Transcript for:
Moderasi Beragama di Perguruan Tinggi

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah Alhamdulillahilladzi an'amana bilimati iman wal islam wa nusalli wa nusallimu ala khairil anam sayyidina muhammadin wa ala alihi wa sahbihi ajma'in amma ba'du Pada kesempatan ini Kita akan berbincang tentang moderasi beragama di perguruan tinggi. Agama dihadirkan dalam kehidupan manusia untuk mewujudkan perdamaian diantara sesama, bahkan untuk seluruh alam. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-Ambiya ayat 107, وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رُحْمَةً لِلْعَالَمِينَ Dan kami, tidak mengutus engkau Muhammad melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam moderasi beragama merupakan salah satu implementasi nilai-nilai Pancasila menjadi salah satu pilar penting membangun bangsa cinta tanah air atau nasionalisme bagian dari Ini merupakan salah satu jargon nasionalisme yang difatwakan oleh Hadratu Seh G.H.H. Asyari, pahlawan kemerdekaan nasional. Moderasi beragama merupakan kunci terdipanya toleransi dan kerukunan, sebagai cerminan pemeluk agama yang baik dan juga sebagai warga negara yang baik. Kebebasan beragama dijamin oleh konstitusi dalam pasal 29 ayat 2 undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945. Menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan setiap orang, memeluk agamanya masing-masing, dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Namun demikian muncul kesalahpahaman bahwa keberpihakan pada nilai-nilai moderasi dan toleransi dalam beragama dianggap sebagai sikap liberal dan mengabaikan norma-norma dasar yang sudah jelas tertulis dalam tek-tek keagamaan. Dan mereka yang beragama secara moderat dianggap mengkompromikan prinsip-prinsip dasar atau ritual pokok. Bisalah fahami sebagai kompromi keyakinan teologis beragama dengan pemeluk agama yang lain. Dianggap tidak teguh pendiriannya, tidak serius, tidak sungguh-sungguh dalam mengamalkan ajaran agamanya. Tidak paripurna dalam beragama karena dianggap tidak menjadikan keseluruhan ajaran agama sebagai jalan hidupnya. Benarkah demikian? Jawabnya tentu tidak benar. Mari kita lanjutkan. Negara Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. 17.540 pulau. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang macungu, berakam etnik lebih dari 1340 etnik atau subuh, dengan 6 agama besar dan lebih kurang 187 aliran kepercayaan. Ada 829 bahasa daerah dan juga Indonesia memiliki penduduk terbesar keempat di dunia dengan jumlah 275, 361, 267 jiwa. Ini data Dukcapil 2022. Keberagaman etnik, adat-pistiadat, bahasa, budaya, agama, dan golongan. Tentu dengan karakteristik dan kepentingan yang berbeda-beda. Indonesia memang bukan negara agama, tetapi negara yang beragama. Dengan kata lain, negara Indonesia tidak menetapkan satu agama yang harus diyakini oleh warganya. Namun, warga negara Indonesia harus mempunyai agama sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Dalam kehidupan keseharian, kehidupan bangsa Indonesia tidak lepas dari nilai-nilai agama. Keberadaan agama sangat vital di Indonesia, sehingga tidak bisa lepas juga dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, moderasi beragama perlu digaungkan di mana agama menjadi bagian penting dalam perwujudan peradaban dunia yang bermartabat. Indonesia merupakan lokus klasik. tempat terbaik atau rujukan bagi konsep masyarakat Majemuk. Hal ini terlihat dari keberagaman yang dimiliki Indonesia sebagai bangsa yang unik, di mana hanya berada di wilayah saja di dunia ini yang dianugerai keistimewaan ini. Mulut Hefner, 1999. Baiklah, lalu sekalian. Apa itu moderasi agama? Kata moderasi berasal dari bahasa latin moder ditrasio yang berarti kesedangan atau tidak berlebihan dan tidak kekurangan. Kata itu juga berarti penguasaan diri dari sikap yang sangat berlebihan dan juga kekurangan. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyediakan dua pengertian kata moderasi. Yang pertama, pengurangan kekerasan. Dan yang kedua, penghindaran keekstriman. Jika dikatakan orang itu bersikap mudrat, berarti bahwa orang itu bersikap wajar. Biasa-biasa saja dan tidak ekstrim. Sedangkan kalau dalam bahasa Arab, moderasi dikenal dengan kata wasat atau wasatiyah yang memiliki padanan makna dengan kata tawasud atau tengah-tengah, iktidal, adil, dan tawazun, berimbang. Orang yang menerapkan prinsip wasatiyah bisa disebut wasid. Dalam bahasa Arab pula, kata wasatiyah diartikan sebagai pilihan terbaik. Apapun kata yang dipakai, semuanya menyiratkan satu makna yang sama, yakni adil yang dalam konteks ini berarti memilih posisi jalan tengah di antara berbagai pilihan ekstrim. Moderasi beragama kemudian dapat difahami sebagai cara pandang, sikap, perilaku, selalu mengambil posisi di tengah-tengah, selalu bertindak adil, dan tidak ekstrim dalam beragama. Perlu diketahui bahwa moderasi beragama adalah mengembangkan pemikiran, sikap, dan perilaku moderat. dalam beragama. Bukan moderasi agama, ya. Moderasi beragama. Sehingga moderat dalam beragama. Tujuan moderasi beragama. Moderasi beragama ini merupakan kunci terciptanya toleransi dan kerukunan. Baik itu di tingkat lokal, nasional, maupun global. Pilihan pada moderasi dengan menolak ekstremisme dan liberalisme dalam beragama adalah kunci keseimbangan demi terpeliharanya peradaban dan terciptanya perdamaian. Masing-masing umat beragama dapat memperlakukan orang lain secara terhormat, menerima perbedaan, serta hidup bersama dalam damai dan harmoni. Dalam masyarakat yang multikultural ini seperti Indonesia, Moderasi beragama menjadi suatu keharusan. Keseimbangan atau jalan tengah dalam praktek beragama, ini akan menghindarkan dari sikap ekstrim yang berlebihan, fanatik sikap revolusioner dalam beragama. Harus difahami bahwa moderasi beragama sebagai sikap beragama yang seimbang antara pengalaman agama sendiri yang eksklusif dan penghormatan kepada praktek agama orang lain yang berbeda keyakinan, yakni inklusif. Ada pun landasan moderasi beragama adalah ideologi Pancasila dan NKRI. Pancasila dalam NKRI telah nyata berhasil menyatukan semua kelompok agama, etnis, bahasa, dan juga budaya. Kesepakatan bersama, semuanya bergerak ke tengah, mencari titik temu untuk bersama-sama menerima bentuk NKRI. Jaminan negara atas kemacemukan menjadi medium yang baik bagi tumbuhnya moderasi beragama. Setiap pemeluk agama dapat mengekspresikan keberagamaannya, tanpa harus khawatir mendapat tekanan dari pemeluk agama yang lain dan memberikan penghargaan atas ekspresi keberagamaan dari pemeluk yang lainnya. Inilah ekspresi moderasi beragama yang konkret yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Indikator moderasi beragama. Indikator untuk menentukan apakah sebuah cara pandang, sikap, dan perilaku beragama tertentu itu tergolong moderat atau sebaliknya, maka digunakan indikator satu. Komitmen kebangsaan. Melihat dan menilai. Sejauh mana cara pandang sikap dan praktek beragama seseorang berdampak pada kesetiaan terhadap konsensus dasar kebangsaan yang terutama terkait dengan penerimaan Pancasila sebagai dasar negara, sebagai ideologi negara. Yang kedua, toleransi, melihat dan menilai. Sejauh mana cara pandang sikap dan praktek beragama seseorang ini mampu hidup rukun dan harmonis dengan mereka yang berbeda. Toleransi merupakan sikap untuk memberi ruang dan tidak mengganggu hak orang lain untuk berkeyakinan dan mengekspresikan keyakinannya, menyampaikan pendapat meskipun hal tersebut berbeda dengan apa yang diiman. Ketiga, Anti-kekerasan, melihat dan menilai sejauh mana cara pandang sikap dan praktek beragama seseorang yang tidak memaksakan keyakinannya pada mereka yang berbeda agama. Anti-kekerasan berarti melawan arogansi agama dan radikalisme. Empat, akomodatif terhadap kebudayaan lokal. Melihat sejauh mana Kesetiaan seseorang untuk menerima praktek keagamaan yang mengakomodasi kebudayaan lokal dan tradisi. Yang kelima, inklusivitas. Sikap inklusif yang dimaksud adalah kondisi bahwa setiap pemeluk agama memandang pemeluk agama yang lain sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan. dan saudara sebangsa dan setanah air. Dengan demikian, dapat memperlakukan pemeluk agama lain dengan dan sikap baik, empati, penuh kasih sayang, dan sikap saling menghormati. Pengalus utamaan moderasi beragama. Pertama, memajukan kehidupan umat manusia. diwujudkan dalam sikap hidup yang amanah, adil, ikhsan, toleran, kasih sayang terhadap umat manusia tanpa diskriminasi dan menghormati kemajemukan. Kedua, wasatiyah, mengembangkan cara pandang, sikap, dan praktek keagamaan jalan tengah. Yang ketiga, menjunjung tinggi keadaban mulia. Yang keempat, membangun perdamaian. Yang kelima, menghormati harta martabat kemanusiaan laki-laki maupun perempuan. Yang keenam, menghargai kemacemukan. Mengapa moderasi beragama harus didukung? Mainstream, moderasi beragama harus didukung adalah sebagai tindakan preventif maupun kuratif untuk mengenali ideologi keagamaan radikal, sehingga dapat mencegah diri sendiri maupun menolong orang lain agar tidak terpapar, baik melalui pendidikan formal dengan memasukkan materi moderasi beragama ke dalam kulikulum maupun mata kuliah atau materi pembelajaran yang relevan dari tingkat pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Bagaimana moderasi beragama dalam perspektif Islam? Islam adalah Agama yang moderat dalam pengertian tidak mengajarkan sikap ekstrim dalam berbagai aspeknya. Umat Islam dijadikan sebagai umat yang adil, wasat. Model Islam yang adil, tengahan, moderat, wasat, yang sesuai dengan Al-Quran yang diajarkan. oleh Allah kepada kita melalui Nabi Muhammad SAW. Tertera dalam surat Al-Baqarah ayat 143. Dan demikian pula, kami telah menjadikan kamu umat Islam, umat pertengahan. agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasul Muhammad menjadi saksi atas perbuatan kamu. Dari sekalian, sangat disayangkan karakter dasar Islam yang moderat ini tertutup oleh perilaku dan sikap sebagian umat Islam yang berlebih-lebihan atau hulus, baik yang radikal yang fundamental ataupun yang liberal. Tata wasat dengan berbagai perubahannya terulang dalam Al-Quran sebanyak lima kali. Semuanya menunjuk ke adik pertengahan. Baik dalam surat Al-Baqarah ayat 153, surat Al-Adiyat ayat 5, surat Al-Ma'idah ayat 89, surat Al-Qalam ayat... 28 dan surat al-Baqarah ayat 238 Dari ayat-ayat tersebut dapat difahami bahwa umatan wasaton adalah masyarakat yang berada di pertengahan dalam arti moderat. Posisi pertengahan mengantar manusia berlaku adil, menjadikan anggota masyarakat tersebut sehingga tidak memihak ke kiri maupun ke kanan. Juga tidak menjadikannya dapat menjaksikan siapapun dan dimanapun. Allah menjadikan umat Islam pada posisi pertengahan agar menjadi saksi atas perbuatan manusia, yakni umat yang lain. Wasatiyah, moderasi atau posisi tengah mengundang umat Islam untuk berinteraksi, berdialog. dan terbuka dengan semua pihak, baik agama, budaya, maupun peradaban. Karena mereka tidak dapat menjadi saksi atau berlaku adil jika mereka tertutup. Mereka tidak dapat menjadi saksi kalau mereka tertutup dan menutup diri dari lingkungan dan perkembangan global. Sekarang, seperti apa sebenarnya karakteristik sikap moderat? Dalam ber-Islam, yang pertama adalah memahami realitas. Islam berisikan ketentuan-ketentuan yang sawabit tetap, dan hal-hal yang dimungkinkan untuk berubah sesuai dengan perkembangan ruang dan waktu atau mutagheyerat. Yang sawabit hanya sedikit, yaitu prinsip-prinsip akhidah, ibadah, mu'amalah dan akhlak dan tidak boleh dirubah. Sedangkan selebihnya adalah mutaghe yirat yang bersifat elastris, fleksibel atau murunah dan dimungkinkan untuk difahami sesuai dengan perkembangan zaman. Realitas kaum muslim Indonesia dalam menerima ajaran Islam untuk pertama kalinya. adalah diajarkan oleh para wali Songo yang menggunakan pendekatan kultural untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam. Dengan pendekatan itulah akhirnya Islam ini diterima secara massal. Pendekatan ini adalah pendekatan yang moderat karena sesuai dengan realitas masyarakat saat itu. Ada contoh lain, adanya para pekerja urban ini juga realitas. Dimana di zaman Rasulullah SAW maupun pada masa awal perkembangan Islam, itu belum ada urban. Yang mana masyarakat urban ini dalam mengekspresikan keagamaan mereka, Di akhir Ramadan, mereka berbondong-bondong mudik di kampung halaman. Melihat realitas ini, ada kelompok yang menilainya sebagaimana itu adalah bid'ah. Kenapa? Karena tidak ditemukan zaman Rasulullah. Zaman Nabi tidak ada mudik-mudik itu. Nah, pandangan seperti ini sebenarnya adalah menudai ciri moderasi Islam. yang sangat memperhatikan realitas kehidupan masyarakat. Yang kedua, memahami pikir prioritas. Pentingnya kita menetapkan prioritas dalam beramal. Seorang muslim akan dapat memilih mana amal yang paling penting di antara yang penting dan yang lebih utama di antara yang biasa dan mana yang wajib di antara yang sunnah. Seringkali seseorang ini bersikap ekstrim dalam berpegang kepada salah satu mata putih untuk amalan yang hukumnya sunnah dan menyalahkan pihak lain yang berbeda sehingga memunculkan pertentangan dan permusuhan. Dengan memahami fikir prioritas dengan baik, akan menjaga persaudaraan dengan sesama muslim dalam ibadah yang wajib, hukumnya sedangkan amalan yang diperselisihkan adalah Hukumnya sunnah dalam hal yang wajib. Kita bisa menjaga persaudaraan, tapi yang dipertentangkan adalah hal-hal yang hukumnya sunnah. Oleh karena itu, sikap moderat ajaran Islam tidak akan muncul apabila seseorang ini tidak memahami fikir prioritas. Dengan memahami fikir prioritas, maka akan muncullah sikap moderat. Yang ketiga, mengedepankan prinsip kemudahan dalam beragama. Islam ini adalah merupakan agama yang mudah, serta mencintai dan menganjurkan kemudahan. Dalam surat Al-Baqarah diceraskan, يُرِيْتُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْتُ بِكُمُ الْعُسْرِ Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Rasulullah menjelaskan dalam satu hadis riwayat Imam Bukhari dan Abu Hurairah inna dina yusr bahwa sesungguhnya agama ini adalah mudah. Secara umum para ulama itu membagi kemudahan ini dalam ajaran Islam ini menjadi dua kategori. Yang pertama kemudahan yang asli. Ini kemudahan yang memang ciri khas dari ajaran Islam, yang memang moderat dan sudah dengan laluri manusia, sesuai dengan laluri manusia. Yang kedua, kemudahan yang dikarenakan ada sebab yang memudahkannya. Misalnya, kita sedang dalam perjalanan atau safar. Boleh menjadikan sholat ini jadi satu, istilahnya jamak, duhur sama asar misalnya. Dan boleh meringkas jumlah rekaatnya, yakni dengan kosor atau jamak dan kosor. Demikian juga diperbolehkan kita dalam kondisi safar untuk tidak berpuasa atau kondisi sakit boleh tidak berpuasa di bulan Ramadan. Yang keempat, Menghindari fanatisme berlebihan. Sifat ini jika menghiasi diri seorang yang dalam agama dan keyakinannya dapat dibenarkan, itu adalah terpuji. Akan tetapi, akan menjadi tercelah jika sikap itu untuk melecehkan orang lain dan merebut hak mereka dalam menganut. ajaran agama maupun kepercayaan yang dibilihnya. Walaupun kita dituntut untuk meyakini ajaran Islam yang konsisten dan berpegang teguh dengannya atau harus fanatik terhadap ajaran agama kita, namun umat Islam dalam saat yang sama diajarkan sikap yang toleran. menghindari fanatisme yang berlebihan. Maka, terhubungan hidup antara pemeluk agama yang berbeda dalam masyarakat yang plural ini akan tetap diperjuangkan dengan tidak mengorbankan akidah. Tahun muslimin ini telah mendapat anugerah berupa ajaran agama yang begitu sangat sempurna, yakni Islam, dan bersifat moderat sehingga terhindar dari fanatik yang berlebihan. Yang kelima, memahami tek keagamaan secara komprehensif. Perlu difahami bahwa satu tek dengan tek yang lainnya itu sebenarnya saling terkait. Terutama tek-tek tentang masalah jihad misalnya. Ini biasanya kalau difahami separuh-separuh tidak utuh sehingga jihad itu hanya diartikan sebagai perang saja. Padahal maklumat jihad itu sangat beragam. sesuai dengan konteknya, seperti jihadul akbar, jihadul nafsi. Sihat yang paling besar adalah memberangi hawa nafsu. Itu dijelaskan oleh baginda Rasulullah SAW. Yang keenam, keterbukaan dalam menyikapi perbedaan. Sangat terbuka dalam menyikapi perbedaan baik dalam intern umat Islam maupun dengan antarumat beragama yang berbeda. Prinsip ini didasari pada satu realitas bahwa perbedaan pandangan dalam kehidupan manusia adalah satu keniscayaan. Allah menjelaskan dalam surat Hud ayat 118 dan 119 bahwa jika Tuhanmu menghendaki tentu dia akan jadikan manusia ini umat yang satu. Tetapi mereka seniatiasa juga berselisih pendapat. kecuali orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat keputusan Tuhanmu itu telah tetap, aku pasti akan memenuhinya, kata Allah dengan raka jahannam, dengan jin dan manusia yang durhaka semuanya. Dengan demikian dapat kita fahami mengapa. Jenis pemaksaan kehendak terhadap pihak lain, ini yang tidak sempat harus kita hindari. Allah mengingatkan dalam surat Al-Baqarah ayat 256, yakni, la ikroha fitin, tidak ada paksaan dalam menganut ajaran agama. Kenapa? Karena memang sudah sangat jelas, yang benar jelas, yang salah jelas. Ini sesekalian ya. Nah, yang ketujuh, komitmen terhadap kebenaran dan keadilan. Komitmen untuk menegakkan kebenaran dan keadilan yang dimaksud ini bukan saja eksklusif bagi umat Islam, melainkan juga seluruh umat manusia secara universal. Perintah untuk menegakkan keadilan dan menghilangkan kedaliman adalah sebuah keniscayaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara. Terlebih bagi orang-orang yang beriman, karena sikap adil ini adalah dekat dengan taqwa. Allah menjelaskan di dalam surat Al-Ma'idah ayat 8. Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah. Jika menjadi saksi, jadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu ini terhadap satu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil, kata Allah. Berlaku adilah, karena adil itu dekat dengan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan. Baiklah. Sebagai akhir dari paparan ini, mari kita protek diri dengan moderasi agar kita tidak teracuni gerakan radikal yang berakar dari ideologi. Moderatisme ini adalah wajah agama yang sejati. Ini ajaran Allah yang disampaikan melalui pada Rasulnya. Makin moderat kita, semakin kita. menebar kasih sayang terhadap sesama, dan semakin cinta kita dan menjaga keutuhan NKRI. Keragaman merupakan rahmat yang diberikan Allah sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih bermakna. Baik, semoga paparan ini bawa barokah dan bermanfaat. Amin. Diti Nasrullah wa'alaikumsalam. Allahumma wafiq ila akwamit tariq. Assalamualaikum. Warahmatullahi Wabarakatuh