Mengaji Henning bersama Dr. Fahruddin Faiz. Mari kita simak. Kalian tidak baik-baik saja kalau ada gejala-gejala ini. Ini kita belum masuk ke agama ya, ini masih mencermati diri kita, ini waras apa tidak. Ada banyak, ini sebagiannya dulu ya.
Kita tidak baik-baik saja, coba dicek. Teman-teman ngalami ini enggak? Yang pertama apa?
Mood-nya berubah secara drastis. Tiba-tiba sedih dalam sekali, tanpa alasan. Atau seperti orang ekstase, ceria luar biasa, padahal enggak ada apa-apa.
Itu alamat tidak baik-baik saja. Jadi moodnya tiba-tiba sangat drop atau tiba-tiba sangat melambung, tidak terkendali. Nah kalau ada kejala-kejala seperti ini, ambil nafas sebentar, mundur sebentar.
Ada yang tidak beres. Atau yang kedua. Ada masalah dengan tidur, entah sulit tidur, entah berlebihan tidur, koke antur.
Pinginnya tidur saja, mulai pagi sampai sore tidur saja, kemungkinan ada masalah. Atau sebaliknya, sulit tidur. Sudah macam-macam obat diminum, CTM, SAKBO, KEMTEK misalnya.
Ya woy, kalau levelnya kalian obat tidur kan mahal, itu kan CTM woy. Nah, ada masalah. Jadi kalau kalian berhari-hari sulit tidur, mungkin ada problem dengan mental. Ya kalau tidak bisa tidurnya malam ini saja atau 1-2 malam mungkin karena kokean ngopi atau karena ada apa itu mungkin bisa.
Memang niatnya melekan mungkin bisa, tapi yang terus-terusan tidak bisa tidur ada masalah pasti. Atau yang ketiga, berat badan. Naik drastis atau turun drastis alasannya tidak jelas.
Kamu tidak sadar, tiba-tiba kok naik atau tiba-tiba turun, pasti ada masalah. Tapi kalau kamu sengaja diet, atau sengaja makan banyak itu beda, memang kamu sengaja. Tapi ini kamu sebenarnya tidak ingin diet, tiba-tiba kurus. Kamu juga perasaan makan itu biasa-biasa, tapi kok gemuk. Atau selera makanmu tidak terkontrol, kemungkinan ada masalah.
Atau kamu menyendiri, kamu ingin sendiri tidak mau diganggu dalam waktu lama, kemungkinan kita tidak baik-baik saja. Ingin mengisolasi diri, terus tidak nyaman saya dengan orang lain, saya ingin dengan duniaku sendiri, tidak mau diganggu. Kemungkinan kita tidak baik-baik saja.
Atau susah berkonsentrasi. Ngambil keputusan susah. Selalu bingung.
Sekedar ingin makan di mana malam ini, mikirnya semui banget. Stres gara-gara itu. Kok kamu kurus?
Saya mikir apa? Mikir makan di mana? Tiap hari begitu Pak, jadi ada masalah Pak.
Hal-hal biasa-biasa jadi sulit kamu putuskan. Kadang-kadang kita kemarin menyebutnya yang begini kan overthinking. Untuk hal-hal yang tidak penting.
Kemungkinan kita tidak baik-baik saja. Ayo ya. Kalimat saya tidak baik-baik saja itu, saya tidak berani bilang kalau kesehatan mentalmu agak terganggu, tapi mungkin ada hal-hal yang perlu kamu perbaiki. masih ada lagi, yaitu tingkat energimu drastis berubahnya. Ada enggak yang teman-teman tiba-tiba mudah lelah?
Biasanya saya itu sehat lho Pak, sekarang jalan sebentar ke kampus rasanya lelahnya luar biasa. Nah ini berarti energi kita tiba-tiba turun drastis. Atau ada gembira berlebihan yang tidak wajar.
Cuma nonton apa gitu, ketawanya tidak selesai-selesai. Kemungkinan kita butuh pelampiasan. Jadi kita butuh pelarian. Nah ini jangan-jangan kita memang tidak baik-baik saja. Apalagi yang ini, ada...
Persepsi atau pola pikir yang terganggu. Mungkin ada yang mengalami delusi atau halusinasi. Melihat yang sebenarnya tidak ada.
Atau membayangkan yang buruk-buruk sampai kamu sedih sendiri. Nah ini berarti kita tidak baik-baik saja. Ada lagi perubahan dalam perilaku.
Jadi tiba-tiba sensi, ngamuan, tersinggungan, kemungkinan ya memang tidak baik-baik saja. Atau merasa diri tidak bernilai. Mungkin kemarin pernah saya ceritakan ya tiba-tiba ada mahasiswa yang curhat ke saya bahwa Pak, kenapa sih saya itu ada di dunia ini?
Gunanya apa Allah itu menciptakan saya? Saya merasa tidak ada gunanya apa-apa. Saya itu beban bagi semuanya yang lain. Kalau ada yang pikirannya begini, memang sedang tidak baik-baik saja. Ayo kita bereskan pelan-pelan.
Jangan kesusu, ngambil keputusan yang buruk-buruk. Jadi ini rasa tidak bernilai. Apa sih gunanya aku, siapalah aku, dan lain sebagainya. Atau kalau yang terakhir ini mungkin agak unik.
Ini namanya psikosomatis. Psikosomatis itu sebenarnya gangguan jiwa, tapi merembetnya ke sakit fisik. Mudah sakit kepala, mudah nyeri, asam lambungnya naik, vertigo-nya kumat, dan lain sebagainya.
Ini biasanya namanya psikosomatis. Kalau mau ujian, asam lambungnya naik. Hai, itu psikosomatis namanya. Jadi sebenarnya itu pikiran, tapi yang mengimbas ke fisik.
Jadi ini kebalikannya mensana incorporisano. Dalam tubuh yang sehat terhadap jiwa yang sehat. Kalau ini dalam jiwa yang sehat ada tubuh yang sehat. Karena diawali dari pikiran, dari jiwa. mengimbas ke sakit fisik kalau dalam sejarah Islam kan ada cerita Imam Ghazali menyembuhkan saya lupa, kalau bukan Al-Ma'mun, ya Al-Amin waktu muda yang dia ini sedang anaknya raja tapi jatuh cinta, tapi tidak berani ngomong Karena yudhya anaknya raja yang disintai mungkin orang biasa.
Sampai kemudian jatuh sakit. Mereka jatuh cinta, tidak berani ngomong, bisa jadi sakit. Ini namanya psikosomatis. Yang itu tidak ada tabib yang bisa menyembuhkan.
Akhirnya sama Imam Ghazali, ketika beliau diminta nasihatnya gimana agar pangeran ini sembuh, sama Imam Ghazali Eh kok Imam Ghazali, Imam Shafi'i. Sama Imam Shafi'i, dibisikilah nama-nama jalan seluruh kota. Nah, pas nama jalan di mana perempuan yang dia jatuh cinta ini tinggal, pangerannya melek.
Seneng Imam Shafi'i Mesti hubungannya dengan jalan ini Terus coba cari nama perempuan-perempuan semua yang tinggal di jalan itu Dibisikkanlah ke telinganya panggil dan begitu pas nama perempuan yang dia cintai kaget dia, tiba-tiba bangun. Ternyata kuncinya di situ, yow jalan keluarnya gampang, dikawinkan. Wong anaknya raja kan gampang, kalau kalian nggak tahu saya.
Kalau kalian stres goyo apa pun, meskipun ketahuan penyakitnya, kalau kayak gitu, tidak jaminan juga. Kalau anaknya raja sih, gampang. Baik, saya lanjutkan. Kalau ada ciri-ciri tadi, berarti tidak baik-baik saja kalian.
Ayo ya, mulai kita sembuhkan diri kita pelan-pelan. Ini saya ada kalimat menarik dari Louis, The Problem of Pain, kata dia Rasa sakit mental itu tidak sedramatis rasa sakit fisik Namun lebih banyak terjadi dan lebih sulit ditanggung Upaya yang sering kita lakukan untuk menyembunyikan rasa sakit mental Biasanya menambah bebannya Lebih mudah mengatakan gigiku sakit daripada mengatakan hatiku hancur. Jadi orang yang sakit mental itu kan memang mau cerita itu rasanya enggak enak.
Kalau sakit gigi sih gampang. Teori ini berlawanan dengan lagunya Maggie Z itu. Daripada sakit gigi lebih baik sakit hati.
Kalau ini enggak. Ayo ngomong sakit hati gampang. Eh sakit gigi gampang.
Tapi ngomong sakit hati sulit. Jadi makanya teman-teman saja ya. Yang punya circle, punya teman, punya jaringan, punya kelompok, punya kolega.
Yuk saling peduli. Karena kadang-kadang sahabat kita, teman kita yang dalam kesulitan, dalam aspek mental ini, sulit sekali kita mendeteksinya. Yuk saling peduli, saling mendukung. Kalau sakit fisik, gampang. kita sering dapat berita teman kita yang ini sakit ini sekarang penama ketahuan tinggal kita jenguk di rumah sakit selesai tapi yang sedang kecewa sedang patah hati kan tidak ada woro-woronya di grup WA kan tidak ada yang terus ayo kita jenguk teman kita itu dia sedang patah hati dia sedang kecewa dia tidak begitu Itu sulitnya sakit mental, padahal kadang-kadang sakit mental itu efeknya bisa fatal.
Ya kayak saya bilang tadi, sampai ada yang mengakhiri hidupnya. Maka penting bareng-bareng, ayo kita saling peduli. Ya apalagi kalian kan kemarin cerita-ceritanya yang mengakhiri itu banyak yang mudah-mudah.
Berarti kalian juga ayo waspada dengan sirkel sekelilingmu, dengan teman-temanmu, sahabatmu. Baik, saya lanjutkan. Kalau menurut Islam apa? Ini saya ambil, ada banyak tokoh yang semula saya ingin kutip tapi terus saya rangkum saja jadi satu ya.
Di situ ada Imam Ghazali, ada... Ibnu Qoyyim Al-Jawzi dan kawan-kawan. Apa sih perannya agama untuk hidup kita?
Saya sebut saja berdasarkan psikologi Islam. Ilmu jiwa khasnya Islam. Jadi dalam Islam, agama itu memenuhi beberapa dimensi hidup kita.
Yang pertama, agama adalah fitro. Jadi kita itu lahir, membawa dorongan jiwa yang cenderung kepada ketuhanan. Jadi, maka kalau kita tidak bertuhan itu ada yang hilang, ada yang hampa.
Kenapa? Karena ini fitrah. Fitrah itu dorongan jiwa alami namanya. Mungkin kegelisahan-kegelisahan mental kita yang tadi banyak sekali indikasinya karena kita jauh dari Tuhan atau Jauh dari agama.
Sehingga fitroh kita dorongan jiwa untuk mengakui, menegaskan keberadaan Tuhan tidak terpenuhi. Fitroh itu kan setara dengan fitroh untuk menikah misalnya. Setiap orang ada dorongan dalam dirinya ingin punya pasangan dan berketurunan. Ini fitroh.
Kalau kita lawan fitroh ini, saya tidak mau nikah Pak saya itu. Ada yang hampa, ada kegelisahan tersendiri. Nah agama juga begitu Jadi kalau dalam Islam Kalau kita menjauh, kalau kita meninggalkan agama Ada yang hampa dan gelisah Nah ini kalau teman-teman membaca kritik-kritik pada peradaban barat Yang terlalu materialistik Itu kan arahnya ke sini Ada yang hilang, ada yang hampa Ada fitroh yang dikesampingkan Itu yang membuat gelisah maka agama berperan mewujudkan, memfasilitasi fitroh itu, yaitu fitroh bertuhan. Yang pertama itu. Yang kedua, ada lagi perannya agama, yaitu peran akidah.
Peran akidah ini, tadi kan hidup bahagia itu harus punya tujuan, punya nilai. Peran akidah ini, dia berperan kita mantep, kita yakin, kita percaya pada Tuhan, yang itu tujuan dan makna puncak hidup kita. Di situ kita nyaman kemudian. Ini peran akidah, karena kita tujuannya Tuhan, kenyamanan kita ada pada Tuhan, kegagalan apapun masih bisa kita toleransi selama kita tidak menjauh dari Tuhan. Nah ini peran agama di situ, kalau teman-teman sedang galau, sedih, gelisah.
Mari kita sadari bahwa hidup ini ilaihi rojiun, kembali pada Allah. Selama kita tidak kehilangan Allah, selama kita masih dekat dan semakin dekat padanya, kita masih nyaman, kita masih aman. Tidak harus galau, tidak harus putus asa.
Ini namanya peran agidah. Yang ketiga, apa perannya agama untuk kesehatan mental? yaitu takwa. Takwa ini kita mendefinisikannya kesadaran dan ketaatan pada Allah, pada Tuhan. Kesadaran dan ketaatan ini jangan dikira sekedar kayak kritiknya Nietzsche tadi ya, ah itu hanya kita seperti Buddha saja disuruh-suruh, enggak.
Yang diperintahkan oleh Allah pada kita itu sesuatu yang manfaatnya untuk kita. Kalau Buddha itu kan disuruh untuk manfaat majikannya. Tapi Allah menyuruh kita untuk kita, ketenangan jiwa kita, kemantapan hati kita, perilaku kita yang baik, panduan moral untuk hidup sehari-hari. Disitulah perannya agama.
Kadang-kadang pikiran kita buntu, hati kita gelap. Kita tidak bisa memilih apa yang harus saya lakukan, apa yang harus saya ajar. Alhamdulillah ada agama. Petunjuknya konkret, saya harus melakukan ini, menjauhi ini.
Mengurangi kebingungan dan capek kita. Nah itu gunanya takwa. Jadi ini peran yang ketiga dari agama.
Yang keempat, agama juga punya peran evaluatif. Ini sering kita bahas, tadi juga kita singgung malam hari ini kita agak mukhasabah ya mengukur diri kita. Instropeksi. Agama jadi standar-standar.
Orang mukhasabah itu kan mengukur sebaik mana perbuatanku, pikiranku, perasaanku, aku ini tambah baik apa tidak. Evaluasi diri, instrupeksi diri kan penting Cuma kalau kita tidak punya standar-standar Sulit kita menghasabah Pak saya tak fakur tentang diri saya pak Kelihatannya saya lebih baik sekarang pak Lebih baik itu dilihat dari mananya Nah kalian perlu standar Nah agama menyediakan standar itu mukhasabahmu lebih simple sekarang Pak rasanya kok saya tambah jauh ya Pak dari Allah, nanti kan kamu punya standar sekarang rasanya kok saya tidak bisa menjalankan perintahnya Al-Quran ya Pak untuk sabar saya kok ngamukan banget sih Pak ini enaknya agama menyediakan perangkat standar untuk kita bermukhasabah Ada lagi agama mendidik kita untuk sabar dan syukur. Ini dua jurus sabu jagad untuk apa saja menang kalau kalian punya menguasai ini.
Satu sabar, satu hidup. Itu kan isinya dua. Kadang senang, kadang susah. Kan cuma ini.
Kalau kalian punya syukur dan sabar, selesai sudah. Ketika kamu senang bersyukur. Ketika kamu susah bersabar. Jadi cukup dua senjata itu hidupmu akan stabil. Masalah dalam hidup kita kan ketika senang kita lepas kendali.
Sedih kita drop, putus asa. Nah, untuk biar tidak lepas kendali dan putus asa, ya syukur dan sabar. Dan agama menguatkan di situ. Jadi kalau tanpa sandaran agama, ya syukur itu kan rasanya hampa.
Kamu bersyukur pada siapa? Ketika ada agama, bersyukurnya pada Tuhan yang menganugerahkan kenikmatan ini sekarang. Ketika Anda ada obyek untuk disyukuri, terus kamu balik ke dirimu sendiri, bersyukurnya ke dirimu sendiri.
Iya sekarang, pas kamu sukses, pas gagal. Ketika kamu kembalikan ke dirimu sendiri, terus kamu jatuhnya putus asa. Ketika kembali ke dirimu sendiri, kalau sukses sombong, kalau gagal putus asa. Nah, itu gunanya kita punya agama untuk meminimalisir efek dari problem mental tadi.
Dan yang terakhir peran agama dari perspektif ilmu jiwa Islam, psikologi Islam itu ihsan. Agama mengajarkan kita untuk memuncakkan kebaikan. Ya mudahnya menyempurnakan segala kebaikan kita hanya pada Allah saja. Ini lebih menenteramkan. Sering saya ilustrasikan ya hidup ini ada beberapa level motif tindakan kita.
Ada karena kewajiban saja, ada karena kebutuhan, dan yang paling tinggi yuk, karena ketulusan, keikhlasan, kemurnian pada Tuhan saja. Nah, agama menyarankan segala perbuatan kita dipuncakan sampai ke level lillahi ta'ala. Tidak sekedar karena pamrih, apalagi karena kewajiban.
Segala sedih, galau, kecewa kita muncul karena ada pamrih-pamrih biasanya. Seperti saya bilang tadi ya di pengantar waktu launching buku tadi kan saya bilang, kalau tidak ada target apa-apa ya tidak mengecewai apa-apa. Tapi kalau kalian motif pamrihmu banyak ya kecewamu banyak. Ngaji ke sini, saya nanti ngaji, duduk agak pocok yang dapat sandaran, terus nanti ngambil.
Minumnya dua Terus nanti Kamu ngancang-ngancang gitu Begitu nyampe sini Lo yang datang sudah banyak Tempat dudukku sudah ditempatin orang Minumnya gak kebahagiaan Kecewamu banyak Kenapa tadi? Pamrehmu banyak Nanti kalau sudah selesai Pingin ngobrol sebentar sama Pak Faiz Eh yang ngantri pokoknya Kamu gak sempat-sempat maju sampai jengkel Nah kecewamu banyak karena pamrihmu banyak Kalau tadi tidak pamrih apa-apa mungkin tidak ada yang kecewa Tapi karena kamu target dan meleset jadi kecewa Maka dalam agama kita diminta ihsan Ihsan itu kan kalau dalam Islam Anta buddha alloha ka'anakata rohu wa ilam takuntar rohu fa'inahu ya roha Melakukan apapun ikhlas karena Allah saja Itu lebih nyaman untuk mental kita jadi ini gambaran umum sederhananya apa kalau ada yang tanya peran agama untuk kesehatan mental kalau dari Islam agama memberikan fitroh memberikan akidah memberikan takwa memfasilitasi mukhasabah mendorong kita untuk sabar, syukur, dan ihsan dan ini efeknya luar biasa untuk kesehatan mental kita kalau ingin yang lebih konkret bisa misalnya ini contoh dari kitabnya Imam Ghazali ini kalau teman-teman jeli ya ada beberapa tips mengatasi problem kesehatan mental versinya Imam Ghazali ini hasil pencermatan saya sekilas saja sebenarnya masih banyak Misalnya, untuk mengatasi degradasi moral, kalau kegalauan hidupmu, stresmu, sakit mentalmu, karena kamu merasa banyak maksiat, banyak dosa, saya itu, saya terlalu sering maksiat mungkin Pak, ya saya terlalu, terus kamu galau sendiri, stres sendiri gara-gara itu, solusinya dua kata Imam Ghazali, taubah. ayuk ditobati terus pelan-pelan kita bersihkan hati kita cara membersihkannya nawah itu tidak mengulang lagi maksiat-maksiat yang kemarin saya jalankan dosa-dosa yang kemarin saya lakukan ini akan meringankanmu jadi Taubat itu kan semacam menetralisir segala beban, dosa, dan kemaksiatan yang selama ini kalian lakukan yang membuatmu stres. Tapi dengan melakukan itu plus pembersihan jiwa, jiwamu akan lebih tenang. Jadi itu tips dari Imam Huzali.
Solusi pertamanya justru taubat. Jangan lupa ini ya. dan Kalau jiwa kita masih kotor, tiba-tiba saya ingin menutup dosa saya dengan puasa, dengan sholat ini itu, ya belum.
Diawali taubat dulu, membersihkan wadahnya dulu. Nah ini mengatasi degradasi moral. Kalau teman-teman merasa hampa makna, hampa tujuan, saya bingung ini Pak Hidup, saya mau kemana?
Saya harus bagaimana menjalani hidup ini? Imam Huzali menyarankan dua, suhud dan kona'ah. Kona'ah itu merasa cukup dengan apapun yang saya miliki saat ini.
Suhud itu kondisi jiwa kita yang tidak lagi tergoda oleh hal-hal duniawi. Ini suhut. Lu kalau gitu enggak kuliah, enggak kerja, Pak.
Ya tetap kuliah, ya tetap kerja. Tapi tidak terikat, tidak jatuh cinta pada dunia. Ini membuat kita lebih mudah menetapkan tujuan.
Memberi makna hidup. Dibandingkan kita masih... tenggelam dalam hasrat ambisi duniawi, kata Imam Ghazali.
Kenapa begitu ya? Hasrat ambisi duniawi itu sering mengecewakan, membuat kita putus asa. Mari kita terima saja, ya yang kita memiliki ini ya sudah.
Itu namanya kona'ah. Dan tidak mudah tergoda, tidak mudah terpesona oleh hal-hal yang sifatnya duniawi. Ada kata mutiara yang luar biasa dari Saidina Ali bin Abi Talib. Beliau menyatakan, Ya dunia hurri-hurri, lakotolak tukah salah satan. Wahai dunia, godalah orang lain saja selain aku.
Kenapa? Aku sudah menalakmu tiga. Itu alipinavitolik. Itu membentuk jiwa yang suhut. Saya tidak tahu kalian berani tidak bilang begitu.
Wahiduni, aku sudah talak tiga padamu. Tidak mungkin rujuk lagi sudah. Baik, kalau di usia-usia kalian masih tidak gampang untuk kona'ah.
Tapi boleh latihan. Intinya bagaimana jiwa kita tidak terikat. dengan dunia kemudian, kalau kita mengalami hampa spiritual, hampa nilai tadi kita merasa, Pak saya itu kok tidak berharga ya Pak apa sih nilai kehadiranku Imam Huzali menyarankan dua Riyadoh dan Mujahadah Riyadho itu latihan. Sederhananya, ya bentuklah dirimu biar jadi orang yang bernilai berharga.
Jadi riyadho itu amal-amal keagamaan kamu jalankan. Maka kamu merasa bernilai dalam hal agama. Bentuk dirimu jadi orang pintar, ya kamu nanti bernilai jadi seorang intelektual. Bentuk dirimu jadi pekerja yang tangguh, yang... berkarya produktif, nilai dirimu jadi manusia yang produktif.
Jadi riadoh, latihan, bentuk. Jangan menunggu dirimu terbentuk. Kamu yang harus membentuk dirimu.
Itu namanya riadoh. Saya nunggu saya, besok siapa tahu saya jadi. Siapa tahu saya jadi. Kalau kamu ingin jadi, bentuk dirimu.
ingin jadi dosen latihan mulai sekarang ngobrol apa ngajar ngobrol ngajar yang enak terus aneh jadi latihan membaca yang banyak itu jadi membentuk dirimu jadi dosen yang berkualitas jangan menunggu jangan Ananti kalau saya ditakdirkan Allah jadi dosen kan yuk bisa-bisa sendiri Pak yuk nunggu begitu yang enggak jadi nanti kamu tiba-tiba jadi dosen beneran Terus tidak bisa mengajar, terus bingung waktu mengajar, terus kamu stress lagi. Apalah nilai saya Pak? Nanti jadi begitu lagi. Maka riadoh lah mulai sekarang. Latih dirimu.
Pengen jadi bisnismen yang sukses. Latihan mulai sekarang. Bentuk dirimu. Latihan mental, ekonominya, ilmu ekonominya di upgrade.
Itu namanya riadoh. Jangan lupa mujahat. berdoa, yuk tetap segalanya Allah yang mengabulkan, terus kalau teman-teman kesulitan dalam hal pengendalian diri solusinya kata Imam Ghazali harus ada khawf dan rojak, khawf itu rasa takut pada Allah rojak itu harapan pada Allah dua-duanya harus imbang Baru diri kita terkendali. Karena adanya khawuf, maka kita tidak sembrono dalam hidup.
Takut Allah murkah, takut mendapat siksanya. Itu kan kita hati-hati. Nah, tapi juga tidak hanya takut, kita juga berharap. Karena ketakutan saja bisa melahirkan keputusasaan. Kita tetap yakin Allah sangat menyayangi kita Allah penuh dengan anugerah pada kita Itu namanya harapan, namanya rojak Jadi khawuf saja bisa putus asa Tapi tanpa khawuf Orang bisa sembrono Rojak saja orang suka-suka dia Alah dosa tidak apa-apa Lamak sihat sedikit-sedikit tidak apa-apa Allah maha pengampun Banyak cerita-cerita orang dosanya sembilan-sembilan itu aja masih diampuni sampai yang keseratus kita, paling dosa kecil-kecilnya.
Ini namanya sembrono, tidak ada rojak. Jadi, tidak ada takutnya sama Allah. Isinya harapan saja membuat kita sembrono menyepelekan.
Maka, hof dan rojak ini harus imbang. Terus, Kalau kita stress dan frustasi, kuncinya tetap sabar. Ya, sabar.
Kita bagaimana caranya ada tekanan apapun, sabar itu ada dua. Ada sabar yang aktif, ada sabar yang pasif. Sabar yang pasif itu ketika kita ditimpa sesuatu.
Sabar yang aktif itu ketika kita menjalani sesuatu Sabar yang aktif itu istiqomah Sabar yang pasif itu siap menanggung apapun ketetapannya Allah Nah, kalau teman-teman kegelisahannya adalah cemas tentang masa depan Solusinya adalah tawakkal Utawakal itu berarti sepenuhnya pasrah pada Allah, iya tapi setelah didahului ikhtiar. Kalau teman-teman takut masa depannya suram, yuk ayo dirancang sejak sekarang, biar tidak suram. Setelah dirancang, dijalani, pasrahkan hasilnya pada Allah.
Itu namanya tawakal. Kalau belum ada ikhtiarnya, belum bisa disebut tawakal. Jadi kalau teman-teman cemas, ya jangan diam saja, Pak masa depan saya gimana Pak, ya ayo berusaha.
Rancang yang baik, jalani dengan baik. Kalau sudah dijalani, pasrahkan hasilnya pada Allah, itulah tawakkal. Nah itu akan nyaman untuk diri kita.
Baik, terakhir. Kesimpulannya dari semua urayan tadi para filosof dari Islam, Imam Ghazali, secara umum bisa kita sebutkan bahwa setidaknya ada lima hal penting yang bisa diberikan oleh agama sehubungan dengan kesehatan mental. Yang pertama apa?
Dukungan sosial. Tadi ya, Durkheim tadi loh. Di antara kekuatan agama itu kan solidaritas antara pemeluknya.
Kita sama-sama beragama, maka kita punya sistem pendukung yang kuat. Ada saudara-saudara, ada teman-teman kita yang seagama. Insya Allah mendukung kita kalau kita sedang kesulitan. Jadi, karena kita ada di track, di jalur yang sama.
Yang kedua, kalau ini lebih hakiki, agama memberikan kita makna dan tujuan hidup. Banyak orang yang sakit mentalnya, kesehatan mentalnya terganggu, merasa tidak bermakna, hidupnya tidak jelas mau kemana, dan agama menyediakan semua itu. Agama memberikan kita orientasi, kesini lo kamu menuju, ini loh makna hidupmu, maka ini yang harus kamu lakukan. Yang ketiga, agama mengajarkan kita kopeng, cara untuk menyikapi masalah. Misalnya tadi yang diajarakan oleh Imam Ghazali.
Yang keempat, Agama memberi kita nilai. Tadi kan kebahagiaan itu berdasarkan nilai-nilai. Nah, agama menyediakan itu.
Menyediakan nilai. Mana yang harus kita utamakan, mana yang harus kita belakangkan. Mana yang harus kita gagal, mana yang kita tunda nanti saja tidak terlalu penting.
Nah, agama... Memberi kita itu, memberi kita prioritas-prioritas yang harus kita utamakan. Yang kelima, agama memberi kita harapan dan optimisme. Sepahit apapun pengalaman kita, seburuk apapun kegagalan kita, kita masih punya Tuhan, masih ada Allah.
Tidak pantas kita putus asa, ada Allah. Apa sih yang tidak mungkin kalau bagi Allah? Makanya orang putus asa itu kalau dalam Al-Quran disebut orang yang kufur. Seperti orang yang tidak percaya pada Allah. Kalau kita beriman, percaya pada Allah, apa sih masalah yang tidak terselesaikan?
Kalau Allah berkehendak, Bahkan satu menit ke depan, satu jam ke depan, sebesar apapun masalah kita bisa tuntas. Dan ada banyak cerita-cerita semacam itu. Baik, masih ada lima menit ya. Saya kesini saja. Terakhir kali.
Menurut saya ini penting. Untuk teman-teman yang sedang... ada masalah berat membebani pikiranmu apa pak yang harus saya lakukan pak Yang tadi sudah saya jelaskan, itu yang terakhir.
Yang di situ saya tulis, leap of faith. Kembali pada agama. Yang sebelumnya ini mungkin petunjuk yang lebih praktis. Jadi ini strategi, kalau di psikologi namanya strategi coping. Kalau teman-teman ada masalah yang membebani pikiranmu, sulit sekali.
Dicari solusinya, ada beberapa strategi. Yang pertama, isolation. Isolation ini agak sulit, tapi kalau bisa alhamdulillah. Buang perasaan-perasaan destruktif, pikiran-pikiran negatif. Jadi sudah lah, singkirkan saja.
Entah gimana caranya kalau bisa. Namanya isolation, jalan pertama. Jalan kedua, kalau masih sulit, anchoring, jangkar. Maksudnya apa?
Dedikasikan hal tertentu, nilai tertentu yang melampaui problem atau beban pikiranmu tadi yang prioritasnya lebih tinggi. Misalnya kalian mikir tentang kuliah yang tidak selesai-selesai. Angkering itu kuliah kan nanti bisa diulang, nanti bisa dilanjut lagi. Tapi misalnya kesehatan orang tua jauh lebih penting, jadi saya tunda kuliah untuk ini namanya angkering.
Ada yang lebih penting yang kamu utamakan. Eh, saya kok sibuk di sini sih, padahal ada yang lebih penting. Saya kok stres mikir ini, padahal dalam hidup ini banyak yang lebih penting.
Nah, itu jadi mendedikasikan hal-hal tertentu yang bisa menghadirkan rasa nyaman. Ah, ternyata banyak orang-orang terlantar yang perlu dibantu. Sudahlah masalah saya tidak berarti, saya tidak membantu orang-orang itu.
Ini namanya anchoring. Jadi ada nilai lebih tinggi yang ingin kamu hidupkan dibandingkan problemmu, itu kalau bisa. Kalau masih sulit, boleh distraction, alihkan perhatian.
Jangan mikir itu terus, kalau memang tidak ada solusinya. Kalian boleh kejar hobimu. Atau saya biasanya nonton drakor ya pak, ya wisi nonton drakor.
Berseri-seri ya pak, yes nonton enggak apa-apa, yang penting kamu senang. Itu namanya distraction. Biar enggak stuck di problemmu itu terus.
Lu enggak ada solusinya. Distraction. Atau ya entah kamu jalan-jalan kayak healing atau kemana.
Yang penting kamu jangan stuck di masalahmu. Nah, kalau bisa lagi sublimation. Sublimation itu gunakan rasa sakitmu untuk hal-hal yang produktif, kreatif.
Patah hati, nulis buku tentang patah hati. Nah, itu produktif, namanya sublimation. Sedang sedih, bikin syair tentang kesedihan. Itu namanya sublimation. Bikin lagu tentang sublimation.
Pak saya tidak bisa, Pak. Bisanya cuma masak, Pak. Yuk, masakan apa yang baru.
Kreatif, malah sedang stres. Sublimation. Boleh, energimu kamu pakai untuk yang lebih kreatif. Kalau sublimation ini menguntungkan.
Nanti kalau kamu sudah sehat lagi, sembuh lagi, lumayan punya karya. Dari energi kesedihanmu. Nah. Kalau ingin lebih dalam lagi, temukan makna.
Tidak ada satu peristiwa, tidak ada satu situasi pun yang tidak berarti Semuanya bermakna, semuanya ada hikmahnya Temukan hikmah itu dan kalian akan lebih tenang Namanya fine meaning Bahkan sakit, bahkan kecewa, bahkan amarah dan lain sebagainya Itu kalau kita mau Berhenti sejenak, merenung, menemukan hikmah-hikmah di baliknya Pasti akan ketemu Dan itu akan mengurangi rasa tertekan, rasa stres kita Yang terakhir, tentu saja kalau masih saja sulit Puncaknya adalah yuk kembali pada Allah Lip of faith Kembali pada agama Karena memang seperti kita bahas tadi, agama punya peran besar terhadap stabilitas kondisi mental kita. Terima kasih sudah menyimak. Semoga channel Mengaji Henning bersama Dr. Fahruddin Faiz selalu bisa memberikan ilmu, motivasi, dan kebermanfaatan. Salam sehat dan bahagia.