan dengan sengaja, yang Anda lakukan dengan maksud-maksud yang disadari oleh keinginan Anda. Ini kira-kira gambaran, itu jalan tengah.
Jadi kita tidak berkata manusia bebas sebebas-bebasnya, tapi tidak juga berkata bahwa manusia segala kegiatannya ditentukan 100% oleh Allah SWT.