Transcript for:
Dimensi Komunikasi dalam Keperawatan

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Bismillahirrahmanirrahim. Hari ini Bu Fajri akan menyampaikan materi tentang dimensi respon dan dimensi tindakan pada perawat terapetik. Materi ini include dalam mata kuliah keperawatan komunikasi terapetik. Jadi dimensi respon dan dimensi tindakan masuk dalam pembahasan komunikasi terapetik.

Sebelum saya ke materi, saya akan menyampaikan bahwa seorang perawat perlu menyadari bahwa semua tindakan keperawatan dilaksanakan dalam bentuk komunikasi, baik itu komunikasi non-verbal dan komunikasi verbal. Jadi oleh karena itu perawat perlu mengetahui fungsi dari komunikasi dan sikap. serta ketampilan yang perlu dikembangkan dalam komunikasi dengan klien. Dalam semua proses, dalam semua tahapan komunikasi terapetik, semua berjalan dengan menggunakan komunikasi.

Dengan komunikasi yang benar, kita bisa dengan mudah mendapatkan data yang tepat dan akurat dari klien, sehingga kita bisa menentukan. tindakan atau intervensi apa yang tepat untuk pasien kita. Nah, selain kemampuan atau kualitas personal yang harus dimiliki, dan materi ini sudah kita bahas sebelumnya ya, kita juga harus memahami tentang dua aspek respon, dua aspek respon. dimensi yang terlibat dalam komunikasi terapetik, yaitu dimensi respon dan dimensi pindakan.

Baik, kita akan membahas satu persatu dimulai dari dimensi respon. Dimensi respon terdiri dari empat aspek. Yang pertama adalah kesejatian atau ketulusan.

Yang kedua adalah rasa hormat. Yang ketiga empati. Dan yang keempat adalah konkret atau... Dimensi respon yang pertama adalah ketulusan.

Ketulusan atau kesejatian adalah bagaimana seorang perawat bisa terbuka, jujur, dan tulus saat terlibat hubungan antara dengan pasien dengan perawat. Kesejatian ini merupakan pengiriman pesan kepada orang lain tentang gambaran diri kita yang sebenarnya. Apa yang kita lakukan, apa yang kita katakan, itu harus sesuai dengan apa yang kita pikirkan. Jadi, kesejahteraan dan ketulusan ini pada seorang perawat perlu diaswa, perlu dipelajari, supaya apa yang kita sampaikan, apa yang kita katakan sama dengan apa yang kita pikirkan.

Karena semua itu bisa dipengaruhi oleh beberapa hal. Yang pertama, kepercayaan diri. Orang yang mempunyai kepercayaan diri yang tinggi, dia akan mampu menunjukkan kesejatiannya pada saat keadaan yang tidak nyaman.

Di mana nanti apa yang dia tampilkan tersebut bisa menunjukkan mengakibatkan risiko tertentu. Contohnya, orang yang memiliki kepercayaan yang tinggi pada saat dihadapkan pada kondisi yang tidak nyaman menurut dia, apa yang dia katakan, apa yang dia telepon akan muncul saat itu. Sejadinya saya seperti apa?

Sejadinya seorang perawat itu kondisinya seperti apa? Dan akan muncul pada saat berkomunikasi dengan pasien. Nah, yang kedua. Memang pengaruhi ketulusan atau kesejahteraan adalah bagaimana seorang perawat bersepsi terhadap orang lain.

Apabila seorang perawat melihat orang lain memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan perawat tersebut, dan melihat bahwa perawat yang tersebut lebih menguasai, lebih dominan, itu yang akan... mempengaruhi bagaimana cara kita bersikap. Jadi jangan sampai pada saat kita komunikasi dengan pasien, pasiennya dominan. Presenter selalu menolak, kita terpancing dan merasa terancam.

Sehingga perilaku yang kita perincikan tidak sebagaimana mestinya. Kemudian yang ketiga adalah lingkungan. Lingkungan juga bisa mempengaruhi bagaimana kita bersikap, bagaimana sejati kita muncul.

Lingkungan itu bisa terdiri dari waktu dan tempat. Tempat dimana Komunikasi antara perawat dan pasien itu terjadi. Misalkan perawat dan pasien sedang melakukan komunikasi di ruangan tertutup, ruangan bergiga, di ruang operasi, atau di bangsal tenang, atau di ruang gawat darurat. Lingkungan akan mengurus bagaimana kita akan bersikap.

Sejatinya kita muncul. Sejati sikap kita yang akan muncul. Pada saat kita berada di lingkungan yang asing menurut kita, ini bisa mengakibatkan seseorang merasa sulit untuk menunjukkan siapa dirinya. Selain itu juga dengan waktu. Waktu yang terbatas juga akan mengakibatkan seseorang tidak bisa atau tidak mampu menunjukkan siapa dirinya.

Misalnya pada saat Anda komunikasi dengan seorang pasien. Ternyata pasien tersebut menyukai Anda sebagai seorang perawat di sebuah bangsa. Jadi apapun yang dia lakukan, dia selalu ingin dibantu oleh Anda selaku perawat. Sampai pasien menganyakan pemerintah, kemudian sering curi-curi pandan.

Bahkan dia mencari kesempatan untuk bisa kontak fisik dengan Anda. Ini tidak jarang terjadi juga. ada perawat di ruangan.

Bahkan ada seorang perawat yang menginginkan untuk bertemu dengan seorang pasien yang menginginkan bertemu dengan pasien dengan perawatnya di luar waktu perawatan. Misalnya, nanti setelah saya sembuh, mbaknya boleh datang ke rumah saya. Atau nanti kita ketemu di rumah akan tertentu. Itu juga sering terjadi.

Jadi lingkungan dan waktu itu mempengaruhi, mempengaruhi bagaimana kita bisa menunjukkan diri kita yang segenap ini. Kemudian yang kedua, yang kedua adalah rasa hormat. Rasa hormat di sini adalah bagaimana seorang perawat memperlakukan pasien sebagai seseorang yang berharga. Memperlakukan pasien seperti apa adanya mereka.

Bentuknya seperti apa ya? Dengan melakukan tindakan atau komunikasi antara perawat dan pasien secara tulus. bisa dengan cara mendengarkan karena terkadang pasien dia hanya ingin didengarkan tentang kekesahnya, tentang keluarganya, tentang masalah kesehatannya itu kepada orang lain jadi jangan takut pada saat pasien cerita, jangan-jangan nanti dia mencari solusi dari saya, karena saya tidak begitu paham dengan masalah yang dialami oleh pasien jadi cobalah dengarkan, apa yang menjadi ketakutannya, apa yang menjadi masalahnya. Bisa jadi mereka tidak butuh solusi, tapi mereka hanya butuh didengarkan. Itu cara kita menghormati pasien.

Selain kita berperilaku non-verbal yang baik tentunya, dengan berdasarkan cerita, kita duduk di sampingnya, menatap mata pasien, seperti itu. Itu hormat. Yang ketiga adalah empati. Empati adalah kemampuan untuk memasuki kehidupan orang lain tanpa kehilangan kualitas diri. Empati berarti kita merasa bahwa apa yang dialami, apa yang dirasakan oleh pasien itu juga kita alami.

Tanpa kita merasa, tanpa kita terlarut, tanpa kehilangan kualitas atau identitas diri kita. Jadi kita bisa mencoba menempatkan. diri kita pada posisi orang lain, serta memahami bagaimana perasaan orang lain dan apa yang menyebabkan reaksi mereka tanpa kita melibatkan emosi jadi kalau pasien yang menangis karena kondisi keluarganya yang tidak mendukung proses pengobatan misalnya Pasien sedih gitu, kemudian kita tidak serta-merta ikut sedih sampai menangis gitu ya, kemudian mencarikan solusi yang sifatnya subjektif. Nah, itu namanya simpati, bukan empati.

Nah, kalau empati kita mencoba memasuki kehidupan orang lain tanpa kita ikut terlarut secara emosional. Jadi kalau pasien marah, kita tidak serta-merta ikut marah. Pasien sedih, kita tidak langsung ikutan sedih. Tapi kita mencoba memahami. Tujuannya untuk apa?

Sebenarnya kita berempat kepada pasien. Tujuannya untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pasien. Dan kemudian mengklarifikasinya.

Dengan mengesampingkan nilai pribadi tentunya. Jadi kita ingin mengklarifikasi saja. Jadi Ibu merasa sedih ya keluarga tidak mempedulikan Ibu seperti yang Ibu sampaikan tadi.

Jadi Ibu merasa sedih ya karena anak-anak Ibu tidak datang berkunjung ke sini. Jadi ingin mengklarifikasi apa yang disampaikan. Ibu belum paham dengan penyakit Ibu ya. Seperti itu untuk empati.

Jadi yang membuat Ibu sedih karena Ibu belum... tahu tentang penyakit ibu dan bagaimana nanti kelanjutannya seperti itu. Jadi hanya ingin mengklarifikasi.

Kemudian yang terakhir adalah konkret atau nyata. Konkret atau nyata di sini dihatikan sebagai bahwa seorang perawat meminta contoh yang lebih rinci dan jelas tentang suatu hal yang dimaksud pasien. Tujuannya untuk apa? Untuk menghindari perawat dari asumsi pribadi. Jadi seorang perawat tidak boleh menggunakan pendapat pribadi atau menyimpulkan apa yang disampaikan pasien berdasarkan pendapat sendiri itu tidak boleh.

Jadi kita coba untuk mengklarifikasi. Misalkan tadi pada saat dimensi respon, pasiennya merasa cemas karena keluarganya pasiennya merasa cemas karena tidak tahu tentang penyakitnya. Tidak tahu nanti kelanjutan hidupnya akan seperti apa.

Nah, pada saat kita mengimplementasikan konkret atau nyata, kita mencoba mencari contoh yang lebih rinci. Ibu, tadi Ibu mengatakan khawatir. Apakah kondisi itu membuat Ibu tidak bisa tidur?

Apakah Ibu jadi terlalu berfokus dengan apa tentang penyakit Ibu? Apakah ibu jadi tidak bisa makan? Nah, yang kita sampaikan tadi adalah contoh-contoh rinci, tanda gejala kecemasan.

Tujuannya untuk apa? Untuk tahu. Oh, ternyata benar apa yang dirasakan oleh pasien ini memang terkait dengan kecemasan. Pasiennya cemas.

Nah, ini kan nanti bisa kita angkat menjadi diagnosis. Di diagnosis keperawatan, baik itu di NANDA atau di HDKI, ada diagnosis ansietas. Nah, jadi tujuannya di sini kita...

menggambarkan secara konkret apa yang dibayangkan pasien pasien bilang kalau dirinya kepala saya rasanya penuh pikiran saya itu penuh saya sampai tidak bisa berpikir jernih, itu kan suatu kata-kata yang terlihat abstrak kalau kita rasakan dengan respon konkret atau nyata kita coba mencari definisi lain dari otot Pikiran penuh itu seperti apa? Maksudnya, ibu merasa bahwa semua masalah datang secara bersamaan. Ibu merasa bahwa masalah yang muncul ini sulit untuk mencari solusi yang tepat.

Ibu merasa bahwa permasalahan ibu dapatkan tidak mendapatkan dukungan dari keluarga misalnya gitu. Jadi kita mencari definisi lain, kita mengklarifikasi definisi lain dari. pikiran yang penuh itu tadi itu untuk dimensi respon, selanjutnya setelah dimensi respon dimensi selanjutnya adalah dimensi tindakan, dimensi tindakan disini adalah bagaimana seorang perawat harus bertindak tadi kan respon ya, bagaimana harus bertindak, disini ada empat juga yang pertama konfrontasi kesegeraan, keterbukaan diri Katasis emosional dan bermain perang.

Yang pertama konfrontasi. Konfrontasi merupakan tindakan asertif perawat tentang perbedaan persepsi dan perilaku pasien. Tindakan asertif maksudnya adalah tindakan yang, tindakan asertif itu berbeda dengan tindakan pasif dan agresif. Kalau asertif berarti, Kita melakukan pendekatan ke pasien dengan tidak merugikan diri kita dan pasien. Jadi sama-sama menguntungkan pasien dan perawat.

Beda dengan pasif, kalau pasif itu berarti kita hanya diam saja, tapi pasien yang lebih dominan. Kalau agresif, kita yang lebih dominan, perawat lebih dominan dibandingkan pasien. Nah, konfrontasi berarti kita menjembatani antara perbedaan persepsi dan perilaku pasien.

Misalnya, kategori konfrontasi bisa terkait dengan perbedaan konsep diri dan ideal diri. Perbedaan antara konsep diri dan ideal diri. Misalnya.

Pasien berkeinginan, ideal diri itu berarti keinginan, pasien berkeinginan untuk bisa menjadi, apa ya misalnya, dia mampu menjadi tulang punggung keluarga. Misalnya seorang bapak, seorang bapak pasien laki-laki, usianya masih produktif, 35 tahun, dia punya penyakit diabetes mellitus yang menyebabkan dia mudah lelah. kemudian secara libido juga menurun kemudian kadar gula darahnya tidak seimbang sehingga dia sering keringat, dingin pada saat beraktifitas yang berlebih dengan kondisinya seperti itu pasien menginginkan dirinya bisa bekerja full time, ditambah lembur untuk menjadi tulang punggung keluarga, penghasilannya besar penghasilannya besar, maunya ini itu, ini itu padahal kalau kita lihat secara kondisi pasien pasien itu tidak melihat, memandang dirinya itu siapa apa yang dialami saat ini latar belakang pendidikan, latar belakang ekonomi sebelumnya apa jadi antara apa yang dia inginkan tidak sesuai dengan siapa diri pasien kita lakukan konfrontasi pada pasien ini Kemudian yang kedua adalah perbedaan antara ekspresi verbal dan non-verbal. Misalnya pada saat perawat menanyakan, Bapak apakah perutnya sakit?

Pasien menjawab tidak. Tetapi secara ekspresi non-verbal, pasien terlihat menahan sakit. Mengernitkan bahi, mengatakan aduh, kemudian wajahnya juga terlihat kesakitan. Berarti antara verbal dan non-verbalnya tidak sesuai.

Banyak sekali faktor yang mempengaruhi kenapa pasien sampai istilahnya manipulatif, tidak sesuai apa yang digatakan dengan apa yang terjadi saat itu. Bisa jadi karena ketidaknyamanan dengan perawatnya, atau ketidaknyamanan dengan lingkungan. Misalnya pasien ingin secara ekonomi, pasiennya ingin segera pulang. Karena tidak nyaman di rumah sakit, dia harus meninggalkan anaknya, dia harus tidak bekerja.

Akhirnya kan dia tidak mendapatkan income. Jadi pasiennya ingin cepat. pulang, sehingga dia terpaksa untuk membohongi, supaya bisa cepat pulang, ini perlu dikonfrontasi kemudian yang ketiga perbedaan antara ekspresi pasien tentang pengalamannya dengan pengalaman perawat terhadap pasien ini misalnya apa yang dialami pasien itu beda dengan apa yang dialami perawat terhadap pasien, misalnya pasien mengatakan bahwa saya hampir sama mungkin dengan yang kedua Misalnya pasien merokok, biasanya kalau pusing, saya tarik nafas dalam, kemudian saya bawa tidur, saya ajak ngobrol teman-teman yang ada di lingkungan saya.

dari hasil pengamatan atau pengalaman perawat terhadap pasien pada saat pasien merasa pusing, pasien merasa cemas. Bukan itu yang dia lakukan. Yang terlihat di sini adalah pasien pada saat pusing, dia marah-marah, dia melakukan tindakan yang merugikan, misalnya merokok.

Ini biasa terjadi kalau di bengsel atau di komunitas sekali, di lingkungan komunitas masyarakat. kemudian kapan kita bisa melakukan konfrontasi pada pasien yang pasti kita melakukan konfrontasi harus tepat waktu pasien harus percaya dulu dengan kita kalau pasiennya belum terbina hubungan saling percaya dengan kita konfrontasi tidak bisa berjalan jadi setelahnya kita ingin bahasa jawanya itu masasih gitu Bapak ingin sembuh, tapi Bapak masih ngerokok, Bapak masih makan makanan yang... manis, kalorinya juga tinggi jadi konfrontasi itu ingin membandingkan apa yang diharapkan pasien dengan perilaku pasien kemudian waktu hubungannya juga harus jelas tingkat stres pasien juga harus diperhatikan pada saat pasien stres tinggi kita tidak bisa masuk untuk melakukan konfrontasi karena ini bisa merusak hubungan ya pasien bisa tiba-tiba marah atau tidak nyaman dengan kehadiran pasien perawat Kemudian mekanisme pertahanan pasien juga perlu kita kaji dulu sebelumnya. Kalau memang pasiennya lebih agresif, kita harus antisipasi dengan cara yang lain.

Kemudian tingkat kecemasan pasien dan kemauan pasien untuk mendengarkan. Pada saat pasien cemas, pada saat pasien fokus dengan dirinya sendiri, kita tidak bisa lakukan konfrontasi. Jadi konfrontasi yang tidak tepat waktu bisa merusak hubungan dan mempengaruhi terapi selanjutnya. Nah ini adalah skema kapan kita bisa lakukan konfrontasi. Pada saat fase perkenalan mungkin kita konfrontasi landai, rendah dulu.

Janganlah konfrontasi, tapi pada saat fase kerja, tahap kerja. Konfrontasi diperlukan supaya proses pengobatan bisa berjalan dengan baik. Baru pada saat fase terminasi kita bisa turunkan konfrontasinya. Kemudian yang kedua adalah kesegeraan. Dari katanya kesegeraan berarti ini maksudnya perawat harus peka.

Apa yang dirasakan pasien, apa yang diinginkan oleh pasien, kita harus gerak cepat. Harus bisa merespon, bisa peka. Kadang perawat tidak bisa mengatakan secara langsung, makanya kadang perlu mempelajari pasien dulu ya, sehingga kita bisa tahu.

Oh ini ternyata pasiennya ini butuh diperhatikan atau butuh apa gitu ya, butuh apanya itu ya setelah kita tahu. Yang ketiga adalah keterbukaan diri, berbagi pengalaman atau perasaannya sama dengan pasien, baik itu persamaan atau perbedaan. Agak subjektif memang, tapi harus hati-hati. Kadang kita perlu membuka diri tentang pengalaman kita, tentang penyakit pasien, mungkin kita pernah punya pengalaman yang sama keluarga kita, tapi harus hati-hati, ada hal-hal yang boleh disampaikan, ada hal yang tidak perlu disampaikan.

Kriteriannya, kapan kita bisa membuka diri, tujuan ini adalah untuk memberikan contoh atau edukasi pada pasien. Kemudian meningkatkan hubungan terapetik, supaya terbina kedekatan. Jadi kita memiliki pengalaman yang sama dengan yang dirasakan oleh pasien. Kemudian memvalidasi realitas, menyampaikan bahwa apa yang dialami pasien itu tidak hanya pasien saja yang pernah mengalami, tapi ada contoh-contoh lain.

orang di sekitar kita atau pengalaman yang kita sendiri alami, yang hampir sama dengan kondisi pasien. Kemudian mendorong kemandirian pasien. Contoh-contoh yang kita berikan, bisa memberikan edukasi, kemudian memotivasi pasien untuk bisa melakukan apapun yang terkait dengan pengobatan secara mandiri, meskipun itu secara bertahan. Kemudian yang keempat adalah katarsis emosional. Terjadi saat mendorong pasien untuk menyampaikan hal yang mengganggu dia.

Terkadang pasien tidak bisa terbuka tentang hal-hal yang membuat dia cemas, hal-hal yang membuat dia takut. Jadi seorang perawat harus mampu, diharapkan mampu menggali apa yang menjadi ketakutannya, hal-hal apa yang mengganggu. Sehingga bisa saja nanti... Akhirnya adalah mengganggu proses pengobatan. Bisa dilakukan saat tidak ada perubahan berlaku.

Jadi sebelum ada perubahan berlaku, dari mulai kooperatif menjadi tidak kooperatif, tadinya diadaptif menjadi maladaptif, kita tanyakan dulu apa yang membuatnya dia tidak mau minum obat misalnya. Oh mungkin karena takut nanti dengan efek sampingnya. Kita bisa tanyakan dulu sebelum ada perubahan berlaku. Karena apa ya, emosi yang terhenti atau ketakutan atau emosional yang tidak tersampaikan kepada orang lain itu bisa menghambat hubungan antarperawatan pasien.

Kemudian kata resist emosional juga bisa dilakukan dengan memberikan gambaran yang sama jika orang lain berada dalam situasi yang sama dengan pasien. Yang terakhir adalah bermain peran. Bermain peran di sini adalah kegiatan untuk meningkatkan penghayatan pasien dan memperdalam kemampuan pasien untuk melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda.

Jadi kita memainkan persepsi pasien dari sudut pandang yang berbeda. Karena terkadang pasien melihat sesuatu dari sudut pandangnya dia sendiri. Jika permasalahan yang muncul dari orang lain di sekitar pasien, kita perlu menanyakan bagaimana jika orang lain di sekitar klien mengalami hal yang dialami oleh pasien. Bagaimana perasaannya, bagaimana apa yang bisa dilakukan.

Permemperan ini juga bisa membantu pasien untuk mempraktekkan perilaku baru dengan melihat orang lain yang memiliki latar belakang yang sama. Kemudian bisa dilakukan dengan bertukar peran dengan orang lain yang terlibat dalam konflik dengan pasien. Jadi intinya bermain peran ini meminta pasien untuk melakukan peran yang berbeda dengan dirinya supaya bisa melihat suatu situasi dari sudut pandang yang berbeda.

Oke, itu penjelasan tentang dimensi tindakan dan dimensi respon pada perawat supaya bisa berlaku terapetik. Di sini saya akan kasih latihan untuk mengenal dimensi tindakan. Ada lima contoh dan silakan Anda bisa menuliskan jawabannya di kolom komentar.

Jenis dimensi tindakan apa yang ada dalam contoh berikut. Contohnya yang pertama ini ya. Seorang pasien mengatakan sesak nafas jika merokok, tetapi dia tetap merokok.

Kemudian pas perawat mengatakan kepada pasien, Bapak ingin sembuh, Bapak mengatakan sesak nafas apalagi jika Bapak merokok. Tapi sampai saat ini kenapa Bapak masih merokok? Nah ini jenis dimensi tindakan yang mana? Kesegeraan.

atau keterbukaan diri, konfrontasi, katarsis emosional, atau bermain peran. Silakan dijawab di kolom komentar. Yang kedua, seorang klien mengatakan, saya takut sekali, suster, bagaimana ini?

Kemudian perawat mengatakan, baik pak, apa yang bapak takutkan? Bolehkah saya bantu bapak untuk mengatasinya? Silakan, jenis dimensi tindakan yang mana?

Kemudian yang ketiga, seorang perawat mengatakan, saya juga pernah merasa kalian hal. hal yang sama dengan ibu yang saya lakukan saat itu adalah mencoba untuk menceritakan masalah saya kepada orang terdekat nah bagaimana dengan ibu sendiri ini dimensi tindakan yang mana selanjutnya yang keempat pasien mengatakan saya sangat kecewa dengan suami saya mungkin inilah yang membuat saya merasa sangat tertekan dia merawat menjawab apa yang membuat Anda sangat kecewa dengan suami Anda Dan apa yang Anda rasakan saat itu? Oke. Kemudian yang terakhir, seorang klien mengatakan, Sus, coba Anda bayangkan.

Sudah dua hari ini saya dirawat di rumah sakit. Tapi istri saya tidak menjemput saya di rumah sakit. Alasannya merawat anak-anak.

Kemudian merawat mengatakan, Baik, Pak. Saya coba memahami perasaan Bapak. Jika Bapak berada di posisi ibu, Anda memiliki bayi usia 2 bulan, memiliki anak sekolah usia 4 tahun, sedangkan selama ini tidak ada orang yang membantu mengasuh anak.

Apa yang akan Bapak lakukan sebagai ibu saat itu? Oke, silakan ada 5 contoh dimensi tindakan dan silakan semuanya dijawab di kolom komentar. Oke, mungkin itu saja yang bisa saya sampaikan. Kurang lebihnya saya mohon maaf.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.