Alhamdulillah kembali lagi kita dalam pelajaran seputar adab dan akhlak dari mahat online bimbingan Islam ini. Para santri sekalian yang dimuliakan Allah SWT, safar adalah di antara sebuah kebutuhan bagi seorang manusia. Kita terkadang safar, baik safar yang dilakukan bertujuan untuk perkara-perkara ibadah, seperti safar untuk melaksanakan umroh, safar untuk menuntut ilmu, safar untuk menjenguk orang tua, Safar dan safar-safar yang lainnya yang kita niatkan untuk ibadah. Ataupun, boleh jadi kita safar dalam rangka atau niat-niat yang mubah.
Safar dalam rangka bisnis, safar dalam rangka meeting, safar dalam rangka wisata, dan lain sebagainya. Maka, seringkali kita melakukan hal ini. Dan agama kita, agama Islam yang mulia ini, agama yang membuat seorang hamba-hamba Allah, Taplah bisa beribadah kepada Allah. Baik ketika dia berada di waktu mukim atau ketika dia berada di waktu safar. Dan agama Islam ini agama yang mudah.
Allah jadikan mudah ketika menjalankan syariatnya. Dan dalam kondisi-kondisi ketika hambanya mendapatkan kesulitan, maka Allah buat agama ini semakin mudah. Termasuk di antaranya, kesulitan tersebut adalah ketika safar.
Ketika safar, maka kita mengalami berbagai macam kesulitan-kesulitan. Seorang ketika safar, dia pergi dari rumahnya, dari tempatnya dengan kendaraan umum atau kendaraan pribadi, mungkin mengalami lelah, mengalami letih, dia harus sampai di tempat tujuan, dia harus mengejar waktu karena kendaraan umum yang dipakainya sudah ada jadwalnya dan lain-lain sebagainya dari kesulitan-kesulitan. Maka ketika itu agama kita pun memberikan berbagai macam kemudahan-kemudahan yang bisa kita lakukan.
Sehingga kita mudah dalam melaksanakan safar dan tetap kita beribadah kepada Allah SWT sebagai hamba Allah dan tidak meninggalkan kewajiban-kewajiban kita sebagai hamba Allah. Di antara hukum-hukum yang terkait dengan safar, Kemudahan-kemudahan, wabir khusus, kemudahan-kemudahan yang terkait dengan safar, diantaranya yang pertama adalah mengkosor sholat. Seorang muslim diperbolehkan mengkosor sholat, yaitu sholat-sholat yang empat rokaat.
Bagaimana mengkosornya? Dia kerjakan hanya dua rokaat saja. Maka sholat yang empat rokaat, yaitu sholat duhur, Salat asar dan salat isya dikosor menjadi dua rokaat. Ada pun salat maghrib yang tiga rokaat dan salat subuh yang dua rokaat tentunya tidak dikosor.
Tetap dilakukan tiga rokaat dan dua rokaat. Ada pun salat duhur, salat asar, kemudian salat isya. Ini bisa dilakukan dua rokaat dalam kondisi safar. Kapan dimulainya? seseorang bisa bersafar atau bisa mengkosor sholatnya dalam safar, dia memulai ketika dia sudah keluar dari kotaknya.
Dia keluar dari kotaknya, maka saat itulah seseorang bisa mengkosor sholatnya. Walaupun jarak keluar kota ini dekat dari rumahnya. Misalnya seseorang ingin pergi dari Yogyakarta ke Jakarta.
Jarak safar. Maka ketika dia keluar dari kota Jogja, walaupun itu masih dekat dengan rumahnya, maka disitulah dia sudah boleh mulai untuk melakukan kosor sholatnya. Misalnya dia naik stasiun, kemudian stasiun itu masih di dalam kota, maka dia belum boleh kosor. Kemudian kereta tersebut berjalan, jalan kereta tersebut, akhirnya kereta tersebut keluar dari kota Jogja. Maka disitulah dia boleh mengkosor soratnya.
Boleh mulai mengkosor soratnya. Ketika dia, istilah disilahkan disini, ketika dia keluar dari negerinya, dari kotaknya. Yang tempat dia tinggal sampai dia kembali ke kotaknya tersebut.
Boleh dikosor soratnya. Disebutkan di sini kecuali dia meniatkan untuk mukim di tempatnya lebih dari 4 hari. Ini di antara batasan hari-hari safar yang disebutkan oleh sebagian para ulama, ya ini berapa hari?
4 hari. Kalau dia tidak ada niat mukim di tempat tersebut selama 4 hari, maka dia tetap di kota itu boleh terus mengkosor sholatnya. Orang pergi dari Jakarta ke Bandung. Di Bandung dia mau dua hari di sana. Kemudian dia ke Jogja dua hari.
Kemudian dia ke Surabaya dua hari, dia kembali. Dia safar terus ini. Satu tempat, dua hari, dua hari maka boleh.
Tapi kalau dia sudah niat untuk mukim, empat hari atau lebih, maka ketika dia sampai di Bandung, dia tetap mengerjakan suratnya dengan sempurna. Termasuk kalau dia tidak niat untuk mukim. Disana lebih dari 4 hari Tapi ternyata lebih dari 4 hari Ya dia gak ada niat Tapi kalau urusannya di Bandung nambah Harus ada yang dikerjain ini Harus ada yang dikerjain itu Yang belum tahu sampai berapa lama Maka selama itu dia bisa mengkosor suratnya Ini pendapat Sebagian para ulama yang disebutkan disini Kalau dia 4 hari Lebih maka dia Tidak lagi mensafar suratnya Yaitu dia menyempurnakan sholatnya ya kemudian apabila dia keluar dari dari tempat dia sabar dia mau kembali ke negerinya maka diperjalanan ini dia juga boleh melakukan kosor sholat dibawakan firman Allah subhanahuwata'ala dan surat An Nisa 101 Allah berfirman wa idha dharabtum fil ardi falai sa'alaikum junahun antaksurum minas sonah apabila kalian berjalan diatas muka bumi maka boleh bagi kalian tidak ada dosa bagi kalian ketika kalian mengkosor sorat Demikian pula Anas bin Malik mengatakan dalam sebuah athar, sebuah riwayat, kata Anas bin Malik, Kami pernah keluar bersama Nabi SAW dari Madinah ke Mekah. Walaupun Mekah tempat lahirnya Rasulullah, tapi Rasulullah sudah tinggal di Madinah dan ke Mekah bagi beliau sudah terhitung sebagai safar. Maka beliau sholat yang empat rokaat menjadi dua rokaat, dua rokaat sampai kami kembali ke Madinah.
Ini yang pertama tentang kosor sholat. Yang kedua disebutkan di sini adalah bolehnya seseorang mengusap khuf selama tiga hari, tiga malam. Tiga hari, tiga malam. Tiga kali 24 jam. Khuf.
adalah satu keringanan dalam melakukan bersuci, melakukan wudhu. Seorang ketika ingin safar, atau di luar safar, di luar safar boleh menggunakan khufnya. Dia berwudhu, dia pakai khuf.
Khuf itu sesuatu yang seperti kaos kaki yang agak tebal, atau sepatu. Dia menutupi kakinya. Ya, maka ini adalah khuf.
Kemudian kalau orang yang tidak safar, dia boleh satu hari satu malam. Sehingga ketika dia wudhu, dia tidak harus membuka penutup kaki dia tersebut. Apa yang dia lakukan cukup mengusap bagian atas hufnya. Nah bagi orang yang safar ini bisa berlaku 3 hari 3 malam.
Dengan catatan dia berwudu terlebih dahulu sebelum dia pakai khufnya. Dia suci dulu sebelum dia pakai khufnya. Nanti ketika dia batal wudunya, dia mau sholat, dia mau wudu lagi, yang lainnya dia wudu seperti biasa, adapun untuk kakinya tidak perlu dia buka, alas kakinya cukup bagi dia untuk mengusap bagian atasnya.
Ini keringanan dalam menggunakan khuf ketika safar. Ali bin Nabi Talib radiyallahu ta'ala anhu mengatakan dalam sebuah athar, beliau mengatakan, Nabi s.a.w. mengasariatkan untuk kita tiga hari, tiga malam bagi musafir. Dan satu hari satu malam bagi orang yang mukim. Yaitu dalam urusan mengusap khuf. Ya, mengusap khuf.
Setelah tiga hari tiga malam maka dibuka lagi. Kalau dia setelah itu mau melanjutkan lagi. Karena statusnya masih safar.
Diperbolehkan. Ya, diperbolehkan. Kemudian yang ketiga. Bolehnya tayamu bagi orang yang safar.
Disebutkan disini apabila dia tidak dapat air Kadang syafar tidak dapat air Susah mungkin Maka boleh tayamum Untuk mengganti bersuci Atau susah untuk mendapatkannya. Yang kadang kalau cari air bisa lelah, melalahkan, meletihkan, dan kemudian bahkan hilang waktu soratnya. Atau mahal dalam memberinya.
Dia tidak punya air, tapi dia ada air harus beli dan dia tidak punya uang untuk memberinya. Maka boleh pada saat yang seperti ini untuk melakukan tayammum. Kata Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat ke-43, Allah mengatakan, Wa inkuntum mardoh. Apabila kalian sakit Atau kalian safar Atau kalian habis ke belakang Menunaikan hajat Atau kalian habis menggauli wanita Kemudian kalian tidak mendapatkan air.
Maka apa solusinya? Maka bertayamumlah dengan tanah yang baik. Gimana caranya? Maka basuhlah dengan tanah itu. Kedua atau muka kalian.
Wa'aidikum dan tangan kalian. Boleh bertayamum bagi orang yang safar, yang sulit menemukan air untuk bersuci. Di antara keringanan lain seputar safar ini adalah ruhsah, keringanan al-fitr, untuk berbuka puasa bagi orang yang wajib berpuasa.
Ini ketika bulan Ramadan. Kita tahu kita wajib berpuasa di bulan Ramadan. Maka bagi seseorang yang safar, dia boleh berbuka. Ada keringanan untuk berbuka.
Subhanallah, Allah memberikan kemudahan. Karena kadang mungkin orang yang safar, lelah, letih. Bahkan sebagian mungkin dia capek, safarnya mungkin agak berat, dengan kendaraan yang berat, dia tidak bisa melanjutkan kalau tidak makan. Akan tibul mudhorot bagi dia misalnya.
Maka dalam kondisi seperti ini boleh bagi dia. Bahkan kalau kondisi dia tidak mampu untuk melanjutkan, agar lebih utama bagi dia untuk berbuka. Agar mudhorot bagi dia lebih utama.
Bagaimana kalau tidak ada mudarat Orang-orang mengatakan lebih utama untuk berpuasa Kalau tidak ada mudarat, safar lebih ringan Dari sini naik taksi Ke pesawat, pesawat, turun pesawat Pakai taksi lagi ke hotel Ringan, bisa dia tahan Maka lebih baik bagi dia untuk Tetap berpuasa, walaupun boleh berbuka Tapi apabila berat bagi dia safarnya, sampai mungkin dia sakit, pusing, mual, dia harus minum obat, dia harus minum air, harus makan, maka boleh bagi dia untuk berpuasa, untuk berbuka bahkan lebih utama dalam kondisi yang demikian. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 148 Barang siapa diantara kalian yang maridhan, yang sakit Atau dia sedang dalam kondisi safar Maka boleh diganti dengan hari-hari yang lainnya dalam puasanya Kemudian yang kelima, bolehnya seseorang sholat nafilah, sholat sunnah di atas kendaraannya, di atas tunggangannya. Hai sumat tajahat, kemanapun arah hewan tunggangannya tersebut. Jadi kalau orang mau sholat sunnah, ketika syafar boleh di kendaraan, kemanapun kendaraan tersebut menghadap, walaupun tidak menghadap Qiblat.
Ibn Umar r.a pernah mengatakan Rasulullah s.a.w. karena yusalli subhatahu haithu ma tawajjahat bihi naqatuhu Rasulullah s.a.w. sholat sunnah kemana pun, dengan arah kemana pun untak beliau, tunggangan beliau mengarah. Adapun sholat wajib, maka apabila dimungkinkan seseorang minimal ketika dia takbiratul ikhram, dia mengarahkan wajahnya ke arah Qiblat. Jika memungkinkan dan jika dia tahu dalam atau di mana posisi Qiblat.
Tapi jika tidak memungkinkan, dia tanya-tanya tidak ada yang tahu juga posisi Qiblat karena mungkin sebagian orang, sebelah dia orang-orang yang tidak sholat, orang-orang non-muslim yang tidak sholat, yang tidak tahu arahnya. Tidak juga memungkinkan bagi dia untuk menghadap ke arah tersebut. Maka wallahu ta'ala anam fattakum ma'a hamastata'atum.
Bertakwalah kepada Allah semampu kalian. Maka dia sholat sebagaimana dia harus sholat. Namun solusi yang lainnya, apabila dimungkinkan untuk melaksanakan sholat tersebut, baik dengan jama'takhir atau jama'takdim, di darat sehingga dia bisa berdiri.
Ini lebih utama daripada atau bahkan ini yang harus dilakukan kalau dibandingkan dia sholat di atas kendaraan, di atas pesawat atau di atas kendaraannya yang itu sulit dalam kondisi yang sempurna. Allahumma anam sholat. Kemudian yang keenam, yang keenam jawab bolehnya seseorang itu menjamat... Antara dua sholat, yaitu antara sholat duhur dan sholat asar, dan antara sholat isya dan sholat maghrib. Sholat maghrib dan sholat isya.
Bagi orang yang safar, boleh menjamak apabila mendapatkan kesulitan ketika dia mengerjakannya masing-masing. Boleh dilakukan jamak takdim, jamak di awal. Sholat duhur dan sholat isyanya di awal.
Atau demikian pula, sholat maghrib dan sholat isyanya di waktu maghrib. Atau di akhir, sholat duhur dan sholat asarnya di waktu asar, atau sholat maghrib dan sholat isyanya di waktu isya. Maka ini boleh dilakukan.
Jamak takdim maupun jamak tak akhir. Mana yang lebih mudah untuk dilakukan. Misalnya seorang bersafar, safar dia berangkat jam 10, sampai tujuan jam 4. Lewat bagi dia waktu sholat duhur dan sholat asar, tapi dia bisa melakukannya sholat duhur dan sholat asar di waktu asar di tempat tujuannya. Atau orang safarnya jam 1. Safarnya jam 1. Maka dia di perjalanan, maka dia boleh menjamaknya. Sekalipun ketika menjamak, dia tidak berada atau belum safar.
Ternyata berangkat jam 1. Duhur jam 12 misalnya. Maka setelah sholat duhur, dia ingin menjama dengan sholat asar. Masih di rumahnya, di masjidnya, di masjid dekat rumah dia tinggal misalnya, ini diperbolehkan.
Kenapa? Karena dia mau syafar jam 1. Maka nanti susah mau sholat lagi, maka saya syafar, saya jama sekarang antara duhur dengan asar. Jam 1 dia berangkat, terus asar dia sudah sholat, dia sudah mengaikannya di awal sholat, jam mak takdim.
Nanti sampai tujuan misalnya jam 10 malam Dia jam yang terakhir Dia sholat maghrib dan sholat isya Di waktu isya Karena dia belum sholat maghrib Yang seperti ini diperbolehkan Allah inginkan kemudahan Allah inginkan kemudahan bagi kita Allah inginkan kemudahan bukan kesulitan Satu riwayat dari sahabat Mu'al bin Jabbar r.a. Kami pernah keluar bersama Rasulullah s.a.w. dalam perang tabuh. Rasulullah s.a.w. salat duhur dan maghrib digabung.
Salat duhur dan asar digabung Salat maghrib dan isya'digabung Ini diteladankan oleh Rasulullah SAW Dalam peperangan tabu Ada pun salat subuh Tidak ada digabung dengan yang lain Salat subuh dikerjakan di waktunya Di waktu subuh tidak bisa dijama'dengan Salat isya'atau tidak bisa dijama'Misalnya dengan salat duhur Subuh tetap dikerjakan di waktu subuh Ini beberapa keringanan dalam safar Yang mesti kita pahami Wallahu ta'ala alam basawab, sahabat sekalian, para santri mahat pembimbingan Islam yang dimuliakan Allah sampai sini yang bisa kita bahas Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh